Anda di halaman 1dari 63

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

Nasional. Pembangunan kesehatan dalam sisitem kesehatan Nasional ditujukan

ke arah terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk

mewujudkan tujuan tersebut, maka pemerintah menyelenggarakan berbagai upaya

pelayanan kesehatan melalui pendekatan pemeliharaan peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan kesehatan dan berbagai penyebab

kematian ini dapat dicegah dengan cara meningkatkan kesehatan masyarakat yang

dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Depkes RI,

2018). Masalah kesehatan di Indonesia masih memerlukan penanganan ataupun

perawatan salah satunya adalah penyakit Rheumatik.

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya belum

diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus

disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit Rheumatoid

Arthritis ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar

kasus perjalananya kronik kematian dini (Rekomendasi Perhimpunan

Reumatologi Indonesia,2014). Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon”

yang berarti sendi, dan “itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis

berarti radang pada sendi. Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit

autoimun
dimana persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga

terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian

dalam sendi (Febriana,2015). Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi,

kecacatan dan banyak mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi

dampak sosial dan ekonomi yang besar. Diagnosis dini sering menghadapai

kendala karena pada masa dini sering belum didapatkan gambaran karakteristik

yang baru akan berkembang sejalan dengan waktu dimana sering sudah terlambat

untuk memulai pengobatan yang adekuat (Febriana,2015).

Menurut (WHO) pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia mencapai

28,8 juta jiwa (11,34%) dari total populasi. Di Indonesia akan menduduki

peringkat dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India

dan Amerika serikat dengan harapan hidup di atas 70 tahun (Nugroho, 2008, bab

1 pdf, diperoleh 18 Juni 2016).

Penderita Rheumatoid Arthritis Menurut World Health Organization

(WHO) (2016) 335 juta penduduk di dunia yang mengalami Rheumatoid Arthritis

. Setiap 6 orang di dunia satu diantaranya adalah penderita Rheumatoid Arthritis.

Rheumatoid Arthritis telah berkembang dan menyerang 2,5 juta warga Eropa,

sekitar 75% diantaranya adalah wanita dan kemungkinan akan mengurangi

harapan hidup mereka sampai 10 tahun. Bukan hanya di Eropa, menurut Arthritis

Foundation (2015), sebanyak 22% orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18

tahun atau lebih didiagnosa arthritis. Berdasarkan data tersebut, sekitar 3%

mengalami Reumatoid Arthritis dalam (Afrilia, 2019).

2
Menurut Riskesdas (2018) jumlah penderita Rheumatoid Arthritis di

Indonesia mencapai 7,30%. Seiring bertambahnya jumlah penderita Rheumatoid

Arthritis di Indonesia justru tingkat kesadaran dan salah pengertian tentang

penyakit ini cukup tinggi. Keadaan inilah menjelaskan bahwa kurangnya

pengetahuan masyarakat Indonesia khususnya penderita untuk mengenal lebih

dalam lagi mengenai penyakit Rheumatoid Arthritis. Selanjutnya prevalensi yang

terjadi di Jawa Tengah berjumlah (6.78%).

Proporsi kasus Rheumatik di Jawa Barat mengalami peningkatan

dibanding dengan kasus penyakit tidak menular. Secara keseluruhan pada tahun

proporsi kasus Rheumatik sebesar 23,31%, meningkat menjadi 37,48% di tahun

2017. Kemudian pada tahun 2020 mengalami peningkatan menjadi 39,47%

(Dinkes Jabar, 2020). DISEBABKAN OLEH

Di Wilayah Kabupaten Sumedang angka kejadian Rheumatik pada tahun

2019 sebanyak 4.514 dan pada tahun 2020 sebanyak 1.651 orang kemudian pada

tahun 2021 tercatat sebanyak 2.332 orang (Dinkes, 2021)

Berdasarkan data Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cimalaka Kabupaten

Sumedang (2021) didapatkan angka kejadian Rheumatik pada sebanyak 161

pasien, lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian Rheumatik di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Cibeureum yaitu sebanyak 97 pasien pada tahun 2021.

Bila penyakit Rheumatik ini terus dibiarkan seseorang akan mengalami

beberapa gejala berikut yakni nyeri, inflamasi, kekakuan sendi di pagi hari,

hambatan gerak persendian, terbentuknya nodul-nodul pada kulit diatas sendi

3
yang terkena, teraba lebih hangat dan bengkak (Santoso, 2012). Penyakit ini juga

menyebabkan kerusakan sendi dan gangguan fungsional kadang-kadang diikuti

oleh kelelahan yang sangat hebat, anoreksia dan berat badan menurun

(Rubenstein, 2013).

Mengingat besarnya dampak buruk dari penyakit Rheumatik, maka perlu

adanya suatu pencegahan atau penanganan yang serius terhadap bahaya

komplikasi Rheumatik seperti tidak mengkonsumsi makanan yang tinggi asam

uratnya, tidak mengkonsumsi yang berprotein tinggi hewani (sarden, kerang,

seafood, jeroan otak, bebek burung), tidak mengkonsumsi makanan yang

mengandung alkohol (tape dan durian), tidak meminum minuman yang

mengandung soda dan diperlukannya teknik gerak relaksasi terbimbing terhadap

nyeri sendi. Upaya untuk meminimalkan bahaya tersebut dapat dilakukan melalui

peningkatan kesadaran masyarakat tentang hal-hal yang dapat menyebabkan

penyakit Rheumatik, salah satunya pengetahuan pasien tentang pencegahan

kekambuhan Rheumatik dan teknik gerak relaksasi guided imaginary terhadap

nyeri sendi (Suryono, 2013).

Pengaruh teknik gerak relaksasi guided imaginary terhadap nyeri sendi

pada pasien Rheumatik perlu diajarkan bagaimana teknik gersak relaksasi yang

baik dan benar serta mengenali perubahan yang muncul, misalkan menenangkan

perasaan, mengetahui perubahan nyeri sendi (Baliwati, 2013).

Beberapa teknik gerak yang digunakan dalam guided imaginary meliputi :

Berdiri dan berjalan dengan badan tegak, leher harus dibiasakan latihan

4
peregangan dan penguatan otot, jangan membiasakan gerakan leher yang cepat

dan mendadak ke segala arah, hindari bantal yang tebal dan posisi tidur dengan

leher tertunduk, hindari duduk dikursi rendah dan tumpang kaki, latihan lingkup

gerak sendi dan peregangan (stretching), berjalan di alam terbuka, sepeda

statis/dinamis, berjalan dalam air.

Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah teknik gerak relaksasi

guide imaginary. Dengan menggunakan teknik ini yang merupakan suatu teknik

untuk mengkaji kekuatan pikiran saat sadar maupun tidak sadar untuk

menciptakan bayangan gambar yang membawa ketenangan dan keheningan dapat

digunakan sebagai saran penyembuh dan memulihkan kesehatan organ-organ

yang mengalami penyakit dengan membayangkan organ tersebut dalam kondisi

sehat (Carpenito, 2014). Hasil penelitian Fuad, Isomah dan Meikawati (2013)

menyatakan bahwa ada pengaruh pemberian teknik gerak relaksasi guided

imaginary terhadap Rheumatik pada pasien Rheumatik di Wilayah Puskesmas

Krobokan Semarang.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Cimalaka Kabupaten Sumedang didapatkan angka kejadian Rheumatik pada tahun

2021 sebanyak 161 pasien, lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian Rheumatik

di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cibeureum yaitu sebanyak 97 pasien pada

tahun 2021. Penderita Rheumatik di UPTD Puskesmas Cimalaka belum pernah

melakukan pengobatan non farmakologi teknik gerak relaksasasi guided

imaginary. Penderita hanya mengkonsumsi obat yang diberikan oleh Puskesmas.

