BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
berlangsung lebih lama, lebih sering, dan menyerang beberapa sendi. Sehingga sendi
yang terserang bisa mengalami kerusakan permanen seperti sendi bisa menjadi
bengkok atau cacat, Ariani (2014: 24).
Masalah usia lanjut dan nyeri sendi semakin menjadi perhatian dunia, hal ini
dilatar belakangi oleh meningkatnya usia harapan hidup. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan penyakit menua salah satunya Nyeri sendi. Senam ini konsentrasinya
pada gerakan sendi sambil merenggangkan ototnya, karena otot-otot inilah yang
membantu sendi untuk menopang tubuh (Candra, 2008). Maka solusi yang baik bagi
tenaga kesehatan dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang senam rematik,
yang merupakan salah satu cara efektif untuk memperlambat nyeri sendi. Dengan
melakukan senam rematik diharapkan kualitas hidup lansia meningkat, sehingga
lansia dapat melakukan aktivitas fungsional dengan maksimal dan tidak menjadi
beban bagi orang lain. Pendidikan kesehatan senam rematik sangat berpengaruh
dalam pengetahuan tentang mengurangi nyeri sendi pada lansia dapat diperoleh dari
tenaga kesehatan seperti perawat. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik
untuk mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan
Pengetahuan Dan Sikap Lansia Tentang Senam Rematik Dalam Penanganan Nyeri
Sendi Pada Lansia Di Posyandu Rindang Banua Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Pahandut Palangka Raya.
belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Adakah
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap
Lansia Tentang Senam Rematik Dalam Penanganan Nyeri Sendi Pada Lansia Di
Posyandu Rindang Banua Wilayah Kerja UPT Puskesmas Pahandut Palangka Raya?”
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
XO1X = program
O2O = pengamatan
15
Cara ini juga tidak ada pengumpulan data awal, program langsung dimulai.
Sesudah pelaksanaan program selesai, lalu diadakan pengamatan, baik terhadap
kelompok masyarakat yang menerima program pada O1, maupun terhadap kelompok
masyarakat yang tidak mendapat program pada O2, kelompok masyarakat yang tidak
mendapatkan program tersebut disebut kelompok kontrol. Jika pengamatan terhadap
kelompok yang mendapat program menunjukkan hasil yang lebih baik daripada hasil
pengamatan terhadap kelompok kontrol, berarti programnya berhasil baik. Hanya saja
kelemahannya tidak tahu apakah kedua kelompok tadi memang sama keadaannya
sebelum program dimulai.
2.1.9.4 Pre-test dan Post-test dengan kontrol
O1 O2
O3 O4
Dilakukan pengumpulan data awal, baik pada kelompok yang mendapat
program, yang selanjutnya disebut eksperimen maupun terhadap kelompok yang tidak
mendapat program, yang selanjutnnya disebut kelompok control, hal ini dilukiskan
pada O1 dan O2. Selanjutnya dilaksanakan program yang akan dinilai terhadap
eksperimen dilukiskan pada X. Sedangkan kelompok control tidak mendapat program
tersebut. Sesudah program selesai, diadakan pengamatan terhadap kelompok
eksperimen pada O2 dan juga terhadap kelompok kontrol 04. Kalau O2-O1 kita
umpamakan d, dan O4-O3 kita umpamakan d’, maka kalau d-d’ cukup besar, maka
program dikatakan berasil. Pada cara ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
ditentukan melalui random sampling, agar yakin bahwa pada awalnya kedua
kelompok mempunyai kondisi yang sama. Alat penilai, bisa dengan pengamatan
langsung (observasi), wawancara, dan sebagainya.Sumber data, berasal dari
dokumen-dokumen yang ada (data sekunder) atau bisa dari masyarakat langsung
(data primer).
menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami organisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru (Budiman, 2013: 3).
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan
(mata).
Pengetahuan juga merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang
(overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
pengetahuan.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan merupakan sesuatu yang didapat melalui proses penginderaan yang
dibentuk secara terus menerus dan setiap saat mengalami organisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru, dan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan.
2.2.4.6 Pengalaman
Pengalama di sini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,
maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan luas sedangkan umur semakin
bertambah tua.
2.2.4.7 Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya,
individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih
banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia
tua. Selain itu, orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu
untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan
verbal, dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional
mengenai jalannya perkembangan selama hidup adalah sebagai berikut.
