Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL MINI

PENGARUH TERAPI GUIDED IMAGERY TERHADAP RESPON

NYERI PADA PENDERITA REUMATHOID ARTHRITIS DI

GAMPONG JEULINGKE KOTA

BANDA ACEH

NAMA : T.ADI SAPUTRA

NIM : 22010155

JURUSAN : KEPERAWATAN

STIKES MEDIKA SERAMOE BARAT

MEULABOH

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi kronis memiliki penyebab yang kompleks dan multipel, umumnya bersifat

jangka panjang dan terus-menerus, dan sering menyebabkan kemerosotan dan penurunan

kesehatan, meskipun biasanya tidak segera mengancam jiwa, namun kondisi kronis adalah

penyebab kematian paling umum dan paling utama. 1

menyatakan bahwa dalam Survei Kesehatan Nasional 2014-2015, 1 dari setiap 2

orang Indonesia (50%) memiliki setidaknya satu yang menonjol (yaitu radang sendi, asma,

sakit punggung, kanker, penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronik, diabetes

atau mental kondisi kesehatan. Penyakit menahun juga dikenal sebagai penyakit kronis

yang biasanya diderita ketika seseorang sudah dalam tahap usia lanjut. 1

Prevalensi RA regional untuk negara berpenghasilan rendah atau menengah adalah

0,40% untuk Asia Tenggara, 0,37% untuk Mediterania Timur, 0,62% untuk Eropa, 1,25%

untuk Amerika dan 0,42% untuk wilayah Pasifik Barat. Meta-analisis formal tidak dapat

dilakukan untuk wilayah sub-Sahara Afrika karena keterbatasan data.2

Penyakit rematik terdiri lebih dari seratus jenis, tetapi bagi orang awam, setiap gejala

nyeri, kaku, bengkak, pegal-pegal, atau kesemutan itu semua sering disebut rematik dan

dianggap sama saja. Penyakit Rematik yang paling banyak ditemukan pada golongan usia

lanjut di lndonesia adaiah osteoarkitis (OA) i50-60)%. Yang kedua adalah kelompok

rematik luar sendi (gangguan pada peradangan' penggunaan berlebihan, dan sebagainya).

Yang ketiga adalah asam urat (gout) sekitar 6%. Sementara penyakit rheumatoid arthritis

(RA) di Indonesia hanya 0,l% (1 di antara 1000-5000 orang).


Rheumathoid arthritis (RA) adalah kelainan autoimun yang mempengaruhi sendi

kecil tubuh. Ini adalah salah satu penyebab utama morbiditas kronis di negara-negara

berpenghasilan tinggi, namun sedikit yang diketahui tentang penyakit ini di negara-negara

berpenghasilan rendah dan menengah. 2

Arthritis adalah penyebab kecacatan yang paling umum 4 dari 54 juta orang dewasa

yang menderita radang sendi yang didiagnosis oleh dokter, lebih dari 23 juta orang

mengatakan bahwa mereka memiliki masalah dengan aktivitas mereka yang biasa karena

arthritis.1

Nyeri merupakan kondisi tidak nyaman yang dapat diperlihatkan baik secara verbal

maupun nonverbal. Respon seseorang dalam memperlihatkan nyeri dapat dipengaruhi oleh

beberapa hal misalnya emosi, tingkat kesadaran, dan pengalaman masa lalu tentang nyeri.

Nyeri merupakan hal yang mengganggu seseorang dalam beristirahat, konsentrasi, maupun

menganggu kegiatan-kegiatan yang sebenarnya biasa dilalukan oleh karena itu nyeri dapat

mengakibatkan depresi dan merasa tidak berdaya pada sesorang. 1

Rasa nyeri pada penderita rheumathoid arthritis didapatkan skala nyeri rata-rata enam

atau nyeri sedang. Untuk mengurangi rasa nyeri biasanya menggunakan terapi analgetik

dan terapi relaksasi. Terapi relaksasi dapat menurunkan emosi dan fisik individu dari

kecemasan, ketegangan dan stres. Salah satu terapi relaksasi adalah dengan menggunakan

terapi guide imagery. Guide imagery merupakan tehnik relaksasi yang bertujuan agar

seseorang dapat mencapai suatu efek positif tertentu dengan cara mengosongkan pikiran

dan memenuhi pikiran mereka dengan menggunakan hal-hal yang membuatnya merasa

damai dan menenangkan.3


Guided imgery merupakan suatu tehnik relaksasi dengan cara membayangkan

sesuatu yang menyenangkan yang dapat membuat seseorang menjadi nyaman. 4

Semakin meningkatnya usia manusia maka akan berubah pula fungsi organ maupun

jaringan tubuh manusia. Antara 2015 dan 2050, proporsi dari lansia diperkirakan dua kali

lipat dari 16% sampai 32%. Permasalahan yang dihadapi lansia adalah permasalahan

kesehatan fisik dan mental khusus. Terdapat 335 juta orang dengan usia 80 tahun bahkan

lebih. Salah satunya adalah rheumatoid artritis atau masalah dalam persendian.5

Rheumathoid arthritis di Indonesia menurut Badan Penelitian dan Pengembangan

pada tahun 2017 prevalensi penyakit sendi yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan

adalah 23,6 persen dan berdasarkan diagnosis atau gejala 33,3 persen. Propinsi Aceh

termasuk dalam daftar provinsi dengan jumlah penderita penyakit Rheumathoid arthritis

terbanyak di Indonesia. Diperkirakan jumlah penderita rheumathoid arthritis mencapai

98.680 orang atau sekitar 21,3 persen dari total penduduk di provinsi Aceh. Secara umum,

prevalensi penyakit Rheumathoid arthritis di provinsi Aceh adalah 1,6%.6

Penyakit rematik dapat berlangsung terus-menerus dan semakin lama semakin berat

tetapi ada kalanya hanya berlangsung selama beberapa hari dan kemudian sembuh dengan

pengobatan. Namun demikian, kebanyakan penyakit rematik berlangsung kronis, yaitu

sembuh dan kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kerusakan

sendi secara menetap. Rematik merupakan salah satu penyebab nyeri sendi, dan biasanya

nyeri di daerah pergelangan tangan dan jari-jari. Keluhan yang biasa diungkapkan

penderita rheumathoid arthritis berupa kaku, nyeri dan bengkak. 7

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 26 Januari

2019 Jumlah penderita rheumathoid arthritis di Puskesmas wiliyah kerja jeulingke terdapat
110 penderita yang terbagi menjadi 5 kelurahan. Dalam 1 tahun terakhir kasus tertinggi

berada didesa jeulingke dengan jumlah 42 penderita dengan prosentase 41,6%, kampong

pineng 21 penderita dengan persentase 21,84%, prada 15 penderita dengan presentase

15,6%, tibang 13 penderita dengan persentase 13,52% dan alue naga 13 penderita dengan

persentase 23,52%.( Data Puskesmas Jeulingke, 2018)

Dari hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 27 Januari pada 7 orang klien

mengeluh nyeri sendi, akan tetapi tindakan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri sendi

setiap orang menggunakan cara yang berbeda-beda, tindakan yang dilakukan untuk

mengurangi nyeri 1 orang minum obat secara teratur, 4 orang dibiarkan saja, dan 2 orang

lainnya kadang dibawa kerumah sakit dan dari keterangan yang diberikan klien bahwa

klien tidak pernah melakukan terapi nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri yang klien

rasakan.Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti “Apakah ada pengaruh terapi guided

imagery terhadap respon nyeri pada penderita Reumathoid Arthritis Di Gampong

Jeulingke”.

