Anda di halaman 1dari 12

Gambaran Upaya

GAMBARAN PENERAPAN SENAM REMATIK TERHADAP PENURUNAN NYERI SENDI


PADA LANSIA

BAB I
PENDAHULUAN

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menjadi tua
ditandai dengan adanya penurunan biologis yang terlihat sebagai penurunan yang terjadi
adalah kemampuan-kemampuan kognitif seperti suka lupa, penurunan orientasi terhadap
waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal atau ide baru. Penurunan fisik antara
lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran
dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
(Sciences, 2016). Nyeri sendi pada usia lanjut merupakan akibat endogen dari pengapuran
atau kelainan lain yang dapat disebabkan oleh perubahan degeneratif pada sistem
muskuloskeletal (Rusmiati, 2020).
Data di Indonesia dari The Indonesia RA National Registry (data tahun 2019-2020 dari
16 center diseluruh Indonesia), menunjukkan angka remisi sebesar 24,5%. Angka remisi
rematik yang rendah di Indonesia diakibatkan oleh banyak faktor seperti keterlambatan
diagnosis rematik, keterlambatan rujukan dari pusat pelayanan primer ke dokter spesialis,
sehingga terjadi keterlambatan terapi DMARD. Serta keterbatasan akses terhadap DMARD
terutama DMARD biologik (bDMARD). Data yang sama menunjukkan bahwa DMARD
sintetik konvensional (csDMARD) yang paling banyak digunakan yaitu metotreksat (MTX)
sebanyak 69,9% dengan rerata dosis MTX yaitu 11,2±4,0 mg per minggu dengan rentang
dosis 2,5-25,0 mg per minggu dan durasi rerata MTX yaitu 45,1±36,6 bulan. Penggunaan
bDMARD hanya 0,3% serta sebanyak 32% merupakan kombinasi DMARD (Hidayat et al.,
2021).
Menurut World Health Organizatition (WHO) pada tahun 2020, Asia Tenggara memiliki
populasi yang menua sebesar 8% atau sekitar 142 juta orang. Sementara itu, jumlah lansia
di Indonesia saat ini sekitar 27,1 juta atau hampir 10% dari total penduduk dan pada tahun
2025 diperkirakan akan meningkat menjadi 33,7 juta atau 11,8%.
Menurut Riskesdas tahun 2018, prevalensi penyakit sendi pada lansia di Indonesia
sekitar 7,3%, sedangkan jumlah penderita nyeri sendi di Jawa Barat mencapai 6,9%.
Kebanyakan orang tua yang menderita nyeri sendi lebih banyak perempuan daripada laki-
laki, dengan perempuan menyumbang 8,46% dan laki-laki menyumbang 6,13%.
Senam rematik adalah metode yang sangat baik untuk pencegahan dan pengurangan
gejala dan berfungsi sebagai pengobatan atau terapi tambahan. Senam rematik adalah
latihan yang berfokus pada mempertahankan jangkauan maksimum gerak sendi. Salah satu
tujuan dari senam rematik ini adalah untuk meredakan nyeri sendi dan menjaga
keseimbangan fisik (Wahyuningsih, Erwin dan Nurchayati, 2020).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muthia Nanda Sari, Ramadhaniyati, Desy
Wulandari (2018) meneliti pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan senam rematik.
Penelitian dijalankan menggunakan uji Wilxocon, usia responden survei ini yaitu pada usia
60-74 tahun, mayoritas adalah 60-65 tahun sebanyak 51 orang (63,8%). Usia responden
survei ini dikelompokkan berdasarkan World Health Organization (WHO), dengan median
(middle age) usia rata-rata 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74, dan lansia tua (old) 75-90.
Gambaran Upaya

