PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen di era globalisasi seperti ini adalah salah satu isu
yang paling sentral sepanjang suatu organisasi atau perusahaan
ingin tetap eksis. Banyak organisasi atau perusahaan yang
menganggap manajemen adalah mesin penggerak tegaknya
organisasi atau bisnis yang mereka jalankan. Berbagai perusahaan
atau organisasi menerapkan gaya manajemen yang berbeda.
Manajemen bukan sekedar suatu alat atau metode, tapi
manajemen adalah nilai hidup dan kepercayaan. Inti teori
manajemen adalah produktivitas. Metode untuk mencapai
produktivitas dapat di tempuh dengan berbagai titik penekanan.
Kerja sama, spesialisasi kerja, dan kekeluargaan merupakan
penekanan atau fokus dalam usaha untuk mengarahkan, mengatur
orang pada suatu tujuan. Manajemen merupakan kebanggaan dan
pegangan bagi suatu bangsa dalam berkembang. Mengetahui
manajemen suatu bangsa secara otomatis akan mengetahui pola
budaya, sosial dan reliugis yang membentuk kepribadian,
keyakinan dan kepercayaan suatu bangsa (Sunandar, 2014).
Dalam perkembangan didunia manajemen terdapat
perbedaan dari satu negara dan negara lainnya mengenai perilaku
dalam menjalankan manajeman negara mereka, seperti contohnya
manjemen di negara Jepan dan dibeberapa negara dibagian barat,
pada makalah ini akan dijelaskan konsep manjement
perkembangan perilaku dari manajemen negara jepan dan negara
barat.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep manajemen dari bangsa jepang
1
2. Untuk mengetahui konsep manajemen dari bangsa barat
C. Manfaat
1. Mengetahui konsep perkembangan perilaku bangsa jepang
2. Mengetahui konsep perkembangan perilaku bangsa barat
D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini terdapat sistematika penulisan yang
terdiri atas :
BAB I PENDAHULUAN Merupakan Sub-bab yang terdiri dari
latar belakang penulisan, tujuan
penulisan, manfaat penulisan dan
sistematika penulisa
BAB II TINJAUAN TEORI Merupakan Sub-bab yang terdiri atas
paparan teori dan konsep terkait
materi yang disajikan yakni konsep
manajemen jepang dan negara barat
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV CONTOH KASUS
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
pekerjanya, sebaik
performasi kerjanya
3 Pengambilan keputusan kolektif Perusahaan ingin membagi
melalui konsensus sejumlah besar informasi
dengan seluruh pekerja
untuk memudahakan
mereka bergabung dalam
pengambilan keputusan
4 Tugas grup dan tanggungjawabnya Tugas individu secara jelas
tidak didefinisikan, tidak
juga disebutkan dalam
form tertulis, tanggung
jawab menyatu pada
kelompok
5 Masa kerja Pekerja dijamin diberi
pekerjaan hingga masa
pensiun
6 Program kesejahteraan menyeluruh Perusahaan memberikan
total program
kesejahteraan meliputi,
rekreasi, fasilitas
kesehatan, pinjaman
perusahaan
7 Upah berdasarkan senioritas/ Masa pengabdian pekerja
promosi diperusahaan melebihi
kemampuan/performasinya
merupakan kriteria penting
dalam penentuan upah
dan promosi
8 On the job training Perusahaan menawarkan
program training yang
menunjang karir bagi
seluruh pekerja dalam
mengembangkan keahlian
yang berguna bagi
perusahaan
9 Job rotation Perusahaan merotasi
pekerja untuk memahami
pekerjaan berbeda
diperusahaan untuk
membentuk generalis
(bukan spesialis)
4
Jepang juga menghubungkan etika kerja mereka dengan
kepercayaan agamanya. Budha Zen mengajarkan bahwa melalui kerja
dan kreasi mereka akan mencapai kesempurnaan pembangunan
watak. Oleh karena itu, bagi orang Jepang pekerjaan mempunyai nilai
dan memberikan arti yang mendalam bagi kehidupan mereka.
Manajemen Jepang memberikan tekanan kepada para pekerja sebagai
modal utama dan terpenting dalam perusahaan (As’sad, 2001).
