Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manajemen di era globalisasi seperti ini adalah salah satu isu
yang paling sentral sepanjang suatu organisasi atau perusahaan
ingin tetap eksis. Banyak organisasi atau perusahaan yang
menganggap manajemen adalah mesin penggerak tegaknya
organisasi atau bisnis yang mereka jalankan. Berbagai perusahaan
atau organisasi menerapkan gaya manajemen yang berbeda.
Manajemen bukan sekedar suatu alat atau metode, tapi
manajemen adalah nilai hidup dan kepercayaan. Inti teori
manajemen adalah produktivitas. Metode untuk mencapai
produktivitas dapat di tempuh dengan berbagai titik penekanan.
Kerja sama, spesialisasi kerja, dan kekeluargaan merupakan
penekanan atau fokus dalam usaha untuk mengarahkan, mengatur
orang pada suatu tujuan. Manajemen merupakan kebanggaan dan
pegangan bagi suatu bangsa dalam berkembang. Mengetahui
manajemen suatu bangsa secara otomatis akan mengetahui pola
budaya, sosial dan reliugis yang membentuk kepribadian,
keyakinan dan kepercayaan suatu bangsa (Sunandar, 2014).
Dalam perkembangan didunia manajemen terdapat
perbedaan dari satu negara dan negara lainnya mengenai perilaku
dalam menjalankan manajeman negara mereka, seperti contohnya
manjemen di negara Jepan dan dibeberapa negara dibagian barat,
pada makalah ini akan dijelaskan konsep manjement
perkembangan perilaku dari manajemen negara jepan dan negara
barat.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep manajemen dari bangsa jepang

1
2. Untuk mengetahui konsep manajemen dari bangsa barat
C. Manfaat
1. Mengetahui konsep perkembangan perilaku bangsa jepang
2. Mengetahui konsep perkembangan perilaku bangsa barat
D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini terdapat sistematika penulisan yang
terdiri atas :
BAB I PENDAHULUAN Merupakan Sub-bab yang terdiri dari
latar belakang penulisan, tujuan
penulisan, manfaat penulisan dan
sistematika penulisa
BAB II TINJAUAN TEORI Merupakan Sub-bab yang terdiri atas
paparan teori dan konsep terkait
materi yang disajikan yakni konsep
manajemen jepang dan negara barat
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV CONTOH KASUS

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Perkembangan perilaku bangsa jepang


Jepang adalah bangsa yang mendapatkan nilai plus di mata
dunia, sebagai bangsa yang pernah jatuh pada titik nol akibat perang
kemudian bangkit dan berjalan dengan sangat tertatih. Sesudah
perang dunia II, perusahaan Jepang yang besar membentuk tiga
sistem yang disebut juga dengan tiga pilar pokok perusahaan Jepang.
Tiga pilar pokok tersebut yakni (Fumio, 2013)
1. Pekerjaan seumur hidup (shuushin koyou)
2. Pemberian upah dan promosi berdasarkan senioritas
(nenkoujyouretsu)
3. Serikat pekerja berbasis korporasi (kigyou betsu kumiai)
Perkembangan ilmu Jepang dan keberhasilan dalam teknologi,
serta produktivitas yang tinggi berkaitan dengan konsep perbaikan
berkelanjutan Jepang yang dikenal dengan istilah Kaizen. Salah satu
disiplin kerja Jepang yang merupakan bagian Kaizen adalah Gerakan
5S yaitu gerakan kebulatan tekad ditempat kerja untuk mengadakan
pemilahan, penataan, pembersihan, dan pemeliharaan kondisi kerja
untuk melaksanaan kebiasaan kerja yang baik. 5S adalah huruf
pertama istilah Jepang, Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke,
yang menjadi semboyannya (
Ciri Manajemen gaya jepang (as’sad, 2001):
No Ciri Keterangan
1 Orientasi Grup (ditentukan pada Perhatian pada gru
harmoni grup) ditempatkan lebih tinggi
dari individu. Individu
harus loyal pada grup
2 Orientasi komunitas (Perhatian Perusahaan
penuh paa orang-orang) memperhatikan dirinya dan
kehidupan pribadi

