Anda di halaman 1dari 17

A.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN PALIATIF

1. Pengertian Keperawatan Palliatif

Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah


setiap bentuk perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada
pengurangan keparahan gejala penyakit, daripada berusaha untuk
menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan dari penyakit itu
sendiri atau memberikan menyembuhkan.

Tujuannya adalah untuk mencegah dan mengurangi penderitaan dan


meningkatkan kualitas hidup orang menghadapi yang serius, penyakit
yang kompleks. Non-rumah sakit perawatan paliatif tidak tergantung pada
prognosis dan ditawarkan dalam hubungannya dengan kuratif dan semua
bentuk lain yang sesuai perawatan medis.

Di Amerika Serikat, pembedaan dibuat antara perawatan paliatif rumah


sakit umum dan''''perawatan, yang memberikan perawatan paliatif untuk
mereka pada akhir kehidupan; dua aspek perawatan berbagi filosofi yang
sama tetapi berbeda dalam sistem pembayaran mereka dan lokasi layanan.

Di tempat lain, misalnya di Inggris, pembedaan ini tidak operatif: di


samping penampungan khusus, tim paliatif non-perawatan berbasis rumah
sakit memberikan perawatan kepada mereka dengan membatasi hidup
penyakit pada setiap tahap penyakit. Istilah "perawatan paliatif" umumnya
mengacu pada setiap perawatan yang meredakan gejala, apakah ada atau
tidak ada harapan penyembuhan dengan cara lain, dengan demikian, WHO
baru-baru pernyataan panggilan perawatan paliatif "pendekatan yang
meningkatkan kualitas hidup pasien dan mereka keluarga menghadapi
masalah yang terkait dengan penyakit yang mengancam jiwa. "

Perawatan paliatif juga dapat digunakan untuk mengurangi efek


samping dari pengobatan kuratif, seperti mengurangi rasa mual yang
berhubungan dengan kemoterapi. Istilah "perawatan paliatif" semakin
digunakan berkaitan dengan penyakit lain selain kanker seperti kronis,
gangguan paru progresif, penyakit ginjal, gagal jantung kronis, HIV /
AIDS, dan kondisi neurologis progresif. Selain itu, bidang yang
berkembang pesat perawatan paliatif pediatrik telah menunjukkan dengan
jelas kebutuhan untuk layanan diarahkan khusus untuk anak-anak dengan
penyakit serius. Meskipun konsep perawatan paliatif bukanlah hal yang
baru, kebanyakan dokter secara tradisional berkonsentrasi pada mencoba
untuk menyembuhkan pasien. Pengobatan untuk pengentasan gejala
dipandang sebagai berbahaya dan dilihat sebagai kecanduan mengundang
dan efek samping yang tidak diinginkan.

Fokus pada kualitas hidup pasien telah meningkat sangat selama dua
puluh tahun terakhir. Di Amerika Serikat saat ini, 55% dari rumah sakit
dengan lebih dari 100 tempat tidur menawarkan program perawatan
paliatif, dan hampir seperlima dari rumah sakit masyarakat memiliki
program perawatan paliatif. Sebuah perkembangan yang relatif baru
adalah konsep dari tim perawatan kesehatan khusus yang sepenuhnya
diarahkan untuk perawatan paliatif: tim perawatan paliatif. Ada sering
kebingungan antara istilah rumah sakit dan perawatan paliatif. Di Amerika
Serikat, rumah sakit layanan dan program perawatan paliatif berbagi
tujuan yang sama untuk memberikan bantuan gejala dan manajemen nyeri.
Non-rumah sakit perawatan paliatif yang sesuai untuk orang dengan
penyakit serius, kompleks, apakah mereka diharapkan untuk pulih
sepenuhnya, untuk hidup dengan penyakit kronis untuk waktu yang lama,
atau mengalami perkembangan penyakit. Sebaliknya, meskipun perawatan
rumah sakit juga paliatif, yang berlaku untuk jangka rumah sakit
perawatan diberikan menjelang akhir kehidupan.

