Anda di halaman 1dari 42

STRATEGI KOPING LANSIA PADA PENDERITA

REUMATIK DI POSBINDU LANSIA DESA SINDANG PANON

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan

Studi Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh:

Maryati

1714201041

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini penduduk lansia di seluruh dunia mengalami

peningkatan khususnya di Indonesia. Fenomena peningkatan jumlah

penduduk lansia tidak hanya dialami Indonesia tetapi juga Negara lain di

dunia. Abad 21 akan menjadi “ Era Lanjut Usia” dan Indonesia salah satu

Negara yang terletak di asia tenggara yang memauki era penduduk

dibandingkan Negara lain di dunia (BPS 2012, dalam buku pendidikan

gerontik, 2016)

Menurut World Health Organisation (WHO) pada tahun 2016, 335

juta jiwa penduduk di dunia yang mengalami reumatik. Sedangkan di

Indonesia mencapai 2 juta jiwa, dengan angka perbandingan pasien wanita

tiga kali lipatnya dari laki – laki. Di Indonesia jumlah penderita reumatik

pada tahun 2011 diperkirakan prevalensinya mencapai 29,35%, pada tahun

2012 prevalensinya sebanyak 39,47% dan pada tahun 2013 prevalensinya

sebanyak 45,59%.

Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang akan mengalami

peringatan jumlah penduduk lansia. Berdasarkan Survei Sosial dan

Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012, persentase jumlah lansia adalah

sebesar 7,56 % dari total penduduk atau setara dengan 18,96 juta.

Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah lanjut usia di


Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Pada tahun

2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi 18,781 juta jiwa

dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya mencapai 36 juta jiwa

(Kemenkes RI, 2015).

Meningkatnya jumlah lansia maka membutuhkan penanganan yang

sangat serius karena secara garis besar lansia menalami penurunan baik

dari segi fisik, biologi maupun mentalnya dan hal ini tidak terlepas dari

masalah ekonomi, social dan budaya. Sehingga diperlukannya peran

keluarga dan peran social dalam penanganannya. Adanya penurunan

fungsi terhadap berbagai organ lansia yang menjadi rentan terhadap

penyakit yang bersifat akut maupun kronis (Purnomo, 2010). Menurut

teori Purwoastuti jenis kelamin merupakan factor resiko penyebab

reumatik. Wanita lebih sering terkena reumatik dibandingkan laki – laki,

karena factor resiko sebesar 60% wanita lebih sering terkena osteoarthritis

lutut dan sendi sedangkan laki – laki lebih seing terkena osteoarthritis

paha, pergelangan tangan dan leher.

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Lansia

merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha

Esa. semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua

merupakan masa hidup manusia yang akhir dan seseorang akan

mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap. Seiring

bertambahnya usia maka fungsi organ – organ tubuh akan mengalami

perubahan , baik secara fisik maupun psikologi. Perubahan fisik bagi


lansia akibat penurunan fungsi organ tubuh secara degenerative yang

berdampak terhadap kesehatan dan aktivitas lansia sehari – hari. Masalah

kesehatan yang dialami lansia antara lain jantung, hipertensi, pernafasan,

gastritis, diabetes mellitus, rheumatoid arthritis, daya tahan tubuh

menurun dan masalah psikososial lainnya.

Reumatik merupakan suatu penyakit yang menyerang sendi dan

dapat menyerang siapa saja yang rentan terkena penyakit reumatik. Oleh

karena itu kita harus mendapatkan perhatian yang serius karena penyakit

reumatik ini merupakan penyakit persendian yang akan mengganggu

aktivitas seseorang dalam kehidupan sehari – hari (Mansjoer, 2011). Tidak

bisa diperkirakan bahwa aktivitas masyarakat Indonesia yang padat dapat

menimbulkan berbagai ketidakmampuan yang diakibatkan oleh bermacam

gangguan khususnya pada penderita reumatik ( Handono & Isbagio,

2005). Penyakit rematik bisa mengakibatkan peradangan pada lapisan

dalam pembungkus sendi. Penyakit rematik juga bisa berangsung tahunan,

dapat menyerang berbagai sendi biasanya simetris, jika radang sudah

menahun, bisa terjadinya kerusakan pada tulang rawan sendi dan tulang

otot ligament dalam sendi. Seseorang yang mengalami penyakit rematik

biasanya mengalami beberapa gejala misalnya nyeri sendi, inflamsi,

kekakuan sendi pada pagi hari dan hambatan gerak persendian. Masih

banyak penderita rematik yang masih belum mengetahui tanda gejala dan

cara strategi koping untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi bagi

penderita reumatik tersebut. ( Chintiyawaty, 2009


Koping merupakan semua bentuk perilaku dan pikiran baik

negative maupun positif yang bisa mengurangi kondisi yang membebani

individu agar tidak menimbulkan setres. Individu tidak akan membiarkan

efek negative menjadi berkepanjangan, ia akan melakukan tindakan untuk

menyelesaikannya. Tindakan yang di ambil oleh individu biasanya adalah

strategi koping. Strategi koping biasanya dapat mempengaruhi individu

seperti latar belakang budaya, pengalaman dalam menghadapi masalah,

factor lingkungan, kepribadian, konsep diri, factor social dan lain – lain

sangat berpengaruh pada individu dalam menyelesaikan masalah. Strategi

koping ini bertujuan untuk mengatasi situasi atau tuntutan yang dapat

menekan, menantang, membebani dan melebihi sumber daya yang

dimiliki. Sumber daya koping yang dimiliki seseorang akan

mempengaruhi strategi koping yang akan dilakukan dalam menyelesaikan

berbagai permasalahan.