1.2 Rumusan Masalah


Rheumatoid arthritis adalah salah satu penyakit kronis dengan keluhan utama nyeri.

Terapi nonfarmakologis untuk menurunkan intensitas nyeri terdiri dari berbagai macam

salah satunya adalah guided imagery. Oleh karena itu penting untuk diteliti apakah ada

pengaruh terapi guided imagery terhadap respon nyeri pada penderita rheumatoid arthritis

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi guided imagery terhadap respon nyeri pada penderita

rheumathoid arthritis di wilayah kerja pukesmas jeulingke.

13.2 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui perbedaan respon nyeri sebelum di lakukannya terapi guided

imagery.

b. Untuk mengetahui perbedaan respon nyeri sesudah di lakukannya terapi guided

imagery

1.4 Mamfaat Penelitian

1. Bagi pelayanan kesehatan

Memberikan informasi yang bermanfaat bagi perawat tentang terapi guided imagery

terhadap respon nyeri pada penderita rheumathoid arthritis

2. Bagi responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan

penting, khususnya pada pasien tentang terapi guided imagery terhadap respon nyeri

rheumathoid arthritis

3. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan bacaan bagi masasiswa/i program
ilmu keperawatan Universitas Abulyatama Aceh Besar.

4. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam

melaksanakan penelitian tentang terapi guided imagery terhadap respon nyeri pada

penderita rheumathoid arthritis


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rheumathoid Arthritis

Rheumathoid arthritis merupakan penyakit randang sendi pada sistem muskuluskeletal

dengan macam-macam manifestasi klinis dan sering dikuluhkan adalah nyeri pada

persendian, penyakit rhemathoid arthritis sering ditemukan pada usia 40-50 tahun. Arthritis

rhemadthoid (AR) adalah suatu istilah yang diberikan pada kelompok penyakit dengan

manifestasi klinis yang sering dirasakan yaitu nyeri yang menahun pada sistem

muskuluskeletal, kekauan sendi, serta pembengkakan jaringan sekitar sendi dan tendon. 7

Rheumathoid arthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan beberapa tanda dan

gejala seperti nyeri, kekakuan, serta fungsi banyak sendi dan gerak mengalami

keterbatasan.8

Rheumathoid arthritis adalah penyakit randang sendi yang sering diderita pada usia 40-

50 tahun.9

1. Faktor penyebab

Penyebab pasti rheumathoid arthritis sampai sekarang masih belum diketahui,

penyebab rheumathoid arthritis adalah imunologi, genetic, hormonal, dan diet.

Penyebab rheumathoid arthritis tidak diketahui akan tetapi faktor genetik, lingkungan,

imunologi, dan faktor-faktor infeksi memainkan peran penting, sementara faktor sosial

ekonomi, psikologis, dan gaya hidup dapat mempengaruhi progresivitas dari penyakit

rheumathoid arthritis.7

Faktor yang diduga sebagai penyebab rheumathoid arthritis adalah jenis kelamin,

keturunan, lingkungan, dan infeksi. Akan tetapi karena penelitian sebelumnya belum
spesifik dlaam menentukan penyebab pasti rheumathoid arthritis maka masih sangat

penting untuk diteliti kembali.10

Penyebab dari rheumathoid arthritis yaitu faktor kerentanan genetic (HLA-DR4),

reaksi imunologi (antigen asing yang berfukos pada jaringan synovial, reaksi inflamasi

pada sendi dan tendon, faktor rheumathoid dalam darah dan cairan synovial, proses

inflamasi yang berkepanjangan, dan kerusakan kartigo articular.9

2. Patofisiologi

Jalannya penyakit pada rheumathoid arthritis awalnya dicetuskan terjadinya reaksi

autoimun terutama pada jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-

enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut memecah kolagen sehingga menimbulkan

edema, poliferasi membrane synovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan

menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan

permukaan sendi yang akan menggangu gerak sendi. Otot pun akan ikut terkena

dikarenakan serabut otot mengalami perubahan generative dengan menghilangnya

elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.10

Patofisiologi dari rheumathoid arthritis diawali dengan proses inflamasi pada

sendi synovial yang membuat edema, kongesti vascular dengan terbentuknya pembuluh

darah baru, eksudat fibrin, dan infiltrasi selular. Peradangan yang terus- menerus akan

membuat sinovial menjadi tebal, terutama pada kartilago. Persendian yang meradanag

akan terbentuk jaringan granulasi yang disebut pannus. Pannus lama kelamaan akan

meluas dan masuk ketulang subkondrial. Jaringan granulasi menguat karena radang

menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago. Kondisi ini akan membuat kartilago

menjadi nekrosis.9
Pathway

Inflamasi pada sendi

edema kongesti Eksudat fibrin infiltrasi

Synovial menjadi Pada sendi


tebal articular
kartilogo

Persendian
meradang

Jaringan granulasi
(pannus)

Pannus meluas
ketulang

Gangguan pada nutrisi kartilago


kartilago arttikular) nekrosis
Gambar 2.1. Pathway Rheumathoid Arthritis

(Sumber : Asikin, Nasir, Podding, 2016)

3. Manifestasi klinis

Gejala yang sering dikeluhkan pada pasien rheumathoid arthritis adalah nyeri,

terjadinya pembengkakan dan kekakuan sendi-sendi kecil.11

Manifestasi klinis rheumathoid arthritis ada bermacam-macam, seperti:

a. Gejala konstutional :lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam

b. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer, biasanya yang terserang sendi

didaerah tangan
c. Kekakuan dipagi hari selama kurang lebih satu jam yang terutama menyerang

sendi-sendi

d. Peradangan sendi yang menggakibatkan erosi ditepi tulang dan dapat dilihat pada

radiogram.9

Tanda dan gejala rheumathoid arthritis dibagi menjadi 2 yaitu local dan sistemik.9

Table 2.2 Tanda dan Gejala RA

Tanda dan gejala local Tanda dan gejala sistematik

1. Nyeri persendian dan disertai 1. Lemas, demam, berat badan


kaku terutama pagi hari turun, anemia, anoreksia, serta
badan terasa nyeri dan kaku
2. Perlahan-lahan bagian yang 2. Rheumathoid arthritis terbagi
merah akan membengkak, merah menjadi 3 :
dan lemah, pembengkakan sendi a) Stadium sinovitis, pada
yang meluas stadium ini terjadi perubahan
pada jaringan synovial yang
3. Poliartritis simetris sendi perifer, ditandai dengan nyeri saat
semua sendi dapat terserang, bergerak dan pembengkakan
panggul lutut, pergelanagan, dan b) Stadium distruksi, terjadi
paling sering mengenai sendi kontraksi tendon, perubahan
kecil pada tangan, kaki dan bentuk pada tangan yaitu
pergelangan tangan bentuk jari seperti leher
angsa
4. Ciri khas rheumathoid arthritis c) Stadium deformitas, terjadi
yaitu bersifat kronis perubahan secara progresif dan
5. Artriti serosive, paradangan sendi berulang kali, deformitas, serta
yang kronis dapat menyebabkan gangguan fungsi bsecara
menetap, terbentuknya pannus,
erosi pada tepi tulang
ankilosis fibrosa dan ankilosis
tulang.