Definisi Perawatan palliative telah mengalami beberapa evolusi.


menurut WHO pada 1990 perawatan palliative adalah perawatan total dan
aktif dari untuk penderita yang penyakitnya tidak lagi responsive terhadap
pengobatan kuratif. Berdasarkan definisi ini maka jelas Perawatan Paliatif
hanya diberikan kepada penderita yang penyakitnya sudah tidak respossif
terhadap pengobatan kuratif. Artinya sudah tidak dapat disembuhkan
dengan upaya kuratif apapun. Tetapi definisi Perawatan Paliatif menurut
WHO 15 tahun kemudian sudah sangat berbeda.

Definisi PerawataanPaliatif yang diberikan oleh WHO pada tahun


2005 bahwa perawatan paliatif adalah sistemperawatan terpadu yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeridan
penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai
saat diagnosaditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap
keluarga yang kehilangan/berduka.

Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Perawatan Paliatif diberikan


sejak diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak
memperdulikan pada stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan
atau tidak, mutlak Perawatan Paliatif harus diberikan kepada penderita itu.
Perawatan Paliatif tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi
masih diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota keluarga
yang berduka.

Perawatan paliatif tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita itu
yang ditangani, tetapi juga aspek lain seperti psikologis, sosial dan
spiritual. Titik sentral dari perawatan adalah pasien sebagai manusia
seutuhnya, bukan hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak
dibatasi pada pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup
keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang terbaik adalah melalui
pendekatan terintegrasi dengan mengikut-sertakan beberapa profesi terkait.
Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna,
hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah
pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup
pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas social-
medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa
pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :

a. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai


proses yang normal
b. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
c. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
d. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
e. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
f. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari perawatan


palliative adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang
umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support
kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang
terpentingsebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.

2. Perkembangan Keperawatan Palliatif

Di negara maju, perawatan khusus bagi mereka yang akan segera


meninggal merupakan kolaborasi antara keluarga dan para profesional, dan
memberikan layanan medis, psikologis, social dan spiritual. Pengobatan
paliatif bermaksud mengurangi nyeri dan mengurangi symptom selain
nyeri sepertimual, muntah dan depresi. Perawatan bagi mereka yang akan
segera meninggal pertama didirikan di Inggris melalui lokakarya cicely
Saunders di RS Khusus St. Christopher, RS khusus tersebut pindahke AS
pada tahun 1970-an. RS khusus pertama di AS adalah RS New Haven
yang kemudian menjadi RS khusus Connecticut. RS tersebut kemudian
menyebar ke seluruh Negara. Di Indonesia perawatan paliatif baru dimulai
pada tanggal 19 Februari 1992 di RS Dr. Soetomo (Surabaya), disusul RS
Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS
Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS
Sanglah (Denpasar). Di RS Dr. Soetomo perawatan paliatif dilakukan oleh
Pusat Pengembangan Paliatif dan Bebas Nyeri. Pelayanan yang diberikan
meliputi rawat jalan, rawat inap (konsultatif), rawat rumah, day care, dan
respite care. Pengertian rawat jalan dan rawat inap sudah cukup jelas.
Rawat rumah (home care) dilakukan dengan melakukan kunjungan ke
rumah-rumah penderita, terutama yang karena alasan-alasan tertentu tidak
dapat datang ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim yang terdiri
atas dokter paliatif, psikiater, perawat, dan relawan, untuk memantau dan
memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami penderita kanker
dan keluarganya, bukan hanya menyangkut masalah medis/biologis, tetapi
juga masalah psikis, sosial, dan spiritual.

Day care merupakan layanan untuk tindakan medis yang tidak


memerlukan rawat inap, misalnya perawatan luka, kemoterapi, dsb.
Sedang respite care merupakan layanan yang bersifat psikologis. Di sini
penderita maupun keluarganya dapat berkonsultasi dengan psikolog atau
psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi
musik, atau sekedar bersantai dan beristirahat. Bisa juga menitipkan
penderita kanker (selama jam kerja), jika pendamping atau keluarga yang
merawatnya ada keperluan lain

3. Perkembangan Hospice Care


Di Indonesia, perawatan di hospis atau Hospice caremerupakan hal
yang baru. Falsafah Hospice Care adalah manusia yang menderita harus
dibantu dan diringankanpenderitaannya, agar kualitas hidupnya dapat
ditingkatkan selama sakit sampai ajal, dan meninggal dengan tenang.