Survei menemukan persentase terbesar usia responden berkisar 60-74 tahun, yaitu pada
kategori lanjut usia. Ditemukan dalam penelitian ini dengan jumlah maksimum perempuan
adalah 74 atau 92,5, dan jumlah maksimum laki-laki adalah 6 orang atau 7,5%. Jumlah
responden perempuan lebih banyak beresiko daripada jumlah responden laki-laki. Jenis
kelamin merupakan faktor risiko terkenanya rheumatoid arthritis. Wanita berada pada
peningkatan risiko terjadinya rheumatoid arthritis. (Muthia Nanda Sari, Ramadhaniyati, 2018)
Berdasarkan uraian data diatas dan dari literature review penelitian sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa masih banyak lansia yang mempunyai masalahh nyeri sendi rematik dan
banyak yang menganggap masalah nyeri sendi rematik tersebut adalah hal yang biasa dan
akan hilang dengan sendirinya. maka dari itu penulis tertarik untuk menggali lebih dalam
mengenai pengaruh senam rematik terhadap penurunan nyeri sendi pada lansia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “ adakah
pengaruh senam rematik tehadap penurunan nyeri sendi pada lansia?”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah menganalisis pengaruh senam rematik terhadap
penurunan nyeri sendi pada lansia.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi skala nyeri sendi pada lansia sebelum
dilakukan senam rematik.
b. Mengidentifikasi skala nyeri sendi pada lansia setelah
dilakukan senam rematik.
c. Menganalisis pengaruh senam rematik terhadap penurunan
skala nyeri pada lansia.

1.4 Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan dan Profesi Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti lain untuk
melakukan penelitian dan menjadi bahan acuan, informasi dan menambah pengetahuan
tentang efektivitas senam rematik terhadap nyeri sendi pada lansia.
2. Bagi Lansia di Puskesmas Jua Gaek
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi lansia di Puskesmas Jua
gaek Cupak. Dapat juga menjadi bahan masukan bagi lansia tentang pentingnya melakukan
senam rematik terhadap penurunan nyeri sendi yang terjadi pada lansia agar tidak terjadi
kekakuan sendi.
3. Bagi Peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan memperdalam
pengalaman peneliti tentang riset keperawatan serta pengembangan wawasan tentang
pengaruh senam rematik terhadap nyeri sendi pada lansia.

1.5 Ruang Lingkup


Penelitian ini akan meneliti tentang gambaran penerapan senam rematik terhadap
penurunan nyeri sendi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Jua Gaek Cupak, dengan
Gambaran Upaya

populasi lansia sebanyak 153 orang. Penelitian ini dilakukan tanggal 21 Oktober 2023
dengan teknik sampling random sampling.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan umum Senam Rematik


1. Pengertian senam rematik
Senam Rematik merupakan suatu metode yang praktis dan efektif dalam menjaga dan
mempertahankan kesehatan tubuh pada lansia yang mengalami nyeri sendi, gerakan yang
dihasilkan dalam. Senam rematik adalah gerakan yang sangat efektif, efisien, dan logis
karena merupakan rangkaian yang geraknya dilakukan secara teratur dan terorganisir bagi
penderita rematik. Senam rematik merupakan intervensi yang diberikan dengan gerakan
aktif dan ringan untuk menurunkan nyeri sendi (Siregar, 2021).
Dari pengertian senam rematik di atas dapat di simpulkan bahwa senam rematik
merupakan salah satu metode yang dilakukan untuk mengatasi nyeri sendi dengan gerakan
yang teratur dan sangat mudah dilakukan oleh lansia dengan metode gerak tubuh yang
dapat mengurangi risiko timbulnya rematik (Sitinjak, 2016).

2. Tujuan Senam Rematik


a. Mengurangi nyeri sendi pada penderita yang mengalami Rematik.
b. Menjaga kesehatan jasmani pada penderita rematik, dan meningkatkan kualitas hidup
pada lansia yang menderita rematik.

3. Keuntungan senam rematik


a. Meningkatkan kelenturan sendi.
b. Otot-otot menjadi tetap kencang.
c. Dapat mempermudah penderita rematik untuk bergerak dan
beraktivitas.
d. Meningkatkan kekuatan dan kepadatan tulang.
e. Berdampak baik bagi tubuh secara keseluruhan, termaksud padaotot dan jantung.
f. Memperlancar peredaran darah.
g. Memperlancar cairan getah bening.
h. Menjaga kadar lemak tetap normal.
i. Tidak mudah penderita mengalami cedera.
j. Kecepatan reaksi menjadi lebih baik.

