Anda di halaman 1dari 9

ETIKA BISNIS INTERNASIONAL

 Pengertian Etika Bisnis


1. K. Bertens
Menurut K. Bertens etika bisnis sebagai cabang ilmu filsafat. Di sini kamu akan
mempelajari perilaku manusia, bisnis tentang jual beli, tukar menukar dan pasar
memasarkan, yang diharapkan dapat keuntungan. Secara sederhana, etika bisnis
adalah refleksi kritis tentang moralitas dalam kegiatan ekonomi dan bisnis.
2. Budi Saronto
Berbeda dengan pendapat Budi Saronto, yang mendefinisikan etika bisnis diambil
dari kata etika yang merupakan tindakan baik atau buruk, dimana kedua tindakan
tersebut sebagai prinsip tentang moralitas. Etika bisnis sebagai alat bagi pebisnis
untuk menjalankan usaha mereka dilandasi rasa tanggung jawab dan moral.
3. Faisal Badroen
Etika bisnis diambil dari kata etika yang merupakan kesadaran moral yang memiliki
perasaan atau keyakinan akan “benar” dan “tidak” pada sesuatu, dan apa yang
diyakini tersebut harus dipertanggungjawabkan.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etika bisnis
sebagai prinsip dan aturan bagi pelaku bisnis agar tetap bertransaksi, berelasi, dan
berkomitmen dengan tujuan memperoleh keuntungan.

Etika bisnis adalah aturan yang mengatur tentang benar dan salah dalam
menjalankan bisnis. Cakupan dari etika bisnis itu sendiri mencakup banyak aspek dan
kegiatan, mulai dari individu pekerjanya, perusahaan hingga masyarakat selaku
konsumen.