2.2 Nyeri
Nyeri adalah pengalaman personal dan respon subjektif yang berbeda-beda antara

individu satu dengan yang lain.14

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang dapat

disebabkan karena kerusakan jaringan yang aktual atau potensial13.

nyeri merupakan pengalaman sensori yang tidak menyenangkan, unsur utama yang

harus ada untuk disebut sebagai nyeri adalah rasa tidak menyenangkan.14

1. Penyebab

Nyeri dapat timbul karena beberapa penyebab, contohnya adalah :

a. Termik, disebabkan karena perbedaan suhu yang ekstrem

b. Kimia, disebkan oleh bahan atau zat kimia

c. Mekanik, disebabkan oleh trauma fisik atau mekanik

d. Psikogonek, nyeri yang tanpa diketahui adanya kelainan fisik, bersifat psikologik.

e. Neurologic, disebabkan oleh kerusakan jaringan saraf. 14

Menyatakan oleh kerusakan suatu organ tubuh seperti cidera, penyakit, atau pemdedahan

organ :

a) Nyeri fisiologis atau nyeri organik

Nyeri fisiologis biasanya disebabkan oleh kerusakan suatu organ tubuh seperti

cidera, penyakit atau pembedahan organ

b) Nyeri psikogenik

Nyeri psikogenik biasanya disebabkan oleh beberapa faktor psikologis seperti cemas

dan takut.14

2. Klasifikasi nyeri

Nyeri dapat diklasifikasi menjadi dua yaitu :


a. Nyeri akut adalah nyeri yang biasanya terjadi secara tiba-tiba dan dalam jangka

waktu yang singkat (kurang dari 6 bulan). Nyeri akut biasanya disertai respon fisik

yang dapat diobservasi seperti peningkatan atau penurunan tekanan darah, takikardi,

diaphoresis, takipnea, fokus pada nyeri, melindungi bagian tubuh yang nyeri

b. Nyeri kronis adalah nyeri yang biasanya terjadi dalam jangka waktu yang lama

(lebih dari 6 bulan ) dan tidak diketahui kapan nyeri akan berakhir.12

Nyeri diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

a. Nyeri akut adalah nyeri yang tiba-tiba dan umumnya disebabkan karena cedera

spesifik dan berlansung dalam beberapa detik hingga enam bulan. Nyeri yang

disebabkan karena cedera atau penyakit dapat sembuh secara spontan dan ada pula

yang membutuhkan pengobatan.

b. Nyeri kronis adalah nyeri yang terus menerus dan berlangsung dalam jangka waktu

yang lama yang tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera fisik. Nyeri

kronis juga dapat menyebabkan masalah lain seperti depresi dan ketidakmampuan.13

3. Penatalaksanaan nyeri

Penatalaksaan nyeri di bagi menjadi dua yaitu:

a. Intervensi farmakologis

b. Mengenai nyeri yang dirasakan oleh pasien melalui intervensi farmakologis

dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter atau pemberian perawatan utama lainnya

dan pasien.

b. Intervensi nonfarmakologis

Penatalaksanaan nyeri dengan tidak menggunakan obat, sering disebut juga dengan

terapi komplementer. Pendekatan pada terapi komplementer lebih ditekankan pada


kebutuhan fisik, emosional, mental dan spiritual. Adapun contoh terapi

komplementer seperti guieded imagery, meditasi, relaksasi nafas dalam.13

4. Pengkajian persepsi nyeri

Dalam melakukan pengkajian nyeri informasi yang harus diperoleh sebagai

berikut :

a. Intensitas nyeri. Individu diminta menyebut tingkat nyeri yang dirasakan secara

verbal. Misalnya menyebutkan rentang menyebutkan rentang nyeri dari 0-10 (0 tidak

nyeri, 10 nyeri hebat)

b. Karakteristik nyeri. Individu diminta menyatakan dimana letak nyeri, durasi nyeri,

iramanya dan kualitas nyeri

c. Faktor-faktor yang meredakan nyeri. Indivudu diminta menyebutkan hal apa atau

aktivitas apa yang dapat membuat individu menjadi lebih nyaman sehinggga nyeri

yang dirasakan mengalami penurunan.

d. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari. Indivudu diminta menyatakan

apakah nyeri yang dirasakan dapat menimbulkan masalah lain seperti menggangu

aktivitas atau menyebabkan depresi

e. Kekhawatiran individu tentang nyeri. Mengkaji individu tentang beban ekonomi,

pengaruh nyeri terhadap peran individu dan perubahan citra diri.

f. Skala analogi visual. Skala analogi visual ini sangat penting dalam mengkaji

intensitas nyeri. Skala ini berbentuk garis horizontal dengan ujung kiri menandakan

tridak nyeri dan ujung kanan menandakan nyeri berat atau nyeri yang paling buruk.13

Dalam pengkajian nyeri meliputi:15


Pengkajian keperawatan pada masalah nyeri secara umum mencakup lima hal yaitu

pemicu nyeri, kualitas nyeri, lokasi nyeri, intensitas nyeri, dan waktu serangan. Biasa

disingkat dengan PQRST yang artinya

P : Provoking atau pemicu, yaitu faktor yang menimbulkan nyeri dan mempengaruhi

gawat atau ringannya nyeri.

Q : Quality atau kualitas nyeri, misalnya rasa tajam atau tumpul

R : Region atau daerah / lokasi, yaitu perjalanan nyeri kedaerah mana

S : Severty, atau keparahan,yaitu intensitas nyeri

T : Time, atau waktu, yaitu jangka waktu serangan dan frekuensi nyeri.,

5. Pengukuran intensitas nyeri

Intensitas nyeri dapat diukur menggunakan beberapa cara, yaitu: 15

a) Skala nyeri menurut hayward

Penggukuran nyeri menggunakan skala Hayward adalah individu diminta

menyebutkan tingkat nyeri dengan rentang nyeri 0-10 dengan keterangan:

a. 0 : tidak nyeri

b. 1-3 : nyeri ringan

c. 4-6 : nyeri sedang

d. 7-9 : sangat nyeri tetapi dapat dikendalikan dengan aktivitas yang biasanya

dilakukan

e. 10 : sangat nyeri dan tidak bisa dikendalikan

b) Skala nyeri menurut McGill

Pada penggukuran ini individu diminta menyebutkan rentang nyeri antara 0-5

sesuai dengan pengalaman nyeri individu, dengan keterangan:


a. 0 : tidak nyeri

b. 1 : nyeri ringan

c. 2 : nyeri sedang

d. 3 : nyeri berat atau parah

e. 4 : nyeri sangat berat

f. 5 : nyeri hebat

c) Skala wajah atau Wong-Baker FACES Rating Scala

Pengukiuran nyeri menggunakan skala ini dilakukan dengan memperhatikan mimic

wajah individu, umumnya diberikan pada individu yang tidak bisa menggambarkan

nyeri menggunakan angka seperti anak-anak dan lansia.

6. Faktor yang mempengaruhi nyeri

Reaksi nyeri dalam merespon nyeri sangat personal dan bervariasi dalam

memberikan respon dari pengalaman nyeri yang sudah dialami antar individi.