(1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan
semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
(2) Tidak dapat mengejarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena
telah mengalami menuduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan
bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada
beberapa kemampuan yang lain, seperti kosakata dan pengetahuan umum.
Beberapa teori yang berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup
cepat sejalan bertambahnya usia.
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar
atau salah, adalah berarti bahwa orang lain menerima ide tersebut.
2.3.3.3 Menghargai (valving)
Pada tingkat ini, sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah. Contoh: seorang ibu mengajak orang lain untuk pergi
menimbangkan putranya ke Posyandu atau mendiskusikan tentang manfaat masalah.
2.3.3.4 Bertanggung jawab (responsible)
Merupakan sikap paling tinggi, pada tingkat ini sikap individu akan
bertanggung jawab dan siap menanggung segala risiko atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya meskipun mendapat tantangan dari keluarga. Pengukuran sikap dapat
dilakukan secara langsung (langsung ditanya) dan tidak langsung. Contoh: seseorang
ibu yakin bahwa KB sangat bermanfaat bagi kesehatannya sehingga ia tetap tetap
menjadi akseptor KB, walapun mendapat tentangan dari orang lain.
2.4.2.3 Menurut Masadani (dalam Nugroho, 2008 cit Widuri, 2010: 20), lanut usia
merupakan kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat
bagian, yaitu :
1) Fase iuventus, antara usia 25 – 40 tahun.
2) Fase verilitas, antara usia 40 – 50 tahun.
3) Fase presenium, antara usia 55 – 65 tahun.
4) Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia.
2.4.2.4 Menurut Hurlock (1979), perbedaan lanjut usia terbagi dalam dua tahap,
yakni:
1) Early old age (usia 60 – 70 tahun)
2) Advanced old age (usia 70 tahun ke atas).
2.4.4.2 Penuaan sekunder: proses penuaan akibat dari faktir lingkungan, fisik, psikis,
dan social. Stres fisik, psikis, gaya hidup, dan diit dapat mempercepat proses
menjadi tua.
3) Esophagus melebar.
4) Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung menurun,
motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun.
5) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbsi melemah.
7) Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah
berkurang.
2.4.5.9 Sistem Reproduksi
1) Wanita
(1) Vagina mengalami kontraktur dan mengecil.
(2) Ovari menciut, uterus mengalami atrofi.
(3) Atrofi payudara.
(4) Atrofi vulva.
(5) Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi
berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna.
2) Pria
(1) Testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun ada penurunan
secara berangsur- angsur.
(2) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal kondisi
kesehatannya baik, yaitu: kehidupan seksual dapat diupayakan sampai
masa lanjut usia, hubungan seksual secara teratur membantu
mempertahankan kemampuan seksual, tidak perlu cemas karena prosesnya
alamiah, sebanyak ± 75% pria di atas usia 65 tahun mengalami
pembesaran prostat.
2.4.5.10 Sistem Genitourina
1) Mengecilnya nefron akibat atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%
sehingga fungsi tubulus berkurang.
2) Renal plasma flow (RPF) dan Glomeruluar filtratioj rate (GFR) atau klirens
kreatinin menurun secara linier sejak usia 30 tahun. Jumlah darah yang
difiltrasi oleh ginjal berkurang.
3) Vesika urinaria, otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml
atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat. Pada pris lanjut usia,
32
6) Atrofi serabut otot, otot mengecil sehingga pergerakan menjadi lamban, otot
kram, dan menjadi tremor.
7) Komposisi otot berubah sepanjang waktu (myofibril digantikan oleh lemak,
kolagen, dan jaringan parut).
8) Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua.
panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50 tahun ke
atas.
2.5.3.4 Artritis Gout (Pirai)
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus,
yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada wanita. Pada
pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya mendekati
masa menopause.
2.5.4 Patofisiologi
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara yang paling
baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga
komponen fisiologi berikut:
2.5.4.1 Resepsi
Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik,
kimiawi atau stimulus listrik, menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan
nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin tekanan friksi dan zat-zat kimia
menyebabkan pelepasan substansi, seperti histamin, bradikinin dan kalium yang
brgabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor. Impuls saraf yang dihasilkan stimulus
nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen. Dua tipe saraf perifer
mengonduksi stimulus nyeri.
2.5.4.2 Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri
ditransmisikan naik ke medula spinalis ke talamus dan otak tengah. Dari talamus,
serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori
dan korteks asosiasi.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang
kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor
neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri.