Peneliti Miftahul Khoiriyah Siregar (2018) tentang strategi koping

pada lansia reumatik di wilayah binaan Puskesmas Padang Bulan

menunjukkan hasil penelitian bahwa didapatkan strategi koping lansia

pada penderita reumatik dari 38 responden berada dalam kategori adaptif

sebanyak 33 orang (86,8%) dan katagori maladaptif sebanyak 5 orang

(13,2%). Dari karakteristik responden berdasarkan usia paling banyak

berada pada kelompok usia 60-65 tahun sebanyak 28 orang (73,7%).

Karakteristik dari jenis kelamin paling banyak responden berjenis kelamin

perempuan sebanyak 26 orang (68,4%). Karakteristik responden agama


paling banyak responden beragama islam sebanyak 35 orang (92,1%).

Karakteristik responden berdasarkan suku sebanyak 15 orang (39,5%).

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan paling banyak responden

berpendidikan SD sebanyak 21 orang (55,3%). Karakteristik responden

dengan status perkawinan menikah sebanyak 26 orang (68,4%). Ada dua

factor yang mempengaruhi pengetahuan responden tentang strstegi koping

yaitu pendidikan dan umur. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

Miftahul Khoiriyah Siregar (2018) adalah pada focus penelitian tidak

hanya focus pada strategi koping lansia tetapi riwayat penyakit lansia dan

dukungan dari keluarga untuk spiritual maupun dalam lingkungan

sehingga membuat para lansia tersebut memiliki mekanisme koping yang

konstruktif.

Berdasarkan survey awal di sekitar Posbindu Sindangpanon kepada

5 orang penderita reumatik yang berusia kurang lebih sekitar 50-60 tahun,

3 orang wanita dan 2 laki – laki. 2 orang di antaranya sering mengalami

ngilu atau nyeri pada persendian kaki, tangan dan jari. Kadang susah

melakukan aktivitas sehari – hari jika sakitnya kumat sedangkan di antara

kedua orang ini ada 1 yang sering memomong cucunya dikarenakan kedua

anak beliau kerja di salah satu pabrik daerah Pasar Kemis. 1 orang

mengatakan sering mengalami nyeri pada persendian kaki kadang sulit

untuk melakukan aktivitas seperti berjalan dan sulit untuk berdiri dan

beliau juga memiliki berat badan yang berlebih atau obesitas. 2 orang

mengatakan jika nyerinya kumat disebabkan oleh suhu yang terlalu dingin,
terasa nyeri dibagian persendian tulang kaki sehingga beliau seing

menggunakan kaos kaki pada malam hari dan diantanya tidak mengetahui

tanda/gejala serta cara mengatasi penyakit tersebut. Dari kedua orang ini

salah satunya ada keluarga yang tidak memperhatikan kondisi kesehatan

dan pola makan pada lansia. Sedangkan dari 5 responden ini ada 2 orang

yang mengatakan bahwa meraka memilki riwayat keluarga yang

mempunyai penyakit reumatik. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan

penelitian “Strategi Koping Lansia Pada Penderita Reumatik Di Posbindu

Lansia Desa Sindang Panon”

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah pada uraian diatas terdapat beberapa

hal yang harus diidentifikasi sebagai berikut:

1. Faktor genetik merupakan salah satu kejadian reumatik pada lansia di

Posbindu Lansia Desa Sindang Panon.

2. Belum adanya pengetahuan tentang tanda gejala reumatik dan strategi

koping di Posbindu Lansia Desa Sindang Panon.

3. Keluarga belum bisa menerapkan strategi koping pada lansia di

Posbindu Lansia Desa Sindang Panon.

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, Peneliti

membatasi masalah yang ada yaitu :

1. Variabel dependen pada penelitian ini adalah reumatik


2. Variabel independen pada penelitian ini adalah strategi

koping pada lansia

3. Identifikasi peneliti hanya membatasi permasalahan peneliti mengenai

Strategi Koping Lansia Pada Penderita Reumatik Di Posbindu Lansia

Desa Sindang Panon.

1.4. Rumusan Masalah

Apakah terdapat lansia di Posbindu Desa Sindang Panon menerapkan

strategi koping pada penderita reumatik?

1.5. Tujuan Penelitian

1.5.1. Tujuan umum

Mengetahui strategi koping lansia pada penderita reumatik berdasarkan

8 komponen yang dibagi menjadi 2 bagian di antarana problem

focused coping dan emotion focused coping.

1.5.2. Tujuan Khusus

1.5.2.1. Mengetahui karakteristik demografi usia dan jenis kelamin

di Posbindu Lansia Desa Sindang Panon.

1.5.2.2. Mengidentifikasi pasien lansia dengan reumatik di

Posbindu Lansia Desa Sindang Panon.

1.5.2.3. Mengetahui tanda gejala penyakit reumatik

1.5.2.4. Mengetahui gambaran strategi koping lansia pada

penderita reumatik di Posbindu Lansia Desa Sindang Panon.


