Anda di halaman 1dari 2

“Lunturnya Tradisi Madduppa Keteng di Kalangan Masyarakat Bugis”

Maduppa keteng merupakan bahasa bugis yang berati “menjemput bulan”, bulan yang
dimaksud adalah bulan ramadhan. Tradisi maduppa keteng bertujuan untuk memohon keselamatan
kepada Allah SWT agar diberikan keselamatan dalam menjalankan ibadah. Selain itu, tradisi maddupa
keteng sebagaimana yang biasa diselenggarakan oleh masyarakat bugis tidak disyariatkan oleh nabi.
Tetapi justru merupakan aktualisasi dari salah satu sabda Nabi, “Barang siapa yang gembira dengan
datangnya bulan ramadhan maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.” Sabda tersebut kemudian
diterjemahkan secara sosiologis berdasarkan kondisi masyarakat pada zamannya. Hal itu dianggap
sebagai sebuah warisan leluhur dan harus dilestarikan meskipun dengan distorsi makna disana sini.

Pelaksanaan tradisi maduppa keteng cukup beragam diantara masyarakat bugis, namun maksud
dan tujuannya tetap sama yaitu mengharap ridho Allah SWT. Sebagai contoh, di daerah Bugis Barru,
pelaksanaan tradisi ini dilakukan sebelum memasuki bulan ramadhan dengan mengajak keluarga
berkumpul (bersilaturahmi) dan menyiapkan hidangan makanan untuk dibacakan doa oleh ustadz.
Selanjutnya, makanan yang telah dibacakan doa akan dinikmati beramai-ramai. Sebelum memasuki
bulan ramadhan pihak keluarga yang melakukan kegiatan maduppa keteng akan memanggil keluarga
dekat (seperti: saudara, anak, cucu, dll) baik yang jaraknya dekat dari rumah maupun yang berada di luar
daerah (jika mereka dapat kembali ke kampung), dengan tujuan untuk silaturahmi dan saling
memaafkan. Dengan demikian, diharapkan saat memasuki bulan ramadhan semua keluarga dalam
keadaan suci dan bersih dari segala segala dosa diantara keluarga lainnya.

Contoh lain yang dikutip dari Koran Tempo, pelaksanaan tradisi maduppa keteng di daerah Bugis
Bone dilakukan dengan membaca doa-doa tepatnya sebelum sahur pertama hingga puasa ketiga
ramadhan. Tradisi ini biasanya digelar dengan menyiapkan makanan lengkap. Seorang tokoh agama
selanjutnya akan diminta untuk memanjatkan doa sebagai wujud kesyukuran kepada Allah. Setelah itu,
makanan yang telah disiapkan sebelumnya kemudian disantap bersama-sama. Perbedaan pelaksanaan
maduppa keteng hanya terletak pada waktunya saja, namun esensi dan tata cara pelaksanaan tradisi
tetap sama.

DI era saat ini, penulis melihat tradisi ini mulai luntur di masyarakat bugis. Bulan ramadhan kini
tak disambut lagi dan seolah-olah mucul dengan tiba-tiba ditengah kesibukan masyarakat saat ini.
Pegawai sibuk di kantor, pendidik sibuk di sekolah dan kini aktivitas sehari-hari tidak mengalami
perubahan dengan masuknya bulan ramadhan. Padahal tradisi ini sangat sakral dan telah dilakukan
turun temurun di kalangan masyarakat bugis. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat dan semakin
meningkatnya arus globalisasi kini telah menggeser sedikit demi sedikit tradisi ini. Masyarakat saat ini
lebih memilih dan menirukan budaya asing yang lebih praktis, efisien dan sesuai perkembangan zaman.

Semakin lunturnya, tradisi maduppa keteng di masyarakat menunjukkan turunnya minat


masyarakat terhadap tradisi baik ini. Untuk itu, melalui tulisan ini, penulis mengajak kepada para
pembaca untuk bersama sama melestarikan tradisi maduppa keteng yang penuh dengan beragam
manfaat dan kearifan lokal yang kelak akan diwariskan ke anak cucu kita. Kalau bukan kita yang menjaga
tradisi baik ini, siapa lagi?
Referensi

https://koran.tempo.co/read/info-ramadhan/442247/tradisi-maddupa-keteng-menyambut-ramadan

https://sulsel.kemenag.go.id/berita/berita-wilayah/songsong-bulan-mulia-mtsn-barru-gelar-madduppa-
keteng

Anda mungkin juga menyukai