5
B. Rumusan Masalah

Penderita Rheumatik di UPTD Puskesmas Cimalaka belum pernah

melakukan pengobatan non farmakologi teknik gerak relaksasasi imajinasi

terbimbing guided imaginary. Penderita hanya mengkonsumsi obat yang

diberikan oleh Puskesmas.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka yang menjadi pertanyaan

dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh teknik gerak relaksasi guided

imaginary terhadap nyeri sendi pada lansia penderita Rheumatik di Wilayah

Kerja UPTD Puskemas Cimalaka Kabupaten Sumedang Tahun 2022?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya pengaruh teknik gerak relaksasi guided imaginary terhadap

nyeri sendi pada lansia penderita Rheumatik di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Cimalaka Kabupaten Sumedang Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran nyeri sendi pada lansia penderita

Rheumatik di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cimalaka sebelum

dilakukan gerak relaksasi guided imaginary

6
b. Untuk mengetahui gambaran nyeri sendi pada lansia penderita

Rheumatik di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cimalaka setelah

dilakukan gerak relaksasi guided imaginary

c. Untuk mengetahui pengaruh teknik gerak relaksasi guided imaginary

terhadap nyeri sendi pada lansia penderita Rheumatik di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Cimalaka

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis bermanfaat sebagai bahan kajian ilmiah untuk

mengetahui pengaruh teknik gerak relaksasi guided imaginary terhadap

nyeri sendi pada lansia penderita Rheumatik di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Cimalaka.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan dan kajian ilmiah serta dapat memberikan

asuhan keperawatan menggunakan teknik relaksasi guided imaginary

khususnya pada lansia yang mengalami Rheumatik

b. Bagi Institusi Pendidikan Universitas YPIB Majalengka

Sebagai tambahan referensi, dan dapat pula dijadikan sebagai

bahan pertimbangan dalam penyusunan materi yang akan diberikan.

Mengetahui tingkat kemampuan dan cara untuk mengevaluasi materi

7
yang telah diberikan kepada Mahasiswa dan meningkatkan mutu

pendidikan di masa yang akan datang.

c. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu dan

wawasan bagi ilmu keperawatan serta pengembangan dalam memberikan

asuhan keperawatan menggunakan teknik relaksasi guided imaginary

khusunya pada lansia yang mengalami Rheumatik.

d. Bagi Peneliti Lainnya

Peneliti mendapat pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan

penelitian serta dapat mengetahui bagaimana pengaruh Teknik Gerak

Guided Imaginary Terbimbing Terhadap Nyeri Sendi Pada Lansia

Penderita Rheumatik di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cimalaka ?

e. Bagi Lansia

Dapat menambah pengetahuan lansia khususnya penderita

Rheumatik dalam upaya penanganan tingkat nyeri.

8
9
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Pengertian Lansia

Usia lanjut (Lansia) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan

pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3),

(4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa lansia

adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 Tahun (Maryam,

dkk 2014). Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan

Lansia apabila usianya 60 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit,

namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai

dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress

lingkungan (Nugroho, 2013).

Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang

untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis.

Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup

serta peningkatan kepekaan secara individual (Santoso dan Ismail, 2014).

2. Batasan Lansia

Penggolongan usia lanjut (Lansia) dibagi menjadi beberapa

kelompok yakni usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun. Lansia

(elderly) 60-70 tahun. Lansia tua (old) 75-90 tahun dan lansia sangat tua

(very old) di atas 90 tahun. Di Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60


tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun

1998

10
10

tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho,

2013).

3. Teori-teori Proses Penuaan

Menurut Maryam, dkk (2014) ada beberapa teori yang berkaitan

dengan proses penuaan, yaitu :

a. Teori Biologi

1. Teori “Genetic Clock”

Menurut teori ini menua telah diprogramkan secara genetik

untuk spesies-spesies tertentu. Teori ini merupakan teori instrinsik

yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis

yang mengatur gen dan menentukan jalannya proses penuaan.

Teori genetik mengakui adanya mutasi somatik (somatic mutation),

yang mengakibatkan kegagalan atau kesalahan di dalam

penggandaan deoxyribonucleic acidi atau DNA.

2. Teori Radikal Bebas

Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang

merupakan bagian molekul yang sangat reaktif. Molekul ini

memiliki muatan ekstaseluler kuat untuk dapat menciptakan reaksi

dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya. Molekul ini juga

dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel,

mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat berkaitan dengan

organel sel.
3. Teori Imunologi

Beberapa teori menyatakan bahwa penurunan atau perubahan

dalam keefektifan sistem imun berperan dalam penuaan.

Mekanisme seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan

serangan pada jaringan tubuh melalui autoagresi atau

imunodefisiensi (penuaan imun). Tubuh kehilanhan kemampuan

untuk membedakana protein sendiri dengan protein asing, sistem

imun menyerang dan menghancurkan jaringan sendiri pada

kecepatan yang meningkat secara bertahap.

b. Teori Psikologi

Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan

keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya

penurunan dan intelektualitas yang meliputi persepsi , keampuan

kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka

sulit untuk dipahami dan berinteraksi. Persepsi merupakan kemampuan

interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya penurunan fungsi system

sensorik, maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk

menerima, memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang

akan muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.

c. Teori Sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan,

yaitu teori interaksi social (social exchange theory), teori penarikan

diri (disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori

11
kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan (development

theory), dan teori startifikasi usia (age stratification theory).

d. Teori Spiritual

Komponen spiritual tumbuh kembang merujuk pada pengertian

hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang

arti kehidupan.

4. Peruban-perubahan yang terjadi pada sistem tubuh Lansia

Menurut Mubarak (2014) perubahan-perubahan yang terjadi pada

sistem tubuh lansia adalah sebagai berikut :

a. Perubahan Fisik

1. Sel, lebih sedikit jumlahnya dan ukurannya lebih besar, jumlah

cairan tubuh dan cairan intra seluler berkurang.

2. Sistem persyarafan, cepatnya penurunan hubungan persarafan,

lambatnya dalam respon dan waktu untuk berekasi dengan stress,

mengecilnya saraf pancaindera, berkurangnya penglihatan,

hilangnya pendengaran mengecilnya saraf penciuman dan perasa,

lebih sensitive terhadap perubahan suhu dengan rendahnya

ketahanan dingin.

3. Sistem pendengaran hilangnya kemampuan (daya) pendengaran

pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada

yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata 50%

terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.

12
4. Sistem penglihatan, sfingter pupil timbul sclerosis dan hilangnya

respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola) , lensa

lebih suram, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya

adaptasi terhadap kegelapan lebiih lambat, susah melihat dalam

cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang

pandang, berkurangnya luas pandangan.

5. Sistem kardiovaskular, katup jantung menebal, kemampuan

jantung memompa darah menurun 1% setiap tahuun sesudah

berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan

volumenya.

6. Sistem respirasi, otot-oto pernafasan kehilangan kekuatannya

menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru

kehilangan elastisitas : kapasitas residu meningkat, menarik nafas

lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan

kedalaman bernafas menurun.

7. Sistem gastrointestinal, penyebab utama adanya periodontal

disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain

meliputi Kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. Indera

pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput lender,

atropi indera pengecap kurang lebih 80%.

8. System Genitourinaria, ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi,

aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus

berkurang akibatnya kurang kemampusn mengkonsentrasi urin,

13
berat jenis urin menurun, proteinuria, BUN (Blood Urea Nitrogen)

meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa

meningkat.

9. Sistem Endokrin, produksi dari semua hormone menurun, fungsi

paratiroid dan sekresinya tidak berubah, menurunnya aktivitas

tiroid : menurunnya BMR, menurunnya daya pertukaran zat,

menurunnya prduksi aldosterone, menurunnya sekresi hormone

kelamin misalnya : progesterone, estrogen, dan testosterone.

10. Sistem kulit, kuku jari menjadi tebal dan rapuh, kuku kaki tumbuh

secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat kulit

mengkerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit

kepala dan rambut menipis.

11. Sistem Mskuloskeletal, tulang kehilangan density (cairan) dan

makin rapuh, kifosis, discus intervertebralis menipis dan menjadi

pendek (tinggnya berkurang), persendian besar menjadi kaku,

tendon mengkerut dan mengalami skelerosis, atropi serabut otot :

pergerakan menjadi lambat, otot kram menjadi tremor.

b. Perubahan Mental

1. Perubahan kepribadian yang drastis, keadaan ini jarang terjadi,

lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang,

kekakuan mungkin oleh karena faktor lain seperti penyakit-

penyakit.

14
2. Kenangan (memory), kenangan lama tidak berubah, kenangan

jangka panjang : berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu,

mencakup beberapa perubahan.

3. IQ (Intelegentia Quantion). Tidak berubah dengan informasi

matematika dan perkataan verbal. Berkurangnya penampilan,

persepsi dan keterampilan psikomotor.

c. Perubahan Psikososial

1. Pensiun, nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya,

identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.

2. Merasakan atau sadar akan kematian.

3. Perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan

bergerak lebih sempit.

4. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.

5. Penyakit kronis dan ketidakmampuan

6. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

7. Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian.

8. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

9. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangn hubungan dengan

teman-teman dan keluarga.

15
B. Konsep Guided Imagery

Guided imagery adalah suatu teknik yang menggunakan imajinasi individu

dengan imajinasi terarah untuk mengurangi stres (Patricia dalam Kalsum, 2012).