1.6. Manfaat Penelitian

1.6.1. Bagi Peneliti

Manfaat dari penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan

lebih lanjut, serta refrensi terhadap penelitian sejenisnya dan dapat

menambah pengetahuan serta melatih diri sendiri berfikir secara

ilmiah sesuai ilmu yang didapat dibangku kuliah dan sebagai bahan

penelitian lebih lanjut terutama yang berhubungan dengan strategi

koping pada lansia terhadap penyakit reumatik.

1.6.2. Bagi Posbindu

Sebagai acuan agar dalam memberikan pelayanan kesehatan pada

lansia untuk meningkatkan pengetahuan mengenai strategi koping

lansia pada penderita reumatik.

1.6.3. Bagi Lansia

Sebagai acuan agar lansia dapat nerapkan strategi koping lansia

pada penderita reumatik agar dapat mengurangi rasa nyeri dan

pencegahan terkait factor yang berhubungan dengan reumatik.

1.6.4. Bagi Insitusi

Diharapkan dapat menjadikan masukan yang membangun

pengetahuan bagi pengamat ilmiah khususnya pada ilmu kesehatan

dibidang keperawatan serta menjadi pemberian pengetahuan dan

informasi bagi peneliti lainnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Konsep Lanjut Usia

2.1.1.1. Definisi Lanjut Usia

Lansia atau disebut juga sebagai lanjut usia adalah suatu

proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua

orang akan mengalami proses menjadi tua. Masa tua adalah

maasa hidup manusia yang paling akhir, dimana seseorang akan

mengalami kemunduran fisik, mental, maupun social secara

bertahap.

Menurut UUD nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan

lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia

adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Dra.Ny.Jos

Masdani ; Nugroho, 2000 (dalam Ma’rifatul Azizah, 2011)

mengemukakan bahwa lansia merupakan kelanjutan dari usia

dewasa. Kedewasaan dibagi menjadi 4 yaitu fase pertama


infentus, antara 25 dan 40, fase kedua verilitas, antara 40 dari 50

tahun, fase ketiga prasenium antara 55 dari 65 tahun dan fase ke

empat senium antara 65 hingga tutup usia.

2.1.1.2. Batasan Umur Lansia

Menurut WHO (1999) menggolongkan lansia berdasarkan

kronologis/biologis menjadi 4 kelompok diantaranya usia

pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun, lanjut usia

(elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia

75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Menurut Nugroho, 2000 (dalam Ma’rifatul Azizah, 2011)

menyimpulkan pembagian umur berdasarkan para ahli, bahwa

yang disebut lansia merupakan orang yang telah berumur 65 tahun

ke atas.

Menurut Prof. Dr. Koesumanto Setyonegoro, lanjut usia

dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (elderly adulthood), 18

atau 25 – 29 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau

maturitas, 25-60 tahun atau 65 tahun, lamjut usia (getriatric age)

lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi dengan 70 – 75

tahun (young old), 75 – 80 tahun (old), lebih dari 80 tahun (very

old).
2.1.1.3. Tipe Lansia

Menurut Nugroho, 2000 (dalam Maryam, 2008), berikut beberapa

tipe lansia diantaranya:

1. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah dan

rendah hati.

2. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

dalam mencari pekerjaan dan bergaul dengan teman.

3. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadi pribadi pemarah, tidak sabra dan mudah tersinggung.

4. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama

dan melakukan pekerjaan apa saja.

5. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder dan

menyesal.

2.1.1.4. Karakteristik Lansia

Menurut pusat data dan informasi, kementerian kesehatan RI (2016),

karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok sebagai

berikut:
1. Jenis Kelamin

Berdasarkan data Kemenkes RI pada tahun 2016, ditemukan

bahwa lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin perempuan.

Artinya menunjukkan harapan hidup yang sangat tinggi adalah

perempuan.

2. Status Perkawinan

Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI pada tahun 2016, penduduk

lansia dilihat dari status perkawinan sebagian besar berstatus

kawin sebanyak 60% dan cerai mati sebanyak 37%. Lansia

perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04% dari

keseluruhan yang cerai mati, sedangkan lansia laki – laki berstatus

kawin ada 82,84%. Hal ini disebabkan oleh angka harapan hidup

perempuan lebih tinggi dari pada laki – laki.

3. Living Arrangement

Angka beban tanggungan adalah angka yang menunjukkan

perbandingan banyaknya orang tidak produktif (umur < 15 tahun

dan > 65 tahun) dengan yang berusia produktif (umur 15-64

tahun)

4. Kondisi Kesehatan

Angka kesehatan menurut Pusat Data dan informasi Kesehatan RI

(2016) merupakan salah satu indicator yang mengukur kesehatan

penduduk. Angka kesehatan bisa menjadi indicator kesehatan


negative. Yang berarti semakin tinggi angka kesakitan

menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik.

5. Keadaan Ekonomi

Mengacu pada konsep active aging WHO, lansia sehat dan

berkualitas merupakan proses penuaan yang tepat baik secara

fisik, social dan mental, sehingga dapat menjadi sejahtera selama

hidupnya dan berpartisipasi dalam meningkatkan kualitas hidup

sebagai masyarakat.

