Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PATOFISIOLOGIS KASUS PENYAKIT TERMINAL


DAN KRONIS

Disusun Oleh :
1. RAIHAN NIM: 22212323

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS BINA BANGSA
GETSEMPENA BANDA ACEH 2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa sholawat
dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat dan karunia
Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing Bapak MAHRURI SAPUTRA,S.Kep,.Ns.,M.Kep. Tugas ini dibuat untuk
memenuhi tugas Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif Program Studi S1 Keperawatan
dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami makalah ini. Demikianlah makalah ini
kami susun, dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, semua krtik dan saran senantiasa
kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik.

Banda Aceh, 02 Januari 2024.

RAYHAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat
sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan
kualitas hidup dari lahir sampai mati. Bagaimana peran perawat dalam menangani pasien yang
sedang menghadapi proses penyakit terminal ? Peran perawat sangat komprehensif dalam
menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan
bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-
psikologis-sosiologis-spritual (APA, 2019 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat
kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 2018 ).
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan
seutuhnya (WHO, 2020). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk
memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang komprehensif tersebut pasien
senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya sesuai
dengan Sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa amalan yang terakhir sangat menentukan,
sehingga perawat dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan
yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya.
Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini
sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis
dan mendekati sakaratul maut. Menurut Dadang Hawari (2020,53) “ orang yang mengalami
penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis
spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”. Pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat,
perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan.
Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut selalu berada di samping perawat. Oleh
karena itu, pemenuhan kebutuhan spiritual dapat meningkatkan semangat hidup klien yang
didiagnosa harapan sembuhnya tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi alam
yang kekal. Oleh karena itu penulis membuat makalah asuhan keperawatan asuhan klien dengan
penyakit terminal, agar nantinya perawat juga memberikan perhatian khusus untuk masalah ini,
dan permasalahan tidak memjadi suatu aspek yang terabaikan seperti saat ini.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas keperawatan jiwa dan untuk
memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang kekerasan pada anak dan rencana asuhan
keperawatan jiwa pada anak yang mengalami kekerasan

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu mengaplikasikan intervensi atau tindakan keperawatan pada pasien


yang sedang mengalami fase terminal.
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari penyakit terminal ?
2. Apa saja jenis penyakit terminal ?
3. Bagaimana manifestasi klinik fisik dari penyakit terminal ?
4. Apa saja tahap berduka ?
5. Bagaimana tipe-tipe menjelang kematian ?
6. Bagaimana tanda-tanda meninggal ?

7. Apa saja macam-macam tingkat kesadaran ?

8. Apa bantuan yang diberikan pada tahap berduka ?

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode deskriptif yaitu melalui studi
kepustakaan dengan mempelajari buku-buku dan sumber-sumber lainya untuk mendapatkan
dasar-dasar ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan dalam makalah ini.

E. Ruang Lingkup Penulisan


Dalam penulisan makalah ini kelompok hanya membatasi penulisan tentang konsep materi
keperawatan pada klien dengan masalah penyakit terminal.

F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan yang terdiri atas: latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah,
metode penulisan, ruang lingkup penulisan, sistematika penulisan.

.
BAB II: Tujuan teoritis yang terdiri atas: pengertian penyakit terminal, jenis penyakit terminal,
maniefestasi klinis, tahap berduka, tipe-tipe perjalanan menuju kematian, tanda-tanda meninggal,
macam-macam tingkat kesadaran,bantuan yang diberikan pada tahap berduka.

BAB III: Penutup yang terdiri atas: kesimpulan dan saran

.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Penyakit Terminal

Keadaan Terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi
bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu
kecelakaan. Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu (Kubler-
Rosa, 2022 ).
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu
tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu (Carpenito, 2020 ).

B. Jenis Penyakit Terminal


Beberapa jenis penyakit terminal
1. Penyakit-penyakit kanker.
2. Penyakit-penyakit infeksi.
3. Congestif Renal Falure (CRF).
4. Stroke Multiple Sklerosis.
5. Akibat kecelakaan fatal.
6. AIDS.