Snyder & Lindquist (2002) mendefinisikan bimbingan imajinasi sebagai

intervensi pikiran dan tubuh manusia menggunakan kekuatan imajinasi untuk

mendapatkan affect fisik, emosional maupun spiritual. Guided imagery

dikategorikan dalam terapi mind-body medicine oleh Bedford (2012) dengan

mengombinasikan bimbingan imajinasi dengan meditasi pikiran sebagai cross-

modal adaptation. Imajinasi merupakan representasi mental individu dalam tahap

relaksasi. Imajinasi dapat dilakukan dengan berbagai indra antara lain visual,

auditor, olfaktori maupun taktil. Bimbingan imajinasi merupakan teknik yang kuat

untuk dapat fokus dan berimajinasi yang juga merupakan proses terapeutik

(Bonadies, 2009). Watanabe et al (2006) membuktikan hasil penelitiannya yang

menyebutkan bahwa bimbingan imajinasi meningkatkan mood positif dan

menurunkan mood negatif individu secara signifikan dan level kortisol yang

diukur menggunakan saliva test juga menunjukkan penurunan yang signifikan.

Guided imagery adalah proses yang menggunakan kekuatan pikiran dengan

menggerakkan tubuh untuk menyembuhkan diri dan memelihara kesehatan atau

rileks melalui komunikasi dalam tubuh melibatkan semua indra meliputi sentuhan,

penciuman, penglihatan, dan pendengaran (Potter & Perry, 2005).

Terapi guided imagery adalah metode relaksasi untuk mengkhayalkan atau

mengimajinasikan tempat dan kejadian berhubungan dengan rasa relaksasi yang

menyenangkan

16
C. Rheumatik

1. Pengertian Rheumatik

Menrut Nugroho (2014 : 41) Rheumatik atau dalam istilah

kedokteran artritis rheumatoid merupakan suatu penyakit inflamasi

sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis

yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ.

Menurut Sholeh Naga (2014 : 378) Rheumatik adalah suatu

peradangan sendi yang sifatnya kronis dan tidak akan pernah sembuh dan

progresif. Penderitaannya akan merasakan kekakuan nyeri pada tangan

maupun jari-jari.

Rheumatik merupakan peradangan/inflamasi sendi akibat adanya

reaksi autoimun, pergelangan tangn dan kaki yang mengalami peradangan

akan membengkak, terjadi kerusakan bagian sendi dan ciri khas yang

mudah dikenali adalah menyerang sendi secara simetris. Mula-mula sendi-

sendi kecil di jari tangan dan kaki, tangan dan kaki mengalami peradangan

dilanjutkan terjadinya kaku terutama saat bangun tidur atau setelah lama

tidak melakukan aktivitas tertentu (Ika Puspitasari, 2013 : 37)

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

Rheumatik merupakan akibat reaksi autoimun yang menyerang sendi dan

tulang ataupun jaringan dan tulang atau jaringan penunjang yang bersifat

kronik dan progresif serta tidak akan pernah sembuh.

17
2. Anatomi dan Fisiologi

Muskuloskeletal terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligament,

tendon, fasia, bursae dan persendian (Setiadi, 2013 : 298-300)

a. Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intraseluler.

Tulang berasal dari embryonic hyaline cartilage yang mana melalui proses

“ostepgenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang

disebut osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat menimbunnya garam

kalsium. Fungsi tulang adalah sebagai berikut :

1. Mendukung jaringan tubuh dan membentuk tubuh

2. Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru) dan jaringan lunak.

3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan)

4. Membuat sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang (hematopiesis)

5. Menyimpan garam-garam mineral. Misalnya kalsium, fosfor.

b. Otot

Otot dibagi dalam tiga kelompok, dengan fungsi utama untuk

kontraksi dan untuk menghasilkan pergerakan dari bagian tubuh atau

seluruh tubuh. Kelompok otot terdiri dari:

1. Otot rangka (otot lurik) didapatkan pada sistem skeletal dan berfungsi

untuk memberikan pengontrolan pergerakan mempertahankan sikap

dan menghasilkan panas.

18
2. Otot Viseral (otot polos) didapatkan pada sauran penceranaan, saluran

perkemihan dan pembuluh darah. Dipengaruhi oleh sistem saraf

otonom dan kontraksinya tidak dibawah kontrol keinginan.

3. Otot jantung didapatkan hanya pada jantung dan kontraksinya tidak

dibawah kontrol keinginan

c. Kartilago

Kartilago terdiri dari serat-serat yang dilakukan pada gelatin yang

kuat. Kartilago sangat kuat tap fleksibel dan tidak bervascular dan nutrisi

mencapai ke sel-sel kartilago.

d. Ligament

Ligament adalah sekumpulan dari jaringan fibrous yang

membungkus setiap otot yang tebal dimana merupakan akhir dari suatu

otot dan berfungsi mengikat suatu tulang.

e. Tendon

Tendon adalah jaringan ikat fibrosa yang menghubungkan otot

dengan tulang. Setiap otot punya tendon di ujung-ujungnya. Tendon

memiliki kemampuan meregang yang sangat kecil. Tugas tendon adalah

untuk mengirimkan daya di antara tulang dan otot. Pada dasarnya

tendonlah yang memungkinkan kita bergerak karena tendon adalah

perantara ketika otot menggerakkan tulang.

f. Fasia

Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar yang

didapatkan langsung di bawah kulit sebagai fasia supervisial atau sebagai

19
pembungkus tebal, jaringan penyambung yang membungkus fibrous yang

membungkus otot, saraf dan pembuluh darah bagian akhir diketahui

sebagai fasia dalam.

g. Bursae

Bursae adalah kantong kecil bagian penyambung dari suatu tempat,

dimana digunakan diatas bagian yang bergerak. Misalnya terjadi pada kulit

dan tulang antara tendon dan tulang antara otot. Bursae bertindak sebagai

penampung antara bagian yang bergerak seperti pada olecranon bursae

terletak antara presus dan kulit.

h. Persendian

Gerak merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan

sehari-hari. Setiap hari manusia melakukan gerak, mulai dari berjalan,

duduk, berolahraga dan lain-lain. Tubuh memiliki sistem gerak yang

terdiri dari tulang, sendi, dan otot. Ketiga sistem ini akan bekerjasama

untuk menimbulkan gerak. Artikel kali ini akan membahas tentang fungsi

sendi dalam sistem gerak secara sederhana.

Sendi adalah pertemuan antara dua tulang atau lebih

(persambungan). Sendi sering disebut juga artikulasi. Tubuh memiliki

berbagai macam sendi mulai dari sendi yang pasif (tidak dapat bergerak)

hingga sendi yang aktif (dapat bergerak). Fungsi utama sendi adalah

memberikan gerak yang fleksibel dalam tubuh.

20
Berdasarkan fungsinya, persendian dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Sendi mati (Sinartrosis)

Merupakan pertemuan atau persambungan antar tulang yang tidak

dapat digerakkan, contohnya tengkorak. Sendi ini umumnya dibungkus

oleh jaringan ikat fibrosa dan kartilago.

2. Sendi kaku (Amfiartrosis)

Merupakan pertemuan atau persambungan antar tulang yang

memiliki gerak terbatas, contohnya tulang pergelangan tangan.

3. Sendi gerak (Diartrosis / Synovial)

Merupakan pertemuan atau persambungan antar tulang yang

memungkinkan tulang melakukan gerak secara bebas, contohnya sendi

peluru, sendi engsel, sendi putar, sendi geser, dan sendi pelana.

3. Penyebab Rheumatik

Rheumatik disebabkan oleh adanya kesalahan pada sistem imun

seseorang yang menyerang sinovium atau sebuah membran yang melapisi

sendi-sendi dalam tubuh. kibatnya, sinovium menjadi meradang dan

menyebabkan kerusakan pada tulang rawan dan tulang di sekitar sendi.

Tendon dan ligamen yang berada di sekitar sendi menjadi lemah dan

merenggang. Seiring berjalannya waktu, sendi pun akan kehilangan bentuk

dan mengalami perubahan posisi dari yang seharusnya.

4. Etiologi Rheumatik

Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana

merupakan penyakit autoimun yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca)

21
dan faktor dalam (usia, jenis kelamin, keturunan, dan psikologis).

Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal RA. Sering

faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai

faktor pencetus.

5. Patofisiologi Rheumatik

Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit autoimun sistemik yang

menyerang sendi. Reaksi autoimun terjadi dalam jaringan sinovial.

Kerusakan sendi mulai terjadi dari proliferasi makrofag dan fibroblas

sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi

sel-sel endotel kemudian terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada

sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel

inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadinya pertumbuhan yang

iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi. Pannus

kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang Respons

imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor

pertumbuhan. Respons ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi

sistemik (Surjana, 2015). Sel T dan sel B merupakan respon imunologi

spesifik.