2.1.1.5. Masalah dan Penyakit yang sering dihadapi oleh lanjut

usia

1. Mudah jatuh

Factor risiko jatuh pada lansia dapat dikelompokkan menjadi 2

golongan diantaranya sebagai berikut:

a. Faktor interistik (factor dalam tubuh lansia sendiri)

1) Gangguan jantung dan sirkulasi darah.

2) Gangguan system anggota gerak, misalnya kelemahan otot

eksternitas bawah dan kekakuan sendi.

3) Gangguan system susunan saraf, misalnya neuropati

perifer.

4) Gangguan penglihatan.

5) Gangguan psikologis.

6) Infeksi telinga.

b. Faktor ekterinsik (factor dari luar atau lingkungan)


1) Cahaya ruangan yang kurang terang.

2) Lantai yang licin.

3) Tersandung benda – benda.

4) Alas kaki kurang pas.

5) Tali sepatu.

6) Kursi roda yang tak terkunci.

2. Mudah lelah

Disebabkan karena:

a. Faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau perasaan

depresi).

b. Gangguan organis, misalnya anemia,kekurangan vitamin,

perubahan pada tulang, gangguan pencernaan, kelainan

metabolisme, gangguan ginjal, gangguan system peredaran

darah dan jantung.

c. Pengaruh obat – obatan misalnya obat penenang, obat jantung

dan obat yang melelahkan daya kerja otot.

3. Berat badan menurun

Disebabkan karena:

a. Pada dasarnya nafsu makan menurun disebabkan karena

kurang adanya gairah hidup atau kelesuan.

b. Adanya penyakit kronis.

c. Gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan

makanan terganggu.
d. Faktor – faktor sosioekonimis (pension)

4. Sukar menahan BAB ( buang air besar)

Disebabkan karena:

a. Obat pencahar perut.

b. Keadaan diare.

c. Kelainan pada usus besar.

d. Kelainan pada ujung pencernaan ( pada rectu anus).

5. Gangguan pada ketajaman penglihatan

Disebabkan karena:

a. Presbiop.

b. Kelainan pada lensa mata (refleksi lensa mata yang berkurang)

c. Kekeruhan pada lensa (katarak)

d. Tekanan dalam mata yang meninggi ( glaucoma).

e. Radang saraf mata.

2.1.1.6. Penyakit yang sering dijumpai pada lansia

Ada 4 penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua,

yaitu:

1. Gangguan pada persendiaan, misalnya rheumatoid arthritis,

osteoarthritis, gout arthritis ataupum penyakit kolagen lainnya.

2. Gangguan sirkulasi darah, misalnya seperti hipertensi, kelainan

pada pembuluh darah, gangguan pebuluh darah diotak (coroner)

dan ginjal.
3. Gangguan metabolisme hormonal, misalnya seperti diabetes

mellitus, klimakterium dan ketidakseimbangan tiroid.

4. Berbagai macam neoplasma.

Menurut the national old people’s welfare council di Inggris

mengemukakan bahwa penyakit umum pada lansia ada 12 macam

penyakit diantaranya sebagai berikut:

1) Depresi mental.

2) Gangguan pendengaran.

3) Bronchitis kronis

4) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.

5) Gangguan pada koksa/sendi panggul.

6) Anemia.

7) Demensia.

8) Gangguan penglihatan.

9) Ansietas/kecemasan.

10) Dekompensasi koedis.

11) Diabetes mellitus osteomalisia dan hipotiroidisme.

12) Gangguan pada defekasi.

2.1.1.7. Perubahan – perubahan psikososial pada lansia

2.1.1.7.1. Pensiun

Pensiun sering dikatakan secara salah dengan kepasifan

atau pengasingan. Menurut Budi Darmojo dan Martono,

2004 (dalam Ma’rifatul Azizah, 2011)


1. Kehilangan financial ( besar penghasilan semula)

Pada umumnya, dimanapun pemasukan uang pada

seseorang yang pensiun akan menurun, kecuali pada

orang dengan tabungan yang melimpah.

2. Kehilangan status

Bila terjadi sebelum orang tersebut mempunyai jabatan

dan posisi yang cukup tinggi lengkap dengan

fasilitasnya.

3. Kehilangan teman atau kenalan

Lansia akan jarang bertemu dan berkomunikasi dengan

teman sejawat yang sebelumnya tiap hari sijumpai.

Hubungan sosialnya akan hilang atau berkurang.

4. Kehilangan kegiatan atau perkerjaan

Kehilangan kegiatan atau pekerjaan yang teratur

dilakukan setiap harinya, bahwa rutinitas yang bertahun

– tahun yang telah dikerjakan akan hilang.

2.1.2. Reumatik

2.1.2.1. Pengertian

Rheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis

yang menyerang system organ dan merupaan penyakit jaringan

penyambung difus yang diperantai oleh iunitas. Karakteristik reumatik

adalah terjadinya kerusakan poliferasi pada membrane synovial yang


menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan defromitas

(Lukman dan Ningsih, 2011).

Reumatik merupakan segala bentuk nyeri yang menyerang

persendian, otot – otot dan jaringan ikut (Andrew, 1992). Reumatik

bukan suatu penyakit, tetapi suatu sindrom dan golongan penyakit

yang menampilkan perwujudan sindrom reumatik cukup banyak,

semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan

para ahli reumatologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan atau

tanda.