C. Manifestasi Klinik Fisik


1. Gerakan pengindaran menghilang secara berangsur-angsur dimulai dari ujung kaki dan
ujung jari.
2. Aktivitas dari GI berkurang.
3. Reflek mulai menghilang.
4. Suhu klien biasanya tinggi tapi merasa dingin dan lembab terutama pada kaki dan tangan
dan ujung-ujung ekstremitas.
5. Kulit kelihatan kebiruan dan pucat.
6. Denyut nadi tidak teratur dan lemah.
7. Nafas berbunyi, keras dan cepat ngorok.
8. Penglihatan mulai kabur.
9. Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri.
10. Klien dapat tidak sadarkan diri.

D. Tahap Berduka
Dr.Elisabeth Kublerr-Ross telah mengidentifikasi lima tahap berduka yang dapat terjadi pada
pasien dengan penyakit terminal :

1. Denial ( pengingkaran )
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak dapat menerima
informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin mengingkarinya.
2. Anger ( Marah )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan meninggal.
3. Bergaining ( tawar-menawar )
Merupakan tahapan proses berduka dimana pasien
mencoba menawar waktu untuk hidup.

4. Depetion ( depresi )
Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran penuh bahwa ia akan segera mati.ia sangat sedih
karna memikirkan bahwa ia tidak akan lama lagi bersama keluarga dan teman-teman.
5. Acceptance ( penerimaan)
Merupakan tahap selama pasien memahami dan menerima kenyataan bahwa ia akan meninggal.
Ia akan berusaha keras untuk menyelesaikan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.

E. Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian


Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari
fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi
penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada
pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit kronik
dan telah berjalan lama.

F. Tanda-tanda Meninggal secara klinis Secara tradisional.


Tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan nadi, respirasi dan
tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk
tentang indikasi kematian, yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3. Tidak ada reflek.
4. Gambaran mendatar pada EKG.

G. Macam Tingkat Kesadaran atau Pengertian Pasien dan Keluarganya Terhadap


Kematian. Strause et all (2021), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
1. Closed Awareness/Tidak Mengerti.
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang diagnosa
dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan
karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kal
dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan
sebagainya.

2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi.


Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang
bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.

3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka.


Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang menjelang
dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini memberikan
kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi
tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.

H. Bantuan yang Dapat Diberikan Saat Tahap Berduka


Bantuan terpenting berupa emosional.
a. Pada Fase Denia
Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara mananyakan tentang
kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.

b. Pada Fase Marah


Biasansya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah. Perawat
perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang normal dalam merespon
perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada
perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan ras aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan
rasa aman.

c. Pada Fase Menawar


Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat
berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.

d. Pada Fase Depresi


Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh
pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang
disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa
aman bagi pasien.

e. Pada Fase Penerimaan


Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-temannya
dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal
mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas
kemampuannya.

I. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis :


a. Kebersihan Diri.
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas kemampuannya dalam
hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan sebagainya.

b. Mengontrol Rasa Sakit.


Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit terminal, seperti
morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang
dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular atau Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah menurun.

c. Membebaskan Jalan Nafas.


Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran sekresi lendir
perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi
yang baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.

d. Bergerak.
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun dari tempat
tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan
dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun

e. Nutrisi.
Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat diberikan annti
ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi
kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia,
perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan
makanan cair atau Intra Vena atau Invus.

f. Eliminasi.
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi, inkontinen urin
dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien dengan inkontinensia
dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau
dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi
lecet, harus diberikan salep.

g. Perubahan Sensori.
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak atau menghadapkan
kepala kearah lampu atau tempat terang. Klien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat atau
mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
J. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial.
Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan kontak
sosialnya, perawat dapat melakukan:

a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien dan
didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain.

b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi.

c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-teman


terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk membersihkan diri dan merapikan diri.

d. Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain
dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu membacanya.

K. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual.

· Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana klien


selanjutnya menjelang kematian.
· Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk
memenuhi kebutuhan spiritual.
· Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit atau sakit yang
tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian. Respon
klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang
dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal. Orang yang telah
lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama
dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian
beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut
akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang
hidup. Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi.
Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada
kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan
psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.

B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk
dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam
hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.

2. Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.
KASUS ANAK PENDERITA PENYAKIT TERMINAL

RAIHAN NIM: 22212323

Abstrak- Pasien penderita penyakit terminal yang meninggal setiap tahun kian bertambah
terutama penyakit kanker diprediksi akan terus meningkat. Kanker bahkan menjadi penyebab
kematian kedua terbesar dalam rentang usia anak-anak setelah kecelakaan. Anak yang didagnosis
mengidap penyakit kanker tentunya akan membatasi aktivitas yang lazimnya dilakukan oleh anak
seusianya. Hal ini dikarenakan waktu mereka banyak dilalui untuk melewati proses pengobatan
yang tak sebentar. Oleh karena itu, anak penderita penyakit terminal membutuhkan support dari
orang – orang terdekat yang menemani dalam proses pengobatan. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui peran social support pada anak penderita penyakit terminal. Penelitian ini
dilakukan di rumah sakit Syaiful Anwar Malang, tepatnya gedung Pavilium pada bangsal IRNA
IV dapat ditemukan satu ruangan khusus digunakan untuk bermain yang dikelola oleh Sahabat
Anak Kanker dengan pendekatan studi kasus dan melibatkan 3 anak penderita penyakit terminal
sebagai subjek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa social support yang diberikan oleh
care giver mampu menumbuhkan semangat dan harapan-harapan masa depan yang positif bagi
pasien.

Kata Kunci: penyakit terminal, social support, orientasi masa depan.

Abstract- Patients with terminal diseases who die every year are increasing, especially cancer is
predicted to increase. Cancer is the second higest reason of death in the age range of children after
an accident. Children who are diagnosed with cancer will certainly limit the activities normally
carried out by their age. This is because their time is passed a lot to go through the treatment
process that is not short. Therefore, children with terminal disease need support from the closest
people who accompany them in the treatment process. The purpose of this study was to determine
the role of social support in children with terminal disease. This research was conducted at the
Syaiful Anwar Malang hospital, precisely the Pavilium building on the IRNA IV in a special room
used to play for terminal’s patient which is managed by the Sahabat Anak Cancer. This research
uses a case study approach and involves 3 children with terminal disease as the subject of research.
The results showed that the social support provided by care giver was able to foster a spirit of
positive future expectations for patients.

Keyword : terminal disease, social support, future orientation.