Sistem pekerjaan seumur hidup mempunyai dua pengaruh
positif. Pertama, sistem tersebut menjamin kontinuitas dan kekuatan
pekerja serta mendorong para pekerja untuk berpartisipasi dalam area
manajemen perusahaan. Kedua, ketika para pekerja mempunyai rasa
aman dalam perusahaan, sikap mereka terhadap inovasi dan teknologi
adalah positif
5
B. Perkembangan Perilaku Bangsa Barat
1. Manajemen di Masyarakat Barat
Pengertian kita tentang manajemen pada dasarnya merupakan
produk dari pengertian manajemen Barat, khususnya Amerika Serikat.
Hal ini disebabkan riset dan publikasi dalam bidang manajemen dan
organisasi berasal dari Barat. Drucker (1977) menyatakan bahwa kata
„manajemen‟ sudah berabad-abad lamanya. Namun, penerapannya
sebagai alat pengelolaan (pengurusan) suatu lembaga, terutama
perusahaan, adalah khas Amerika. Karena itu, pengertian manajemen
tidak ada padanannya yang persis dalam bahasa lain manapun. Dalam
pemakaian kata manajemen di Amerika juga bukan istilah yang
mudah. Hal ini dikarenakan lembaga-lembaga di luar perusahaan tidak
menggunakan kata manajemen atau manajer. Badan pemerintah,
universitas dan rumah sakit menggunakan administrator, sedangkan
angkatan bersenjata menyebutnya komandan.
2. Fondasi Pandangan Dunia Barat
Hakikatnya, semua disiplin ilmu dan teori-teori yang datang dari
barat, berakar dari empat paham, yaitu:
a. Rasionalisme
6
Setidaknya, ada dua faktor pendorong munculnya rasionalisme di
masyarakat barat. Pertama, dominasi mitologi Yunani yang sarat mitos
(tahayul) dan tidak dapat diterima rasio (akal). Kedua, peristiwa
“Copernicus dan Galelio” yang bertentangan pendapat dengan gereja.
Di masa pencerahan (abad XVII-XVIII), para tokoh ilmuwan di
Barat menjadikan rasionalisme sebagai satu-satunya pedoman dalam
hidup manusia. Mereka menolak paham yang datang dari ajaran
agama dan menggantinya dengan sistem keyakinan humanisme.
Secara umum paradigma sain Barat ada dua macam, yakni
modernisme (modernism) dan posmodernisme (postmodernism).
Keduanya berasal dari satu sumber yakni manusia itu sendiri. Sain
Barat hanya berpijak pada kemampuan akal (rasio) manusia. Mereka
menolak wahyu dari Tuhan sebagai salah satu sumber sain. Hanya
pengetahuanlah yang mutlak menjadi pedoman hidup manusia.
b. Materialisme
Materialisme merupakan keyakinan bahwa realitas yang ada hanya
materi (fisik). Semua penjelasan peristiwa yang terjadi harus dapat
diamati secara langsung (empiris) dan dapat diukur. Paham ini juga
berkaitan erat dengan paham rasionalisme. Keduanya menilai bahwa
esensi manusia ditentukan oleh esensi luarnya. Keberhasilan seseorang
hanya diukur dengan banyaknya materi dan kemegahan fisik yang
dimiliki. Para penganutnya percaya bahwa hidup di dunia ini pada
dasarnya hanya mencari kesenangan (pleasure) dan menghindari
kesengsaraan (pain).
c. Humanisme
Humanisme merupakan keyakinan bahwa manusialah yang menjadi
patokan (standar)segala sesuatu. Mulai dari hakekat, tujuan hingga
ukuran kebenaran dan kesalahan (etika), ditentukan oleh manusia.
Mereka tidak percaya hal-hal yang diluar fisik (metafisik) seperti
7
Tuhan, wahyu dan lain-lain. Mereka hanya meyakini bahwa sain
sebagai satu-satunya pedoman hidup manusia dan manusia adalah
pengendali alam yang dapat menentukan nasibnya sendiri
(antroposentrisme).
Penganut paham ini juga mengamini relativitas kebenaran dan
etika. Mereka menafikan kebenaran absolut dan menganggap
kebenaran adalah relatif. Menurut mereka, manusia tidak dapat
menemukan kebenaran sejati (final). Oleh karena itu, penganut paham
ini menjadikan paham pragmatis sebagai ukuran kebenaran. Artinya,
sesuatu dianggap benar jika memberikan manfaat nyata atau
keuntungan dalam kehidupan manusia.
d. Sekulerisme
Sekulerisme adalah paham yang menyatakan bahwa urusan agama
harus dipisahkan dari urusan dunia. Paham ini timbul akibat
penyalahgunaan agama oleh para pemimpin agama dan pemimpin
negara sendiri sebelum abad ke 15. Penyalahgunaan ini berimbas pada
penderitaan rakyat banyak. Selain itu, paham ini merupakan
konsekuensi logis dari ketiga macam paham sebelumnya.
