BAB I
PENDAHULUAN
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menjadi tua
ditandai dengan adanya penurunan biologis yang terlihat sebagai penurunan yang terjadi
adalah kemampuan-kemampuan kognitif seperti suka lupa, penurunan orientasi terhadap
waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal atau ide baru. Penurunan fisik antara
lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran
dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
(Sciences, 2016). Nyeri sendi pada usia lanjut merupakan akibat endogen dari pengapuran
atau kelainan lain yang dapat disebabkan oleh perubahan degeneratif pada sistem
muskuloskeletal (Rusmiati, 2020).
Data di Indonesia dari The Indonesia RA National Registry (data tahun 2019-2020 dari
16 center diseluruh Indonesia), menunjukkan angka remisi sebesar 24,5%. Angka remisi
rematik yang rendah di Indonesia diakibatkan oleh banyak faktor seperti keterlambatan
diagnosis rematik, keterlambatan rujukan dari pusat pelayanan primer ke dokter spesialis,
sehingga terjadi keterlambatan terapi DMARD. Serta keterbatasan akses terhadap DMARD
terutama DMARD biologik (bDMARD). Data yang sama menunjukkan bahwa DMARD
sintetik konvensional (csDMARD) yang paling banyak digunakan yaitu metotreksat (MTX)
sebanyak 69,9% dengan rerata dosis MTX yaitu 11,2±4,0 mg per minggu dengan rentang
dosis 2,5-25,0 mg per minggu dan durasi rerata MTX yaitu 45,1±36,6 bulan. Penggunaan
bDMARD hanya 0,3% serta sebanyak 32% merupakan kombinasi DMARD (Hidayat et al.,
2021).
Menurut World Health Organizatition (WHO) pada tahun 2020, Asia Tenggara memiliki
populasi yang menua sebesar 8% atau sekitar 142 juta orang. Sementara itu, jumlah lansia
di Indonesia saat ini sekitar 27,1 juta atau hampir 10% dari total penduduk dan pada tahun
2025 diperkirakan akan meningkat menjadi 33,7 juta atau 11,8%.
Menurut Riskesdas tahun 2018, prevalensi penyakit sendi pada lansia di Indonesia
sekitar 7,3%, sedangkan jumlah penderita nyeri sendi di Jawa Barat mencapai 6,9%.
Kebanyakan orang tua yang menderita nyeri sendi lebih banyak perempuan daripada laki-
laki, dengan perempuan menyumbang 8,46% dan laki-laki menyumbang 6,13%.
Senam rematik adalah metode yang sangat baik untuk pencegahan dan pengurangan
gejala dan berfungsi sebagai pengobatan atau terapi tambahan. Senam rematik adalah
latihan yang berfokus pada mempertahankan jangkauan maksimum gerak sendi. Salah satu
tujuan dari senam rematik ini adalah untuk meredakan nyeri sendi dan menjaga
keseimbangan fisik (Wahyuningsih, Erwin dan Nurchayati, 2020).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muthia Nanda Sari, Ramadhaniyati, Desy
Wulandari (2018) meneliti pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan senam rematik.
Penelitian dijalankan menggunakan uji Wilxocon, usia responden survei ini yaitu pada usia
60-74 tahun, mayoritas adalah 60-65 tahun sebanyak 51 orang (63,8%). Usia responden
survei ini dikelompokkan berdasarkan World Health Organization (WHO), dengan median
(middle age) usia rata-rata 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74, dan lansia tua (old) 75-90.
Gambaran Upaya
Survei menemukan persentase terbesar usia responden berkisar 60-74 tahun, yaitu pada
kategori lanjut usia. Ditemukan dalam penelitian ini dengan jumlah maksimum perempuan
adalah 74 atau 92,5, dan jumlah maksimum laki-laki adalah 6 orang atau 7,5%. Jumlah
responden perempuan lebih banyak beresiko daripada jumlah responden laki-laki. Jenis
kelamin merupakan faktor risiko terkenanya rheumatoid arthritis. Wanita berada pada
peningkatan risiko terjadinya rheumatoid arthritis. (Muthia Nanda Sari, Ramadhaniyati, 2018)
Berdasarkan uraian data diatas dan dari literature review penelitian sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa masih banyak lansia yang mempunyai masalahh nyeri sendi rematik dan
banyak yang menganggap masalah nyeri sendi rematik tersebut adalah hal yang biasa dan
akan hilang dengan sendirinya. maka dari itu penulis tertarik untuk menggali lebih dalam
mengenai pengaruh senam rematik terhadap penurunan nyeri sendi pada lansia.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah menganalisis pengaruh senam rematik terhadap
penurunan nyeri sendi pada lansia.