PENDAHULUAN

Kematian merupakan peristiwa yang tidak terelakkan dalam kehidupan manusia, termasuk
anak-anak. Pasien penyakit terminal anak divonis memiliki presentase harapan hidup yang relatif
tidak tinggi. Penyakit terminal bersifat progresif atau dengan kata lain penyakit yang menuju ke arah
kematian (White, 2002). Penyakit yang termasuk dalam penyakit terminal adalah penyakit kanker,
penyakit degenertif, penyakit paru obstruktif kronis, stroke, parkinson, gagal jantung, penyakit
genetika, dan penyakit infeksi seperti HIV AIDS (Kementerian Kesehatan RI, 2007).
Awal 2017 lalu menteri kesehatan memprediksi akan ada hampir 9 juta orang meninggal di seluruh
dunia akibat kanker dan akan terus meningkat mencapai 12 juta orang setiap tahunnya pada 2030.
Prevelensi penyakit kanker di Indonesia juga sudah cukup tinggi Pada 2013 lalu, 1.4 per 100
penduduk atau sekitar 347.000 orang adalah prevelensi kanker di Indonesia menurut Riskesdes.
Pada tahun 2014 dan 2015 adanya peningkatan jumlah kasus kanker yang ditangani berdasarkan
data BPJS Kesehatan. Rata-rata prevalensi kanker di Indonesia menduduki angka 1.4%, dan Jawa
Timur mencapai angka prevalensi yang cukup tinggi karena berada diatas rata-rata angka nasional
yaitu 1.6% (DepKes, 2017).
Dikutip dari Union for International Cancer Control (UICC), bahwa setiap tahunnya terdapat
sekitar 176.000 anak yang didiagnosis kanker, yang didominasi oleh negara yang penghasilan
rendah dan menengah. Kanker menjadi penyebab utama kematian dari 90.000 anak pada tiap
tahunnya. Dinegara dengan pengahasilan menengah keatas, kanker menjadi penyebab kedua
terbesar kematian anak dengan usia 5-14 tahun, setelah cedera dan kecelakaan. Sedangkan, di
Indonesia terhitung sekitar 11.000 kasus kanker anak per tahunnya, dan ada sekitar 650 kasus kanker
anak di Jakarta (Kemenkes RI, 2015).
Anak yang didiagnosis menderita penyakit terminal tentunya akan membatasi aktivitas yang
lazimnya dilakukan oleh anak seusianya. Waktu bermain dan belajar mereka berkurang drastis
karena harus menjalani pengobatan. Di rumah sakit Syaiful Anwar Malang, tepatnya gedung
Pavilium pada bangsal IRNA IV dapat ditemukan satu ruangan khusus digunakan untuk bermain
yang dikelola oleh Sahabat Anak Kanker. Mas R, salah satu relawan Sahabat Anak Kanker
menuturkan pada tanggal 24 Maret 2018 jika ruang bermain ini dibangun sebagai upaya
meminimalisir kebosanan pasien anak penyakit terminal yang harus dirawat di rumah sakit, terutama
sampai berbulan-bulan lamanya.Berdasarkan uraian diatas dan minimnya data hasil penelitian
tentang dampak dukungan sosial bagi pasien anak penyakit terminal, peneliti tertarik untuk mengkaji
mengenai dampak social support bagi anak penderita penyakit terminal.
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif merupakan
metode yang menuntut peneliti untuk membuat suatu usaha dalam memahami sesuatu realitas
organisasi tertentu dan fenomena yang terjadi dari perspektif pada semua pihak yang terlibat
(Jonker, 2011).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis studi kasus. Sayekti
Pujosuwarno (1986: 1) mengemukakan pendapat dari Moh. Surya dan Djumhur yang menjelaskan
bahwasanya studi kasus sebagai suatu teknik dalam mempelajari individu secara lebih mendalam
yang nantinya dapat menjadikan individu tersebut terbantu dalam penyesuaian diri yang baik.
Subjek dalam penelitian adalah pasien dan lingkungan sekitar baik itu orang tua, keluarga, pasien
lain maupun material dari social support disekitarnya yang berada di Rumah Sakit Syaiful Anwar
Kota Malang. Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah pasien anak dengan rentang usia 4-11 tahun
yang telah didiagnosa oleh dokter secara medis sebagai pasien penderita penyakit terminal. Teknik
pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Observasi
yang digunakan adalah observasi pastisipan. Dimana peneliti/observer ikut andil dalam kegiatan
yang dilakukan oleh objek. Kemudian wawancara dilakukan secara langsung, semi terstruktur, dan
informal.
Wawancaran dilakukan dalam dua bentuk, yaitu (1) wawancara langsung kepada orang tua
dan relawan (2) wawancara proyeksi kepada anak penderita penyakit terminal. Wawancara proyeksi
dilakukan dengan cara memberikan selembar kertas kepada anak dan meminta anak untuk mewarnai
yang berkaitan dengan rumah dan profesi, seperti dokter, guru dan polisi. Kemudian hasil gambar
anak dianalis.
HASIL DAN DISKUSI
Pengkategorian Umum
Dalam penelitian ini, terdapat tiga pasangan (Ibu dan anak) yang menjadi subjek penelitian,
ditambah dengan wawancara pada satu relawan untuk mendapatkan informasi lebih dalam mengenai
pasien penyakit terminal anak.Ketiga pasien penyakit terminal anak berusia lima sampai tujuh tahun,
berasal dari daerah pedalaman yang jauh dari kota Malang. Kondisi ekonomi keluarga berada di
posisi menengah ke bawah. Minimnya pengetahuan masyarakat yang berada di desa tempat tinggal
pasien membuat mereka mengklaim jika penyakit terminal salah satunya kanker adalah penyakit
yang menular.
Mengamati hasil penelitian metode wawancara, dua pasien penyakit terminal anak
mengatakan jika mereka tidak betah tinggal di rumah sakit. Pernyataan tersebut akan dibuktikan
dengan transkip wawancara berikut ini.
“Enggak, kangen rumah. Pingen pulang, pingen sekolah” (RH:4)
“Soalnya aku seneng di rumah”(ST:2), “dirumah banyak orang”(ST:4a), “ada teman-teman juga”
(ST:4b)
Sementara satu pasien penyakit terminal anak lainnya hanya merasa tidak betah pada awal
perawatan, sebagaimana pernyataan ibunda pasien pada hasil wawancara berikut.
“Dulu pas pertama ya nangis mbak, pengen pulang” (N:8a). “Tapi sekarang, dibawa ke ruang ini
(menunjuk ruang bermain) malah gak mau balik ke kamar mbak. Malah ini minta dianterin mbak,
padahal habis kemo. Dia kalau pagi pasti nanyain udah buka belum bu” (N:8b)
Salah satu pasien dengan kode N, telah memasuki 5 tahun perawatan. Termasuk satu-satunya pasien
anak penyakit terminal yang masih survive dibanding pasien anak penyakit terminal lainnya yang
terlebih dahulu meninggal dunia. N sejak lahir sudah memiliki kelainan darah.
“Terus Nanda itu sejak lahir punya kelainan darah mbak. Sempat sembuh setelah dirawat sekitar 9
bulan sejak dia lahir” (N:6b). “Nah, ketika usia 3th 8 bulan Nanda demam tinggi selama 3-4 hari
mbak. Saya bawa ke rumah sakit dan hasilnya dia leukimia stadium 2 mbak. Awalnya saya rawat
jalan, tapi tidak konsisten mbak. Jadi dokter menyarkan dirawat inap. Iya ini, sampai sekarang
mbak” (N:6c).
Sementara relawan yang menjadi subjek penelitian kami telah mengabdi si SAK (Sahabat
Anak Kanker) sejak tahun 2011. Setiap hari SAK mempunyai jadwal khusus untuk adik-adik yang
ingin bermain, dan jadwal tersebut disusun oleh Om Ferry selaku ketua SAK. Menurut relawan,
kedua orang tua pasien anak penyakit terminal sudah optimal dam memberikan support. Hal tersebut
dilihat dari kesetiaan orang tua mendampingi anaknya berobat meskipun ada yang sampai
kehilangan pekerjaan. Semua dilakukan hanya untuk anak.