a. Definisi
Hospice care adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir) dimana
pengobatan terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan ini
bertujuan meringankan penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien,
berlandaskan pada aspek bio-psiko-sosial-spiritual. (Hospice Home
Care, 2011) The focus of hospice relies on the belief that each of us has
the right to die pain-free and with dignity, and that our loved ones will
receive the necessary support to allow us to do so.
1) Hospice focuses on caring, not curing and, in most cases; care is
provided in the persons home
2) Hospice care also is provided in freestanding hospice centers,
hospitals, and nursing homes andother long-term care facilities.
3) Hospice services are available to patients of any age, religion, race,
or illness.
4) Hospice care is covered under Medicare, Medicaid, most private
insurance plans, HMOs, andother managed care organizations.
b. Ruang lingkup:
1) Pasien yg tinggal di daerah pedalaman.
2) Pasien dg Ca,heart disease,AIDS,kidney and lung disease.
3) Pasien di nursing home.
4) Pasien yg tinggal sendirian
c. Tujuan Pelayanan Hospice Care :
1) Meringankan pasien dari penderitaannya.
2) Memberikan dukungan moril, spirituil maupun pelatihan praktis
dalam hal perawatan pasienbagi keluarga pasien dan pelaku rawat.
3) Memberikan dukungan moril bagi keluarga pasien selama masa
duka cita.
d. Tim Pelaksana Hospice Care:
1) Dokter.
2) Perawat.
3) Pekerja Sosial.
4) Relawan
e. Bentuk Hospice Care :
1) The Institution Hospice Care
2) Hospice Home Care
3) Palliative Care
f. Standar Asuhan Keperwatan :
1) Standard I Perawat mengumpulkan data kesehatan klien
2) Standard II Dalam menetapkan diagnosa keperawatan, perawat
melakukan analisa terhadap data yangtelah terkumpul
3) Standard IIIPerawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan baik
dari klien maupun lingkungannya.
4) Standard IVPerawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan
dengan menetapkan intervensi yangakan dilakukan untuk mencapai
hasil yang diharapkan.
5) Standard VPerawat melaksanakan rencana intervensi yang telah di
tetapkan dalam perencanaan
6) Standard VIPerawat melakukan evaluasi terhadap kemajuan klien
yang mengarah ke pencapaian hasil yangdiharapkan.
g. Standar Kinerja Profesional (Profesional Performance)
1) Standard I Kualitas asuhan keperawatan, perawat melakukan
evaluasi terhadap kualitas dan efektifitas praktik keperawatan
secara sistematis
2) Standard II Performance Appraisal , perawat melakukan evaluasi
diri sendiri terhadap praktik keperawatan yang dilakukannya
dihubungkan dengan standar praktik professional, hasil penelitian
ilmiah dan peraturan yang berlaku.
3) Standard III Pendidikan, perawat berupaya untuk selalu
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam praktik
keperawatan.
4) Standard IV Kesejawatan, perawat berinteraksi dan berperan aktif
dalam pengembangan professionalism sesama perawat dan praktisi
kesehatan lainnya sebagai sejawat.
5) Standard V Etika, putusan dan tindakan perawat terhadap klien
berdasarkan pada landasan etika profesi
6) Standar VI Kolaborasi, dalam melaksanakan asuhan keperawatan,
perawat berkolaborasi dengan klien, keluarga dan praktisi
kesehatan lain.
7) Standar VII Penelitian, dalam praktiknya, perawat menerapkan
hasil penelitian
8) Standard VIII Pemanfaatan sumber, perawat membantu klien atau
keluarga untuk memahami resiko, keuntungan dan biaya
perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan

B. KUALITAS HIDUP

1. Definisi Kualitas Hidup


World Health Organization (WHO) (dalam Kwan, 2000)
mendefenisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu mengenai
posisi mereka dalam kehidupan dilihat dari konteks budaya dan sistem
nilai dimana mereka tinggal serta hubungannya dengan tujuan,
harapan, standar, dan hal-hal lain yang menjadi perhatian individu
tersebut. Berdasarkan definisi Calman dan WHO mengimplikasikan
bahwa kualitas hidup ditentukan oleh persepsi individual mengenai
kondisi kehidupannya saat ini.