3
pekerjanya, sebaik
performasi kerjanya
3 Pengambilan keputusan kolektif Perusahaan ingin membagi
melalui konsensus sejumlah besar informasi
dengan seluruh pekerja
untuk memudahakan
mereka bergabung dalam
pengambilan keputusan
4 Tugas grup dan tanggungjawabnya Tugas individu secara jelas
tidak didefinisikan, tidak
juga disebutkan dalam
form tertulis, tanggung
jawab menyatu pada
kelompok
5 Masa kerja Pekerja dijamin diberi
pekerjaan hingga masa
pensiun
6 Program kesejahteraan menyeluruh Perusahaan memberikan
total program
kesejahteraan meliputi,
rekreasi, fasilitas
kesehatan, pinjaman
perusahaan
7 Upah berdasarkan senioritas/ Masa pengabdian pekerja
promosi diperusahaan melebihi
kemampuan/performasinya
merupakan kriteria penting
dalam penentuan upah
dan promosi
8 On the job training Perusahaan menawarkan
program training yang
menunjang karir bagi
seluruh pekerja dalam
mengembangkan keahlian
yang berguna bagi
perusahaan
9 Job rotation Perusahaan merotasi
pekerja untuk memahami
pekerjaan berbeda
diperusahaan untuk
membentuk generalis
(bukan spesialis)

4
Jepang juga menghubungkan etika kerja mereka dengan
kepercayaan agamanya. Budha Zen mengajarkan bahwa melalui kerja
dan kreasi mereka akan mencapai kesempurnaan pembangunan
watak. Oleh karena itu, bagi orang Jepang pekerjaan mempunyai nilai
dan memberikan arti yang mendalam bagi kehidupan mereka.
Manajemen Jepang memberikan tekanan kepada para pekerja sebagai
modal utama dan terpenting dalam perusahaan (As’sad, 2001).
Sistem pekerjaan seumur hidup mempunyai dua pengaruh
positif. Pertama, sistem tersebut menjamin kontinuitas dan kekuatan
pekerja serta mendorong para pekerja untuk berpartisipasi dalam area
manajemen perusahaan. Kedua, ketika para pekerja mempunyai rasa
aman dalam perusahaan, sikap mereka terhadap inovasi dan teknologi
adalah positif

5
B. Perkembangan Perilaku Bangsa Barat
1. Manajemen di Masyarakat Barat
Pengertian kita tentang manajemen pada dasarnya merupakan
produk dari pengertian manajemen Barat, khususnya Amerika Serikat.
Hal ini disebabkan riset dan publikasi dalam bidang manajemen dan
organisasi berasal dari Barat. Drucker (1977) menyatakan bahwa kata
„manajemen‟ sudah berabad-abad lamanya. Namun, penerapannya
sebagai alat pengelolaan (pengurusan) suatu lembaga, terutama
perusahaan, adalah khas Amerika. Karena itu, pengertian manajemen
tidak ada padanannya yang persis dalam bahasa lain manapun. Dalam
pemakaian kata manajemen di Amerika juga bukan istilah yang
mudah. Hal ini dikarenakan lembaga-lembaga di luar perusahaan tidak
menggunakan kata manajemen atau manajer. Badan pemerintah,
universitas dan rumah sakit menggunakan administrator, sedangkan
angkatan bersenjata menyebutnya komandan.
2. Fondasi Pandangan Dunia Barat
Hakikatnya, semua disiplin ilmu dan teori-teori yang datang dari
barat, berakar dari empat paham, yaitu:
a. Rasionalisme

Rasionalisme adalah paham yang menyatakan bahwa rasio (akal)


manusia merupakan satu-satunya sumber pengetahuan (sain). Segala
fenomena yang terjadi harus berdasar dan dapat dijelaskan rasio. Jika
tidak, maka hal tersebut dikategorikan sebagai anomali belaka. Meski
begitu, masyarakat pada zaman itu tetap memercayai adanya Tuhan
dengan analogi sebagai pembuat jam (watch maker). Mereka
beranggapan, setelah alam semesta (jam) diciptakan, maka
penciptanya tidak diperlukan lagi. Paham seperti ini yang kemudian
hari disebut dengan Deism.