 Fungsi Etika Bisnis


1. Membangun Trus
Bentuk usaha baru tidaklah mudah mendapatkan kepercayaan bagi konsumen. Maka
dari itu, butuh upaya untuk memperkenalkan kepada mereka. Bahwa produk yang
ditawarkan aman, memiliki manfaat dan masih banyak keunggulan lain. Ketika
konsumen sudah percaya terhadap produk, maka konsumen tidak akan peduli
dengan berapa harganya. Harga mahal pun, mereka rela keluarkan, atas dasar rasa
percaya pada produk dan keunggulan yang ditawarkan.
2. Meningkatkan profit penjualan
Tentu saja setelah konsumen percaya terhadap produk yang ditawarkan dengan
segala keuntungan yang akan diperoleh. Maka akan mempengaruhi jumlah
permintaan dan mampu meningkatkan profit penjualan. Inilah tujuan utama dari
menjalankan bisnis, yaitu mendapatkan keuntungan.
3. Menjaga stabilitas perusahaan
manfaat yang tidak kalah penting lain adalah menjaga stabilitas perusahaan.
Sebenarnya tidak harus dalam bentuk perusahaan, tetapi bisa juga usaha kecil-
kecilan yang kamu jalankan. Pentingya stabilitas dalam menjalankan perusahaan,
dan tentu saja menciptakan stabilitas itu tidaklah mudah.
4. Menjaga Hubungan Baik
Adapun fungsi lain yang sederhana tetapi sangat penting dan berkesan bagi
pelanggan, yaitu menjaga hubungan baik. Ketika konsumen merasa memiliki
hubungan baik, maka mereka akan kembali lagi membeli produk yang kamu
tawarkan. Mereka datang atas dasar kepercayaan, service dan kenyamanan.
5. Menghindari Persaingan Tidak Sehat
Terakhir, berfungsi untuk menghindari persaingan tidak sehat. Namanya saja
persaingan tidak sehat, pastinya rasanya tidak enak dan banyak masalah yang akan
kita hadapi di kemudian hari. Sebaliknya, persaingan sehat meminimalisir terjadinya
masalah yang akan berkembang berikut-berikutnya.
 Tujuan Etika Bisnis
1. Tujuan jangka pendek
Tujuan etika bisnis jangka pendek mendorong perusahaan untuk dikenal oleh
konsumen/masyarakat dengan penilaian yang positif. Ketika persepsi
konsumen/masyarakat positif, akan meningkatkan rasa percaya.
2. Tujuan jangka Panjang
Tujuan etika bisnis jangka panjang akan lebih langgeng, dan syukur usaha tersebut
dapat diturunkan sampai ke generasi berikutnya. Butuh upaya keras agar dapat
mewujudkan tujuan jangka panjang satu ini, salah satunya menjaga hubungan baik
dan menjaga relasi agar tetap awet dan survive dari godaan dan tawaran cara-cara
curang.
 Norma-Norma Moral Yang Umum Pada Taraf Internasional
Richard De George menjelaskan bahwa terdapat tiga hal yang harus kita lakukan
jika di bidang bisnis norma-norma moral di negara lain berbeda dengan norma-norma
yang kita anut, yaitu:
1. Menyesuaikan diri
Seperti peribahasa Indonesia: “Dimana bumi berpijak, disana langit dijunjung”.
Maksudnya adalah kalau sedang mengadakan kegiatan ditempat lain bisnis harus
menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku di tempat itu. Diterapkan di
bidang moral, pandangan ini mengandung relativisme ekstrem.
2. Rigorisme moral
Yang di maksud dengan rigorisme moral adalah mempertahankan kemurnian etika
yang sama seperti di negeri sendiri. De George mengatakan bahwa perusahaan di
luar negeri hanya boleh melakukan apa yang boleh dilakukan di negaranya sendiri
dan justru tidak boleh menyesuaikan diri dengan norma etis yang berbeda di tempat
lain. Kebenaran yang dapat ditemukan dalam pandangan rigorisme moral ini adalah
bahwa kita harus konsisten dalam perilaku moral kita. Norma-norma etis memang
bersifat umum. Yang buruk di satu tempat tidak mungkin menjadi baik dan terpuji di
tempat lain.
3. Imoralisme naïf
Menurut pandangan ini, dalam bisnis internasional tidak perlu kita berpegang pada
norma-norma etika. Memang kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum
tetapi selain itu, kita tidak terikat oleh norma-norma moral. Malah jika perusahaan
terlalu memperhatikan etika, ia berada dalam posisi yang merugikan, karena daya
saingnya akan terganggu. Perusahaan-perusahaan lain yang tidak begitu scrupulous
dengan etika akan menduduki posisi yang lebih menguntungkan. Sebagai argument
untuk mendukung sikap itu sering dikemukakan: “semua perusahaan melakukan hal
itu”.
 Perkembangan Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam
negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus
diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas
di Amerik Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan
terhadap terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia
pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru
dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering
dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai
suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1 a: tahun 1980-an di Eropa Barat, etik a Barat,
etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian.
Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis
yang disebut Europea Business Ethics Network Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia
Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan
International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli
1996 di Tokyo.
 Etika Bisnis Di Dunia/Internasional
 Etika Bisnis Etika Bisnis di Amerika di Amerika
Amerika Serikat adalah suatu negara raksasa yang kemerdekaannya melalui revolusi
tahun 1776. Setelah melalui proses yang panjang maka tahun 1787 Sidang Majelis
Konstituante sampai pada suatu titik yaitu menerima dasar demokrasi Amerika yang