2.5.4.3 Reaksi
1) Respons Fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan
talamus sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres.
36
Neri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan
reaksi “flight atau fight” yang merupakan sindrom adaptasi umum.
2) Respons Perilaku
Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus, yang apabila
tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya, dapat mengubah
kualitas kehidupan individu secara bermakna. Antisipasi terhadap nyeri
memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkannya. Dengan intruksi dan dukungan yang adekuat, klien belajar untuk
memahami nyeri dan mengontrol ansietas sebelum nyeri terjadi. Perawat berperan
penting dalam membantu klien selama fase antisipatori. Penjelasan yang benar
membantu klien memahami dan mengontrol ansietas yang mereka alami.
Nyeri mengancam kesejahteraan fisik dan fisiologis. Klien mungkin memilih
untuk tidak mengekspresika nyeri apabila mereka yakin bahwa ekspresi tersebut akan
membuat orang lain merasa tidak nyaman atau hal itu akan merupakan tanda bahwa
mereka kehilangan kontrol diri. Klien yang memiliki toleransi tinggi terhadap nyeri
mampu menahan nyeri tanpa bantuan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang
pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan.
Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan
kedalam ruang antara tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut
(shock absorber) dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara
bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi dan degenerasi
yang terlihat pada penyakit nyeri sendi. Meskipun memiliki keaneka ragaman mulai
dari kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan multi sistem yang
sistemik, semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat
tertentu yang biasa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada persendian yang
mengalami pembengkakan. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan
proses primer dan degenerasi yang merupakan proses sekunder yang timbul akibat
pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari
respon imun. Sebaliknya pada penyakit nyeri sendi degeneratif dapat terjadi proses
inflamasi yang sekunder, pembengkakan ini biasanya lebih ringan serta
37
menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat
pada penyakit yang lanjut. Pembengkakan dapat berhubungan dengan pelepasan
proteoglikan tulang rawan yang bebas dari karilago artikuler yang mengalami
degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlibat. Nyeri yang dirasakan
bersifat persisten yaitu rasa nyeri yang hilang timbul. Rasa nyeri akan menambahkan
keluhan mudah lelah karena memerlukan energi fisik dan emosional yang ekstra
untuk mengatasi nyeri tersebut (Smeltzer, 2009).
2.5.6 Penatalaksanaan
Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit saat diagnosis dibuat dan
termasuk kedalam kelompok yang mana sesuai dengan kondisi tersebut.
2.5.4.1 Pendidikan pada pasien mengenal penyakitnya dan penatalaksanaan yang
akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien
untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2.5.4.2 OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) diberikan sejak dini untuk
mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai.
2.5.4.3 DMARD (Desease Modifying Antirheumatoid Drugs) digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat athritis
38
3) Hipnosis Diri
Hipnosis dapat membantu menurunkan persepsi nyeri melalui pengaruh
sugesti positif untuk pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri menggunakan
sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang nyaman dan damai.
4) Relaksasi dan Teknik Imajinasi
Klien dapat merubah persepsi kognitif dan motivasi afektif. Latihan relaksasi
progresif meliputi latihan kombinasi pernapasan yang terkontrol dan rangkaian
kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien mulai latihan berbafas dengan perlahan
dan menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan
dan dada mengembang penuh. Saat klien melakukan pola pernapasan yang teratur,
perawat mengarahkan klien untuk melokalisasi setiap daerah yang mengalami
ketegangan otot, berpikir bagaimana rasanya, menenangkan otot sepenuhnya dan
kemudian merelaksasikan otot-otot tersebut.
5) Senam Rematik.
Senam rematik ini konsentrasinya pada gerakan sendi sambil meregangkan dan
menguatkan otot, karena otot-otot inilah yang membantu sendi untuk menopang
tubuh (wahyuni, 2008).
Gerakan senam rematik dimulai darilatihan pernapasan, latihan pemanasan
(Warming Up), latihan gerak sendi dan di akhiri dengan pendinginan (Cooling
Down). Gerakan senam rematik yang mempunyai pengaruh dalam penurunan
terhadap nyeri sendi yaitu terutama pada latihan gerak sendi. Berbagai gerakan senam
rematik tersebut menyebabkan gerak sendi tidak terbatas lagi, nyeri atau kekakuan,
mencegah kerusakan tulang rawan sendi, dan memperkuat otot-otot di sekitar sendi.