Ada tiga keluhan utama pada pasien raumatik yaitu nyeri,

kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama

yaitu pembengkakan sendi, kelemahan otot, gangguan gerak

(Soenarto,1982). Reumatik dapat menyebabkan perubahan otot

sehingga fungsinya dapat menurun apabila otot pada bagian yang

menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Reumatik

terjadi pada semua umur dari anak – anak sampai usia lanjut atau

sebagai kelanjutan sebelum lanjut usia. Gangguan reumatik akan

meningkat dengan meningkatnya umur (Wardoyo 1994).

2.1.2.2. Penyebab Reumatik

Penyebab reumatik masih belim diketahui sampai saat ini. Factor

genetic, hormonal, infeksi dan heat shcok protein (HSP) sangat

berpengaruh kuat dalam menentukan mobilitas penyakit reumatik ini.

HSP sendiri merupakan sekelompok protein yang berukuran sedang


(60-90 kDa) yang dibentuk oleh seluruh spesies sebagai suatu respon

terhadap stress. Faktor resiko reumatik yang telah diketahui antara

lain gangguan autoimun, degenerative, usia tua (diatas 40 tahun),

penyakit metabolic (kencing manis), gangguan metabolisme asam urat

(gout), gerak yang berlebihan (overuse), trauma (benturan) yang

berulang, terdapat endapan Kristal dalam sendi, infeksi bakteri atau

virus, factor keturunan dan obesitas (Broto, 2003).

2.1.2.3. Diagnosa Reumatik

American Rheumatism Asscotiation (Lukman Dan Ningsih, 2011)

telah merumuskan cara menegakkan diagnose reumatik harus didapati

4 atau lebih kriteria seperti kaku pada pagi hari selama paling sedikit 1

jam dan sudah berlangsung minimal 6 minggu, pembengkakan

pergelangan tangan minimal 6 minggu, pembengkakan sendi simetris

minimal 6 minggu, nodul rheumatoid serum dan perubahan gambaran.

Hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan

diagnose reumatik (Mansjoer, 2000). Sekitar 85% penderita reumatik

mempunyai auto antibody didalam serum yang dikenal dengan factor

rheumatoid, sedangkan 5% orang normal meniliki factor rheumatoid

yang positif dalam serumnya namun insiden meningkat dengan

bertambahnya usia sengga 20% orang normal yang berusia diatas 60

tahu dapat memiliki factor rheumatoid (Handono, 1996). Laju

endapan darah ( LED) merupakan suatu indeks pandangan yang

bersifat tidak spesifik, pada rheumatoid nilainya dapat tinggi sekitar


(100 mm/jam atau lebih tinggi lagi) hal ini menunjukkan bahwa laju

endapan darah dapat dipakai untuk memantau aktivitas penyakit

(suddarth, 2002).

2.1.2.4. Penatalaksanaan

Reumatik harus ditangani secara holistic, baik kondisi fisik, psikis,

maupun sosialnya. Penanganan reumatik menjadi sangat penting

karena reumatik tidak dapat sisembuhkan secara total (Broto 2003).

Sedangkan factor utama kepuasan penderita dalam penanganan atau

pengobatan reumatik adalah efektivitas dan keamanan obat (Handono,

2002).

Langkah penatalaksanaan gangguan reumatik dibagi dalam 3 tahap

yaitu: lesi akut, arthritis persisten dan destruksi sendi. Sedangkan

pengobatan yang diberikan meliputi pengobatan medikamentosa,

pengobatan bedah dan program rehabilitas. Tujuan pengobatan

reumatik itu sendiri untuk mengurangi nyeri sendi, memelihara fungsi

sendi dan mencegah terjadinya cacat ( Isbagio, 1992).

Menurut Suddarth (2002), menyatakan bahwa program

penanganan reumatik melibatkan tim multidispliner termasuk pasien

sendiri adalah dasar dari penatalaksanaan reumatik. Sifat kronik pada

sebagian besar penyakit reumatik ini pasien harus dapat

memahaminya. Terdapat tiga golongan obat yang digunakan pada

penderita reumatik diantanya analgetik obat non inflamasi non steroid


dan obat spesifik untuk penyakit tertentu. Pada setiap golongan

terdapat lagi berbagai jenis obat yang berbeda (Isbagio, 1992).

Pada penderita nyeri sendi dianjurkan untuk istirahat, bidai,

aspirasi sendi dan suntikan intraartikular, obat dan pembedahan untuk

memelihara fungsi sel dilakukan dengan cara fisoterapi, hidroterapi,

bidai dan untuk pencegahan disabilitas dianjurkan untuk

menggunakan alat bantu (Isbagio, 1992). Pada penanganan fisik, tidak

hanya sendi saja yang harus ditangani tetapi juga factor nutrisi dan

kondisi fisik secara keseluruhan juga peril di perhatikan. Untuk

kondisi psikis ditangani oleh psikiater, disini pasien akan diberikan

pemahaham terkait mekanisme bagaimana hidup dengan penyakit

sendinya (Broto, 2003).