Sumber dan Bentuk Social Support


a. Social Support Emosional
Dalam penelitian ini didapatkan bentuk dukungan sosial berupa emosional. Dukungan emosional
bersumber dari keluarga dan teman-teman pasien. Ibu IR memilih untuk melepas pekerjaanya agar
senantiasa menemani RH selama sebulan ini. Sama halnya dengan ibu IR, ayah dari NA dipecat dari
pekerjaannya karena menemani NA di rumah sakit. Sedangkan ST memiliki sumber dukungan
emosional dari keluarga seperti ayah, ibu dan neneknya dan teman-teman sekolah ST pun ikut serta
dalam memberikan dukungan emosional kepada ST dengan menjenguk ST ke rumah sakit.
Keberadaan keluarga pada sisi pasien memberikan semangat baru untuk sembuh pada pasien.
Sebagaimana pernyataan seorang dokter Kanker dari Parkway Cancer Centre, Singapura bahwa
“dukungan keluarga dan teman adalah hal paling krusial dalam penanganan kanker, karena pasien
yang sudah didiagnosa itu sudah hancur mentalnya.” (Vania, 2017).Dukungan emosional mencakup
kehangatan, kepedulian dan empati yang didapatkan dari orang lain sehingga pasien akan merasa
yakin bahwa dirinya diperhatikan oleh orang lain. Dukungan emosional dapat melindungi pasien
dari dampak negatif akibat stres berat yang dialami pasien. Pasien yang memiliki dukungan sosial
tinggi khususnya pada dukungan emosional akan sedikit menilai situasi atau keadaan yang
dialaminya (stres) dan akan mengubah respon mereka terhadap sumber stres tersebut.