Faktor yang mempengaruhi nyeri yaitu:12

a. Persepsi nyeri

Persepsi nyeri atau interpretasi nyeri adalah komponen paling penting dalam

pengalaman nyeri, karena kita menerima dan menginterpretasikan nyeri

berdasarkan pengalaman. Persepsi nyeri dipengaruhi oleh toleransi setiap individu

pada nyeri. Aspek lain yang dapat mengubah persepsi individu terhadap nyeri

adalah pengalaman masa lalu dengan nyeri. Oleh karena itu penting bagi perawat

dalam untuk membantu menurunkan intensitas nyeri klien agar merasa lebih baik.

b. Faktor sosial budaya


Ras, budaya, etnik, merupakan faktor yang sangat mempengaruhi respon pasien

terhadap nyeri. Faktor-faktor ini mempengaruhi seluruh sensori termasuk respon

terhadap nyeri.

c. Usia

Usia dapat mengubah pesepsi nyeri dan pengalaman nyeri. Individu lansia mungkin

akan menjadikan nyeri sebagai asumsi yang berbeda seperti manifestasi alami

penuaan.

d. Jenis kelamin

Jenis kelamin dapat menjadi faktor yang signifikan dalam merespon nyeri, biasanya

laki-laki jarang melaporkan nyeri dibandingkan dengan perempuan.

7. Arti nyeri

Seseorang dalam mengartikan nyeri sangat mempengaruhi respon mereka,

seseorang yang sudah mengetahui apa penyebab nyeri dapat menginterpretasikan nyeri

dan bereaksi menjadi lebih baik terkait dengan pengalaman tersebut, akan tetapi jika

seseorang tidak mengetahui apa penyebab nyeri maka mereka akan berasumsi sesuka

mereka dan mempengaruhi faktor psikologis yang membuat derajat nyeri menjadi

meningkat

8. Ansietas

Tingkat kecemasan yang dialami oleh seseorang juga mungkin mempengaruhi

nyeri. Ansietas meningkatkan persepsi nyeri. Ansietas juga sering dikaitkan dengan

pengertian nyeri. Jika penyebab nyeri tidak diketahui ansietas cenderung meningkat dan

menyebabkan intensitas nyeri menjadi meningkat.


9. Pengalaman sebelumnya mengenai nyeri

Pengalaman nyeri sebelumnya mempengaruhi persepsi nyeri yang dialami klien

saat ini. Individu yang mengalami pengalaman nyeri yang buruk dimasa lalu maka akan

membuat klien kesulitan dalam mengelola nyeri

2.3 GUIDED IMAGERY

1. Pengertian Guided imagery (imajinasi terbimbing)

Guidud imagery (imajinasi terbimbing) merupakan suatu cara yang bertujuan

untuk mengurangi kecemasan dan salah satu upaya untuk menenagkan seseorang saat

dalam kondisi sulit. Guided imagery atau imajinasi terbimbing adalah suatu tehnik untuk

mengkaji kekuatan pikiran saat sadar maupun tidak sadar untuk mengimajinasikan

bayangan gambar yang membawa ketenangan dan keheningan. 16

Relaksasi merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk membuat

seseorang menjadi lebih nyaman. Guided imagery therapy merupakan tehnik antara

pikiran dengan tubuh yang dianggap sebagai suatu bentuk hipnotis yang dipandu dengan

konsentrasi dan imajinasi pikiran.16

Guided imagery terapi dengan menggunakan imajinasi seseorang dengan cara

yang dirancang secara khusus untuk mencapai suatu efek tertentu. Imajinasi terbimbing

merupakan suatu cara membantu seseorang dengan mendistraksi diri mereka sendiri dari

nyeri yang dialami, yang akan meningkatkan toleransi nyeri mereka. 12

2. Mamfaat guided imagery

Mamfaat guided imagery therapy adalah.16

a. Mempercepat dalam penyembuhan suatu penyakit

b. Meringankan gejala alergi dan asma


c. Membantu pasien manjadi lebih nyaman

d. Dapat mengurangi stress, cemas dan depresi

e. Mengurangi nyeri

f. Menurunkan gula darah

g. Mempercepat proses penyembuhan luka

h. Menurunkan tekanan darah tinggi

i. Mengatasi ketegangan otot

j. Mengobati gejala susah tidur

k. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh

3. Hubungan guided imagery dengan nyeri

Terapi yang menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang

secara khusus untuk mencapai suatu efek positif disebut dengan guided imagery. Guided

imagery termasuk dalam tindakan keperawatan nonfarmakologis yang bermamfaat

sebagi pereda nyeri.16

Guided imagery adalah tehnik relaksasi yang diberikan kepada seseorang denagan

memfokuskan seseorang untuk membayangkan atau mengimajinasikan tentang hal-hal

yang mereka sukai. Bayangan yang terbentuk tersebutkan dijalankan kebatang otak

menuju sensor thalamus. Dithalamus rangsangan diformat sesuai dengan bahasa otak,

sebagian kecil rangsangan itu ditranmisikan ke amigdada ke korteks serebri, didalam

korteks serebri terjadilah proses asosiasi pengindraan dimana rangsanagan dianalisis dan

disusun menjadi sesuatu yang nyata sehingga otak mengenali objek dan arti kehadiran

tersebut. Hipokkampus berperan sebagai penentu sinyal yang dianggap penting atau
tidak sehingga jika hipokampus memutuskan sinyal yang masuk adalah penting maka

sinyal tersebut akan disimpan sebagai ingatan. 17

Hal-hal yang disukai dianggap sebagi sinyal penting oleh hipokampus kemudian

diproses menjadi memori. Ketika terdapat rangsangan berupa banyangan tentang hal-hal

yang disukai tersebut, memori yang telah tersimpan akan muncul kembali dan

menimbulkan suatu persepsi dari pengalaman sensasi yang sebenarnya, walaupun

pengaruh /akibat yang timbul hanyalah suatu memori dari suatu sensasi. 17

Amigdala adalah perilaku kesadaran yang berkerja pada tingkat bawah sadar.

Amigrada berproyeksi dijalur system limbic seseorang dalam hubungan dengan alam

sekitar dan pikiran. Berlandasan informasi ini amigdala dianggap membantu menentukan

pola respon perilaku seseorang sehingga dapat menyesuikan diri dengan setiap keadaan.

Dari hipokampus rangsangan yang sudah memilki makna dikirim ke amigdala.

Amigdala memilik serangkain tonjolan dengan reseptor yang disiagakan untuk berbagai

macam neurotransmitter yang mengirim rangsanagan kewilayah sentralnya sehingga

terbentuk pola respon perilaku yang sesuai dengan makna rangsangan yang diterima. 17

4. Prosedur guided imagery

Prosedur pelaksanaan guided imagery adalah menggabungkan tehnik relaksasi

nafas dalam dan membayangkan sesuatu yang dapat membuatnya nyaman. Dengan mata

terpejam, individu dibimbing untuk membayangkan bahwa setiap tarikan nafasnya

membuat lebih nyaman dan rileks. Setiap menarik nafas disertai disertai dengan

membayangkan bahwa pasien sedang menghirup suatu energi yang masuk kedalam

pembuluh darahdan mengalir kedalam bagian yang tidak nyaman. Setiap nafas yang

dihembuskan, instruksikan bahwa bersama dengan nafas yang dihembuskan membawa


pergi nyeri dan ketegangan. Biasanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan terapi

adalah 5 menit, dan dilakukan 3 kali dalam sehari. Akan tetapi, harus diinformasikan

juga kepada pasien bahwa imajinasi terbimbing hanya akan berfungsi pada beberapa

orang saja dan hanya digunakan sebagai terapi tambahan saja. 17

Prosedur imajinasi terbimbing yaitu:17

a. Membina hubungan saling percaya terlebih dahulu

b. Menjelaskan prosedur, tujuan, posisi, waktu dan peran perawat sebagai

pembimbing terapi

c. Mengintruksikan pasien untuk mencari posisi yang paling nyaman

d. Duduk bersama klien tanpa menggangu

e. Melakukan pembimbing dengan tehnik :

1. Memulai dengan proses relaksasi pada umumnya meminta kepada klien untuk

menutup mata dan focus pada pernafasan

2. Mendorong klien agar rileks, mengosongkan pikirannya dan memenuhi dengan

hal yang dapat membuat menyenangkan

3. Meminta klien untuk membayangkan tempat yang disukai (misalnya:

pengunungan, pantai, air terjun, atau tempat yang menyenangkan), tempat yang

dapat membuat klien merasa lebih nyaman dan bebas dari segala gangguan.