Senam rematik dilakukan rutin 3-5 kali seminggu.
secara bertahap melakukan gerakan-gerakan otot besar, mulai dari kepala, bahu,
tubuh bagian atas sampai tubuh bagian bawah.
(3) Miringkan kepala kearah bahu kanan, ditahan kemudian kearah bahu
kiri.
Gambar 2.4 Latihan Sendi Bahu Pada Lansia (Arifin, 2006: 10)
(3) Satu tangan letakkan di leher bagian belakang, kemudian gerakkan kea
rah punggung sejauh mungkin yang dapat dicapai. Lakukan bergantian
tanngan kanan dan kiri.
(4) Letakkan salah satu tangan dipunggung kemudian cobalah meraih sejauh
mungkin. Lakukan bergantian tangan kanan dan kiri.
44
Gambar 2.5 Latihan Sendi Lengan Pada Lansia (Arifin, 2006: 10)
3) Sendi Pinggul
(1) Latihan ini dapat dilakukan dengan berdiri tegak dan memegang
sandaran kursi (atau sandaran lain) atau dengan posis tiduran.
Tekuklah salah satu lutut sampai pada dada dimana kaki lain tetap lurus
dan tahan beberapa saat. Lakukan untuk kaki kiri dan kanan secara
bergantian.
(2) Renggangkanlah kaki kesamping kiri sejauh mungkin, lalu kembali dan
kemudia kaki kanan dengan cara yang sama.
Gambar 2.6 Latihan Sendi Pinggul Pada Lansia (Arifin, 2006: 16)
5) Pergelangan Tangan
(1) Kepalkan tangan sekuatnya. Kemudian tekuk jari–jari tangan, putar
pergelangan tangan searah jarum jam dan kemudian berlawanan dengan
jarum jam. Kemudian luruskan kembali jari-jari tangan.
Gambar 2.8 Latihan Sendi Pergelangan Tangan Pada Lansia (Arifin, 2006: 13)
6) Ruas Jari
(1) Balikkan telapak tangan. Tariklah ibu jari melintasi permukaan telapak
tangan untuk menyentuh jari kelingking, kemudian tarik kembali.
Lannjutkan dengan menyentuh jari-jari denngan ibu jari. Ulangi hingga 5
kali
Gambar 2.9 Latihan Ruas Jari Pada Lansia (Arifin, 2006: 13)
3) Mengambil napas turun ke posisi menekuk lutut akan terasa peregangan otot
punggung dan kontraksi otot perut serta relaksasi tubuh bagian atas. Lalu
kembali ke posisi awal.
4) Peregangan dinamis
Mengayunkan tangan ke depan dan ke belakang sebanyak 6 kali.
5) Diakhiri dengan gerakan pernapasan.
Variabel Dependent
5oi5
0
50
51
Tabel 2.1 Ryan Rahmanda Putra dan Dr. Noortje Anita Kumaat, M.Kes (2016) “Pengaruh Senam Bugar Lansia Terhadap Nyeri
Persendian Pada Posyandu Lansia Karang Werdha Kedurus Surabaya”.
Populasi Penelitian Tindakan yang diberikan Hasil Penelitian Uji Statistik
Populasi pada penelitian ini Responden diberikan pre test skala nyeri pada lansia dengan nyeri Jenis Penelitian ini adalah
adalah keseluruhan lansia baik dan pos test dari angket persendian sebelum diberikan perlakuan penelitian eksperimental dan
pria maupun wanita di Posyandu kemudian mendapatkan senam bugar lansia sebanyak 8 orang design one group pre- test dan
Lansia Karang Werdha Kedurus treatment berupa senam bugar sampel (53,33%) dengan skala nyeri 1-3 post test design Metode analisis
Surabaya. Sampel pada lansia selama 16 kali (nyeri ringan), sebanyak 4 orang sampel data yang digunakan pada
penelitian ini adalah lansia baik pertemuan durasi seminggu 3 (26,67%) dengan skala nyeri 4-6 (nyeri penelitian ini adalah
pria maupun wanita di Posyandu kali dengan waktu latihan sedang), dan sebanyak 3 orang sampel menggunakan uji skala nyeri
Lansia Karang Werdha Kedurus bertambah setiap minggunya, (20,00%) dengan skala nyeri 7-9 (sangat Numeric Rating Scale dan
Surabaya. Jumlah Sampel 15 setelah itu diambil data akhir nyeri). Skala nyeri sesudah dilakukan WOMAC.
orang pemilihan dengan teknik untuk mengetahui perubahan terapi senam lansia sebanyak 10 orang
purposive sampling rasa nyeri persendian setelah sampel (66,67%) dengan skala 1-3 (nyeri
dilakukan treatment. ringan) dan sebanyak 5 orang sampel
(33,33%) skala nyeri 4-6 (nyeri sedang).