b. Social Support Penilaian


Social Support penilaian berupa pemberian reward (penghargaan positif) pada pasien. Hal ini
sebagaimana yang dilakukan oleh nenek dari ST yang selalu memberikan pujian pada hasil
mewarnai ST dan ST pun mengaku bahwa ia merasa bahagia ketika mendapat pujian dari nenek
ataupun anggota keluarga lainnya.Sama halnya dengan ST, orang tua IR juga selalu memberi
apresiasi kepada IR karena senantiasa terlihat ceria dan bahagia. Selama dalam observasi peneliti,
IR bermain bersama teman-temannya dalam tawa dan bahagia.
Penilaian yang dilakukan oleh lingkungan pasien menjadi motivasi tersendiri bagi pasien terminal.
Sehingga para pasien menjadi merasa mendapat kasih sayang dan perhatian yang lebih dari
lingkungannya. Amier Dien Indrakusuma (1999) menyatakan bahwa pemberian hadiah baik itu
berupa materil atau sekedar pujian dapat menjadikan peningkatan motivasi pada diri anak.
c. Social Support Instrumental
Dukungan sosial berupa instrumental adalah dukungan yang diterima oleh individu secara nyata.
Seperti yang ada di Ruang Bermain Sahabat Anak Kanker berupa mainan, buku bacaan, kertas
gambar dan kertas mewarnai. Segala bentuk istrumental tersebut menjadi bagian dari dukungan
sosial mereka sebagai pasien terminal. Adanya dukungan instrumental berupa barang-barang
(materi) atau adanya pelayanan dari orang lain yang dapat membantu individu dalam menyelesaikan
masalahnya.
Bentuk dukungan sosial instrumental yang didapat oleh pasien berupa kenyamanan pada
ruang bermain sebagaimana yang dinyatakan oleh orang tua IR bahwa IR merasa lebih betah ketika
dirawat di Rumah Sakit Saiful Anwar dikarenakan adanya fasilitas ruang bermain bagi pasien anak
terminal dibanding dengan Rumah Sakit X tempat IR dirawat sebelumnya. Subyek N beberapa kali
meminta orang tuanya untuk membacakan dongeng ketika d ruang rawat inap, dikarenakan ketika
di ruang bermain relawan sering kali membacakan dongeng untuknya. Selain itu N juga membawa
beberapa buku dongeng ke ruang rawat inapnya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya ketertarikan
subyek dengan pelayanan yang diberikan oleh relawan kepadanya.
Subyek ST menunjukkan adanya bentuk dukungan sosial yang ia terima denganantusias
subyek ketika diminta mewarnai. Nenek dari ST menceritakan pada peneliti bahwa ST gemar
mewarnai ketika dirumah. Sehingga saat mengetahui ruang bermain menyediakan fasilitas
mewarnai menjadikan ST tidak larut dalam sedih terhadap dirinya.