Artritis Reumatoid (RA) dapat ditemukan pada semua sendi dan

sarung tendo, tetapi paling sering di tangan. RA juga dapat menyerang

sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Sinovial sendi, sarung tendo,

dan bursa menebal akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan

22
destruksi tulang disekitar sendi (Syamsuhidajat, 2010). Ditinjau dari

stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada RA yaitu (Nasution, 2014):

a. Stadium sinovitis. 

Artritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis,

yaitu inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi

yang terlibat umumnya simetris, meski pada awal bisa jadi tidak simetris.

Sinovitis ini menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi

deformitas dan kehilangan fungsi (Nasution, 2014). Sendi pergelangan

tangan hampir selalu terlibat, termasuk sendi interfalang proksimal dan

metakarpofalangeal (Suarjana, 2015).

b. Stadium destruksi.

 Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada

jaringan sinovial (Nasution, 2014).

c. Stadium deformitas. 

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang

kali, deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara

menetap (Nasution, 2014). Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2

kategori, yaitu manifestasi artikular dan manifestasi

ekstraartikular (Suarjana, 2015). Manfestasi artikular RA terjadi secara

simetris berupa inflamasi sendi, bursa, dan sarung tendo yang dapat

menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, serta hidrops ringan

(Sjamsuhidajat, 2012). Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak,

kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama

23
kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak

dijumpai pada RA kronik (Surjana, 2015). Sendi-sendi besar, seperti bahu

dan lutut, sering menjadi manifestasi klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini

mungkin berupa gejala asimptomatik setelah bertahun-tahun dari onset

terjadinya (Longo, 2012).

6. Tanda dan Gejala Rheumatik

Menurut Puspitasari (2013 : 37) pasien-pasien dengan Rheumatik

maka menunjukan tanda dan gejala seperti :

a. Keluhan sakit bahkan kadang disertai bengkak pada persendian,

trauma sendi penumpu berat badan seperti sendi panggul, lutut, dan

peregelangan kaki.

b. Keluhan morning stiffness atau kaku pagi hari saat bangun tidur,

disertai nyeri sendi dan bengkak yang membaik apabila sendi

diistirahatkan, dan nyeri berlangsung sekitar 30-60 menit.

c. Bengkak dan nyeri, umunya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri

pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh).

Secara umum terdapat dua metode dalam mendiagnosis nyeri

dianaranya metode wawancara/self report dan metode observasi. Metode

self report didapatkan dari hasil pelaporana anak terhadap respon nyeri

sedangkan metode observasi berupa penilaian terhadap respon/perilaku

yang ditimbulkan anak saat mengalami nyeri (Tsze Beyer, Bulloch &

Peter, 2013).

24
Menurut Wati, Pudjiadi dan Latief (2012), secara umum teknik self

report merupakan metode yang paling sering dipakai dalam penilaian

nyeri. Salah satu metode pengukur nyeri ini adalah Wong Baker’s Pain

Scale atau biasanya dikenal dengan Faces Pain Rating Scale (FPRS).

Metode ini menggunakan beberapa gambar mimik wajah yang akan

ditunjukan anak sebagai tingkat nyeri yang dialami.

7. Dampak Rheumatik

Penyakit Rheumatik dapat menimbulkan kematian, tetapi sngat

jarang terjadi dan biasanya telah diderita selama berbulan-bulan sampai

bertahun-tahun. Yang paling ditakuti dari penyakit Rheumatik adalah akan

menimbulkan kecacatan baik ringan seperti kerusakan sendi maupun berat,

maupun kelumpuhan. Hal ini mungkin menyebabkan berkurangnya

kualitas hidup seseorang yang berakibat terbatasnya aktivitas dan

terjadinya deprepsi (Smart, 2017). Dampak dari Rheumatik juga

menimbulkan kegagalan organ bahkan kematian atau mengakibatkan

masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan citra diri serta

resiko tinggi akan terjadinya cidera (Kisworo, 2012 : 108).

8. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Sholeh Naga, 2014 : 383) pada pasien Rheumatoid dapat

dipastikan dengan beberapa pemeriksaan sebagai berikut :

a. Faktor Rheumatoid : positif pada 80-95 % kasus.

b. Fiksasi lateks : positif pada 75% dari kasus-kasus khas.

25
c. Reaksi-reaksi algunitasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus

khas.

d. Laju endap darah (LED) : Umumnya meningkat pesat (80-100 mm/h)

mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat.

e. Protein C-reaktif : positif selama masa eksasebrasi.

f. SDP : Meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.

g. JDL : umumnya menunjukan anemia sedang.

h. Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukan proses autoimun

sebagai penyebab AR.

i. Sinar X adri sendi yang sakit : menunjukan pembengkakan pada

jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang

berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi tulang,

memperkecil jarak sendi dan subluksasio.

j. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium.

k. Atroskkopi langsung : visualisasi dari area yang menunjukan

irreggularitas/degenerasi tulang pada sendi.

l. Aspirasi cairan synovial : menunjukan volume yang lebih besar dari

normal : buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi,

produk-produk pembuangan degeneratif ).

m. Biopsi membran sinovial : menunjukan perubahan inflamasi dan

perkembangan panas.

26
9. Penatalaksanaan Rheumatik

Menurut (Ika Puspitasari, 2013 : 40) penatalaksanaan pada pasien-

pasien Rheumatik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Terapi Farmakologi

Berikut ini adalah obat-obatan yang bisa diberikan dokter untuk

pengobatan penyakit Rheumatik :

1. Obat anti Rheumatik

2. Obat anti inflamasi

3. Obat kortikosteroid

Golongan obat kortikosteroid digunakan sebagai obat anti

peradangan. Obat ini menekan sistem kekebalan tubuh sehingga reaksi

radang pada Rheumatik berkurang.

b. Terapi Non-Farmakologi

1. Terapi Meditasi

2. Kompres bawang merah

3. Terapi relaksasi otot progresif

4. Terapi Guided Imaginary

5. Akupuntur

27
C. Nyeri Sendi

1. Pengertian

Nyeri sendi adalah rasa sakit dan tidak nyaman pada sendi,

yaitu jaringan yang menghubungkan dan membantu pergerakan antara dua

tulang. Sendi terdapat di seluruh tubuh, termasuk bahu, pinggul, siku,

lutut, jari-jari, rahang, dan leher. Nyeri sendi merupakan gejala dari suatu

penyakit atau kondisi medis, seperti radang sendi (artritis) dan peradangan

pada bantalan sendi atau bursa (bursitis). Tingkat keparahan rasa nyeri

sendi bisa ringan hingga berat, dan lama terjadinya pun bisa singkat (akut)

maupun berkepanjangan (kronis).

2. Penyebab Nyeri Sendi

Nyeri sendi bisa disebabkan oleh beragam penyakit dan kondisi,

mulai dari cedera hingga peradangan pada sendi, bursa, ligamen, tulang

rawan, tendon, dan tulang-tulang di sekitar sendi. Pada orang tua, nyeri

sendi sering kali disebabkan oleh Osteoartritis. Penyakit peradangan ini

biasanya menyebabkan rasa nyeri pada lebih dari satu sendi.

Jika dibagi berdasarkan letak dan jumlah sendi yang terasa nyeri,

penyebab nyeri sendi dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Penyebab nyeri sendi pada satu sendi

Salah satu sendi yang paling sering mengalami nyeri pada satu

sendi adalah sendi lutut. Ada beberapa macam penyebab nyeri pada

satu sendi, di antaranya:

28
1. Penyakit asam urat (gout dan pseudogout) yang biasanya

menyebabkan nyeri pada sendi jempol saja atau sendi lutut saja

2. Traumatic synovitis atau peradangan pada jaringan pelapis sendi

dan tendon yang terjadi hanya pada satu sendi

3. Chondromalacia patellae atau kerusakan tulang rawan di belakang

tempurung lutut bisa menyebabkan nyeri sendi lutut

4. Penyakit Osgood-Schlatter pada benjolan tulang yang terletak tepat

di bawah tempurung lutut akan menyebabkan nyeri pada sendi

lutut

5. Haemarthrosis atau perdarahan di dalam ruang sendi akibat

tempurung lutut retak atau ligamen robek akan menyebabkan nyeri

pada sendi lutut

Meskipun jarang, nyeri pada satu sendi juga bisa disebabkan

oleh hemofilia, infeksi, septic arthritis, dislokasi sendi, nekrosis

avaskular, dan keretakan atau patah tulang.