4. Pendengaran klien difokuskan pada semua detail dari pemandangan tersebut,

pada apa yang terlihat, terdengan dan mencium dimanapun mereka berada

5. Klien didorong untuk menikmati setiap imajinasi yang telah dirasakan

Dapat dilakukan dengan duduk maupun tidur dengan langkah-langkah sebagai

berikut:17
a. Memejamkan mata

b. Memfokuskan pada pernafasan

c. Relakkan otot

d. Kosongkan pikiran dan penuhi dengan bayangan yang membuat damai dan tenang

e. Libatkan semua panca indra (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan,

pengecapan). Contoh : bayangkan pantai yang indah, gemeruh ombak yang lembut,

air terjun, lereng peggunungan. Dalam tehnik ini juga dapat ditambahkan audio

tape, dengan music yang lembut atau dengan suara-suara alam sebagai background

yang digunakan 10- 20 menit.

Anjurkan responden membayangkan sampai merasa focus pada bayangan yang

dipilih. Bawa ketempat special dalam imajinasi mereka agar merasa aman dan bebas

dari segala macam gangguan pendenfaran difokuskan pada semua detail semua

pendengaran tersebut, pada apa yang terlihat, terdengar ,dan terancam dimana mereka

berada ditempat special tersebut.17

2.4 Konsep Self Care Dorothea Orem

Selama tahun 1958-1959 Dorothea Oremsebagai seorang konsultan pada bagian

pendidikan Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan dan berpartisipasi

dalam suatu proyek pelatihan peningkatan praktek perawat (vokasional). Pekerjaan ini

menstimulasi Orem untuk membuat suatu pertanyaan:“Kondisi apa dan kapan seseorang

membutuhkan pelayanan keperawatan?” Orem kemudian menekankan ide bahwa seorang

perawat itu adalah “Diri sendiri”. Ide inilah yang kemudian dikembangkan dalam konsep

keperawatannya “Self Care”.18


Pada tahun 1959 konsep keperawatn Orem ini pertama sekali dipublikasikan.

Tahun 1965 Orem bekerjasama dengan beberapa anggota fakultas dari Universitasdi

Amerika untuk membentuk suatu ComiteModel Keperawatan (Nursing Model

Commitee). Tahun 1968 bagian dari Nursing Model Commitee termasuk Orem

melanjutkan pekerjaan mereka melalui Nursing Development Conference Group

(NDCG). Kelompok ini kemudian dibentuk untuk menghasilkan suatu kerangka kerja

konseptual dari keperawatan dan menetapkan disiplin keperawatan. Orem Kemudian

mengembangkan konsep keperawatanya “self care” dan pada tahun 1971 dipublikasikan

Nursing; Concepts of Practice.18

Pada edisi pertama fokusnya terhadap individu, sedangkan edisi kedua (1980),

menjadi lebih luas lagi meliputi multi person unit (keluarga, kelompok dan masyarakat).

Edisi ketiga (1985) Orem menghadirkan General Theory Keperawatan dan pada edisi

keempat (1991) Orem memberikan penekanan yang lebih besar terhadap anak-anak,

kelompok dan masyarakat.18.

Orem mengembangkan teori Self Care Deficit meliputi 3 teori yang berkaitan

yaitu : 1). Self Care, 2). Self care defisit dan 3) nursing system. Ketiga teori tersebut

dihubungkan oleh enam konsep sentral yaitu; self care, self care agency, kebutuhan self

care therapeutik, self care defisit, nursing agency, dan nursing system, serta satu konsep

perifer yaitu basic conditioning factor (faktor kondisi dasar). Postulat self care teori

mengatakan bahwa selfcare tergantung dari prilaku yang telah dipelajari, individu

berinisiatif dan membentuk sendiri untuk memelihara kehidupan, kesehatan dan

kesejahteraannya.18

I. Teori Self Care


Untuk memahami teori self care sangat penting terlebih dahulu memahami

konsep self care, self care agency, basic conditioning factor dan kebutuhan self care

therapeutik. Self care adalah performance atau praktek kegiatan individu untuk

berinisiatif dan membentuk prilaku mereka dalam memelihara kehidupan, kesehatan

dan kesejahteraan. Jika self care dibentuk dengan efektif maka hal tersebut akan

membantu membentuk integritas struktur dan fungsi manusia dan erat kaitannya

dengan perkembangan manusia. Self care agency adalah kemampuan manusia atau

kekuatan untuk melakukan self care.18

Kemampuan individu untuk melakukan self care dipengaruhi oleh basic

conditioning factors seperti; umur, jenis kelamin, status perkembangan, status

kesehatan, orientasi sosial budaya, sistem perawatan kesehatan (diagnostik,

penatalaksanaan modalitas), sistem keluarga, pola kehidupan, lingkungan serta

ketersediaan sumber. Kebutuhan self care therapeutik (Therapeutic self acre demand)

adalah merupakan totalitas dari tindakan self care yang diinisiatif dan dibentuk

untuk memenuhi kebutuhan self care dengan menggunakan metode yang valid yang

berhubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Konsep lain yang berhubungan

dengan teori self care adalah self care requisite. Orem mengidentifikasikan tiga

katagori self care requisite :

a. Universal meliputi; udara, air makanan dan eliminasi, aktifitas dan istirahat,

solitude dan interaksi sosial, pencegahan kerusakan hidup, kesejahteraan dan

peningkatan fungsi manusia.


b. Developmental, lebih khusus dari universal dihubungkan dengan kondisi yang

meningkatkan proses pengembangan siklus kehidupan seperti; pekerjaan baru,

perubahan struktur tubuh dan kehilangan rambut.

c. Perubahan kesehatan (Health Deviation) berhubungan dengan akibat terjadinya

perubahan struktur normal dan kerusakan integritas individu untuk melakukan self

care akibat suatu penyakit atau injury.

II. Teori Self Care Deficit

Merupakan hal utama dari teori general keperawatan menurut Orem. Dalam teori ini

keperawatan diberikan jika seorang dewasa (atau pada kasus ketergantungan) tidak

mampu atau terbatas dalam melakukan self care secara efektif. Keperawatan

diberikan jika kemampuan merawat berkurang atau tidak dapat terpenuhi atau adanya

ketergantungan. Orem mengidentifikasi lima metode yang dapat digunakan dalam

membantu self care:

a. Tindakan untuk atau lakukan untuk orang lain.

b. Memberikan petunjuk dan pengarahan.

c. Memberikan dukungan fisik dan psychologis.

d. Memberikan dan memelihara lingkungan yang mendukung pengembangan

personal.

e. Pendidikan.

Perawat dapat membantu individu dengan menggunakan beberapa atau semua

metode tersebut dalam memenuhi self care. Orem menggambarkan hubungan

diantara konsep yang telah dikemukakannya. Tindakan-tindakan yang dapat

dilakukan oleh perawat pada saat memberikan pelayanan keperawatan dapat


digambarkan sebagi domain keperawatan. Orem (1991) mengidentifikasikan lima

area aktifitas keperawatan yaitu:

1) Masuk kedalam dan memelihara hubungan perawat klien dengan individu,

keluarga, kelompok sampai pasien dapat melegitimasi perencanaan

keperawatan.

