Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah bentuk perawatan medis dan kenyamanan
pasien yang mengontrol intensitas penyakit atau memperlambat kemajuannya,
apakah ada atau tidak ada harapan untuk sembuh. Perawatan paliatif tidak
bertujuan untuk menyediakan obat dan juga tidak sebaliknya perkembangan
penyakit. Perawatan paliatif merupakan bagian penting dalam perawatan
pasien yang terminal yang dapat dilakuakan secara sederhana sering kali
prioritas utama adalah kulitas hidup dan bukan kesembuhan dari penyakit
pasien. Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh
kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama
pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada
penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik
bagi pasien dan keluarganya. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit
kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak
nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami
gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien
dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit
tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik,, namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang
dilakukandengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan
paliatif. (Doyle & Macdonald, 2003: 5)
Karena pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan
pasien paliatif care, maka masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya
untuk pasien dalam kondisi terminal yang akan segera meninggal. Namun
konsep baru perawatan paliatif menekankan pentingnya integrasi perawatan
paliatif lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi
dengan baik Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat
holistik dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar

1
falsafah bahwa setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai
akhir hayatnya. (Doyle & Macdonald, 2003: 5).
Sedangkan saat ini hanya beberapa rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih terbatas di 6 (enam) ibu kota
propinsi yaitu dimulai pada tanggal 19 Februari 1992 di RS Dr. Soetomo
(Surabaya), disusul RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais
(Jakarta), RS Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito
(Yogyakarta), dan RS Sanglah (Denpasar). Keadaan sarana pelayanan
perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata sedangkan pasien
memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu, komprehensif dan
holistik, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang
memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan
pelayanan perawatan paliatif. (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
812/Menkes/SK/VII/2007 tantangan yang kita hadapi pada di hari-hari
kemudian nyata sangat besar. Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit
yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit
kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic
fibrosis,stroke, Parkinson, gagal jantung /heart failure, penyakit genetika dan
penyakit infeksi seperti HIV/ AIDS yang memerlukan perawatan paliatif,
disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami tentang Asuhan Keperawatan pada pasien Terminal Illness
(Palliative Care) HIV / AIDS.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pasien terminal illness
(palliative care)
b. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pasien terminal
illness (palliative care)

2
c. Mahasiswa mampu menetapkan tujuan dan kriteria hasil pasien
terminal illness (palliative care)
d. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan pasienterminal
illness (palliative care)
e. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan terminal illness
(palliative care)

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang
tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial
dan spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).
Menurut KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 kualitas hidup
pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien
sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan
hidup, harapan, dan niatnya.

B. Tanda dan Gejala


Menurut komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2
gejala yaoitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum
terjadi) :
1. Gejala mayor
a. Berat badan menurun leih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demam/HIV ensefalopati
2. Gejala minor
a. Batuk menetap lebih dari satu bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpeszoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidas orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

4
h. Retinitis virus sitomegalo

Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat
dibagikan mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-
6 minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul
adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi,
malaise, anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare,
meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous
ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini
muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam
kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi
melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa
minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap
virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami
limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini
virus HIV akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat
pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi dengan tingkat
RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi
lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan
tingkat RNA virus HIV yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih
setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi
tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

C. Tahap Berduka
Dr.Elisabeth Kublerr-Ross telah mengidentifikasi lima tahap berduka yang
dapat terjadi pada pasien dengan penyakit terminal :
1. Denial ( pengingkaran )

5
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak
dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin
mengingkarinya.
2. Anger ( Marah )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia
akan meninggal.
3. Bergaining ( tawar-menawar )
Merupakan tahapan proses berduka dimana pasien mencoba menawar
waktu untuk hidup.
4. Depetion ( depresi )
Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran penuh bahwa ia akan
segera mati.ia sangat sedih karna memikirkan bahwa ia tidak akan lama
lagi bersama keluarga dan teman-teman.
5. Acceptance ( penerimaan)
Merupakan tahap selama pasien memahami dan menerima kenyataan
bahwa ia akan meninggal. Ia akan berusaha keras untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.

D. Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian

Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:

1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya


perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi
pada kondisi penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya
terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien
dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.

6
E. KASUS

F. Pengkajian
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien
sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya
dapat meninggal dengan tenang dan damai. Doka (1993) menggambarkan
respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu :
1. Fase prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor
resiko penyakit
2. Fase akut : berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada
serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal,
maupun psikologis.
3. Fase kronis : klien bertempur dengan penyakit dan pengobatnnya, Pasti
terjadi. Klien dalam kondisi terminal akan mengalami masalah baik
fisik, psikologis maupun social-spiritual.
Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
1. Problem Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat,
pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan
mental : Agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi
secret, dan nadi ireguler.
2. Problem Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas
memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan
jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh
karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi urin,
inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit misalnya : Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring
penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal
3. Problem Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun,
peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering

7
dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah,
cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
4. Problem suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus
memakai selimut.
5. Problem Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang
saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea,
Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun,
pendengaran berkurang, sensasi menurun.
6. Problem nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan
secara intra vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
7. Problem Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama
menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal
memerlukan perubahan posisi yang sering.
8. Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya
mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa
seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada
pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak
mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier komunikasi.
9. Perubahan Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri,
terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang
lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan
menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-
orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan
perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami
penderitaan sepanjang hidup.
Faktor-faktor yang perlu dikaji :
1. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada
berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain

8
perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi,
kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada
klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-
bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap
perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien
dalam pemeliharaan diri.
2. Faktor Psikologis

Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi


terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi
pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang
ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain
yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan,
kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-
tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
3. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah
tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang
kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering
membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda
klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan
social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu
menemani klien.
4. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses
kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya.
Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin
berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-saat
seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk
menemani disaat-saat terakhirnya.

9
5. Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian Pasien
Terminal
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau
budaya yang mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang
budaya mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka
dan menghadapi kematian atau menjelang ajal. Perawat tidak boleh
menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika,
norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
6. Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi
dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui
keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap
kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga
kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.

F. DiagnosaKeperawatan
1. Biologi :
- ketidakefektifan termogulasi b.d penurunan imunitas Tubuh
- katidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan
asupan oral
- intoleransi aktivitas b.d keadaan mudah letih, kelemahan,
malnutrisi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Psikologi :
- ansietas b.d ancaman nyata terhadap kesejahteraan diri
- harga diri rendah b.d penyakit kronis, krisis stuasional
3. Social :
- isolasi soaial b.d stigma, ketakutan orang lain terhadap
penyebaran infeksi
- Tidak efektifnya mekanisme koping keluarga b.d kemampuan
dalam mengaktualisasi diri
4. Spiritual :

10
- distress spiritual b.d penyakit infeksi kronis

G. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi


keperawatan
1 Ketidakefektifan NOC : NIC :
termoregulasi 1. Hidration 1. Temperature
2. Adherence regulation
Behavior (pengaturan suhu)
3. Immune status 2. Monitor suhu tubuh
4. Risk control minimal tiap 2 jam
5. Risk detection 3. Rencanakan monitor
suhu secara continue
4. Monitor TD, nadi,
KriteriaHasil :
RR
- Keseimbangan antar
5. Monitor warna dan
aproduks ipanas, panas
suhu kulit
yang diterima, dan
6. Monitor tanda-tanda
kehilangan panas.
hipotermi dan
- Seimbang antara
hipertermi
produksi panas, panas
7. Tingkatkan intake
yang diterima, dan
cairan dan nutrisi
kehilangan panas
8. Selimuti pasien
selama 28 hari pertama
untuk mencegah
kehidupan.
hilangnya
- Keseimbangan asam
kehangatan tubuh