2.1.3. Konsep Koping

2.1.3.1 Pengertian

Koping merupakan suatu proses yang dilalui oleh individu

dalam menyelesaikan situasi stressful. Dimana koping ini

mempunyai respon untuk individu terhadap situasi yang

mengancam dirinya sendiri baik fisik maupun psikologi (Rasmun,

2004). Koping yang efektif menghasilkan adaptasi yang menetap


dimana kebiasaan baru dan perbaikan situasi yang lama, sedangkan

koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptive yaitu

prilaku yang menyimpang dari kegiatan normative dan dapat

merudikan individu itu sendiri atau lingkungan sekitar (Rasmun,

2004). Koping juga tidak hanya tergantung dari factor situasional

seperti stressor saja melainkan dari sumber intristik meliputi umur,

jenis kelamin, pekerjaan. Factor ekstrinsik disini meliputi

dukungan social, sehingga untuk mewujudkan koping yang adaptif

individu harus menerapkan prilaku strategi koping, karena dapat

membantu individu beradaptasi terhadap stressor dan kenbali pada

keadaan yang stabil. (Berger dan Williams, 1992).

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa

individu memiliki kombinasi karakteristik yang unik antara factor

individu dan lingkungan, stressor adalah hasil interaksi dimana

seseorang dengan lingkungannya yang menyebabkan dindividu

menilai sumber koping yang tersedia sehingga individu bisa

menggunakan bermacam perilaku koping. Perilaku koping ini

meliputi aspek tindakan kogniif dan emosi yang saling

berkontribusi terhadap munculnya suatu sress atau masalah

sehingga koping merupakan suatu proses dalam menyelesaikan

masalah pada individu.

2.1.3.2. Sumber Koping


Terdapat lima jenis sumber koping yang dikemukakan oleh

Folkman Et Al (1979) bahwa untuk mengurangi efek buruk dari stress

dalam mempengaruhi penyesuaian diri. Sumber koping yang pertama

yaitu keahlian menyelesaikan masalah dimana orang lebih

mengidentifikasi masalah dalam mengembangkan solusi yang dapat

mengatasi stress. Yang kedua yaitu jaringan kedua yang didefinisikan

sebagai dukungan hubungan yang potensial seperti pasangan, teman,

kelurga yang memfasilitasi adaptasi positif terutama selama krisis.

Yang ketiga yaitu sumber yang bermanfaat termasuk factor seperti

penghasilan, pendidikan, intervensi dari luar dan pelayanan

professional lain. Yang keempat yaitu keyakinan umum maupun

spesifik termasuk self effifacy, control diri dan spritualitas. Kelima

yaitu kesehatan, energy, moral yang mencerminkan tingkat

kesejahteraan fisik dan emosi sebelum dan selama datangnya stressor.

2.1.3.3. Strategi Koping

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) (dalam Gerald C.Davidson,

2010) bahwa strategi koping dibagi menjadi dua bagian, diantaranya:

1. Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping)

Problem focused koping adalah cara mengatasi stress baik dengan

menatur ataupun mengubah masalah yang dihadapi dilingkungan

sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan. Koping ini

bertujuan untuk mengurangi stressor atau meningkatkan sumber

daya dalam upaya menghadapi stress. Seseorang menggunakan


bentuk koping ini berdasarkan keyakinan bahwa stressor atau

sumber daya masih bisa diubah. Seseorang akan menggunakan

strategi ini apabila seseorang itu yakin bisa mengubah situasi,

seseorang akan aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk

menghilangkan kondisi atau situasi yang dapat menimbulkan

stress itu sendiri. Adapun strategi yang digunakan diantaranya

yaitu:

a. Koping konfrontasi (confrontative coping)

Usaha dalam mengubah keadaan yang dianggap menekan

dengan cara agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi dan

pengambilan resiko.

b. Dukungan sosial (seeking social support)

Usaha dalam mendapatkan kenyamanan emosional serta

bantuan informasi dari orang lain.

c. Perencanaan penyelesaian masalah (planful problem solving)

Usaha dalam mengubah keadaan yang dianggap menekan

dengan cara berhati – hayi, bertahap dan analitis.

2. Koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping)

Usaha dalam mengatasi stress dengan mengatur respon emosional

dalam rangka menyesuaikan diri dampak yang akan ditimbulkan

oleh suatu kondisimaupun situasi yang dianggap penuh tekanan.

Emotion focused coping (koping yang berfokus pada emosi)

bertujuan untuk mengontrol respons emosional terhadap situasi


stress. Dimana seseorang dapat mengatur respons emosionalnya

melalui pendekayan prilaku dan kognitif.

Ada beberapa strategi yang digunakan yaitu:

a. Kontrol diri (self control)

Usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi

yang menekan.

b. Distancing

Usaha yang tidak terlibat dalam permasalahan, misalnya

menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa – apa

atau menciptakan pandangan yang positif.

c. Penilaian positif (positif reappraisal)

Usaha untuk mencari makna yang positif dari permasalahan

dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya

melibatkan hal – hal yang bersifat religious.

d. Menerima tanggung jawab (accepting responsibility)

Usaha dalam menyadari tanggung jawab pada diri sendiri

dalam permasalahan yang dihadapi dan mencoba untuk

menerima atau membuat semuanya menjadi lebih baik.