Terdapat pengaruh pemberian senam bugar
lansia terhadap pengurangan nyeri
persendian yang dirasakan lansia pada
Posyandu Lansia Karang Werdha Kedurus
Surabaya karena nilai t hitung 6,325 > t
tabel 1,76131.
51
52
BAB 3
METEOLOGI PENELITIAN
52
53
Kerangka kerja yang di gunakan pada penelitian disajikan pada gambar di bawah
ini :
Populasi
Semua lansia di Posyandu Rindang Banua
Sampel
Lansia yang mengalami nyeri sendi
Teknik Sampling
Menggunakan metode Teknik sampling Nonprobability Sampling
(Consecutive Sampling)
Di berikan kuesioner
(Pre test)
Pengumpulan data
Hasil pengisian kuesioner
Pengolahan Data
Editing, coding, scoring, tabulating
Uji Statistik
Uji Wilcoxon
No. Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Skala Hasil Ukur
1 Independen: Pendidikan kesehatan Pendidikan - - -
Pendidikan adalah suatu kegiatan Kesehatan Meliputi:
kesehatan memberikan informasi 1) Pengertian senam
tentang senam mengenai senam rematik
rematik rematik dengan 2) Tujuan senam
harapan informasi rematik
yang diberikan dapat 3) Kegunaan senam
menambah rematik
pengetahuan lansia. 4) Cara dan Gerakan
senam rematik
56
57
No. Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Skala Hasil Ukur
3. dependent: Sikap merupakan Sikap lansia tentang Kuesioner Ordinal Pernyataan Positif:
Sikap lansia reaksi atau respon senam rematik 1. Sangat setuju = 4
tentang sena seseorang yang masih meliputi: 2. Setuju = 3
rematik tertutup terhadap 1) Pernyataan Positif 3. Tidak setuju = 2
suatu stimulus atau 2) Pernyataan negatif 4. Sangat tidak setuju = 1
objek. Pernyataan negatif:
1. Sangat setuju = 1
2. Setuju = 2
3. Tidak setuju = 3
4. Sangat tidak setuju = 4
Rumus:
𝑆𝑝
𝑁 = 𝑆𝑚 x100%
Keterangan
N : Nilai
Sp : Skor yang didapat
Sm : Skor tertinggi maksimum
Kategori:
1. Nilai Sikap Positif: Nilai 60-
100%
2. Nilai Sikap Negatif : Nilai 1-59%
57
58
2) Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2011: 92).
Dalam penelitian ini kriteria eksklusi yaitu:
(1) Lansia yang tidak bersedia menjadi responden
(2) Lansia yang tidak bisa membaca dan menulis
3.5.2 Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai
subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2011:91). Sampel dalam penelitian ini
adalah lansia yang mengalami nyeri sendi di Posyandu Rindang Banua wilayah kerja
Puskesmas Pahandut Palangka Raya.
Rumus yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan rumus:
N
𝑁=
1 + N(d)2
Keterangan:
N : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
d : Tingkat signifikansi (d=0,05)
3.5.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili
populasi (Nursalam, 2011:93). Sampel dalam penelitian ini diambil dengan
menggunakan teknik Nonprobability Sampling (Consecutive Sampling).
Nonprobability Sampling (Non Random Sampling) pengambilan sampel bukan secara
acak atau nonrandom adalah penngambilan sampel yang tidak didasarkan atas
kemungkinan yang dapat diperhitungkan, tetapi semata-mata. Hanya berdasarkan
kepada segi-segi kepraktisan belaka (Notoatmodjo, 2012: 124). Tehnik sampling
yang digunakan consecutive sampling ini merupakan jenis non probability terbaik,
dan seringkali merupakan cara yang paling mudah. Pada Consecutive Sampling,
setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukan dalam penelitian sampai
kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi.
60
1) Pada kotak Descriptives for → pilih kotak kecil scale if item deleted kemudian
→ continue dan OK.