6
Setidaknya, ada dua faktor pendorong munculnya rasionalisme di
masyarakat barat. Pertama, dominasi mitologi Yunani yang sarat mitos
(tahayul) dan tidak dapat diterima rasio (akal). Kedua, peristiwa
“Copernicus dan Galelio” yang bertentangan pendapat dengan gereja.
Di masa pencerahan (abad XVII-XVIII), para tokoh ilmuwan di
Barat menjadikan rasionalisme sebagai satu-satunya pedoman dalam
hidup manusia. Mereka menolak paham yang datang dari ajaran
agama dan menggantinya dengan sistem keyakinan humanisme.
Secara umum paradigma sain Barat ada dua macam, yakni
modernisme (modernism) dan posmodernisme (postmodernism).
Keduanya berasal dari satu sumber yakni manusia itu sendiri. Sain
Barat hanya berpijak pada kemampuan akal (rasio) manusia. Mereka
menolak wahyu dari Tuhan sebagai salah satu sumber sain. Hanya
pengetahuanlah yang mutlak menjadi pedoman hidup manusia.
b. Materialisme
Materialisme merupakan keyakinan bahwa realitas yang ada hanya
materi (fisik). Semua penjelasan peristiwa yang terjadi harus dapat
diamati secara langsung (empiris) dan dapat diukur. Paham ini juga
berkaitan erat dengan paham rasionalisme. Keduanya menilai bahwa
esensi manusia ditentukan oleh esensi luarnya. Keberhasilan seseorang
hanya diukur dengan banyaknya materi dan kemegahan fisik yang
dimiliki. Para penganutnya percaya bahwa hidup di dunia ini pada
dasarnya hanya mencari kesenangan (pleasure) dan menghindari
kesengsaraan (pain).
c. Humanisme
Humanisme merupakan keyakinan bahwa manusialah yang menjadi
patokan (standar)segala sesuatu. Mulai dari hakekat, tujuan hingga
ukuran kebenaran dan kesalahan (etika), ditentukan oleh manusia.
Mereka tidak percaya hal-hal yang diluar fisik (metafisik) seperti

7
Tuhan, wahyu dan lain-lain. Mereka hanya meyakini bahwa sain
sebagai satu-satunya pedoman hidup manusia dan manusia adalah
pengendali alam yang dapat menentukan nasibnya sendiri
(antroposentrisme).
Penganut paham ini juga mengamini relativitas kebenaran dan
etika. Mereka menafikan kebenaran absolut dan menganggap
kebenaran adalah relatif. Menurut mereka, manusia tidak dapat
menemukan kebenaran sejati (final). Oleh karena itu, penganut paham
ini menjadikan paham pragmatis sebagai ukuran kebenaran. Artinya,
sesuatu dianggap benar jika memberikan manfaat nyata atau
keuntungan dalam kehidupan manusia.
d. Sekulerisme
Sekulerisme adalah paham yang menyatakan bahwa urusan agama
harus dipisahkan dari urusan dunia. Paham ini timbul akibat
penyalahgunaan agama oleh para pemimpin agama dan pemimpin
negara sendiri sebelum abad ke 15. Penyalahgunaan ini berimbas pada
penderitaan rakyat banyak. Selain itu, paham ini merupakan
konsekuensi logis dari ketiga macam paham sebelumnya.
Dalam paham ini, terlihat jelas dikotomi antara sain dan agama.
Keduanya dipandang tidak memiliki integritas satu sama lain. Hal ini
dikarenakan pandangan masyarakat Barat tentang agama sebagai
lembaga yang menakutkan, inkuisisi (menghukum mati para
penentangnya), intoleransi dan membelenggu kebebasan manusia.
Kedepannya, manajemen pun tidak pernah dikaitkan dengan
agama. Sekalipun mungkin para ahli dari Barat mengakui perilaku
manusia sehari-hari merupakan cermin dari keyakinannya, mereka
lebih menekankan hasil tindakan yang nyata. Dalam manajemen selalu
diajarkan: anda tidak dapat mengelola jika anda tidak dapat mengukur
(you can’t manage, if you can’t measure). Atau, anda hanya dapat