2) Menentukan jika dan bagaimana pasien dapat dibantu melalui keperawatan.

3) Bertanggungjawab terhadap permintaan pasien, keinginan dan kebutuhan

untuk kontak dan dibantu perawat.

4) Menjelaskan, memberikan dan melindungi klien secara langsung dalam

bentuk keperawatan.

5) Mengkoordinasikan dan mengintegrasi keperawatan dengan kehidupan

sehari-hari klien, atau perawatan kesehatan lain jika dibutuhkan serta

pelayanan sosial dan edukasional yang dibutuhkan atau yang akan diterima.

III. Teory Nursing System

Nursing system didesain oleh perawat didasarkan pada kebutuhan self care dan

kemampuan pasien melakukan self care. Jika ada self care defisit, self care agency

dan kebutuhan self care therapeutik maka keperawatan akan diberikan. Nursing

agency adalah suatu properti atau atribut yang lengkap diberikan untuk orang-orang

yang telah didik dan dilatih sebagai perawat yang dapat melakukan, mengetahui dan

membantu orang lain untuk menemukan kebutuhan Orem mengidentifikasi tiga

klasifikasi nursing system yaitu:

a. WHOLLY COMPENSATORY SYSTEM

menyelesaikan teurapetik self care klien


Tindakan
perawat
kompensasi ketidakmampuan untuk self care

Pendukung dan melindungi klien

b. PARTLY COMPENSATORY SYSTEM

Menjalankan beberapa kegiatan self

care

Kompensasi keterbatasan klien untuk

self care

Membantu klien sesuai kebutuhan


Tindakan
perawat

Menjalankan self care measure


Tindakan
pasien
Mengatur kemampuan self care

Menerima asuhan dan bantuan nurse

c. SUPPORTIVE - EDUCATIVE SYSTEM

Melakukan/menyelesaikan self care

Tindakan mengatur latihan dan perkembangan Tindakan


pasien kemampuan self care pasien
1) Wholly Compensatory system

Suatu situasi dimana individu tidak dapat melakukan tindakan self care, dan

menerima self care secara langsung serta ambulasi harus dikontrol dan pergerakan

dimanipulatif atau adanya alasan-alasan medis tertentu. Ada tiga kondisi yang

termasuk dalam kategori ini yaitu; tidak dapat melakukan tindakan self care

misalnya koma, dapat membuat keputusan, observasi atau pilihan tentang self

care tetapi tidak dapat melakukan ambulasi dan pergerakan manipulatif, tidak

mampu membuat keputusan yang tepat tentang self carenya.

2) Partly compensatory nursing system

Suatu situasi dimana antara perawat dan klien melakukan perawatan atau tindakan

lain dan perawat atau pasien mempunyai peran yang besar untuk mengukur

kemampuan melakukan self care.

3) Supportive educative system

Pada sistem ini orang dapat membentuk atau dapat belajar membentuk internal

atau external self care tetapi tidak dapat melakukannya tanpa bantuan. Hal ini juga

dikenal dengan supportive developmental system.

2.5 Penelitian terkait

Penelitian yang dilakukan oleh noverenta, affan (2013) dengan judul guided

imagery untuk mengurangi rasa nyeri saat menstruasi, dalam jurnal ilmiah psikologi

terapan. Rancangan penelitian menggunakan single case study non-exeprimental dengan

jumlah responden 3 orang dan penelitian ini dilakukan selama 7 hari. Metode
pengumpulan data menggunakan skala numeric pain distress scale yaitu mengukur nyeri

sesudah dilakukan guided imagery dengan standart skala nyeri 0-10 dengan kata-kata

penjelas. Untuk metode scoring membandingkan skala pre test dan post test serta

perbandingan skala intervensi selama menstruasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa guided imagery dapat mengurangi rasa nyeri menstruasi. Dari ketiga

subjek, pada saat Post Test satu subjek menurunkan intensitas nyeri pada skor 2 yang

berarti nyeri ringan. Dua subjek lainnya mengalami penurunan nyeri pada skor 0 yang

berarti tidak ada nyeri sama sekali. Perbedaan dengan penelitian ini adalah responden

yang akan diberikan guided imagery, tempat, waktu, rancangan penelitian.19

Penelitian yang dilakukan oleh prasetnyo, jokowareng, purwanti, oktisri. (2016)

dengan judul pengaruh terapi hypoanalgesia pada nyeri post operasi fraktur di rumah

sakit karima utama. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan

penelitian pre-eksperiment dengan design penelitian berupa pre-test post-test control

group design dan penelitian ini dilakukan selama 10 hari . Populasi yang digunakan

berupa pasien post operasi fraktur dengan sampel berjumlah 20 orang, 10 responden

kelompok kontrrol dan 10 responden kelompok intervensi, pada penelitian ini tehnik

pengambilan sampel yang digunakan adala accidental sampling. instrument penelitian

yang digunakan adalah kuesioner yaitu numeric rating scale. Hasil uji statistic

menggunakan uji wilxocon rank test skala nyeri pre test dan post test yang didapatkan

hasil signifikansinya 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh terapi

hypoanalgesia pada post operasi fraktur di rumah sakit karima utama Surakarta.

Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah waktu, tempat, variabel

bebas, tehnik pengambilan sampel, jumlah responden, design penelitiannya. 2


2.6 Kerangka teori

Terapi guided imagery Respon nyeri penderita

rheumatoid arthritis

1. Mempercepat dalam 1. Pola makan


penyembuhan penyakit
2. Aktifitas fisik
2. Membantu pasien manjadi
lebih nyaman 3. Pemakaian obat-obatan

3. Dapat mengurangi stress, 4. Melakukan latihan dan


cemas dan depresi
perkembangan kemampuan
4. Mengurangi nyeri
5. Mengatasi ketegangan dalam menghadapi nyeri

otot Skema 2.1 kerangka teori

2.7 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah berdasarkan teori yang telah diuraikan

pada tinjuan pustaka yaitu pengaruh terapi guided imagery terhadap respon nyeri

rheumathoid arthritis. Untuk lebih jelasnya kerangka konsep dalam penelitian ini dapat

dilihat dalam bagan berikut:

Variable Idependen Variable Dependen


Terapi guided imagery Respon nyeri rhemathoid
artritis

skema 3.1. kerangka konsep

2.8 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha : Ada Pengaruh Terapi Guided Imagery Terhadap Respon Nyeri Pada Penderita

Reumathoid Arthritis Di Gampong Jeulingke Kota Banda Aceh Tahun 2019.

2.9 Definisi Operasional

Table 3.1 Definisi Operasional

No Variable Definisi Definisi Cara Alat Hasil Skala

konseptual Operasional Ukur Ukur Ukur

1 Independe Guided imagery Pemberian terapi Intervensi


n: adalah terapi guided imagery
dengan adaalh terapi
Terapi menggunakan untuk
guided imajinasi menurunkan
imagery seseorang intensitas nyeri
dengan cara dengan cara
- - -
yang dirancang mengimajinasikan
secara khusus sesuatu yang
untuk mencapai membuat pasein
suatu efek menjadi lebih
tertentu.( nyaman, tindakan
Smeltzer & membutuhkan
Bare, 2013) waktu 20 menit.