Dalam paham ini, terlihat jelas dikotomi antara sain dan agama.
Keduanya dipandang tidak memiliki integritas satu sama lain. Hal ini
dikarenakan pandangan masyarakat Barat tentang agama sebagai
lembaga yang menakutkan, inkuisisi (menghukum mati para
penentangnya), intoleransi dan membelenggu kebebasan manusia.
Kedepannya, manajemen pun tidak pernah dikaitkan dengan
agama. Sekalipun mungkin para ahli dari Barat mengakui perilaku
manusia sehari-hari merupakan cermin dari keyakinannya, mereka
lebih menekankan hasil tindakan yang nyata. Dalam manajemen selalu
diajarkan: anda tidak dapat mengelola jika anda tidak dapat mengukur
(you can’t manage, if you can’t measure). Atau, anda hanya dapat
8
mengelola apa yang dapat anda ukur (you can only manage, what you
can measure).
Keempat keyakinan utama yang mendasari pandangan dunia
(worldview) Barat tersebut menjadi „kerangkeng‟ yang telah mendarah
daging dalam kehidupan masyarakat Barat. Pandangan dunia tersebut
menjadi landasan berfikir dalam memahami segala realitas. Daniels,
Fanz dan Wong (2000), dalam tulisannya “A Clasroom with a
Worldview: Making Spiritual Assumption Explicit in Management
Education’ juga menyatakan bahwa pandangan dunia sangat
menentukan bagaimana manajemen dipahami, diajarkan dan
dipraktekkan. Dengan begitu, suatu istilah atau konsep mungkin akan
mempunyai arti berbeda dengan masyarakat selain Barat.
3. Peta Pemikiran Manajemen Barat Kontemporer
9
Manajemen saintifik sangat menekankan pentingnya rasionalitas
ekonomi, efisiensi dan standarisasi namun mengabaikan peran individu
dan kelompok dalam organisasi. Selain itu, manajemen ini juga
mengabaikan aspek sosial dan psikologi perilaku karyawan. Asumsi
dasarnya, manusia bersifat rasional dan kebanyakan manusia tertarik
dengan imbalan ekonomi (uang). Tujuan manajemen sendiri hanya untuk
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Hal ini dikarenakan
manajemen ini didasari oleh pemikiran di jaman perbudakan. Para budak
bekerja dengan ketentuan dari majikan.
Akhir-akhir ini, manajemen ini muncul dengan beberapa modifikasi.
Diantaranya neo-taylorism atau neo-scientific management, Total Quality
Management, Enterprise Resourcing Planning, Six Sigma, Balanced Score
Card dan lain sebagainya.
2) Aliran Manajemen Birokrasi dan Administratif
Manajemen Birokrasi: Max Weber
Aliran birokrasi pertama kali diajukan oleh Max Weber (1864-1920).
Gagasannya tentang birokrasi dimaksudkan terhadap monarkhi
(kerajaan), dimana raja, ratu, pangeran, dan anggota pemerintahan
memiliki ciri: ketidakefisienan, uang pelicin dan seterusnya. Menurutnya,
birokrasi adalah pelaksanaan pengendalian berdasarkan pengetahuan
rasional. Tujuan utamanya untuk mencapai tujuan organisasi seefisien
mungkin. Selain itu, Weber juga mengidentifikasi dua hal penting yang
terus menjadi ciri utama tipe ideal praktek manajemen, yakni
individualisme dan materialisme. Weber juga merumuskan tujuh elemen
dalam birokrasi.