Orientasi Masa Depan


Pada umumnya setiap manusia memiliki orientasi masa depan, tak terkecuali pasien
penderita penyakit terminal. Rangkaian pengobatan panjang yang melelahkan dilakukan oleh
penderita penyakit terminal memunculkan harapan untuk dapat kembali bersekolah dan bermain di
rumah. Lingkungan sekolah bagi anak merupakan tempat belajar dan membangun pertemanan.
Sebagaimana dikatakan:
“Soalnya aku seneng dirumah. Di rumah banyak orang. Ada teman-teman sekolah juga” (ST).
Selain itu, adanya dukungan sosial yang diterima oleh pasien penderita penyakit
terminal memunculkan harapan dan cita-cita yang berkembang secara positif di kalangan anak
penderita penyakit terminal. Sebagaimana dikatakan :
“Pingen jadi dokter. Biar bisa nyembuhin orang sakit” (RH).
Penelitian Tromssdof (2009) menemukan bahwa dukungan sosial dan interaksi sosial yang
terbina dalam keluarga berpengaruh pada orientasi masa depan anak terutama dalam menumbuhkan
sikap optimis dalam memandang masa depannya. Hal ini dikarenakan orang tua atau keluarga yang
menjadi caregiver anak penyakit terminal merupakan figur terdekat dalam mengahadapirangkaian
pengobatan yang dilakukan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Penyakit terminal adalah penyakit yang memiliki sedikit kemungkinan untuk sembuh.
Pasien anak yang telah terdiagnosis penyakit terminal membutuhkan social support dari orang-orang
yang berada di sekitarnya, terutama orang-orang yang dekat dengannya. Social support yang
berusaha diberikan oleh kedua orang tua dan relawan SAK menumbuhkan semangat untuk sembuh
bagi pasien, sebagian dari pasien juga menyatakan bahwa ia masih memiliki harapan-harapan masa
depan. Kami berharap terdapat penelitian lebih lanjut tentang optimalisasi social support yang telah
diberikan oleh orang-orang terdekat yang berada di lingkungan sekitar pasien anak penyakit
terminal. Bagi pemerintah, kami berharap mampu menyediakan tempat bermain disetiap rumah sakit
yang terdapat perawatan untuk penyembuhan penyakit-penyakit terminal bagi pasien anak, sebagai
salah satu bentuk social support instrumental.
DAFTAR PUSTAKA

APA. (2015). APA Dictionary of Psychology Second Edition. Washington DC: American
PSychologi Asociation
Balnco, P.J,. & Holliman, R.P,. & Muro, J.H,. & Toland, S,. & Farnam, J.L.(2017). Longterm child-
centered play therapy effects on academic achievement with normalfunctioning children. J
Child Fam Stud, 26:1915–1922
Cokroaminoto.(2014). Metodologi penelitian kualitatif. Diakses taggal 18 Maret 2017 Jan, J., &
Bartjan, J.W., & Pennink, Wahyuni. (2011). Metodelogi penelitian. Jakarta :salemba empat.
Kemp, C. (2010). Klien sakit terminal: Seri asuhan keperawatan, (2 ed). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak asih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nurmi, J.E. (1989). Development of orientation to the future during early adolescence: A four year
longitudial study and two cross sectional comparisons. International Journal ofPsychology,
24(1-5), 195-214.
Rahayu., & Ardani, I.T., & Ardi, T,. (2004). Observasi dan wawancara. Malang:
BayumediaPublishing
Taylor, S.E. (2009). Health psychology (7th ed). Boston : McGraw-Hill
Tie, S,. & Poulsen, S. (2013). Emotionally focused couple therapy with couples facingterminal
illness. Contemp Fam Ther (2013) 35:557–567
Santrock, J.W. (2007). Perkembangan anak (7 ed). PT Gelora Aksara Pratama
Sarafino, E.P., & Smith, T.W. (2011). Health psychology : Biopsychosocial interactionsseventh
edition. New York: John Wiley & Sons
Sories, F,. & Maier, C,. & Beer, A,. & Thomas, V. (2015). Addressing the needs of military children
through family-based play therapy. Contemp Fam Ther (2015) 37:209–220
Villar, M.A,. & Keng, Y.H,. & Calzada, E.J. (2017). Social support, parenting, and socialemotional
development in young mexican and dominican american children. ChildPsychiatry Hum
Dev, 48:597–609
White, P.G. (2002). Word hospice palliative care the loss of child day, pediatric heart network.
www.hospiceinternational.com. ditelusuri pada tanggal 12 januari 2010

Anda mungkin juga menyukai