2 Dependen: nyeri Nyeri adalah suatu Observasi Numeric 0 :tidak nyeri interval
merupakan respon subjektif dan Rating
Intensitas rasa tidak nyaman wawancara 1-3 : nyeri
pengalaman Scale
nyeri pada dan tidak ringan
sensori yang
pasien mengenakkan yang 4-6 : nyeri
rheumatoid tidak diukur
menyenangkan sedang
arthritis menggunakan
sebelum , unsur utama NRS. (numeric 7-9 : nyeri berat
diberikan yang harus ada rating scale).
terapi untuk disebut Intensitas nyeri 10 : nyeri hebat.
sebagai nyeri diukur dua kali
adalah rasa yaitu saat klien
tidak belum diberikan
menyenangkan terapi guided
( Ana 2015). imagery dan setelah
klien diberikan
terapi guided
imagery.
Pengukuran nyeri
akan dilakukan
oleh peneliti

3 Dependen: Nyeri adalah Nyeri adalah suatu Observasi Numeric 0 :tidak nyeri interval
pengalaman respon subjektif dan Rating
Intensitas rasa tidak nyaman wawancara 1-3 : nyeri
personal dan Scale
nyeri pada dan tidak ringan
respon
pasien mengenakkan yang 4-6 : nyeri
rheumatoid subjektif yang diukur
berbeda-beda sedang
arthritis menggunakan
sesudah antara individu NRS. (numeric 7-9 : nyeri berat
diberikan satu dengan rating scale).
terapi yang lain ( Intensitas nyeri 10 : nyeri hebat.
Black Hawks diukur dua kali
and Jane, yaitu saat klien
2014) belum diberikan
terapi guided
imagery dan setelah
klien diberikan
terapi guided
imagery.
Pengukuran nyeri
akan dilakukan
oleh peneliti
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen semu, dengan one grup

desain (Quasi Experiment Design) artinya desain ini tidak mempunyai pembatasan yang

ketat terhadap randomisasi, dan pada saat yang sama dapat mengontrol ancaman-

ancaman validitas. Dalam hal ini kecuali, penelitian mempunyai keuntungan dengan

melakukan observasi (pengukuran yang berulang-ulang),pre test dan post test.21

Rancangan one group pre test-post test menggunakan satu kelompok subjek.

Pertama-tama dilakukan pengukuran lalu dikenakan perlakukan untuk jangka waktu

tertentu kemudian dilakukan pengukuran kedua kali nya. Bentuk rancangan penelitian ini

sebagai berikut:

Input proses output

(pre-test) intervensi (post-test)

O1 x O2

Keterangan :

O1: Respon nyeri sebelum dilakukan terapi guided imagery.

O2 : Respon nyeri sesudah dilakukan terapi guided imagery.

O1-O2: Perbedaan respon nyeri sebelum dan sesudah dilakukan terapi guided

imagery.

X : Pemeberian intervensi berupa terapi guided imagery


3.2 Populasi dan sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah objek yang diteliti. 22. Populasi dalam penelitian ini adalah

semua penderita rheumathoid arthritis sebanyak 42 orang berdasarkan rekam medik

dari puskesmas jeulingke.

2. Sampel

Menurut.22 menyebutkan bahwa sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap

mewakili populasi penelitian. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

total sampling. Total sampling adalah tehnik pengambilan sampel dimana jumlah
22.
sampel sama dengan populasi Alasan pengambilan total sampling karena menurut

sugiono jumlah populasi yang kurang dari 100, seluruh popolasi dijadikan sampel

penelitian semuanya. Roscoe (1975) yang dikutip Uma Sekaran (2006) memberikan

acuan umum untuk menentukan ukuran sampel :Untuk penelitian eksperimental

sederhana dengan kontrol eskperimen yang ketat, penelitian yang sukses adalah

mungkin dengan ukuran sampel kecil antara 10 sampai dengan 20. Jadi sampel

penelitian ini berjumlah 10 orang yang dijadikan sebagai sampel pada penelitian.

3.3 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di gampong jeulingke. Waktu penelitian dilakukan pada

tanggal 15 sampai dengan 24 Okteber 2019.

3.4 Teknik pengambilan sampel

Tehnik sampling merupakan suatu proses dalam menyeleksi sampel yang

digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan
mewakili dari keseluruhan populasi yang ada.22. Sample yang diambil dalam penelitian

ini berjumlah 10 orang dengan satu kelompok yang akan diberikan terapi guide imagery.

Kriteria sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Klien dengan diagnosis medis rheumathoid arthritis minimal 1 tahun ( berdasarkan

definisi penyakit kronis).

b. Klien rheumathoid dengan keluhan nyeri ringan sampai nyeri sedang.

c. Klien dengan kesadaran composmentis dan mampu berkomunikasi dengan baik

d. Klien rheumathoid arthritis tanpa komplikasi

e. Klien tidak sedang menjalani terapi intensif. (tidak mengkonsumsi obat)

3.5 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk menggukur suatu fenomena

alam maupun sosial yang diamati23. Intrumen pengumpulan data dalam penelitian ini

berupa kuesionel semi terbuka yang telah di uji validitasnya dalam pengukuran intensitas

nyeri mengunkan skala nyeri numeric rating scale dari Smeltzer and Bare tahun 2013.

Peneliti akan mengukur intensitas nyeri dengan skala 0-10 untuk menentukan tingkat

akhir nyeri. Responden diberikan pilihan pada nomor berapa nyeri yang dirasakan

kemudian disimpulkan oleh peneliti ada pada tingkat mana nyeri yang dirasakan pasien.

Skor untuk skala nyeri menggunakan ketentuan dari Bruner & Sudart (2013) sebagai

berikut:

Skor 1 dengan skala 0: tidak nyeri

Skor 2 dengan skala 1-3 : nyeri ringan

Skor 3 dengan 4-6 : nyeri sedang

Skor 4 dengan 7-9 : nyeri berat


Skor 5 dengan skala 10 : nyeri hebat

Keterangan :

0: tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan secara obyektif responden dapat berkomunikasi dengan baik

4-6 : nyeri sedang secara obyektif responden mendesis, menyerngai dapat menunjukkan

lokasi nyeri

7-9 : nyeri berat secara obyektif responden tidak dapat mengikuti perintah tapi masih

respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri

10 : nyeri hebat secara obyektif rsponden kadang tidak dapat mengikuti perintah tapi

masih bisa respon tindakan

Karakteristik nyeri dapat dilihat berdasarkan metode PQRST. Penjelasannya yaitu:

P : menanyakan apa penyebab nyeri bisa terjadi rasa nyeri

Q : menanyakan bagaimana kualitas nyeri yang dirasakan pasien

R : menanyakan dimana letak nyeri yang dirasakan

S : menanyakan berapa skala yang dirasakan

T : menanyakan waktu kapan terjadinya nyeri dan berapa lama nyeri itu muncul

Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa:

a. Ceklis yang berupa

1. Data demografi reponden/ identitas responden (nama, alamat, jenis kelamin)

2. Inform consent/ lembar persetujuan menjadi responden

b. Alat ukur skala nyeri

c. Hp

d. Lantunan Ayat Suci Al-Quran


3.6 Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tehnik observasi (pengamatan). Yang

dilakukan selama lebih kurang 2 minggu , peneliti terlebih dahulu melakukan observasi

nyeri dengan menilai intensitas nyeri, sebelum dan sesudah terapi diberikan , dalam

pengumpulan data penelitian ini,peneliti menggunakan teknik non probality sampling .24

Langkah yang dilakukan peneliti untuk pengumpulan data tentang pengaruh terapi

guided imagery terhadap respon nyeri pada penderita reumathoid arthritis di gampong

jeulingke banda aceh, sebagai berikut:

1. Tahap persiapan pengumpulan data

Persiapan Dimulai Dari Proses Administrasi Dengan Cara Mendapatkan Izin Dari

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Dan

Izin dari puskesmas jeulingke, Selanjutnya Peneliti Meminta Ijin Kepada Kepala Desa

Gampong jeulingke Untuk Melakukan Penelitian Digampong jeulingke Kota Banda Aceh

tahun 2019.