b. Penyebab nyeri sendi pada beberapa sendi

Rasa nyeri dan tidak nyaman juga bisa terjadi pada lebih dari satu

sendi. Di bawah ini adalah beberapa kondisi yang dapat menyebabkan

nyeri di beberapa sendi:

1. Psoriasis (psoriasis artritis)

2. Penyakit autoimun, seperti rheumatoid arthritis

3. Sarkoidosis

29
4. Peradangan pada jaringan ikat, seperti akibat skleroderma atau

lupus

5. Beberapa jenis artritis yang jarang terjadi, seperti reactive arthritis,

juvenile arthritis, dan anklyosing spondylitis

6. Penyakit yang menyebabkan peradangan pada pembuluh darah,

misalnya Henoch-Schonlein purpura atau Sindrom Behcet

7. Penyakit hypertrophic pulmonary osteoarthropathy

8. Efek samping obat-obatan tertentu, seperti isoniazid, hydralazine,

dan kortikosteroid

c. Penyebab nyeri sendi yang bersumber dari jaringan lain

di sekitar sendi

Beberapa kelainan atau penyakit pada jaringan lain di sekitar sendi

juga bisa menyebabkan nyeri sendi, di antaranya:

1. Bursitis, yaitu radang pada bantalan sendi (bursa)

2. Fibromyalgia, yaitu gangguan pada otot dan jaringan ikat

3. Polimialgia reumatik, yaitu peradangan pada lebih dari satu otot

dan sendi yang belum diketahui penyebab pastinya

4. Tendinitis, yaitu peradangan pada jaringan ikat yang

menghubungkan tulang dengan otot (tendon)

3. Faktor Risiko Nyeri Sendi

Nyeri sendi dapat dialami oleh semua orang. Namun, ada beberapa

faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami nyeri sendi,

yaitu:

30
a. Berusia lebih dari 60 tahun

b. Pernah mengalami cedera sendi

c. Memiliki anggota keluarga yang menderita nyeri sendi

d. Memiliki kulit yang mudah luka, misalnya akibat psoriasis atau eksim

e. Terlahir dengan kelainan bentuk tulang, cacat sendi, atau cacat tulang

rawan

f. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah dan menderita gangguan

ginjal atau hati

g. Menderita obesitas dan penyakit metabolik seperti diabetes dan

hemokromatosis

h. Melakukan kegiatan yang melibatkan gerakan dan tekanan berulang

pada sendi, seperti melukis, memasang ubin, bermain alat musik, atau

berkebun

4. Pengukuran Numeric Rating Scale

Cara mengukur nyeri menggunakan skala Numeric Rating Scale.

Skala intensitas numerik ini yang sering kali digunakan untuk menilai

derajat nyeri. Penderita akan menilai nyeri dengan menggunakan skala ini

dari 0-10. Skala ini paling efektif dan mudah untuk digunakan saat

mengkaji intenitas nyeri sebelum dan selepas pengobatan.

Keterangan :

0 : tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan. Pasien dapat berkomunikasi dengan baik

31
4-6 : nyeri sedang. Pasien mendesis, menyeringai, dapat mendeskripsikan,

mengikut perintah dengan baik dan menunjukkan lokasi nyeri.

7-9 : nyeri berat. Pasien terkadang tidak dapat mengikut perintah namun

masih bagus dalam merespon tindakan, dapat mengalokasikan nyeri, tidak

dapat mendeskripsikan, distraksi dan tidak dapat diatasi dengan alih posisi

nafas panjang. 10 : nyeri sangat berat dan pasien tidak bisa berkomunikasi.

D. Guided Imaginary

1. Pengertian

Guided Imaginary adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam

suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif

tertentu (Mutaqqin, 2014). Imajinasi terbimbing adalah sebuah teknik

relaksasi yang bertujuan untuk mengurangi stress dan meningkatkan

perasaan tenang dan damai serta merupakan obat penenang untuk situasi

yang sulit dalam kehidupan (Guyon and Hall, 2012).

Guided Imaginary adalah sebuah teknik relaksasi yang bertujuan

untuk mengurangi stress dan meningkatkan perasaan tennag dan damai

serta merupakan obat penenang untuk situasi yang sulit dalam kehidupan.

Imajinasi terbimbing atau imajinasi mental merupakan suatu teknik untuk

mengkaji kekuatan pikiran saat sadar maupun tidak sadar untuk

menciptakan bayangan gambar yang membawa ketenangan dan

keheningan (Potter and Perry, 2014).

2. Manfaat Teknik Guided Imaginary

32
Guided imaginary merupkan salah satu jenis dari teknik relaksasi

sehingga manfaat dari teknik ini pada umunya sama dengan manfaat dari

teknik relaksasi yang lain. Para ahli dalam bidang teknik guided imaginary

berpendapat bahwa imajinasi merupakan penyembuh yang efektif. Teknik

ini dapat mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan dan membantu

mengurangi berbagai macam penyakit seperti depresi, Rheumatik, dan

nyeri sendi (Muttaqin, 2014).

Relaksasi pernafasan memberi respon melawan mars discharge

(pelepasan impuls secara massal). Pada respon stress dari sistem saraf

simpatis. Kondisi menurun tahanan perifer total akibat penurunan tonus

vasokontriksi arteriol. Penurunan vasokontriks arteriol memberi pengaruh

pada pelambatan aliran darah yang melewati arteriol dan kapiler, sehingga

memberi cukup waktu untuk mendistribusi oksigen dan nutrisi ke sel,

terutama jaringan otak atau jantung yang menyebabkan metabolisme sel

menjadi lebih baik karena produksi energi ATP meningkat. Pernafasan

lamban menarik nafas panjang dan membuangnya dengan nafas pelan-

pelan juga memicu terjadi sinkronisasi getaran seluruh sel tubuh dan

gelombang medan biolektrik pun menjadi sangat tenang (Potter and Perry,

2014). Sementara menurut Smeltzer dan Bare (2013) dalam Muttaqin

(2014) imajinasi terbimbing dapat mengurangi tekanan dan berpengaruh

terhadap proses fisiologi seperti menurunkan nyeri sendi, nadi dan

respirasi. Hal itu karena teknik imajinais terbimbing dapat mengaktivasi

sistem saraf parasimpatis.

33
3. Macam-macam Teknik Imajinasi

Menurut Muttaqin (2014) ada beberapa teknik imajinasi yang

digunakan yaitu:

a. Guided Imagery, yaitu teknik dimana pasien dianjurkan untuk

mengimajinasikan pandangan standar seperti padang rumput,

pegunungan, pantai, dll. Kemudian imajinasi pasien dikaji untuk

mengetahui sumber konflik.

b. Autogenic Abeaction dalam teknik ini pasien diminta untuk memilih

sebuah perilaku negatif yang ada dalam pikirannya kemudian pasien

mengungkapkan secara verbal tanpa batasan. Bila berhasil akan

tampak perubahan dalam hal emosional dan raut muka pasien

c. Covert Sensitization, teknik ini berdasar pada paradigma reinforcement

yang menyimpulkan bahwa proses imajinasi dapat modifikasi perilaku.

d. Covert Behavior Rehearsal, teknik ini megajak seseorang untuk

mengimajinasikan perilaku koping yang diinginkan. Teknik ini lebih

banyak digunakan.

4. Langkah-langkah Guided Imaginary

Teknik guided imagery dimulai dengan proses relaksasi pada

umumnya, yaitu pasien diminta secara perlahan-lahan menutup matanya

dan fokus pada nafas mereka, lalu klien didorong untuk relaksasi

mengosongkan pikiran dan memberi bayangan yang dapat membuat damai

dan tenang dalam pikiran klien (Rahmayati, 2017 dalam Patasik et al,

34
2013). Kozier & Erb (2018) dalam Novarenta (2013) menyatakan bahwa

langkah-langkah dalam melakukan guided imagery adalah :

a. Persiapan mencari lingkungan yang nyaman dan tenang, dimana

lingkungan ini harus bebas dari distraksi. Lingkungan yang bebas dari

distraksi diperlukan oleh subyek untuk memokuskan imajinasi yang

dipilih. Subyek harus tahu rasional dan keuntungan teknik imajinasi

terbimbing. Subyek merupakan partisipan aktif dalam latihan imajinasi

dan harus memahami apa yang harus dilakukan dan hasil akhir yang

diharapkan. Lalu memberikan kebebasan pada subyek untuk

memposisikan diri klien dengan nyaman.

b. Menimbulkan relaksasi panggilah klien dengan panggilan nama yang

disukai. Berbicara dengan jelas. Atur nada suara yang tenang dan

netral. Mintalah subyek untuk menarik nafas dalam dan perlahan untuk

relaksasi. Dorong klien untuk membayangkan hal-hal yang

menyenangkan. Bantulah klien merinci gambaran dari bayangannya.

c. Doronglah klien untuk menggunakan semua dalam menjelaskan

bayangan dan lingkungan bayangan tersebut.

d. Menjelaskan perasaan fisik dan emosional yang ditimbulkan oleh

bayangannya arahkan klien mengeksplorasi respon terhadap bayangan

karena akan memungkinkan klien memodifikasi imajinasinya. Respon

negatif dapat diarahkan kembali untuk memberikan hasil akhir yang

lebih positif. Berikan umpan balik kepada klien secara berkelanjutan

dengan memberi komentar pada tanda-tanda relaksasi dan

35
ketentraman. Setelah itu, membawa klien keluar dari bayangan.