8
mengelola apa yang dapat anda ukur (you can only manage, what you
can measure).
Keempat keyakinan utama yang mendasari pandangan dunia
(worldview) Barat tersebut menjadi „kerangkeng‟ yang telah mendarah
daging dalam kehidupan masyarakat Barat. Pandangan dunia tersebut
menjadi landasan berfikir dalam memahami segala realitas. Daniels,
Fanz dan Wong (2000), dalam tulisannya “A Clasroom with a
Worldview: Making Spiritual Assumption Explicit in Management
Education’ juga menyatakan bahwa pandangan dunia sangat
menentukan bagaimana manajemen dipahami, diajarkan dan
dipraktekkan. Dengan begitu, suatu istilah atau konsep mungkin akan
mempunyai arti berbeda dengan masyarakat selain Barat.
3. Peta Pemikiran Manajemen Barat Kontemporer

Munculnya aliran-aliran manajemen tidak lepas dari masalah atau


kondisi tertentu. Sehingga dalam manajemen Barat dirumuskan aliran-
aliran sebagai berikut:

1) Aliran Manajemen Saintifik (Scientific Management School)


Aliran ini dikaitkan dengan ide dan pekerjaan Frederick Winslow
Taylor (1911) yang kemudian disebut “Bapak Manajemen Ilmiah”. Dia
menawarkan empat prinsip dasar manajemen saintifik sebagai berikut:
a) Setiap pekerjaan harus dipecah-pecah menjadi elemen-
elemen dan metode ilmiah untuk menentukan pekerjaan
b) Karyawan harus diseleksi secara saintifik dan diberi
pelatihan untuk melaksanakan pekerjaan
c) Manajemen harus bekerja sama dengan para karyawan
untuk menjamin semua pekerjaan sesuai dengan prinsip-
prinsip sain
d) Pekerjaan dan tanggung jawab dibagi secara saintifik antar
pekerja dan manajer

9
Manajemen saintifik sangat menekankan pentingnya rasionalitas
ekonomi, efisiensi dan standarisasi namun mengabaikan peran individu
dan kelompok dalam organisasi. Selain itu, manajemen ini juga
mengabaikan aspek sosial dan psikologi perilaku karyawan. Asumsi
dasarnya, manusia bersifat rasional dan kebanyakan manusia tertarik
dengan imbalan ekonomi (uang). Tujuan manajemen sendiri hanya untuk
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Hal ini dikarenakan
manajemen ini didasari oleh pemikiran di jaman perbudakan. Para budak
bekerja dengan ketentuan dari majikan.
Akhir-akhir ini, manajemen ini muncul dengan beberapa modifikasi.
Diantaranya neo-taylorism atau neo-scientific management, Total Quality
Management, Enterprise Resourcing Planning, Six Sigma, Balanced Score
Card dan lain sebagainya.
2) Aliran Manajemen Birokrasi dan Administratif
Manajemen Birokrasi: Max Weber
Aliran birokrasi pertama kali diajukan oleh Max Weber (1864-1920).
Gagasannya tentang birokrasi dimaksudkan terhadap monarkhi
(kerajaan), dimana raja, ratu, pangeran, dan anggota pemerintahan
memiliki ciri: ketidakefisienan, uang pelicin dan seterusnya. Menurutnya,
birokrasi adalah pelaksanaan pengendalian berdasarkan pengetahuan
rasional. Tujuan utamanya untuk mencapai tujuan organisasi seefisien
mungkin. Selain itu, Weber juga mengidentifikasi dua hal penting yang
terus menjadi ciri utama tipe ideal praktek manajemen, yakni
individualisme dan materialisme. Weber juga merumuskan tujuh elemen
dalam birokrasi.

1 Seleksi formal berdasarkan kualifikasi Karyawan diseleksi dan dipekerjakan


(Formalized qualification-based hiring) secara formal berdasar pada latar

10
belakang pendidikan dan pelatihan
mereka
2 Promosi berdasarkan sistem merit Promosi berdasarkan prestasi dan
(Merit-based promotion) pengalaman. Manajer, dan bukan pemilik
organisasi yang menentukan siapa yang
dipromosikan
3 Rantai hirarkhi (Chain of hirarchy) Setiap pekerjaan dalam suatu hirarki, ada
rantai perintah, dimana setiap posisi
melaporkan dan bertanggungjawab
kepada posisi yang lebih tinggi
4 Pembagian kerja (Division of Labor) Tugas, tanggung jawab dan wewenag
didefinisikan dan dibagi secara jelas
5 Penerapan peraturan dan prosedur Peraturan dan prosedur diterapkan
secara impersonal (impersonal kepada semua anggota organisasi,
application of rule and procedures) penerapannya secara tak pandang bulu,
menghindari melibatkan perasaan
(emosi), serta pertimbangan adanya
hubungan kekeluargaan, kesukuan, dan
preferensi kepribadian