Strategi ini bisa terlihat baik bila masalah terjadi karena

pikiran dan tindakan sendiri.

e. Pelarian dan penghindaran (Escapec/ avoidance)

Usaha yang mengatasi situasi menekan dengan cara lari dari

situasi tersebut atau mengatasi dengan beralih pada hal lain


misalnya makanan, minuman, merokok dan menggunakan

obat – oabatan. Individu biasanya menggunakan problem ini

untuk menghadapi masalah yang menurut mereka bisa

mengontrolnya. Sebaliknya jika individu cenderung

menggunakan strategi koping emotion focused coping dalam

menghadapi masalah yang menurutnta tidak bisa untuk

dikontrol. Terkadang individu dapat menggunakan kedua

strategi ini secara bersamaan, namun tidak semua strategi

koping digunakan oelh individu.

2.1.3.4. Faktor Strategi Koping

Menurut Muhtadin (2002) factor strategi koping dibagi

menjadi 5 bagian, yaitu:

1. Faktor kesehtan fisik karena dalam mengatasi stress

individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang

cukup besar.

2. Faktor yang kedua yaitu keyakinan atau pandangan

positif dan keterampilan memecahkan masalah.

3. Faktor keterampilan social yaitu kemampuan

berkomunikasi dengan cara yang sesuai pada nilai

– nilai social yang berlaku pada lingkungan atau

masyarakat.

4. Dukungan social yaitu dukungan pemenuhan

kebutuhan informasi dan emosional pada diri


sendiri yang diberikan oleh teman, keluarga

saudara dan lingkungan masyarakat.

5. Faktor kelima yaitu materi dimana materi

merupakan sumber daya berupa uang dan barang.

2.1.3.5. Penggunaan Strategi Koping

Penggunaan strategi koping yaitu suatu kelompok

usaha kognitif dan perilaku yang spesifik untuk

menguasai situasi yang berbahaya, mengancam atau

menentang ketika respon otomatik yang digunakan

untuk responden yang tidak ketersediaan dalam

menggunakan strategi koping (Yani, 1997).

Menurut keliat (1998) bahwa mengidentifikasi

koping yang dapat digunakan oleh individu untuk

menangani stress yang di hadapi yaitu kebersamaan

dengan cara berkomunikasi kepada orang lain,

konsultasi dengan mengambil tindakan yang tegas

dalam menghadapi masalah, menentukan ulang dengan

fokus pada aspek positif dalam situasi atau keadaan,

supresi mencoba melupakan dengan menjauhkan dari

fikiran, isolasi dengan cara melepas atau menarik diri,

mencari rasional dengan mencari informasi dan

bimbingan.
Strategi yang cendrung digunakan oleh lansia dalam

menghadapi masalah dibagi menjadi beberapa

kelompok diantanya sebagai berikut: koping

konfrontasi, penggunaan dukungan social,

merencanakan penyelesaian masalah, control diri,

pelepasan diri, penerimaan tanggung jawab, pelarian

atau penghindaran dalam penilaian positif (Folkman

dan Lazarus, 1984)

2.2. Penelitian Yang Relevan

No. NAMA JUDUL METODE HASIL PENELITIAN

PENELITI PENELITIAN PENELITIAN

1. Veni Perilaku Wawancara -Empat responden

Fatmawati koping pada langsung dalam penelitian 1

dan M. Ali lansia yang terhadap 4 diantaranya (25%)

Imron mengalami orang lansia mengalami nyeri dari

penurunan yang ada di pinggang menjalar ke

gerak fungsi desa guwasari kaki, 1 responden (1%)

bantul mengalami gangguan

tidur, 2 responden

(50%) merasa sering

kesemutan pada kaki

dan tangan, 1 responden

(25%) memiliki darah


tinggi, 1responden

(25%) memiliki

kolestrol dan 1

responden (25%)

mengeluh pusing.

-Semua responden

dalam penelitian ini

(100%) atas kondisi

yang mereka alami,

baik sedih karena

adanya penurunan fisik,

munculnya banyak

penyakit dan

ditinggalkan oleh anak

– anaknya. Selaian

adanya perasaan sedi, 3

diantaranya merasakan

kesepian (75%) karena

ditinggalkan oleh anak

– anaknya dan hanya

tinggal dengan

pasangannya.
2. Astuti Yuni Koping lanjut Deskriptif -Sebagian besar

Nursasi, usia terhadap eksploratif responden wanita

Poppy penurunan berupaya untuk

Fitriyani fungsi gerak di melawan kondisi

kelurahan penurunan fungsi gerak:

cipinang 47,83% responden

muara wanita menggunakan

kecamatan koping konfrontasi

jatinegara yaitu upaya yang

Jakarta timur digunakan untuk

mengubah situasi

tertentu dan 36,96%

menggunakan koping

dukungan social yaitu

dengan mencari rasa

aman secara emosional

dan informasi pada

orang lain. Berbeda

dengan responden pria

hanya 21,7 %

responden yang

menggunakan

konfrontasi dan 17,39%


yang menggunakan

dukungan social.

-Penggunaan koping

oleh para responden

juga dapat dilihat

berdasarkan status

pernikahan. Lansia pria

yang hidup tanpa

pasangan (duda), dalam

penelitian ini (3 orang)

hanya memilih koping

konfrontasi, control diri

yang adaptif

pengingkaran yang

maladaptive sebanyak

6,52%. Sementara

itujenis koping yang

lain hanya digunakan

oleh 1 orang lansia.

Responden wanita yang

hidup tanpa pasangan

menunjukkan pilihan

yang signifikan berbeda


dengan lawan jenisnya.