Padilla dan Grant (dalam Kwan,2000) mendefinisikan kualitas


hidup sebagai pernyataan pribadi dari kepositifan atau negatif atribut
yang mencirikan kehidupan seseorang dan menggambarkan
kemampuan individu untuk fungsi dan kepuasan dalam melakukannya.

Beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa


kualitas hidup merupakan perasaan subjektif seseorang mengenai
kesejahteraan dirinya, berdasarkan pengalaman hidupnya saat ini
secara keseluruhan. Kualitas hidup menggambarkan pencapaian
kehidupan manusia yang ideal atau sesuai dengan yang diinginkan.
2. Aspek-Aspek Kualitas Hidup
Power, dalam Lopez dan Snyder, 2004 mempersempit menjadi
empat aspek yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan
sosial dan hubungan dengan lingkungan.
a. Aspek Kesehatan fisik
Kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu
untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan
memberikan pengalaman-pengalaman baru yang merupakan modal
perkembangan ke tahap selanjutnya. Kesehatan fisik mencakup
aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan
medis, energi dan kelelahan, mobilitas (keadaan mudah bergerak),
sakit dan ketidak nyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yaitu terkait dengan keadaan mental
individu. Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya
individu menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan
perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik tuntutan dari
dalam diri maupun dari luar dirinya. Aspek psikologis juga terkait
dengan aspek fisik, dimana individu dapat melakukan suatu
aktivitas dengan baik bila individu tersebut sehat secara
mental.Kesejahteraan psikologis mencakup bodily image dan
appearance, perasaan positif, perasaan negatif, self esteem,
spiritual/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori dan
konsentrasi.
c. Aspek hubungan sosial
Aspek hubungan sosial yaitu hubungan antara dua individu
atau lebih dimana tingkah laku individu tersebut akan saling
mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku
individu lainnya. Mengingat manusia adalah mahluk sosial maka
dalam hubungan sosial ini, manusia dapat merealisasikan
kehidupan serta dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya.
Hubungan sosial mencakup hubungan pribadi, dukungan sosial,
aktivitas seksual.
d. Aspek lingkungan

Aspek lingkungan yaitu tempat tinggal individu, termasuk di


dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan
segala aktivitas kehidupan, termasuk di dalamnya adalah saran dan
prasarana yang dapat menunjang kehidupan. Hubungan dengan
lingkungan mencakup sumber financial, kebebasan, keamanan dan
keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan social care termasuk
aksesbilitas dan kualitas; lingkungan rumah, kesempatan untuk
mendapatkan berbagai informasi baru maupun keterampilan (skill),
partisipasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi
dan kegiatan yang menyenangkan di waktu luang, lingkungan fisik
termasuk polusi/kebisingan/keadaan air/iklim, serta transportasi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup


Menurut Ghozally (dalam Larasati, 2009) faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup diantaranya mengenali diri sendiri,
adaptasi, merasakan penderitaan orang lain, perasaan kasih dan
sayang, bersikap optimis, mengembangkan sikap empati.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah :
a. Jenis kelamin

Fadda dan Jiron (1999) mengatakan bahwa laki-laki dan


perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan
kendali terhadap berbagai sumbersehingga kebutuhan atau hal-hal
yang penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Hal
ini mengindikasikan adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan
dalam hubungannya dengan kualitas hidup pada laki-laki dan
perempuan.
b. Usia
Usia sangat mempengaruhi kualitas hidup individu, karena
individu yang semakin tua akan semakin turun kualitas hidupnya.
Semakin bertambahnya usia, munculnya rasa putus asa akan
terjadinya hal-hal yang lebih baik dimasa yang akan datang
c. Pendidikan
Pendidikan juga merupakan faktor kualitas hidup, senada
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl dkk (2004)
menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan
lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu
d. Pekerjaan
Hultman, Hemlin, dan H¨ornquist (2006) menunjukkan dalam
hal kualitas hidup juga diperoleh hasil penelitian yang tidak jauh
berbeda dimana individu yang bekerja memiliki kualitas hidup
yang lebih baik dibandingkan individu yang tidak bekerja.
e. Status pernikahan
Glenn dan Weaver melakukan penelitian empiris di Amerika
secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah
memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dari pada individu yang
tidak menikah, bercerai, ataupun janda atau duda akibat pasangan
meninggal (Veenhoven, 1989).
f. Finansial
Pada penelitian Hultman, Hemlin, dan H¨ornquist (2006)
menunjukkan bahwa aspek finansial merupakan salah satu aspek
yang berperan penting mempengaruhi kualitas hidup individu yang
tidak bekerja.
g. Standar referensi