2. Tahap melakukan pengumpulan data

Peneliti memberikan surat dari kampus kepada kepala puskesmas, untuk perihal

melakukan penelitian ,kemudian peneliti mengambil jumlah data penderita rhemathoid

arthritis. Kemudian penelitian melakukan kunjungan ke posbindu intan boh hate bersama

petugas puskesmas untuk mencari sampel penelitian. bersama perawat puskesmas peneliti

bertemu sama responden yang dijadikan sampel penelitian dan rumah responden untuk

melakukan penelitian dikemudian hari. Sampel penelitian sebanyak 10 orang.

Sebelum melakukan penelitian peneliti Memberikan penjelasan kepada kepala desa

gampong jeulingke tentang tujuan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Setalah
Memperoleh izin dari kepala desa gampong jeulingke tentang tujuan penelitian, kemudian

peneliti melakukan kunjugan kerumah responden untuk melakukan penelitian. Sebelum

melakukan penelitian, peneliti melakukan kontrak waktu selama 2 minggu dengan

responden dan menjelaskan maksud dilakukan terapi guided imagery.

Peneliti menemui responden dan memperkenalkan diri dan mengajukan surat

permohonan menjadi responden. Kemudian Meminta kesediaan responden untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini serta menjamin kerahasian jawaban yang diberikan.

Kemudian peneliti melakukan kontrak waktu selama 2 minggu untuk melakukan

penelitian. dan Peneliti menyebarkan data demografi yang berisi pertanyaan dan lembar

yang telah diisi dan dikumpulkan kembali. Peneliti akan memeriksa kembali jawaban dari

demografi tersebut.

Setelah data demografi diisi dengan lengkap oleh responden, barulah peneliti

melakukan penelitian dan Sebelum melakukan terapi guided imagery peneliti menjelaskan

kepada responden pengukuran kadar nyeri dengan skala nyeri numeric rating scale

PQRST pada responden sebelum dilakukan terapi guided imagery. Selanjutnya Peneliti

memberikan terapi guided imagery kepada responden agar responden mengikuti arahan

terapi yang telah diberikan oleh peneliti.

peneliti mengucapkan terima kasih atas kesediaan responden berpartisipasi dalam

penelitian inipada hari pertama peneliti langsung melakukan penelitian pada 10 responden

di rumah masing-masing, tiap-tipa responden diberikan terapi selama 10 menit. Dan

peneliti melakukan hal yang sama pada penelitian berikutnya.


Setelah selesai dilakukan terapi guided imagery selama dua minggu peneliti kembali

mengukur kadar nyeri responden untuk mengetahui respon nyeri setelah terapi guided

imagery diberikan .

3.7 Etika Penelitian

Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak responden untuk menjamin

kerahasiaan identitas responden dan kemungkinan terjadinya ancaman terhadap

responden. Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapat rekomendasi dari

institusinya atas pihak lain mengajukan permohonan izin kepada institusi/lembaga

setempat penelitian.22. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian

dengan menekankan masalah etika yang meliputi :

a. Informed consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi

kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subyek

menolak maka penelitian tidak memaksakan dan tetap menghormati hak-hak subyek.

b. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama respon, tetapi

lembar tersebut diberikan kode.

c. Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti hanya kelompok data tertentu yang

akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

d. Memperhitungkan manfaat & kerugian yang ditimbulkan

Selama penelitian, peneliti berusaha meminimalkan dampak yang merugikan bagi

subjek penelitian dengan menjalin komunikasi yang baik, rasa saling percaya antara
peneliti dan subjek penelitian. Penelitian ini mengunakan lembaran observasi dan

lembaran daftar tilik. Penelitian ini tidak akan merugikan responden dan di harapkan

menimbulkan manfaat dalam meningkatkan pengetahuan respondes terhadap

rhemathoid arthritis

3.8 Pengolahan Data

Data yang diperoleh merupakan data mentah sehingga belum memberikan

gambaran yang diharapkan. Oleh itu perlu di olah untuk mendapatkan hasil yang

dinginkan. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data yang telah di ambil adalah:

a. Editing

Yaitu mengoreksi kesalahan dalam pengisian atau pengambilan data. Pada tahap ini

data yang telah dikumpulkan di lakukan pengecekan nama dan identitas responden,

mengecek kelengkapan data dengan memeriksa isi instrumen pengumpulan data

b. Coding

Setelah melakukan data, penulis memberikan kode tertentu pada tiap data sehingga

memudahkan penulis dalam melakukan analisa data

c. Transfering
Data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari responden pertama sampai

responden terakhir, selanjutnya dimasukan dalam tabel distribusi.

d. Tabulating
Yaitu penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi di sertai dengan analisis

secara narasi .22

3.9 Analisa data

1. Analisa Univariat
Salah satu analisa pada penelitian ini adalah analisa univariat. Analisa univariat

yaitu analisa yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel independen dan

dependen dalam bentuk distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus sebagi berikut:

P= f1 x 100%
Keterangan
n
P : Persentase

fi : Frekuensi teramati

n : Jumlah responden menjadi sampel

2. Analisis data bivariat

Dilakukan untuk mengetahui dan dalam bentuk tabel silang dengan melihat

pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen, menggunakan uji statistik

T (paired t test), dalam menggunakan uji T (paired t test) merupakan uji beda dua

sampel berpasangan, sampel berpasangan merupakan subjek yang sama, namun

mengalami perlakuan yang berbeda. Uji paired sampel t test merupakan salah satu

teknik statistika parametrik. Terdapat syarat yang harus dipenuhi yaitu data harus

beridistribusi normal (nilai signifikan ≥ 0,05). Pada normalitas data menggunakan

Kolmogorov-Smirnov test. Rumus uji paired t-test adalah:

𝑥̅ − 𝜇0
𝜏=
𝑆/√𝑛

Sedangkan jika data tidak berdistribusi normal maka peneliti menggunkan uji statistik

non parametrik yaitu uji wilcoxon signed rank test. wilcoxon signed rank test adalah

untuk membandingkan dua sampel berhubungan, Hal ini dapat digunakan sebagai

alternatif untuk paired t test ketika data tidak memnuhi asumsi normal. Rumus uji

wilcoxon adalah:
1
𝑇−[ ]
4𝑁 (𝑁−1)
𝑍= 1
√24𝑁 (𝑁−1) (2𝑁−1)

Selanjutnya dilakukan uji T (paired t test) untuk menemukan nilai rerata perbandingan.

Kemudian dalam menginterpretasi nilai pada data analisa bivariat yaitu:

1) Jika p Value ≤ α (0,05) berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang artiya ada pengaruh

terapi guided imagery terhadap respon nyeri pada penderita rhemathoid arthritis di

gampong jeulingke kota banda aceh.

2) Jika p Value > α (0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak yang artiya tidak ada

pengaruh terapi guided imagery terhadap respon nyeri pada penderita rhemathoid

arthritis di gampong jeulingke kota banda aceh.

Anda mungkin juga menyukai