tegak sampai sekarang yakni Konstitusi(UUD) Amerika Serikat. Sistem
pemerintahan yang berdasarkan konstitusi ini bermaksud menegakan demokrasi dan
kebebasan negaranya. Kepemimpinan Amerika yang bersifat demokratis dengan
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, jika dilihat dari sudut pandang budaya
demokrasi, khas kepemimpinan Amerika meliputi:
1. Bekerja Sangat Struktural.
Orang Amerika bekerja sngat struktural. Pemimpinnya menyukai hal yang
terorganisasi dengan baik dan mempunyai rencana yang baik. Pemimpin selalu
membuat panduan mengenai hal-hal apa saja yang dilakukan sebelum, saat,
dan sesudah melakukan sebuah pekerjaan/ proyek. Pemimpin juga menyiapkan
seluruh template yang diperlukan dari awal hingga akhir proses. setiap
karyawan harus mengikuti panduan tersebut sehingga setiap karyawan akan
melalui proses yang sama. Hal ini dapat memudahkan setiap karyawan dalam
melakukan pekerjaannya serta dapat lebih dapat lebih terlihat kemajuan di
setiap tahapan proyek. Di sisi lain, akan lebih mudah bagi karyawan
melanjutkan proyek tersebut apabila yang bersangkutan halangan hadir karena
semua teratur sesuai panduan yang ada serta terdokumentasi.
2. Team-work Oriented.
Pemimpin di Ame rika sangat team-wo team-work oriented. Apabila mereka
memiliki proyek, mereka akan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi
dan tim yang mungkin terlibat dalam proyek tersebut. Mereka akan duduk
bersama dan mendiskusikan bagaimana mereka akan mengeksekusi proyek
tersebut dan menentukan frame-time-nya pada saat proyek tersebut berjalan
mereka akan mengevaluasi kemajuan yang telah mereka buat di setiap
tahapannya.
3. Cenderung Practical Personal
Orang Amerika bukan tipe anasilis. Mereka tidak menghabiskan banyak waktu
untuk menganalisa sesuatu melainkan cenderung untuk segera
mempraktekannya dan membuat berbagai rencana/ tindakan antisipasi apabila
yang terjadi tidak sesuai harapan/ rencana. Namun ini tidak berarti orang
Amerika tidak melakukan analisis dan persiapan dengan baik.
 Etika Bisnis di China
Berikut adalah etika bisnis orang China yang menjadi kunci kesuksesan mereka.
1. Orang China rela bangun pagi dan terus bekerja sampai malam hari untuk
mencapai keberhasilannya. Mereka cenderung pekerja keras dan tekun.
2. Apabila orang China mengatakan mereka akan berdagang, biasanya mereka
tidak berpikir panjang untuk segera melakukannya. pengalaman dan
kemahiran tidak begitu penting karena dapat sambil dipelajari.
3. Kegagalan pertama tidak menjadikan orang China patah semangat, sebaliknya
akan lebih gigih lagi berusaha. Setiap kegagalannya dijadikan sebuah pelajaran
dan menjadikannya lebih bijak.
4. Apabila terlibat dalam sebuah kegiatan perdagangan, kita harus menetapkan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan jangka panjang.
5. Budaya dagang China mengutamakan hal penting, siapa cepat dia dapat.
Sehingga diperlukan kesigapan dan dinamisasi serta inovasi yang terus
menerus sesuai tuntutan pasar.
6. Melarang menggunakan cara-cara kotor untuk menjatuhan orang lain.
 Masalah “Dumping” Dalam Bisnis Internasional
Yang dimaksudkan dengan dumping adalah menjual sebuah produk
dalamkuantitas besar di suatu negara lain dengan harga dibawah harga pasar
dankadang-kadang malah di bawah biaya produksi. Yang akan merasa
keberatan terhadap praktek dumping ini bukannya para konsumen, melainkan para
produsen dari produk yang sama di negara di mana dumping dilakukan. Dumping
produkbisa diadakan dengan banyak motif yang berbeda. Salah satu motif adalah
bahwasi penjual mempunyai persediaan terlalu besar, sehingga ia memutuskan
untukmenjual produk bersangkutan di bawah harga saja. Motif lebih jelek
adalahberusaha untuk merebut monopoli dengan membanting harga. Praktek dumping
produk itu tidak etis karena melanggar etika pasar bebas. Sebagaimana
doping dalam perlombaan olahraga harus dianggap kurang etiskarena merusak
kompetisi yang fair, demikian juga praktek seperti dumpingmenghancurkan
kemungkinan bagi orang bisnis untuk bersaing pada taraf yang sama. Kalau dilakukan
dengan maksud merebut monopoli, dumping menjadi kurang etis juga karena
merugikan konsumen. Akan tetapi, tidak etis pula bilasuatu negara menuduh negara lain
mempraktekkan dumping, padahal maksudnyahanya melindungi pasar dalam
negerinya. Jika negara lain bisa memproduksisesuatu dengan harga lebih
murah, karena cara produksinya lebih efisien atau karena bisa menekan biaya
produksi, kenyataan ini harus diterima oleh negaralain. Misalnya jika negara berkembang
sanggup memproduksi pakain jadi denganlebih murah karena biaya produksinya kurang
dikarenakan upah karyawan yangrelatif kecil, hal itu tidak boleh dinilai sebagai
dumping. Tidak etis bila menuduhdumping semata-mata menjadi kedok untuk
menyingkirkan saingan dari pasar. Melanjutkan perbandingan tadi, sebagaimana kita
memiliki metode-metode yangobjektif dan pasti untuk membuktikan adanya praktek
doping dalam bidang olahraga, demikian juga kita membutuhkan prosedur yang jelas
untuk memastikanadanya dumping. Kita membutuhkan suatu instansi supranasional
yang sanggupbertindak dan sekaligus diakui sebagai wasit yang objektif. Tetapi dalam
situasidunia sekarang instansi seperti itu belum dimungkinkan. Dalam rangka Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) telah dibuat sebuah dokumen tentang dumping, tetapihanya