6 Pelaporan secara tertulis (record in Semua kebutuhan manajemen, tindakan


writing) dan peraturan atau prosedur dilaporkan
secara tertulis
7 Manajer dipisahkan dari pemilik Pemilik suatu organisasi seharusnya tidak
(Managers separate from owners) menjadi manajer pengelola organisasi

Manajemen Administratif: Henry Fayol


Menurut Fayol, kesuksesan perusahaan tergantung pada
kemampuan administratif pemimpinnya daripada kemampuan

11
tekniknya. Disamping itu, manajer yang efektif harus berdasarkan 14
prinsip sebagai berikut:
1 Pembagian kerja (Division of work) Meningkatkan produksi dengan
membagi pekerjaan sehingga setiap
pekerja mengerjakan tugas atau
pekerjaan yang lebih kecil
2 Tanggung jawab dan wewenang Wewenang manajer memberi perintah
(Authority and responsibility) harus disesuaikan dengan
tanggungjawabnya. Namun, organisasi
harus melakukan pengendalian untuk
mencegah manajer menyalahgunakan
wewenangnya
3 Disiplin (Diclipine) Diperlukan kejelasan aturan untuk
mengatur perilaku karyawan.
Pelanggarnya mendapat sanksi yang
setimpal
4 Kesatuan komando (Unity of Karyawan melapor dan menerima
command) hanya dari satu atasan untuk
menghindari kebingungan
5 Kesatuan arah (Unity of direction) Organisasi harusnya hanya mempunyai
dan diarahkan oleh seorang manajer
dengan satu rencana
6 Subordinasi kepentingan individu Semua anggota harus memprioritaskan
terhadap kepentingan organisasi di atas
kepentingan umum (Subordination of kepentingan pribadi/kelompok.
individual interests to the general
interest)

7 Renumerasi (Renumeration) Kompensasi harus adil. Tidak ada yang

12
overpaid ataupun underpaid
8 Sentralisasi (Centralization) Dalam pengambilan keputusan, tingkat
desentralisasi dan sentralisasi harus
seimbang
9 Rantai saklar (Saclar chain) Alur komunikasi dan perintah dari
pimpinan puncak ke jajaran yang lebih
rendah
10 Keteraturan (Order) Manusia dan barang harus ada di
tempat dan waktu yang sama
11 Kesetaraan (Equity) Perlakuan manajer atas anak buah
yang adil dan setara
12 Stabilitas Personalia (Stability of Bila ada posisi yang kosong harus
personnel) segera diganti
13 Inisiatif (Initiative) Manajer harus mendorong karyawan
untuk mengembangkan inisiatif dalam
pelaksanaan kerja
14 Kesetiaan Korps (Esprit de corps) Pengembangan semangat
kebersamaan, meningkatkan semangat
kerja dan kesatuan dalam organisasi

13
14
BAB III

PEMBAHASAN

A. Perbedaan Manajemen Jepang dan Barat

Berbeda dengan Jepang, dalam manajemen bisnis di perusahaan


Amerika, usulan mengenai suatu proyek selalu mengandung instruksi yang
tegas dan jelas, dan pekerjanya selalu merasa cukup mengerjakan lantas
menyelesaikan proyek-proyeknya tanpa harus selalu berkonsultasi dengan
atasannya. Sang atasan juga tidak merasa perlu untuk selalu mengecek
bawahannya ketika ia telah memberi instruksi yang jelas dan mendetail.
Dalam banyak hal, Amerika cenderung cepat dalam membuat keputusan
sendiri, tanpa mengandalkan orang lain. Hampir semua deskripsi
pekerjaan memuat “works well without supervision” dan “a self-starter”
yang mencerminkan kemandirian. masalah dapat diselesaikan dan
keputusan dibuat pada tingkat terendah yang bisa mereka lakukan dalam
sebuah organisasi. Meminta bantuan kepada orang lain akan terlihat
seperti individu yang lemah, terutama ketika masalah terjadi pada bidang
di mana pekerja tersebut memiliki tanggung jawab atau seorang ahli
dalam bidang tersebut.