1.4 Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan dan Profesi Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti lain untuk
melakukan penelitian dan menjadi bahan acuan, informasi dan menambah pengetahuan
tentang efektivitas senam rematik terhadap nyeri sendi pada lansia.
2. Bagi Lansia di Puskesmas Jua Gaek
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi lansia di Puskesmas Jua
gaek Cupak. Dapat juga menjadi bahan masukan bagi lansia tentang pentingnya melakukan
senam rematik terhadap penurunan nyeri sendi yang terjadi pada lansia agar tidak terjadi
kekakuan sendi.
3. Bagi Peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan memperdalam
pengalaman peneliti tentang riset keperawatan serta pengembangan wawasan tentang
pengaruh senam rematik terhadap nyeri sendi pada lansia.
populasi lansia sebanyak 153 orang. Penelitian ini dilakukan tanggal 21 Oktober 2023
dengan teknik sampling random sampling.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4. Durasi senam
Menurut Sejati (2019), senam rematik dilakukan 3 kali dalam seminggu dan dilakukan
selama 10 menit pada setiap kali senam. Dalam hasil penelitian ini menunjukkan ada
pengaruh senam selama 10 menit terhadap penurunan skala nyeri pada penderita rematik.
Dalam pengukuran pre testnya responden dengan skala nyeri sedang sebanyak 6 orang,
skala nyeri ringan 9 orang, dan pada pengukuran post testnya, responden dengan skala
nyeri 0 atau tidak nyeri, skala nyeri ringan 11 orang.
Gambaran Upaya
Pada penelitian sebelumnya menurut Susilowati dan Suratih (2017), menemukan bahwa
dengan melakukan olahraga tiga kali setiap minggu secara signifikan memperbaiki
kesehatan pasien rematik. Pasien rematik yang diberikan terapi farmakologis berisiko tinggi
menghasilkan efek yang kurang baik bagi kesehatan yang mengakibatkan penurunan fungsi
tubuh maka terapi non farmakologis seperti pemberian aktivitas olahraga fisik salah satunya
senam rematik menjadi alternatif terbaik untuk mengatasi serta mengurangi nyeri pada
lansia (Sejati, 2019).
5. Gerakan senam
a. Gerakan duduk
1) Menggerakan kelima jari dengan cara mengepal
2) Menggerakan jari keluar lalu ke dalam
3) Menggerakan jari jempol dan telunjuk
4) Menggerakan jari jempol hingga jari kelingking
5) Menggerakan pergelangan tangan ke atas dan ke bawah
6) Menggerakan siku tangan kedalam lalu keluar
7) Membalikkan telapak tangan ke atas lalu ke bawah
8) Mengepal dan mengangkat tangan ke atas dan ke bawah
9) Mengangkat tangan ke atas dan ke bawah
10) Menyilang tangan dan turunkan ke bawah lalu ke atas
11) Menggerakan bahu ke atas dan ke bawah
12) Menggerakan bahu ke depan dan ke belakang
13) Menggerakan bahu ke belakang dan ke depan
14) Meletakan tangan ke pinggang lalu gerakan tubuh ke kanan dan ke kiri
15) Mengepal tangan setinggi dada kemudian menggerakkan
badan ke samping kiri dan samping kanan
16) Meletakan tangan dipinggang kemudian menggerakan bahu ke luar dan ke dalam
17) Mengangkat kaki ke atas lalu gerakan jari kelingking hingga jari jempol dan sebaliknya
18) Mengangkat kaki lalu gerakan ke atas dan ke bawah
19) Membuka kedua kaki lalu gerakan ke luar dan ke dalam
20) Memutar pergelangan kedua kaki secara bergantian
3. Klasifikasi Nyeri
a. Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi
1) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut penyakit atau intervensi bedah
dan memiliki proses yang cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan
berlangsung untuk waktu yang singkat. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang lebih 6 bulan)
dan akan menghilang tanpa pengobatan setelah area yang rusak pulih kembali (Siti, 2017).
2) Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang intermiten
yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung lama dengan intensitas
yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan (Siti, 2017).
sensasi. Prince (1991) Sistemlimbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni
memperburuk atau menghilangkan nyeri.
3) Usia
Kemampuan klien untuk menginterpretasikan nyeri dapat mengalami komplikasi dengan
keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar- samar yang mungkin mengenai tubuh
yang sama. Nyeri merupakan bagian dari proses penuaan yang tidak dapat dihindari. Pada
lansia yang mengalami nyer, perlu dilakukan pengkajian, diagnosis,dan penatalaksanaan
secara agresif.
4) Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap
neri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam
pengekspresikan nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin
mengaggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dalam
situasi yang sama. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang
melibatkan pria dan wanita.
5) Kebudayaan
Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan
memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya dapat
membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan dan
nilai budaya seseorang. Mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang
lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi
perilaku terhadap nyeri juga efektif dalarn menghilangkan nyeri pasien.
6) Makna nyeri
Makna sesorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara sesorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan
secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan
mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan
ancaman, suatu kehilangan, hukuman,dan tantangan.
7) Perhatian
Tingkat seorang klien dalam memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihunbungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
8) Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat
Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat
mempengaruhi nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami nyeri seringkali
bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan,
bantuan, perlindungan. Walaupun nyeri tetap terasa, tetapi kehadiran orang yang dicintainya
akan dapat meminimalkan rasa kecemasan dan ketakutan. Apabila keluarga atau teman
tidak ada seringkali membuat nyeri pasien tersebut semakin tertekan. Pada anak-anak yang
mengalami nyeri kehadiran orang tua sangat penting.
9) Pengukuran skala nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
bersifat subjektif akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial. Pengukuran skala
nyeri sendi menggunakan metode numeric rating scale (NRS) atau skala penilaian numeric
lebih digunakan sebagai pengganti alat deskrpsi kata, menilai nyeri dengan menggunakan
skala 0-10. Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri
Gambaran Upaya
dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adakah menggunakan respon No. 1. 2. 3. 4. 5.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Skala Keterangan 0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan dapat berkomunikasi
4-6 : Nyeri sedang mendesis menyeringai
7-9 : Nyeri berat : tidak dapat mengikuti perintah
10 : Nyeri sangat berat tidak mampu lagi berkomunikas
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Pengukuran subjektif nyeri dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai alat pengukur seperti skala visual analog, skala nyeri
numerik, skala nyeri deskriptif, atau skala nyeri Wong-Bakers
tua, tetapi banyak mengalami kemunduran fisik dan mental yang dapat menyebabkan
berbagai masalah (Rusmiati, 2020).
Perlakuan yang salah terhadap lansia menyebabkan mereka memiliki citra diri yang
buruk, yang pada akhirnya mengarah pada perilaku yang buruk. Akibat dari penyalahgunaan
ini, kemampuan orang tua untuk beradaptasi juga terganggu. Misalnya, lansia yang tinggal
bersama keluarganya seringkali tidak ikut serta dalam pengambilan keputusan karena
dianggap kuno, suatu kondisi yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
marah bahkan mudah tersinggung, harga diri rendah.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
B. Defenisi Operasional
Kecemasan Cemas
adalah
perasaan
Gambaran Upaya
yang timbul
ketika kita
khawatir
atau takut
akan
sesuatu.
BAB IV
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif
dengan “Gambaran Penerapan Senam Rematik Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada
Lansia di wilayah kerja Puskesmas Jua Gaek Cupak” pada tahun 2023 dengan variabel
menurunkan nyeri sendi dan memberikan perasaan rilek.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 4 November 2023 di wilayah kerja Puskesmas
Jua Gaek Cupak.
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti, yang menjadi
populasi dalam penelitian adalah lansia penderita nyeri sendi jumplah populasi dengan nyeri
sendi dari januari sampai desember 2021 sebanyak 50 orang dan dari januari sampai
desember 2022 sebanyak 50 orang sehingga total populasi pada penelitian ini sebanyak
100 orang.
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi, teknik sampel yang digunakan dalam penelitian adalah