sebagai model untuk membuat peraturan hukum di negara-negara anggotanya.
 Aspek-Aspek Etis Dari Korporasi Multinasional
Yang dimaksud dengan korporasi multinasional adalah perusahaan yang
mempunyai investasi langsung dalam dua negara atau lebih. Jadi perusahaan yang
mempunyai hubungan dagang dengan luar negeri, dengan demikian belum mencapai
status korporasi multinasional (KMN), tetapi perusahaan yang memiliki pabrik di
beberapa negara termasuk di dalamnya. Kita semua mengenal KMN seperti Coca-Cola,
Johnson & Johnson, AT & T, General Motors, IBM, Mitsubishi, Toyota, Sony, Philips,
Unilever yang mempunyai kegiatan di seluruh dunia dan menguasai nasib jutaan orang.
Karena memiliki kekuatan ekonomis yang sering kali sangat besar dan karena
beroperasi di berbagai tempat yang berbeda dan sebab itu mempunyai mobilitas tinggi,
KMN menimbulkan masalah-masalah etis sendiri. Di sini kita membatasi diri pada
masalah-masalah yang berkaitan dengan negara-negara berkembang. Tentu saja, negara-
negara berkembang sudah mengambil berbagi tindakan untuk melindungi diri. Misalnya,
mereka tidak mengijinkan masuk KMN yang bisa merusak atau melemahkan suatu
industri dalam negeri. Beberapa negara berkembang hanya mengijinkan KMN membuka
suatu usaha di wilayahnya, jika mayoritas saham (sekurang-kurangnya 50,1%) berada
dalam tangan warga negara setempat.
Karena kekosongan hukum pada taraf internasional, kesadaran etis bagi KMN
lebih mendesak lagi. De George merumuskan sepuluh aturan etis yang dianggap paling
mendesak dalam konteks ini. Tujuh norma pertama berlaku untuk semua KMN,
sedangkan tiga aturan terakhir terutama dirumuskan untuk industri berisiko khusus
seperti pabrik kimia atau instalasi nuklir. Sepuluh aturan itu adalah:
1. Korporasi Multinasional tidak boleh dengan segaja mengakibatkan kerugian
langsung.
2. Korporasi Multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada
kerugian bagi negara di mana mereka beroperasi
3. Dengan kegiatannya, Korporasi Multinasional itu harus memberi konstribusi kepada
pembangunan negara di mana ia beroperasi.
4. Korporasi Multinasional harus menghormati Hak Asasi Manusia dari semua
karyawannya.
5. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, Korporasi
Multinasional harus menghormati kebudayaan lokal itu dan bekerja sama
dengannya, bukan menentangnya.
6. Korporasi Multinasional harus membayar pajak yang “fair”.
7. Korporasi Multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam
mengembangkan dan menegakkan “background institutions” yang tepat.
8. Negara yang memiliki mayoritas saham sebuah perusahaan harus memikul
tanggung jawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut.
9. Jika suatu Korporasi Multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia wajib
menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman.
10. Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang, Korporasi
Multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian rupa, sehingga
dapat dipakai dengan aman dalam negara baru yang belum berpengalaman.

CONTOH KASUS ETIKA BISNIS INTERNASIONAL INDOMIE DI TAIWAN

Pada saat ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama
menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas
kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam
pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang
mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar
dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan
melanggar peraturan yang berlaku. Dalam kasus Indomie yang mendapat larangan untuk
beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia
dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya
boleh digunakan untuk membuat kosmetik sehingga pada akhirnya pihak Taiwan telah
memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua
supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Pada saat Kasus Indomie mendapat perhatian

Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. Komisi IX
DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara
luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam
produk Indomie. Seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam
Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan
pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini
umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri
pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga
membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini.
Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di
dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie
masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.Tetapi bila kadar
nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk
mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan
unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat
berisiko terkena penyakit kanker. Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota
Codex Alimentarius Commision, produk

Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan
kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk
Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena
standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.

Durin, R. (2020). Arti Penting Menjalankan Etika Dalam Bisnis. Jurnal Valuta, 6(1), 32–40.

Weiss, J. W. 2008. Business Ethics: A Stakeholder and Issues Management Approach.


Cengage Learning.

Anda mungkin juga menyukai