Menurut O’Connor (1993) mengatakan bahwa kualitas hidup


dapat dipengaruhi oleh standar referensi yang digunakan seseorang
seperti harapan,aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara diri
individu dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas
hidup yang dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Power, 2004)
bahwa kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan
standard dari masing-masing individu.

C. ISU ETIK DALAM KEPERAWATAN PALIATIF


Manajemen etik pada pasien dapat didasarkan pada prinsip-prinsip
berikut:
1. Beneficience
2. Non-maleficence
3. Menghargai autonomi pasien
4. Mempertimbangkan asas keadilan

Selama perawatan paliatif, prinsip-prinsip tersebut harus digunakan


dalam pemikiran bahwa pasien yang menderita penyakit tidak dapat
disembuhkan. Objektivitas bisa saja sulit dilakukan ketika memutuskan
agar mereka merasa kuat dalam menghadapi hidup atau mati. Pasien harus
dilibatkan dalam pengambilan keputusan, tapi mungkin tidak realistik
menyangkut prognosis mereka, kemudian memberikan dorongan untuk
melakukan terapi aktif (seperti kemoterapi) meskipun tidak ada
kesempatan kearah perbaikan. Prinsip Non malificence dan justice
(sumber terbatas) dapat mencapai hak azasi pasien dan autonomi pada
situasi ini. Dalam kasus yang lain mungkin sulit mendapatkan perspektif
pasien, karena mereka dalam keadaan tidak sadar atau tidak berkompeten
dalam mengambil keputusan.