Diskusikanlah perasaan klien mengenai pengalamannya tersebut,

identifikasilah hal-hal yang dapat meningkatkan pengalaman imajinasi.

Selanjutnya motivasi klien untuk mempraktikkan teknik ini secara

mandiri.

5. Mekanisme kerja guided imaginary

Mekanisme atau cara kerja guided imaginary belum diketahui

secara pasti tetapi teori menyatakan bahwa relaksasi dan imajinasi positif

melemahkan psikoneuroimmunologi yang mempengaruhi respon stres.

Respon stress dipicu ketika situasi atau peristiwa (nyata atau tidak)

mengancam fisik atau kesejahteraan emosional atau tuntunan dari sebuah

situasi melebihi kemampuan seseorang, sehingga dengan imajinasi

diharapkan dapat merubah situasi stres dari respon.

36
E. Kerangka Teori

Penatalaksanaan Rheumatik

Upaya Farmakologi :

1. Obat anti Rheumatik

2. Obat anti inflamasi

3. Obat kortikosteroid

Rheumatik
Upaya Non-Farmakologi :

1. Meditasi

2. Kompres bawang merah



3. Terapi relaksasi otot

progresif

4. Terapi Imajinasi Terbimbing

(Guided Imaginary)

5. Akupuntur
Sumber : Dimodifikasi dari Ika Puspitasari (2013)

37
Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

Diagram 2.1 Kerangka Teori Pengaruh Terknik Gerak Relaksasi Guided


Imaginary Terhadap Penurunan Nyeri Sendi pada Lansia
Penderita Rheumatilk

F. Penelitian yang relevan

Tabel 2.1 Penelitian Terbaru yang Relevan

Tahun Judul Hasil


2020 Pengaruh pemberian Hasil olah data menggunakan
terapi guided imagery Wilcoxon pada kelompok
terhadap tingkat nyeri intervensi didapatkan p=0,000
tenggorokan pasca (p<0,05) dan pada kelompok
pemasangan kontrol didapatkan p=0,046
endotrachealtube (ETT) (p,0,05). Pada Uji Mann
pada pasien general anesti Whitney didapatkan p=0,000
di RSUP dr. Soeradji (p,0,05), sehingga Ha diterima.
Tirtonegoro Klaten Pemberian terapi guided
imagery berpengaruh terhadap
tingkat nyeri tenggorokan
pasca pemasangan ETT pada
pasien general anastesi.
2017 Pengaruh teknik guided Hasil analisis ini menunjukan
imagery (Imajinasi bahwa hasil statistik
Terbimbing) terhadap didapatkan p value=0,001
skala nyeri pada pasien (p<0,05) sehingga ada
post operasi Laparatomi pengaruh teknik guided
di RSUD Leuwiliyang imagery (imajinasi terbimbing)
Bogor pada pasien post operasi
laparatomi di RSUD
Leuwiliyang Bogor
2021 Pengaruh terapi imajinasi Hasil penelitian menunjukan
terbimbing (guided rata-rata skala nyeri pada
imagery) terhadap kelompok perlakuan yang
penurunan intensitas diberikan guide imagery 1,96,
nyeri pada anak saat rata-rata skala nyeri pada
pemasangan infus di RS kelompok kontrol 5,37. Hasil

38
X di Denpasar uji Mann Whitney Test
didapatkan Zhitung
=6,431.Ztabel=1,96 dan
p=value=0,001< a 0,05. Hasil
menunjukan bahwa Ha
diterima Ho ditolak yang
artinya ada pengaruh yang
signifikan skala nyeri anak
pada kelompok intevensi dan
kelompok kontrol saat
pemasangan infus. Disarankan
agar pemberian guide imagery
saat pemadangan infus
terutama pada paien anak dapat
dijadikan sebagai alternatif
pemasangan nyeri
nonfarmakologis dengan
menindaklanjuti pembuatan
Standar Operasional Prosedur
2018 Pengaruh terapi guided Hasil analisis diperoleh nilai
imaginary terhadap p=0,001 dengan kata lain
respon nyeri penderita p<0,05. Oleh karena itu dapat
Rheumatoid Atritis di ditarik kesimpulan Ho ditolak.
Komunitas Universitas Jadi hasil penelitian ini
Muhammadiyah menunjukan bahwa erapi
Surakarta. relaksasi guided imagery
terbukti efektif dalam
menurunkan itensitas nyeri
pada penderita Rheumatoid
Athritis di komunitas. Terdapat
pengaruh pemberian terapi
relaksasi guided imagery
terhadap respon nyeri penderita
Rheumatoid Athtritis di
komunitas
2019 Pengaruh guide imagery Hasil penelitian pre test
terhadap penurunan rasa mayoritas nyeri sedang dan
nyeri pada penderita nyeri berat sebanyak 17
Gastritis di Rumah Sakit responden (44,7%) dan
Umum Royal minoritas tidak ada nyeri dan
Rengasdengklok nyeri ringan 2
responden(5,3%) . penelitian
post test didapati mayoritas
sebanyak 18 responden
(47,4%) dan minoritas nyeri
berat sebanyak 3 responden

39
(7,9%). Nilai sig
(2tailed)=0,000 dan a=0,05,
maka 0,000<0,05 maka Ho
ditolak Ha diterima artinya ada
pengaruh guide imagery pada
penurunan rasa nyeri pada
Gastritis.

40
41

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin di teliti

(Notoadmodjo, 2015). Kerangka konsep dalam penelitian ini merupakan

kaitan antara terapi imajinasi terbimbing dan Rheumatik, sehingga kerangka

konsep dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut :

1. Visualisasi kerangka konsep

Variabel-variabel yang akan penulis teliti digambarkan dalam

kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Guided Nyeri Sendi

Imaginary

Diagram 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Teknik Gerak Relaksasi Guided


Imaginary Terhadap Nyeri Sendi Lansia Penderita Rheumatik
2. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran

yang memiliki atau yang didapatkan oleh satuan-satuan penelitian tentang

suatu konsep tertentu (Notoatmodjo, 2015).

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Variabel Independen (Bebas)

Variabel Independen (Bebas) adalah yang menjadi sebab timbulnya

atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat). Jadi variabel

independen adalah variabel yang mempengaruhi (Arikunto, 2014).

Variabel independen yang diambil dalam penelitian ini adalah nyeri sendi

b. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel Dependen (Terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Arikunto, 2014).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah guided imaginary

42
Tabel 3.2 Definisi Operasional Pengaruh Teknik Gerak Relaksasi Guided
Imaginary Terhadap Nyeri Sendi Lansia Penderita Rheumatik

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala


Operasional Ukur
.

1. Teknik Teknik yang SOP 1. Memberi - -


terapi digunakan bimbingan
relaksasi untuk relaksasi
guided mengimajinasik 2. Memberi
imaginary an diri sebagai afimasi
subyek utama positif
dimana pikiran 3. Membantu
mendapat atau aspek
menerima emosional
afimasi positif klien
dan tubuh 4. Menyediak
dalam keadaan an sugesti
rileks dan
dukungan
positif
5. Mendorong
untuk
terlibat
aktif dalam
menurunka
n nyeri
sendi
2. Nyeri Nyeri sendi Numeric Angket 0 : tidak Nomin
Sendi meupakan rasa Rating nyeri
sakit dan tidak Scale 1-3 : nyeri al
nyaman pada ringan.
sendi, 4-6 : nyeri
yaitu jaringan sedang.
yang 7-9 : nyeri
menghubungka berat.
n dan membantu
pergerakan
antara dua
tulang. Sendi

43
terdapat di
seluruh tubuh,
termasuk bahu,
pinggul, siku,
lutut, jari-jari,
rahang, dan
leher

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari masalah penelitian

(Notoatmodjo, 2015). Adapun hipotesis dalam penelitian adalah sebagai

berikut :

Ha : Ada pengaruh pola Teknik Relaksasi Guided Imaginary Terhadap Nyeri

Sendi Lansia Penderita Rheumatik di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Cimalaka.