11
basa bayi baru lahir 9. Ajarkan pada pasien
- Temperature stabil : cara mencegah
36,5-37 C keletihan akibat
- Tidak ada kejang panas
- Tidak ada perubahan 10. Diskusikan
warna kulit tentang pentingnya
- Glukosa darah stabil pengaturan suhu dan
- Pengendalian risiko : kemungkinan efek
hipertermia negative dan
- Pengendalian risiko: kedinginan
hyporthermia 11. Beritahu tentang
- Pengendalian risiko: indikasi terjadinya
Proses menular keletihan dan
- Pengendian risiko: penanganan
paparan sinar matahari emergency yang
diperlukan
12. Ajarkan indikasi
dari hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
13. Berikan anti
piretik jika perlu

2 Ketidakseimban Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi


gan nutrisi keperawatan selama 3x24 makanan
kurang dari jam diharapkan nutrisi 2. Monitor adanya
kebutuhan b.d kurang teratasi dengan penurunan berat
penurunan kriteria hasil: badan
asupan oral - -Adanya peningkatan 3. Yakinkan diet yang
berat badan sesuai dimakan
dengan tujuan mengandung tinggi

12
- -Berat badan ideal serat untuk
sesuai dengan tinggi mencegah
badan konstipasi
- Tidak ada tanda-tanda 4. Berikan informasi
malnutrisi tentang kebutuhan
- menunjukkan informasi
penigkatan fungsi 5. Kolaborasi dengan
pengecapan dan ahli gizi untuk
menelan menentukan jumlah
- Tidak terjadi kalori dan nutrisi
penurunan berat badan yang dibutuhkan
yang berarti pasien

3 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu klien untuk


aktivitas b.d keperawatan selama 3x24 mengidentifikasi
keadaan mudah jam diharapkan Pasien aktivitas yang
letih, bertoleransi terhadap mampu dilakukan
kelemahan, aktivtas dengan kriteria 2. Bantu klien untuk
malnutrisi hasil: membuat jadwal
dangan - Berpartisipasi dalam latihan diwaktu
gangguan aktivitas fisik tanpa luang.
keseimbangan disertai peningkatan 3. Sediakan
cairan dan tekanan darah, nadi penguatan yang
elektroit dan RR positif bagi yang
- -Mampu melakukan aktif beraktivitas
aktivtas sehari-hari 4. Monitor
(ADLs) secara responfisik,
mandiri emosional, social
- Keseimbangan dan spiritual.
aktivitas dan istirahat 5. Kolaborasi dengan
Tenaga

13
6. Rehabilitasi Medik
dalam
merencanakan
program terapi
yang tepat.

4 Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction (


ancaman nyata keperawatan 3 x 24 jam peneurunan kecemasan)
terhadap diharapkan ansietas dapat 1. Gunakan
kesejahteraan diri teratasi dengan Kriteria pendekatan yang
Hasil: menyenagkan
- Klien mampu 2. Nyatakan dengan
mengidentifikasi dan jelas harapan
mengungkapkan ejala terhadap pelaku
cemas pasien
- Mengidentifikasi, 3. Jelaskan semua
mengungkapkan, dan prosedur dan apa
menunjukkan teknik yang dirasakan
mengontrol cemas 4. Pahami prespektif
- Vital sign dalam batas pasien terhadap
normal situasi stress
- Postur tubuh, ekspresi 5. Temani pasien untuk
wajah, bahasa tubuh mengurangi takut
dan tingkat aktivitas 6. Dengarkan dengan
menunjukkan penuh perhatian
kurangnya kecemasan 7. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
8. Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan

14
5 harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan Self extem
b.d penyakit keperawatan 3 x 24 jam enhancement
kronis, krisis diharapakan masalah ahrga 1. Tunjukkan rasa
stuasional diri rendah teratasi dengan percaya diri
Kriteria Hasil : terhadap
- Adaptasi terhadap kemampuan pasien
ketidakdayaan fisik : untuk mengatasi
respon adaptif klien situasi
terhadap tantangan 2. Dorong pasien
fungsional penting mengidentifikasikan
- Menunjukkan penilaian kekuatan dirinya
pribadi tentang harga 3. Ajarkan
diri keterampilan
- Mengungkapkan perilaku yang positif
penerimaan diri 4. Buat steatment
- Komunikasi terbuka positif terhadap
- Menggunakan strategi pasien
koping efektif 5. Dukung pasien
untuk menerima
6. Kaji alasan-alasan
untuk mengkritik
atau menyalahkan
diri sendiri
7. Kolaborasi dengan
sumber-sumber lain
( petugas dinas
sosial, perawat
specialis klinis, dan
layanan keagamaan
)

15
Body image
enhancement
counseling
8. Menggunakan
proses pertolongan
interaktif yang
berfokus pada
kebutuhan, masalah
atau perasaan pasien
dan orang terdekat
untuk meningkatkan
atau mendukung
koping pemecahan
masalah

6 IsolasiSosial NOC : Socialization


Definisi : 1. Social interactive enhacement
kesepian yang skills. 6.1 Fasilitasi dukungan
dialami individu 2. Stress level. kepada pasien oleh
dan dirasakan saat 3. Social support. keluarga, teman
didorong oleh 4. Post-trauma dankomunitas.
keberadaan orang syndrome. 6.2 Dukung hubungan
lain dan sebagai dengan orang lain
KriteriaHasil :
pernyataan yang mempunyai
- Iklm social keluarga
negative atau minat dan tujuan
:lingkungan yang
mencengkam. yang sama.
mendukung yang
6.3 Dorong pasien
bercirikan hubungan
Batasan melakukan kegiatan
dan tujuan anggota
karakteristik : social dan
keluarga.
Objektif : komunitas.
- Partisipasi waktu
1. Tidak ada 6.4 Berikan uji
luang: menggunakan
dukungan pembatasan
aktivitas yang menarik,

16
orang menyenangkan, dan interpersonal.
yang menenangkan untuk 6.5 Berikan umpan
dianggap meningkatkan balik tentang
penting kesejahteraan. peningkatan dalam
2. Perilaku - Keseimbangan pada perawatan dan
yang tidak perasaan: mampu penampilan diri atau
sesuai menyesuaikan emosi aktivitas lain.
dengan sebagai respon 6.6 Hadapkan pasien
perkemba terhadap keadaan pada hambatan
ngan tertentu. penilaian, jika
3. Afek - Keparahan kesepian: memungkinkan.
tumpul mengendalikan 6.7 Dukung pasien
4. Bukti keparahan untuk mengubah
kecacatan responemosi, social lingkungan seperti
(mis:fisik, atau eksistensi jalan-jalan
mental) terhadap isolasi. 6.8 Fasilitasi pasien
5. Ada - Penyesuaian yang tepat yang mempunyai
didalam terhadap tekanan emosi penurunan sensory
subcultura sebagai respon seperti penggunaan
l terhadap keadaan kaca mata dan alat
6. Sakit, tertentu. pendengaran.
tindakan - Tingkat persepsi positif 6.9 Fasilitasi pasi
tidak tentang status enpasien untuk
berarti kesehatandan status berpartisipasi dalam
7. Tidak ada hidup individu. diskusi dengan
kontak - Partisipasi dalam group kecil.
mata bermain, penggunaan 6.10 Membantu
8. Dipenuhi aktivitas oleh anak usia pasien
dengan 1-11 tahun untuk mengembangkan
pikiran meningkatkan atau meningkatkan
sendiri kesenangan, hiburan, keterampilan social
9. Menunjuk dan perkembangan. interpersonal.