1. Etika dalam isu perawatan paliatif


Sementara isu-isu ini mungkin mirip dengan yang dialami dalam
spesialisasi kesehatan lainnya. Sifat perawatan paliatif berfokus pada
perdebatan tentang masalah etika pada kematian. Keadaan pada akhir
hidup 1 dapat mengakibatkan dilema etika yang lebih rumit oleh isu-isu
tentang kompetensi orang yang akan meninggal, hak mereka untuk
menolak atau menerima perawatan dalam mempertahankan integritas
pribadi mereka atas kematian mereka sendiri. Dilema etika mungkin
timbul dari perbedaan nilainilai, ditempatkan pada nilai kehidupan dan
wali mereka. Setiap orang memiliki hak untuk mengakses setiap
kemungkinan pengobatan, berapapun harga dalam hal keuangan, waktu
dan sumber daya yang tersedia. Dalam membawa kenyamanan dan
harapan bagi pasien dan keluarga mereka yang membutuhkan kualitas
perawatan paliatif, tim kesehatan multi-profesional perawatan sering
ditantang oleh keputusan yang perlu dibuat tergantung pada keadaan pada
waktu tertentu. Pengaruh hukum masing-masing negara pada keputusan
etis menentukan kebenaran hukum atau kesalahan tindakan.
Situasi ini jelas digambarkan oleh masalah bunuh diri, yang di mana
hukum menentukan tindakan tersebut (apakah tindakan atau kelalaian
yang secara etis diperkenankan atau tidak). Hal ini digambarkan dengan
bunuh diri, saat ini ilegal di Inggris, sebuah wilayah di Belanda (yang non-
melegalkan, tapi tidak muncul secara hukum dihukum oleh masyarakat);
yang dilegalisir dan kemudian terbalik di Wilayah Utara di Australia
selama akhir 1990-an, dan menjadi hukum (diberikan keadaan tertentu) di
negara bagian Oregon di Amerika Serikat di mana seseorang dapat
mengajukan permohonan agar resep obat untuk mengakhiri hidup
seseorang (pengamanan ini dikendalikan melalui kriteria yang ketat).
Mereka yang bekerja dalam perawatan paliatif dapat memahami keinginan
pasien yang ingin mati dengan damai dan dengan kualitas hidup yang
diterima hanya dapat ditentukan oleh pasien sendiri. Dalam beberapa
situasi, mungkin pasien menghargai untuk mengakhiri kehidupan mereka.
Pertimbangan etika tidak dapat memberikan jawaban untuk semua
pertanyaan sulit yang dapat timbul dalam perawatan paliatif. Seringkali,
tidak ada benar atau salah yang jelas. Dalam etika penekanannya harus
dianggap dan memikirkan dalam hal kebolehan etis dari tindakan.
Kesadaran akan masalah etika dan argumen memungkinkan praktisi untuk
mendapatkan keputusan tentang tindakan mereka dan untuk membantu
memperjelas situasi bagi pasien dan keluarga mereka Tantangan 2 yang
dihadapi oleh para perawat profesional kesehatan dalam perawatan paliatif
sering berfokus pada isu-isu etika tertentu pada akhir kehidupan, seperti
keputusan berkaitan dengan kelanjutan pemberian hidrasi buatan, obat-
obatan tertentu dan pemberian makanan buatan. Etika dapat memberikan
dasar untuk menentukan apakah keputusan yang dibuat tentang perawatan,
pengobatan dapat diperbolehkan secara etis. Keputusan rumit akan terjadi
ketika otonomi pribadi pasien berkurang. Hal ini dapat terjadi ketika
pasien mungkin tidak lagi mampu menunjukkan pilihan pribadi mereka
sebagai akibat dari obat-obatan, kemunduran progresif dari kesadaran
mereka atau melalui proses penyakit yang membatasi kemampuan mereka
untuk memahami, untuk membicarakan atau untuk berkomunikasi
keinginan mereka (atau kombinasi) ini. Dalam keadaan seperti itu,
pertimbangan tindakan yang akan menjadi kepentingan terbaik pasien
perlu ditentukan.
Hal ini dapat difasilitasi melalui diskusi dengan anggota keluarga
dekat. Kesulitan dapat muncul melalui konflik di antara anggota keluarga
atau tim langsung ketika, sebagai orang individu, mereka memiliki
perbedaan nilai-nilai tentang isu-isu pada akhir hidup.
2. Etika dalam keperawatan paliatif
a. Pasien menghadapi kondisi penyakit tidak dapat disembuhkan, terapi
yang diberikan bukan kuratif tapi simptomatis atau paliatif
b. Pasien cenderung lemah fisik maupun mental, pasien tidak mampu
menghdpi stress fisik dan mental yang timbul dari luar atau
lingkungan sendiri
c. Pasien di ambang kematian yang akan menimbulkan ketakutan dan
kegelisahan, perlu mendapat simpati, dukungan mental dan spiritual.
D. Illness Trajection
Memahami jalannya penyakit biasanya meliputi kerangka waktu yang
diharapkan sampai kematian dan juga apa yang pasien harapkan akan
terjadi sejalan dengan perkembangan penyakit. Seringkali lamanya waktu
kurang begitu penting bagi pasien maka apa yang akan terjadi selama hari-
hari mendatang mereka. Agar pasien bersiap, banyak yang ingin tahu
seperti apa akhir hidup nanti. Meskipun setiap penyakit pasien dan
kematian berikutnya dapat berbeda, makan akan terlihat pola pada hari-
hari terakhir kehidupan. Lintasan penyakit sangat menentukan kesamaan
ini. Meskipun tidak semua orang akan cocok dengan prognosis lintasan
penyakit tertentu, lintasan membantu baik rencana pasien maupun perawat
untuk kebutuhan perawatan pasien. Jauh lebih baik bagi pasien untuk
mengetahui, dan bersiap untuk, apa yang mungkin terjadi.
Kerangka kerja semacam itu dapat membantu dokter merencanakan
dan memberikan perawatan yang tepat yang mengintegrasikan manajemen
aktif dan paliatif. Jika pasien dan pengasuh mereka mendapatkan
pemahaman yang lebih baik dengan mempertimbangkan lintasan penyakit
ini dapat membantu mereka merasa lebih mengendalikan situasi mereka
dan memberdayakan mereka untuk mengatasi tuntutannya. Implikasi
penting untuk perencana layanan adalah bahwa model perawatan yang
berbeda akan sesuai untuk orang dengan lintasan penyakit yang berbeda.
Kami meninjau lintasan penyakit utama yang dijelaskan saat ini di akhir
kehidupan dan menarik implikasi klinis kunci.
Meskipun Glaser & Strauss adalah orang yang pertama kali
mengidentifikasi lintasan kematian, banyak pekerjaan yang telah
dilakukan sejak deskripsi awal mereka. Lintasan ini juga bisa disebut
sebagai lintasan penyakit. June Lunney, dkk (Lunney, Lynn, & Hogan,
2002) menggunakan data dari Medicare orang yang sudah meninggal dan
mengusulkan empat lintasan berikut (Gambar 2.1) sebagai pola
perkembangan penyakit yang paling umum:
(Gambar 2.1) Proposed trajectories of dying