4. Durasi senam
Menurut Sejati (2019), senam rematik dilakukan 3 kali dalam seminggu dan dilakukan
selama 10 menit pada setiap kali senam. Dalam hasil penelitian ini menunjukkan ada
pengaruh senam selama 10 menit terhadap penurunan skala nyeri pada penderita rematik.
Dalam pengukuran pre testnya responden dengan skala nyeri sedang sebanyak 6 orang,
skala nyeri ringan 9 orang, dan pada pengukuran post testnya, responden dengan skala
nyeri 0 atau tidak nyeri, skala nyeri ringan 11 orang.
Gambaran Upaya

Pada penelitian sebelumnya menurut Susilowati dan Suratih (2017), menemukan bahwa
dengan melakukan olahraga tiga kali setiap minggu secara signifikan memperbaiki
kesehatan pasien rematik. Pasien rematik yang diberikan terapi farmakologis berisiko tinggi
menghasilkan efek yang kurang baik bagi kesehatan yang mengakibatkan penurunan fungsi
tubuh maka terapi non farmakologis seperti pemberian aktivitas olahraga fisik salah satunya
senam rematik menjadi alternatif terbaik untuk mengatasi serta mengurangi nyeri pada
lansia (Sejati, 2019).

5. Gerakan senam
a. Gerakan duduk
1) Menggerakan kelima jari dengan cara mengepal
2) Menggerakan jari keluar lalu ke dalam
3) Menggerakan jari jempol dan telunjuk
4) Menggerakan jari jempol hingga jari kelingking
5) Menggerakan pergelangan tangan ke atas dan ke bawah
6) Menggerakan siku tangan kedalam lalu keluar
7) Membalikkan telapak tangan ke atas lalu ke bawah
8) Mengepal dan mengangkat tangan ke atas dan ke bawah
9) Mengangkat tangan ke atas dan ke bawah
10) Menyilang tangan dan turunkan ke bawah lalu ke atas
11) Menggerakan bahu ke atas dan ke bawah
12) Menggerakan bahu ke depan dan ke belakang
13) Menggerakan bahu ke belakang dan ke depan
14) Meletakan tangan ke pinggang lalu gerakan tubuh ke kanan dan ke kiri
15) Mengepal tangan setinggi dada kemudian menggerakkan
badan ke samping kiri dan samping kanan
16) Meletakan tangan dipinggang kemudian menggerakan bahu ke luar dan ke dalam
17) Mengangkat kaki ke atas lalu gerakan jari kelingking hingga jari jempol dan sebaliknya
18) Mengangkat kaki lalu gerakan ke atas dan ke bawah
19) Membuka kedua kaki lalu gerakan ke luar dan ke dalam
20) Memutar pergelangan kedua kaki secara bergantian

B. Tinjauan Umum Tentang Nyeri Sendi


1. Defenisi Nyeri Sendi
Nyeri sendi adalah peradangan sendi yang ditandai dengan pembengkakan sendi, warna
kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya gangguan gerak (Transyah & Rahma, 2020).

2. Patofisiologi Nyeri Sendi


Serangan pertama pada nyeri sendi memiliki karakteristik berupa sinovitis, yaitu adanya
inflamasi pada jaringan sinovial yang terdapat pada sendi. Pada sinovitis, sinovium
mengalami penebalan yang mengakibatkan adanya hiperemis, di ikuti dengan akumulasi
cairan dalam ruang sendi sehingga terjadi edema proliferasi membran sinovial, dan akhirnya
membentuk pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan atau yang disebut dengan
kartilago dan menimbulkan erosi yang berlebihan pada tulang yang kemudian akan menjadi
pemicu terbentuknya kista. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi. Otot juga terkena dampaknya, karena serabut otot mengalami
perubahan degeneratif dan menghilangnya elastisitas otot dan kontraksi otot.
Gambaran Upaya

3. Klasifikasi Nyeri
a. Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi
1) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut penyakit atau intervensi bedah
dan memiliki proses yang cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan
berlangsung untuk waktu yang singkat. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang lebih 6 bulan)
dan akan menghilang tanpa pengobatan setelah area yang rusak pulih kembali (Siti, 2017).

2) Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang intermiten
yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung lama dengan intensitas
yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan (Siti, 2017).

b. Klasifikasi Nyeri berdasarkan asal


1. Nyeri nociceptive, tipe nyeri “normal” yang mana muncul dari jaringan yang benar-benar
atau kemungkinan rusak dan hasil dari aktivasi nociceptor dan proses berikutnya di sistem
saraf yang utuh.
2. Nyeri somatic adalah variasi dari nyeri nociceptor yang diperantai oleh serabut afferent
somato sensoris yang mana lainnya lebih mudah dilokalisir dengan kualitas tajam, sakit dan
berdenyut. Variasi dari nyeri biasanya seperti nyeri paska operasi, traumatis, dan inflamasi
lokal.
3. Nyeri visceral lebih sulit untuk dilokalisasi dan diperantai di perifer oleh serabut C dan
disentral oleh jaras korda spinal dan terutamanya berakhir di sistem limblik. Ini menjelaskan
tentang perasaan tidak enak dan kesulitan emosional yang disebabkan oleh nyeri visceral
dapat dirasakan pada tempat asal dari rangsangan nyeri atau bisa juga mengarah ke tempat
lain contohnya dari diafragma ke bahu.
4. Nyeri neuropatik disebabkan oleh kerusakan pada jaringan saraf selalu diarahkan ke
distribusi sensoris dari struktur saraf yang terkena. Nyeri neuropatik tidak harus disebabkan
oleh neuropati saja (Diponegoro et al., 2017).

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Nyeri merupakan hal yang kompleks banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman
seseorang terhadap nyeri. Seorang pelatih atau masseur harus mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi nyeri agar dapat menangani atlet/pasien yang mengalami cidera. Hal
ini sangat penting dalam pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang baik
(Desi Natahlia, 2017).
Faktor - faktor yang dapat mempengaruhi nyeri antara lain:
1) Pengalaman Nyeri Sebelumnya.
Semakin sering individu mengalami nyeri , makin takut pula individu tersebut terhadap
peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri tersebut. Individu ini mungkin akan
lebih sedikit mentoleransi nyeri akibatnya, ia ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri
tersebut menjadi lebih parah. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui
ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannva tidak adekuat.
2) Kecemasan
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan
persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola
bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas. Sulit untuk memisahkan dua
Gambaran Upaya

sensasi. Prince (1991) Sistemlimbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni
memperburuk atau menghilangkan nyeri.
3) Usia
Kemampuan klien untuk menginterpretasikan nyeri dapat mengalami komplikasi dengan
keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar- samar yang mungkin mengenai tubuh
yang sama. Nyeri merupakan bagian dari proses penuaan yang tidak dapat dihindari. Pada
lansia yang mengalami nyer, perlu dilakukan pengkajian, diagnosis,dan penatalaksanaan
secara agresif.
4) Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap
neri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam
pengekspresikan nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin
mengaggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dalam
situasi yang sama. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang
melibatkan pria dan wanita.
5) Kebudayaan
Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan
memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya dapat
membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan dan
nilai budaya seseorang. Mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang
lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi
perilaku terhadap nyeri juga efektif dalarn menghilangkan nyeri pasien.
6) Makna nyeri
Makna sesorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara sesorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan
secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan
mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan
ancaman, suatu kehilangan, hukuman,dan tantangan.
7) Perhatian
Tingkat seorang klien dalam memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihunbungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
8) Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat
Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat
mempengaruhi nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami nyeri seringkali
bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan,
bantuan, perlindungan. Walaupun nyeri tetap terasa, tetapi kehadiran orang yang dicintainya
akan dapat meminimalkan rasa kecemasan dan ketakutan. Apabila keluarga atau teman
tidak ada seringkali membuat nyeri pasien tersebut semakin tertekan. Pada anak-anak yang
mengalami nyeri kehadiran orang tua sangat penting.
9) Pengukuran skala nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
bersifat subjektif akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial. Pengukuran skala
nyeri sendi menggunakan metode numeric rating scale (NRS) atau skala penilaian numeric
lebih digunakan sebagai pengganti alat deskrpsi kata, menilai nyeri dengan menggunakan
skala 0-10. Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri
Gambaran Upaya

dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adakah menggunakan respon No. 1. 2. 3. 4. 5.

Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Skala Keterangan 0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan dapat berkomunikasi
4-6 : Nyeri sedang mendesis menyeringai
7-9 : Nyeri berat : tidak dapat mengikuti perintah
10 : Nyeri sangat berat tidak mampu lagi berkomunikas
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Pengukuran subjektif nyeri dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai alat pengukur seperti skala visual analog, skala nyeri
numerik, skala nyeri deskriptif, atau skala nyeri Wong-Bakers

C. Tinjauan Umum Tentang Lansia


2.2.1 Definisi Lansia
Lansia adalah mereka yang telah mencapai usia 60 tahun atau kelompok usia orang
yang telah memasuki tahap akhir fase hidupnya (Rachman, 2018).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ini adalah salah satu fase pengalaman
hidup bagi setiap orang yang telah mencapai usia 60 tahun. Lansia adalah mereka yang
sedang mengalami masa tua dan mungkin mengalami perubahan-perubahan yang terjadi
dalam jangka waktu terakhir, atau yang sedang memperpanjang usianya. Proses menua
memang tidak bisa dihindari oleh setiap orang. Dengan kata lain, melalui terjadinya suatu
proses perubahan sementara yang dimulai sejak lahir dan berlangsung seumur hidup.
Penuaan bukanlah penyakit pada lansia maupun penghalang untuk mempertahankan
produktivitas dan kemandirian dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang mencapai usia
Gambaran Upaya

tua, tetapi banyak mengalami kemunduran fisik dan mental yang dapat menyebabkan
berbagai masalah (Rusmiati, 2020).

2.2.2 Batasan Usia Lansia


Klasifikasi lanjut usia menurut Departemen Kesehatan diambil dari ( Dwi, 2017) dibagi
menjadi tiga kelompok :
1. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok baru memasuki lansia.
2. Kelompok lansia (65-69 tahun).
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia > 70 tahun.

Menurut ( Dwi, 2017) Mengenai batasan usia lansia sebagai berikut:


1. Undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “ lanjut
usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
ke atas”.
2. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lansia dapat dibagi menjadi empat kategori
yaitu : usia pertengahan (middle ege) dari umur 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) dari umur
60-74 tahun, lanjut usia (old) dari umur 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) ialah
umur diatas 90 tahun.
3. Dra. Jos Mas (Psikologi UI) terdapat empat fase, yaitu : fase invenstus dari umur 25-40
tahun, fase virilities dari umur 40-55 tahun, fase prasenium dari umur 55-65 tahun dan fase
senium dari 65 tahun sampai kematian.
4. Profesor Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (Geriatri Age) dapat dibagi menjadi
tiga kriteria: young old (orang tua muda) dari 75- 75 tahun, old (tua) dari 75-80, very old
(sangat tua) di atas 80 tahun.

2.2.3 Ciri – ciri Lansia


Menurut Nuryanti 2016 dalam ( Merangin et al., 2018), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:
1. Lansia merupakan masa kemunduran.
Kemunduran pada lanjut usia antara lain disebabkan oleh faktor fisik dan faktor Psikologis.
Motivasi memainkan peran penting dalam masa kemunduran pada lansia. Misalnya lansia
dengan motivasi yang rendah untuk melakukan aktivitas mempercepat masa kemunduran
fisik, tetapi ada juga lansia yang motivasinya tinggi sehingga masa kemunduran fisik pada
lansia akan berlangsung lebih lama.
2. Lansia berstatus kelompok minoritas.
Situasi ini adalah hasil dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat dengan pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia lebih suka mempertahankan pendapatnya maka sikap sosialnya dalam masyarakat
menjadi negatif, tetapi ada juga orang lansia memiliki toleransi terhadap orang lain ataupun
lansia lainnya sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
3. Penuaan membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran ini dilakukan karena para lansia mulai
mengalami masa kemunduran ke segala arah. Perubahan peran lansia harus dilakukan atas
dasar keinginan mereka dan bukan atas dasar tekanan lingkungan. Misalnya orang yang
dituakan memegang jabatan sosial di masyarakat sebagai ketua RW, masyarakat tidak
boleh menolak dan memberhentikan orang yang lebih tua sebagai ketua RW
karena faktor usia.
4. Kemampuan beradaptasi yang buruk pada lansia.
Gambaran Upaya