10
belakang pendidikan dan pelatihan
mereka
2 Promosi berdasarkan sistem merit Promosi berdasarkan prestasi dan
(Merit-based promotion) pengalaman. Manajer, dan bukan pemilik
organisasi yang menentukan siapa yang
dipromosikan
3 Rantai hirarkhi (Chain of hirarchy) Setiap pekerjaan dalam suatu hirarki, ada
rantai perintah, dimana setiap posisi
melaporkan dan bertanggungjawab
kepada posisi yang lebih tinggi
4 Pembagian kerja (Division of Labor) Tugas, tanggung jawab dan wewenag
didefinisikan dan dibagi secara jelas
5 Penerapan peraturan dan prosedur Peraturan dan prosedur diterapkan
secara impersonal (impersonal kepada semua anggota organisasi,
application of rule and procedures) penerapannya secara tak pandang bulu,
menghindari melibatkan perasaan
(emosi), serta pertimbangan adanya
hubungan kekeluargaan, kesukuan, dan
preferensi kepribadian
11
tekniknya. Disamping itu, manajer yang efektif harus berdasarkan 14
prinsip sebagai berikut:
1 Pembagian kerja (Division of work) Meningkatkan produksi dengan
membagi pekerjaan sehingga setiap
pekerja mengerjakan tugas atau
pekerjaan yang lebih kecil
2 Tanggung jawab dan wewenang Wewenang manajer memberi perintah
(Authority and responsibility) harus disesuaikan dengan
tanggungjawabnya. Namun, organisasi
harus melakukan pengendalian untuk
mencegah manajer menyalahgunakan
wewenangnya
3 Disiplin (Diclipine) Diperlukan kejelasan aturan untuk
mengatur perilaku karyawan.
Pelanggarnya mendapat sanksi yang
setimpal
4 Kesatuan komando (Unity of Karyawan melapor dan menerima
command) hanya dari satu atasan untuk
menghindari kebingungan
5 Kesatuan arah (Unity of direction) Organisasi harusnya hanya mempunyai
dan diarahkan oleh seorang manajer
dengan satu rencana
6 Subordinasi kepentingan individu Semua anggota harus memprioritaskan
terhadap kepentingan organisasi di atas
kepentingan umum (Subordination of kepentingan pribadi/kelompok.
individual interests to the general
interest)
12
overpaid ataupun underpaid
8 Sentralisasi (Centralization) Dalam pengambilan keputusan, tingkat
desentralisasi dan sentralisasi harus
seimbang
9 Rantai saklar (Saclar chain) Alur komunikasi dan perintah dari
pimpinan puncak ke jajaran yang lebih
rendah
10 Keteraturan (Order) Manusia dan barang harus ada di
tempat dan waktu yang sama
11 Kesetaraan (Equity) Perlakuan manajer atas anak buah
yang adil dan setara
12 Stabilitas Personalia (Stability of Bila ada posisi yang kosong harus
personnel) segera diganti
13 Inisiatif (Initiative) Manajer harus mendorong karyawan
untuk mengembangkan inisiatif dalam
pelaksanaan kerja
14 Kesetiaan Korps (Esprit de corps) Pengembangan semangat
kebersamaan, meningkatkan semangat
kerja dan kesatuan dalam organisasi
13
14
BAB III
PEMBAHASAN
15
masalah tersebut, namun mereka mereka memperbaiki sendiri—masalah
tidak akan terangkat ke permukaan hingga pada tingkatan yang lebih
kritis, di mana akan lebih sulit untuk diselesaikan. Ketiga, dua situasi di
atas membuat Jepang merasa prihatin sebab mereka tidak mendapatkan
gambaran yang jelas mengenai otoritas pengambilan keputusan Amerika.
Menerapkan sistem hourensou untuk menjaga komunikasi dengan orang
Jepang mungkin terlihat menghabiskan waktu, namun hal ini akan
meningkatkan kepercayaan satu sama lain dalam pengambilan keputusan.
Dengan tidak menyelesaikan apapun sendirian, individu mendapatkan
lebih banyak kepercayaan dan otoritas dalam kinerjanya (Pringle, 2012).
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen bukan sekedar suatu alat atau metode, tapi
manajemen adalah nilai hidup dan kepercayaan. Inti teori
manajemen adalah produktivitas. Manajemen merupakan
kebanggaan dan pegangan bagi suatu bangsa dalam berkembang.
Mengetahui manajemen suatu bangsa secara otomatis akan
mengetahui pola budaya, sosial dan reliugis yang membentuk
kepribadian, keyakinan dan kepercayaan suatu bangsa sehingga
dalam perkembangan didunia manajemen terdapat perbedaan dari
satu negara dan negara lainnya mengenai perilaku dalam
menjalankan manajeman negara.
B. Saran
17
Daftar Pustaka
18