2) Out-put validitas dan reliabilitas.
3) Pada kolom corrected item-total correction bandingkan dengan tabel r.
Apabila lebih besar dari nilai tabel r, maka item dinyatakan valid. Apabila
nilai corrected item-total correction ada yang lebih kecil dari nilai r tabel
maka item tidak valid dan sebaiknya dikeluarkan dari instrumen penelitian.
Pada nilai yang bersifat marginal dapat dilakukan perbaikan pernyataan pada
item kuisioner.
Langkah-langkah mencari nilai r table dan t table dengan mempergunakan SPSS
(Susilo, 2014 : 159).
1) Nilai t table dicari dengan langkah: menentukan df (derajat bebas) = N
(jumlah item instrumen penelitian riset) – 2.
2) Buka SPSS → klik data view isikan nilai df dengan N – 2 lalu → transform
selanjutnya pilih compute variable.
3) Isikan pada kolom target variable t_0.05 pada level signifikansi 95%.
Kemudian pada kotak Numeric expression, ketik rumus IDF.T (0,95,df) →
OK.
4) Maka didapat nilai t tabel.
5) Selanjutnya untuk mencari r table, ulangi lagi dengan transform dan
compute variabel. Pada kotak target variable → ketik r_0.05 sedangkan
pada kotak numeric expression ketik rumus t_0,05/SQRT(df+t_0.05*2).
6) Luaran nilai r yang dipergunakan sebagai cut of point uji validitas pada
kuisioner.
Hasil uji akan dibandingkan antara harga r hitung dan r tabel dengan taraf
signifikan 0,05. Apabila hasil r hitung > r tabel maka pertanyaan dinyatakan
valid untuk digunakan penelitian.
3.7.3.2 Uji Rehabilitas
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran tersebut tetap konsisten atau sama bila dilakukan pengukuran dua kali
63
atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama
(Budiman, 2013 : 22).
Pertanyaan yang sudah valid dilakukan uji reliabilitas dengan cara
membandingkan r tabel dengan r hasil. Jika nilai r hasil adalah alpha yang terletak di
awal output dengan tingkat kemaknaan 5% (0,05) maka setiap pertanyaan dikatakan
valid, jika r alpha lebih besar dari konstanta maka pertanyaan tersebut reliabel
(Budiman, 2013 : 22). Nilai reliabilitas dapat dilihat pada tabel luaran reliability
statistics pada nilai Alpha Cronbach’s (Susilo, 2014 : 167).
Menurut Budi (2006), tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach
diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai 1. Apabila skala alpha tersebut
dikelompokkan ke dalam 5 kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan
alpha dapat dipresentasikan ke dalam tabel berikut.
Tabel 3.3 Tingkat Reliabilitas berdasarkan Nilai Cronbach atau α
kelengkapan data yang diisi responden, jika tidak lengkap peneliti mengembalikan
kepada responden agar dapat dilengkapi.
3.7.5.2 Coding data
Setelah melakukan proses editing kemudian dilakukan pengkodean pada
jawaban dari setiap pertanyaan terhadap setiap variabel sebelum diolah dengan
komputer, dengan tujuan untuk memudahkan dalam melakukan analisa data.
3.7.5.3 Skoring
Skoring adalah menentukan skor atau nilai untuk setiap item pertanyaan,
dengan cara menentukan nilai terendah dan tertinggi, tetapkan jumlah kuesioner dan
bobot masing-masing kuesioner.
3.7.5.4 Tabulating
Tabulasi adalah proses penyusunan data kedalam bentuk tabel, pada tahap ini
data dianggap telah selesai diproses sehingga harus segera disusun ke dalam suatu
format yang telah dirancang.
yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2010:95).
1
DAFTAR PUSTAKA
Budiman dan Agus Riyanto. 2013. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap
dalam Penelitian. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika.
Kushariyadi. 2012. Asuhan Keperawatan pada Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika.
Maryam, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Naga, Sholeh S. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta:
DIVA Press.
Susilo, Wihelmus Harry dkk. 2014. Bistatistika Lanjut dan Aplikasi Riset. Jakarta :
Trans Info Media.
Wratsongko,Madyo. 2015. Sehat Tanpa Obat Kimia dengan BEST. Jakarta: Mizania.
Https://id.scribd.com/mobile/doc/196775707/MATERI-SENAM-REMATIK.
Diakses tanggal 13 Februari 2017.