C. Jenis dan Desain Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian pra-

eksperimen. Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group

pretest-posttest. Pada design ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol).

Satu kelompok adalah kelompok perlakuan. Sebelum perlakuan dilakukan

pengukuran awal (pretest) untuk menentukan kemampuan atau nilai awal

responden sebelum perlakuan (uji coba). Selanjutnya pada kelompok

perlakuan dilakukan intervensi sesuai dengan protocol uji coba yang telah

44
direncanakan. Setelah perlakuan dilakukan pengukuran akhir (posttest) pada

kelompok perlakuan untuk menentukan efek perlakuan pada responden.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik gerak

relaksasi guided imaginary terhadap nyeri sendi lansia penderita Rheumatik

lansia Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cimalaka Kabupaten Sumedang.

Bentuk rancangan ini sebagai berikut :

Tabel 3.3 Skema Penelitian One Group Pretest-Posttest

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Perlakuan O1 X O2

Keterangan :

O1 : Pengukuran awal sebelum diberikan perlakuan (pretest)

X : Perlakuan (Terapi Teknik Gerak Relaksasi Guided Imaginary)

O2 : Pengukuran kedua setelah diberikan perlakuan (posttest)

D. Populasi dan Sampel

45
1. Populasi

Populasi menurut Sugiyono (2016) adalah wilayah generalisasi yang

terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita Rheumatik di Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Cimalaka berdasarkan data yang diperoleh dari pihak

Puskesmas, jumlah populasi pendeita Rheumatik sebanyak 161 orang pada

tahun (2021)

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian yang diambil dari

keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmodjo, 2012). Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang

mengalami nyeri sendi Rheumatik di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Cimalaka Kabupaten Sumedang sebanyak 20 orang.

3. Kriteria sampel

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti yaitu :

1) Yang bersedia sebagai responden

2) Yang mengalami nyeri sendi penderita Rheumatik

3) Yang berusia 50 tahun ke atas atau dikatakan lansia

46
4) Yang tidak sedang mengkonsumsi obat anti nyeri

b. Kriteria ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek

yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab antara

lain :

1) Yang mempunyai riwayat penyakit berat lainnya

2) Yang berusia 50 tahun kebawah

3) Yang tidak bersedia sebagai responden

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi

dan pengukuran skala nyeri NRS (Numeric Rating Scale). Data umum berisi

tentang nama, usia, alamat. Pengukuran skala nyeri NRS (Numeric Rating

Scale) menunjukan angka Nilai 0 tidak nyeri, nilai 1-3 nyeri ingan, nilai 4-6

nyeri sedang, dan nilai 7-10 nyeri berat.

Metode pengukuran menggunakan metode Numeric Rating Scale

Skala penilaian numerik Numeric rating scale (NRS) lebih di gunakan sebagai

ganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan

menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif di gunakan sebagai uji

intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila di gunakan

skala untuk menilai nyeri maka di rekomendasikan patokan 10 cm. Adapun

tahap tahap saat melakukan metode pengukuran ini yaitu mengukur nyeri

47
sebelum pelakuan memberikan perlakuan guided imaginary, dan mengukur

nyeri setelah perlakuan.

F. Pengumpulan Data

Pengumpulan data diawali dengan pembuatan surat izin penelitian

terlebih dahulu yaitu dari kampus Universitas YPIB Majalengka, kemudian ke

kantor Dinas Kesehatan dan ke Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cimalaka

Setelah mendapatkan izin, selanjutnya peneliti ke lokasi untuk mengumpulkan

data penelitian dari responden. Penelitian dibantu oleh perawat dari Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Cimalaka untuk mengumpulkan responden yang

sesuai dengan kriteria dilokasi penelitian, kemudian mengisi lembar

persetujuan menjadi responden sebagai pernyataan persediaan menjadi

responden selama penelitian.

Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa data primer, yaitu

menggunakan kuesioner dan data sekunder yaitu mengumpulkan data yang

mempunyai riwayat penyakit Rheumatik serta nyeri sendi yang bisa

mengakibatkan Rheumatik. Teknik yang digunakan yaitu angket dengan cara

menyebar kuesioner kepada sampel yang sudah ditetapkan. Pengumpulan data

dilakukan oleh peneliti dan dibantu petugas dari Puskesmas.

Berikut langkah-langkah peneliti saat melakukan penelitian :

1. Menggunakan Protokol Kesehatan

48
2. Mencuci tangan

3. Memakai masker

4. Menggunakan sarung tangan (handscoon)

5. Pembukaan

6. Pretest : melakukan wawancara kepada penderita apakah penderita

Rheumatik di Puskesmas Cimalaka mengalami nyeri sendi

7. Diberikan pelakuan Teknik Relaksasi Guided Imaginary dan metode

Numeric Rating Scale

8. Post tes dan Evaluasi : Kaji apakah ada perubahan atau tidak setelah

diberikan Teknik Relaksasi Guided Imaginary

G. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data dengan beberapa

tahapan dan aturan yang sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan

sehingga diperoleh suatu kesimpulan (Arikunto, 2010).

Adapun tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan data ( Editing )

Pada tahap ini data yang sudah terkumpul diperiksa kelengkapan

jawaban, kesalahan tulisan dan jumlah kuesioner yang terkumpul. Memeriksa

dan menyesuaikan data dengan rencana semula seperti apa yang diinginkan.

49
b. Pemberian kode ( Coding Data )

Pemberian kode pada setiap jawaban responden pada data dengan

merubah kata – kata menjadi angka (misalnya, 0 : tidak nyeri 1-3 : nyeri

ringan. 4-6 : nyeri sedang.7-9 : nyeri berat.

Tujuan pemberian kode ini untuk memudahkan dalam memasukkan

data dalam komputer dan memudahkan dalam membaca hasil analisis.

c. Klasifikasi (Classyfing)

Classyfing adalah poses pengelompokan semua data baik yang berasal

dari wawancara denagn subjek penelitian, pengamatan atau pencatatan

langsung di lapangan hasil observasi. Seluruh data yang di dapat tersebut

dibaca ditelaah secara mendalam, kemudian digolongkan sesuai keubutuhan.

Hal ini dilakukan agar data yang telah diperoleh menjadi mudah dibaca,

dipahami serta membeikan informasi yang objektif yang dioerlukan oleh

peneliti. Kemudian data tersebut dipisah dalam bagian-bagian yang memiliki

pesamaan berdasarkan data yang diperoleh pada saat wawancara dan memulai

referensi

d. Verifikasi (Verifying)

Verifying adalah proses memeriksa data dan informasi yang telah di

dapat dari lapangan agar validtas data dapat diakui dan digunakan dalam

penelitian. Selanjutnya adalah mengkonfirmasi ulang dengan menyerahkan

data yang sudah di dapat kepada subjek penelitian.

50
e. Sorting

Memilah atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki

(klasifikasi data), misalnya menurut daerah, sampel, waktu / tanggal dan

sebagainya.

f. Entry Data

Memasukkan data yang sudah terkumpul, diolah dengan komputer

untuk mengetahui hasil analisis.

g. Pembersihan data ( Cleaning Data )

Pembersihan data antara lain dengan melihat tiap variabel apakah data

sudah benar atau belum. Tahapan ini bertujuan untuk menghindari adanya

missing data dengan cara pengecekan data ulang.

h. Pengeluaran Informasi

Diukur melalui nilai statistik hasil penelitian.

i. Kesimpulan (Concluding)

Selanjutnya adalah kesimpulan yaitu langkah teakhir dalam proses

pengolahan data. Kesimpulan inilah yang nantinya akan menjadi sebuah data

terkait dengan objek peneliti.

H. Teknik Analisis Data

51
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan antara terapi guided

imaginary dan nyeri sendi pada penderita Rheumatik. Sifat data secara umum

dibedakan atas dua macam yaitu data kategori berupa skala nominal dan

ordinal, data numerik berupa skala rasio dan interval. Pada penelitian ini,

peneliti menganalisa pengaruh teapi guided imaginary terhadap nyeri sendi

pada lansia penderita Rheumatik. Semua karakteristik responden dalam

penelitian ini meliputi : usia, jenis kelamin, kategori yang di analisis

menggunakan angka proporsi dalam tabel distribusi frekuensi dalam

penelitian ini menggunakan data berbentuk data ordinal.

Tahap analisa data merupakan bagian penting untuk mencapai tujuan

penelitian, dimana tujuan pokok penelitian yaitu dengan menjawab

pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengungkap suatu fenomena. Data

mentah yang didapat tidak dapat menggambarkan informasi yang diinginkan

untuk menjawab masalah penelitian tersebut (Nursalam, 2015).