17
kan - Meningkatkan 6.11 Kurangi stigma
permusuh hubungan yang efektif isolasi dengan
an dalam perilaku pribadi, menghormati
10. Tindakan interaksi social dengan martabat pasien.
berulang orang, kelompok atau 6.12 Gali kekuatan
11. Afek organisasi. dan kelamahan
sedih, - Ketersediaan dan pasien dalam
ingin peningkatan pemberian berinteraksi social.
sendirian actual bantuan yang
12. Menunjuk andal dari orang lain.
an - Menungkapkan
perilaku penurunan perasaan
yang tidak atau pengalaman
dapat diasingkan.
diterima
oleh
kelompok
kultural
yang
dominan
13. Tidak
komunkati
, menarik
diri
Subjektif :
1. Minat
yang tidak
sesuai
dengan
perkemba
ngan
2. Mengalam

18
iperasaan
berbeda
dari orang
lain
3. Tidak
percaya
diri saat
berhadapa
ndengan
public
4. Mengungk
apkan
perasaan
kesendiria
nyang
didorong
oleh orang
lain.
5. Mengungk
apkan
perasaan
penolakan.
6. Mengungk
apkan
nilai yang
tidak
dapat
diterima
kelompok
cultural
dominan.

19
Factor yang
berhubungan :
1. Perubahan
status
mental
2. Gangguan
penampila
n fisik
7 Tidak Setelah dilakukan tindakan Coping Enhancement
efektifnya keperawatan 1 x 24 jam 7.1 Kaji koping
ekanisme diharapakan Keluarga keluarga terhadap
koping keluarga dapat mempertahankan sakit pasein dan
b.d kemampuan suport sistem dan adaptasi perawatanny
dalam terhadap perubahan akan 7.2 Biarkan keluarga
mengaktualisasi kebutuhannya dengan mengung -kapkan
diri criteria hasil : perasaan secara
- pasien dan keluarga verbal
berinteraksi dengan 7.3 Ajarkan kepada
cara yang konstruktif keluaraga tentang
- - keluarga bisa penyakit dan
menerima keadaan transmisinya.
klien

8 distress spiritual Setelah dilakukan tindakan 1.1 bina hubungan


b.d penyakit keperawatan 3 x 24 jam saling percaya
infeksi kronis diharapkan masalh distress dengan pasien
spiritual dengan criteria 1.2 kaji factor
hasil : penyebab
- -mampu membina gangguan spiritual
hubungan saling pada pasien
percaya dengan 1.3 bantu pasien
perawat mengung -kapkan

20
- -mampu perasaan terhadap
mengungkapkan spiritual yang di
penyebab gangguan yakini
spiritual 1.4 bantu klien
- -mengungkapkan mengem -bangkan
perasaan dan pikiran skill untuk
tentang spiritual yang mengatasi
diyakininya perubahan spiritual
- aktif melakukan dalam kehidupan
kegiatan spiritual atau 1.5 fasilitasi pasien
keagamaan dengan alat-alat
- - ikut serta dalam ibadah sesuai
keadaan keagamaan keyakinan atau
agama yang di anut
oleh pasien
1.6 bantu pasien untuk
ikut serta dalam
kegiatan
keagamaan
1.7 bantu pasien
mengevaluasi
perasaan setelah
melakukan
kegiatan ibadah
atau kegiatan
spiritual lainnya.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
AIDS merupakan penyakit kronik progresif yang disebabkan oleh
HIV, yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dan
masih belum dapat diobati sehingga menjadi fokus utama tata laksna
penyakit.
Perawatan paliatif sangat penting dimasukan sebagai integrasi
perawatan paliatif pada pasien HIV yang sedang menjalani perawatan
dalam usaha memperbaiki kualitas hidup pasien pada fase terminal.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, kami mempunyai beberapa saran :
1. Agar pembaca dapat mengetahui tentang penyakit HIV
2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan paliatif
care AIDS pada klien HIV /AIDS

22
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com//document/375895052/Askep-Palliatif-HIV-AIDS

23

Anda mungkin juga menyukai