Amerika lebih menekankan tindakan cepat daripada menghabiskan


waktu dengan menganalisis masalah, sesuai dengan ujaran di Amerika,
“Just do it” dan “Let’s get this show on the road” menunjukkan preferensi
mereka untuk melakukan apapun tanpa harus repot-repot melakukan
analisis terlebih dulu. Bagi orang Jepang, ada tiga masalah berkaitan
dengan kebiasaan non-kolektif seperti itu. Pertama, ketika Amerika tidak
melaporkan masalah-masalah mereka, mereka akan memerlukan lebih
banyak waktu untuk mencari solusinya sementara Jepang telah melakukan
analisis lebih dulu. Kedua, meskipun Amerika telah “memperbaiki”

15
masalah tersebut, namun mereka mereka memperbaiki sendiri—masalah
tidak akan terangkat ke permukaan hingga pada tingkatan yang lebih
kritis, di mana akan lebih sulit untuk diselesaikan. Ketiga, dua situasi di
atas membuat Jepang merasa prihatin sebab mereka tidak mendapatkan
gambaran yang jelas mengenai otoritas pengambilan keputusan Amerika.
Menerapkan sistem hourensou untuk menjaga komunikasi dengan orang
Jepang mungkin terlihat menghabiskan waktu, namun hal ini akan
meningkatkan kepercayaan satu sama lain dalam pengambilan keputusan.
Dengan tidak menyelesaikan apapun sendirian, individu mendapatkan
lebih banyak kepercayaan dan otoritas dalam kinerjanya (Pringle, 2012).

Ini merupakan perbedaan besar yang mengontraskan Jepang dan


Amerika dalam kultur manajanemen bisnisnya. Berbanding terbalik
dengan Amerika, konsultasi dalam tim untuk menemukan solusi
merupakan hal yang lumrah di Jepang, mereka bekerja secara kolektif
dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini mungkin juga berakar dari kultur
bercocok tanam orang Jepang, sistem pertanian yang mengandalkan kerja
sama segenap penduduk desa untuk menciptakan hasil yang baik.
Selanjutnya, orang yang bersikeras mengatasi permasalahannya sendirian
disebut “a lone wolf” atau “serigala yang sendirian”, sebutan bagi mereka
yang tidak bisa bekerja sama dengan baik dengan orang lain. Pendek
kata, Jepang mengandalkan kerjasama dalam kelompok sementara
Amerika fokus pada kemandirian individu.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen bukan sekedar suatu alat atau metode, tapi
manajemen adalah nilai hidup dan kepercayaan. Inti teori
manajemen adalah produktivitas. Manajemen merupakan
kebanggaan dan pegangan bagi suatu bangsa dalam berkembang.
Mengetahui manajemen suatu bangsa secara otomatis akan
mengetahui pola budaya, sosial dan reliugis yang membentuk
kepribadian, keyakinan dan kepercayaan suatu bangsa sehingga
dalam perkembangan didunia manajemen terdapat perbedaan dari
satu negara dan negara lainnya mengenai perilaku dalam
menjalankan manajeman negara.
B. Saran

17
Daftar Pustaka

As’sad, Nur Rahman. 2001. Perbedaan Manajemen Gaya Jepang dan


Amerika (Kaizen Vs Reengineering). UIB : Bandung
Fumio, Okita. 2013. Japan and its Corporate Culture. ITB: Bandung

Mas’ud, Fuad. 2008. Menggugat Manajemen Barat.Semarang.Badan


Penerbit Universitas Diponegoro.

Sunandar. Juli 2014. Keunggulan Manjemen Gaya Jepang, Korea Selatan,


Cina, Amerika Serikat dan Indonesia Sebagai Tolak Ukur Persaingan
Bisnis di Era Globalisasi. Jurnal Fokus Bisnis Volume 13 No 01

18

Anda mungkin juga menyukai