Analisis data untuk penelitian ini menggunakan perangkat lunak

komputer dengan teknis program SPSS.

Langkah – langkah analisis data sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisa yang bertujuan untuk menjelaskan

atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis ini

hanya menghasilkan frekuensi dan persentase dari tiap variabel

(Notoatmodjo, 2012).

52
Data dianalisa menggunakan statistik deskriptif untuk

mengorganisir dan menyimpulkan seperangkat skor. Metode umum

untuk menyimpulkan dan mendeskripsikan distribusi adalah untuk

menemukan nilai tunggal yang disebut rata-rata skor dan dapat

mengetahui distribusi data yang representative. Dalam statistik rata-rata

representative skor disebut tendensi sentral.

Tendensi sentral adalah pengukuran statistik untuk menentukan

skor tunggal yang menetapkan pusat dari distribusi. Tujuan tendensi

sentral adalah untuk menemukan skor single yang paling khusus atau

paling represintative dalam kelompok (Gravetter & Wallnau, 2012).

Tiga metode dalam pengukuran tendensi sentral yaitu mean, median

dan modus :

1. Rata-rata (Mean)

Mean adalah suatu nilai rata-rata dari semua nilai data observasi.

Nilai rata-rata data observasi diberi simbol U (miyu).

Ada 2 macam Mean :

a) Rata-rata data observasi tidak berkelompok

Merupakan nilai yang diperoleh dari penjumlahan semua data

observasi dibagi dengan banyak data.

u=
∑X
N

keterangan :

53
u = Rata-rata data observasi

∑ ¿ Jumlah
X = Nilai data observasi

N = Banyaknya data observasi

a) Rata-rata data observasi berkelompok

Merupakan jumlah hasil kali antara frekuensi dengan nilai tengah

semua kelas jumlah frekuensi.

u=
∑ FM
∑F
Keterangan :

∑ ¿ Jumlah
F = Frekuensi

M = Nilai tengah

1. Median

Median adalah nilai data observasi yang berada di tengah-tengah

urutan data tersebut, atau data observasi yang membagi data observasi

yang sudah diurutkan menjadi 2 bagian yang sama banyak. Nilai

median data observasi diberi simbol Md.

Ada 2 macam Median :

a) Median data observasi tidak berkelompok, dapat ditentukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1) Urutkan data observasi dari kecil ke yang besar.

54
2) Tentukan letak median dengan rumus :

N+1
3) Md =
2

4) Tentukan nilai median.

b) Median data observasi tidak berkelompok, dapat ditentukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

Tentukan kelas median dengan rumus:

[ ]
N
−CF
Md : BMd + 2 Xi
F Md

Md : Median

BMd : Tepi kelas bawah dari kelas yang mengandung median.

N : Banyaknya data observasi

Cf : Frekuensi kumulatif kelas sebelum kelas median

F Md : Frekuensi kelas median

Xi : Interval

3. Modus (Mo)

Merupakan suatu nilai yang paling sering muncul (nilai dengan

frekuensi muncul terbesar). Jika data memiliki dua modus, disebut

bimodal. Jika data memiliki modus lebih dari 2, disebut multimodal.

Ada 2 macam modus :

a) Modus data observasi tidak berkelompok.

55
b) Modus data observasi berkelompok, dapat ditentukan sebagai

berikut :

Mo : BMo + [ d1
]
d 1+d 2
Xi

Mo : Modus

BMo : Tepi kelas bawah dari kelas yang mengandung modus

d 1 : Selisih antara frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas

sebelumnya

d 2 : Selisih antara frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas

sebelumnya

Xi : Interval kelas

2. Analisis Bivariat

Uji analisis yang dipakai dalam pengolahan data adalah program

software SPSS. Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara

dua variabel kategorik yaitu variabel dependen dan variabel independen.

Uji yang dipakai adalah chi-square dengan batas kemaknaan 0,05. Hal

ini berarti diberikan toleransi untuk terjadi kesalahan hanya 5% dan

kebenaran 95% (Hastono, 2011), sehingga keputusan uji hipotesisnya

adalah :

a. Bila nilai Chi-Square menunjukkan nilai probabilitas ( ρ value ¿ 0,05)

maka hasil tersebut menunjukkan hasil yang bermakna (Ho ditolak), yang

56
artinya kedua variabel (variabel independen dengan variabel dependen)

secara statistik terdapat hubungan yang bermakna.

b. Sebaliknya bila nilai Chi-Square menunjukkan nilai probabilitas ( value ≥

0,05) maka hasil tersebut menunjukkan hasil yang tidak bermakna (Ho

gagal ditolak), yang artinya kedua variabel (variabel independen dengan

variabel dependen) secara statistik tidak terdapat hubungan yang

bermakna. Test signifikan menggunakan Chi-Square dengan rumus :


2
Ʃ ( E−0 )
X²=
E

Keterangan :

X² : Chi Square

O: Nilai observasi

E : Nilai harapan

Ʃ : Jumlah

(Sugiyono, 2012).

Apabila terdapat sel yang kosong atau nilai ¿ 5, maka digunakan fisher

exact (Hastono, 2011).

Ketentuan :

1) Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (E/Expected cel) ¿ 1

2) Tidak boleh lebih dari 20% sel mempunyai nilai harapan (E/Expected cel) ¿ 5

Bila ketentuan tersebut tidak bisa dipenuhi, maka solusi :

57
1. Bila tabel lebih dari 2 x 2, maka :

a. Collaps cel menggabungkan nilai sel yang kecil ke sel lainnya

b. Bila tidak, maka gunakan uji Chi Square dengan kooreksi Chi Square

dengan Yate’s Correction

( IO−IE−0,5 )2
c. X ² = Ʃ
E

2. Bila tabel 2 x 2 dan masih ada sel dengan nilai harapan ¿ 1, maka gunakan uji

Chi Square dengan koreksi “Fisher Exact”

N ( Iad−Ibc−N−2)²
3. X ² =
(a+ b)(c +d )(a+c )(b+ d)

Analisis bivariat yaitu analisa yang dilakukan untuk mengetahui ada

tidaknya hubungan antara variabel bebas dan terkaitan dengan menggunakan

uji statistik (Notoadmodjo, 2012)

a. Nyeri persendian

pre post

Terapi Guided Imaginary

b. Fleksibilitas sendi

pre post

Terapi Guided Imaginary

58
Dua variabel dari Spermean, dengan bantuan pogram komputer karena

skala variabel berbentuk skala. Data skala spermean bentuk ordinal, dan sumber

data antar variabel tidak harus sama.

I. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan etika penelitian.

Prinsip etik diterapkan dalam kegiatan penelitian dimulai dari penyusunan

proposal hingga penelitian ini di publikasikan (Notoatmodjo, 2018).

1. Persetujuan (Inform Consent)

Prinsip yang harus dilakukan sebelum mengambil data atau

wawancara kepada subjek adalah didahulukan meminta persetujuannya

(Notoatmodjo, 2018). Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan

lembar persetujuan kepada responden yang diteliti, dan responden

menandatangani setelah membaca dan memahami isi dari lembar persetujuan

dan bersedia mengikuti kegiatan penelitian. Peneliti tidak memaksa responden

yang menolak untuk diteliti dan menghormati keputusan responden.

Responden diberi kebebasan untuk ikut serta ataupun mengundurkan diri dari

keikutsertaannya.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Etika penelitian yang harus dilakukan peneliti adalah prinsip

anonimity. Prinsip ini dilakukan dengan cara tidak mencantumkan nama

59
responden pada hasil penelitian, tetapi responden diminta untuk mengisi

inisial dari namanaya dan semua kuesioner yang telah terisi hanya akan diberi

nomor kode yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi identitas

responden. Apabila penelitian ini di publikasikan, tidak ada satu identifikasi

yang berkaitan dengan responden yang dipublikasikan.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Prinsip ini dilakukan dengan tidak mengemukakan identitas dan seluruh

data atau informasi yang berkaitan dengan responden kepada siapapun.

Peneliti menyimpan data di tempat yang aman dan tidak terbaca oleh orang

lain. Setelah penelitian selesai dilakukan maka peneliti akan memusnahkan

seluruh informasi.

J. Jadwal Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Cimalaka pada Bulan Maret 2022.

1. Pengajuan Judul : November 2021

2. Penelitian Pendahuluan : Desember 2021

3. Pengumpulan Data : Februari-Maret 2022

4. Pengolahan Data : Maret 2022

5. Penyusunan Proposal dan Skripsi : Desember 2021-Juni 2022

60
61

Anda mungkin juga menyukai