1. Kematian mendadak
Lintasan ini ditandai dengan tidak ada peringatan atau pengetahuan
sebelumnya bahwa kematian sudah dekat. Orang-orang berada pada
tingkat yang tinggi atau normal berfungsi dengan benar sampai
kematian terjadi. Ini paling sering terjadi pada kecelakaan dan
kematian tak terduga lainnya.
2. Penyakit terminal
Lintasan ini paling umum dialami oleh pasien yang hidup dengan
penyakit yang dapat dikategorikan sebagai mengarah ke terminal,
seperti kanker. Fungsi organ tetap cukup tinggi sepanjang perjalanan
penyakit dan kemudian pasien dengan cepat menurun dalam beberapa
minggu atau bahkan beberapa hari sebelum kematian. Perawatan
rumah sakit telah dikembangkan berdasarkan jenis lintasan ini.
3. Kegagalan organ
Lintasan ini sangat umum di antara banyak orang di negara ini
yang hidup dengan penyakit kronis yang pada akhirnya akan berlanjut
menjadi kematian. Gagal jantung dan penyakit paru obstruktif kronik
adalah penyakit yang paling umum yang mengikuti jenis
perkembangan ini. Penyakit-penyakit ini juga dikenal sebagai
eksaserbasi-pengiriman, yang berarti bahwa mereka mengalami
eksaserbasi periodik (flare-up atau memburuk) penyakit mereka yang
sering menyebabkan rawat inap. Gejala akhirnya membaik tetapi
seiring waktu, ada penurunan bertahap dalam kesehatan keseluruhan
dari individu-individu ini. Pasien dengan tipe lintasan ini, terutama
mereka yang mengalami gagal jantung, memiliki peningkatan risiko
untuk kematian jantung mendadak (Tomaselli & Zipes, 2004).
4. Kelemahan
Lintasan ini ditandai dengan penurunan secara perlahan menuju
kematian dengan kemampuan fungsional yang menurun melalui
sebagian besar penyakit mereka. Pasien-pasien ini sering hidup
dengan cacat progresif dan membutuhkan bantuan dan perawatan
maksimal untuk jangka waktu yang panjang sebelum kematian
mereka. Pasien dengan kelemahan umum dan mengalami penurunan
semua sistem tubuh, seperti orang dewasa yang lebih tua dengan
multiple kondisi, dapat dikategorikan dengan pola ini. Pasien yang
didiagnosis dengan demensia atau penyakit Alzheimer juga memiliki
periode penurunan yang berkepanjangan dan tingkat fungsi yang
rendah. Pasien dengan jenis lintasan ini sering meninggal karena
komplikasi yang terkait dengan ketergantungan aktivitas kehidupan
sehari-hari. Mereka juga telah ditemukan memiliki tingkat yang lebih
tinggi pada tekanan ulkus dan radang paru-paru dari tempat tidur dan
dengan penggunaan tabung makan yang berkepanjangan (Rhodes,
2014).

Anda mungkin juga menyukai