Perlakuan yang salah terhadap lansia menyebabkan mereka memiliki citra diri yang
buruk, yang pada akhirnya mengarah pada perilaku yang buruk. Akibat dari penyalahgunaan
ini, kemampuan orang tua untuk beradaptasi juga terganggu. Misalnya, lansia yang tinggal
bersama keluarganya seringkali tidak ikut serta dalam pengambilan keputusan karena
dianggap kuno, suatu kondisi yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
marah bahkan mudah tersinggung, harga diri rendah.

2.2.4 Proses Menua


Proses menua adalah suatu proses menambahnya usia seseorang, dan mengalami
perubahan dalam pengalaman. Fungsi organ juga menurun seiring bertambahnya usia.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan penuaan dapat dibagi menjadi dua
bagian. Singkatnya, adalah yang pertama faktor genetik yang memengaruhi perbaikan DNA,
respons stres, dan pertahanan antioksidan. Yang kedua faktor lingkungan juga mencakup
asupan kalori, berbagai penyakit, dan stresor eksternal seperti radiasi dan bahan kimia.
Kedua faktor tersebut mempengaruhi aktivitas metabolisme sel, yang menyebabkan stres
oksidatif, yang menyebabkan kerusakan sel dan proses penuaan (Dwi, 2017).

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Input Proses Output

Lansia yang Fakto-faktor yang Penurunan nyeri


mengalami mempengaruri nyeri sendi
nyeri sendi sendi :
1. Pengalaman
nyeri
sebelumnya
2. Kecemasan
3. Usia
4. Jenis
kelamin
5. Kebudayaa
6. Makna nyeri
7. Perhatian.
8. Lingkungan
dan
dukungan
orang
terdekat.

B. Defenisi Operasional

Variabel Definisi Alat Cara Skala Hasil


Operasional Ukur Ukur Ukur

Pengalam Nyeri Kuisioner wawanca ordinal nyeri


Gambaran Upaya

an nyeri adalah ra terata


sensasi si
tidak
menyenang
kan yang
dapat
membatasi
kapabilitas
dan
kemampuan
seseorang
untuk
menjalanka
n rutinitas
sehari-hari.

Kecemas Cemas Kuisioner Wawanc Ordinal sanga


an adalah ara t rileks
perasaan
yang timbul
ketika kita
khawatir
atau takut
akan
sesuatu.

Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Skala Hasil ukur


Operasional

Pengalaman Nyeri adalah


nyeri sensasi tidak
menyenangk
an yang
dapat
membatasi
kapabilitas
dan
kemampuan
seseorang
untuk
menjalankan
rutinitas
sehari-hari.

Kecemasan Cemas
adalah
perasaan
Gambaran Upaya

yang timbul
ketika kita
khawatir
atau takut
akan
sesuatu.

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain dan Jenis Penelitian

Penelitian “ Gambaran Penerapan Senam Rematik Terhadap Penurunan Nyeri


Sendi Pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Jua Gaek Cupak” pada tahun 2023
mengguanakan desain cross sectional.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif
dengan “Gambaran Penerapan Senam Rematik Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada
Lansia di wilayah kerja Puskesmas Jua Gaek Cupak” pada tahun 2023 dengan variabel
menurunkan nyeri sendi dan memberikan perasaan rilek.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 4 November 2023 di wilayah kerja Puskesmas
Jua Gaek Cupak.

C. Populasi dan Sampel


Gambaran Upaya

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti, yang menjadi
populasi dalam penelitian adalah lansia penderita nyeri sendi jumplah populasi dengan nyeri
sendi dari januari sampai desember 2021 sebanyak 50 orang dan dari januari sampai
desember 2022 sebanyak 50 orang sehingga total populasi pada penelitian ini sebanyak
100 orang.

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi, teknik sampel yang digunakan dalam penelitian adalah

Anda mungkin juga menyukai