Setiap jenis kping

dalam penelitian

digunakan oleh

responden dan

konfrontasi merupakan

koping yang banyak

dipilih oleh lansia janda

(30,43%). Sebaliknya

penggulangan peristiwa

yang adaptif hanya

dipilih oleh satu orang

lansia.

-Para lansia yang masih

hidup dengan

pasangannya tanpak

lebih optimal

menghadapi keadaan

dirinya yaitu dengan

melakukan berbagai

koping yang adaptif.

kontrol diri yang paling

banyak digunakan yaitu


43,48%, sebaliknya

pensnggulsngsn

peristiwa yang

malaadaptif hanya

dipilih oleh 19,57%

lansia.

3 Susan L. Penyakit Observasi -Penelitian telah

Charette dan rematik pada mendukung hubungan

Bruce A. lansia menilai antara nyeri dan

Ferrell sakit kronis suasana hati yang

tertekan pada populasi

pasien ini. Banyak

pasien dengan nyeri

kronis akan mengalami

gejala depresi atau

kecemasan yang

bersamaan. Penilaian

nyeri awal harus

mencakup evaluasi

fungsi psikologis

termauk suasana hati,

kemanjuran diri,

keterampilan mengatasi
nyeri, ketidakberdayaan

dan ketakutan yang

berhubungan dengan

nyeri. Instrument

tervalidasi lainnya

untuk penilaian depresi

termasuk skala

penilaian depresi

Hamilton dan skala

comel untuk depresi

pada demensia.

Konseling, terapi

kelompok suportif,

biofeedback, atau obat

psikoaktif dapat

diindikasikan untuk

pasien dengan

gangguan mood yang

mendasari dan mereka

harus dirujuk ke

layanan ini.

4 Astuti Yuni Penanganan Kuesioner Hasil penelitian

Nursasi lansia terhadap dikembangkan menunjukkan bahwa


penurunan dengan metode partisipan

fungsi coping menggunakan semua

ototoskeletal di instrument tipe koping, koping ini

kelurahan folkman dan terdiri dari dukungan

cipinang lazarus social, pemecahan

muara masalah yang

kecamatan jati terencana, pengendalian

Negara, diri, jarak, penilaian

Jakarta timur. ulang positif, menerima

tanggung jawab, dan

melarikan

diri/menghindari

sebagian besar

partisipan

menggunakan koping

adaftif, sedangkang

koping maladaptive

digunakan

pengendalian diri

sebesar 30,43%,

13,04% untuk jarak dan

63,04% untuk

diri/menghindari.
Sebaliknya gender

menunjukkan

perbedaanyang signitif.

Perempuan lanjut usia

berusaha keras untuk

mengatasi keterbatasan

keterbatasan mobilitas

merela. Mereka

menggunakan

konfronlatif (47,83%)

dan mencari dukungan

social (36,96%). Laki –

laki lanjut usia hanya

menggunakan

konfrontatif (21,7%)

dan mencari dekungan

social (36,96%).

5. Miftahul Strategi koping Purposive -Didapatkan

Khiriyah lansia pada sampling. karakteristik responden

Siregar penderita Menggunakan berdasarkan kelompok

reumatik data usia paling banyak

diwilayah menggunakan berada pada kelompok

binaan kuesioner. usia paling banyak


puskesmas berada pada kelompok

padang bulan usia 60-65 tahun

sebanyak 28 orang

(73,7%). Karakteristik

responden berdasarkan

jenis kelamin paling

banyak responden

berjenis kelamin

perempuan sebanyak 26

orang (68,4%).

Karakteristik responden

berdasarkan agama

paling banyak

responden beragama

islam sebanyak 35

orang (92.1%).

Karakteristik responden

berdasarkan suku paling

banyak responden

bersuku jawa sebanyak

15 orang (39,5%).

Karakteristik responden

berdasarkan pendidikan
paling banyak

responden

berpendidikan sd

sebanyak 21 responden

(55,3%). Karakteristik

responden responden

berdasarkan status

perkawinan paling

banyak responden

dengan status

perkawinan menikah

sebanyak 26 responden

(68,4%).

-Berdasarkan hasil tiap

pertanyaan dalam

kuesioner, maka

didapatkan strategi

koping pada lansia

penderita reumatik

berada dalam katagori

adaptif sebanyak 32

orang (86,8%).
2.3. Kerangka Teori

Lansia
Merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan
Yang Maha Esa yang akan mengalami proses menjadi tua

Perubahan psikososial yang Koping


terjadi pada lansia
1. Mengidentifikasi masalah
1. Pensiun dalam mengembangkan solusi
yang dapat mengatasi stress.
2. Kehilangan status
2. dukungan hubungan yang
3. Kehilangan teman/kenalan potensial.
4. Kehilangan kegiatan atau 3. sumber yang bermanfaat
pekerjaan termasuk factor seperti
penghasilan, pendidikan,
intervensi dari luar dll
4. keyakinan umum maupun
spesifik termasuk self effifac,
control diri akan spiritual.
5. kesehatan, energi, moral
yang mencerminkan tingkat
kesejahteraan fisik dan emosi
sebelum dan selama
datangnya stressor.
Reumatik
- Reumaik merupakan penyakit
`Strategi Koping
inflamasi sistemik kronis yang
menyerang system orgam dan 1.Koping yang berfokus pada
penyakit jaringan penyambung masalah (problem focused
difus yang diperantai oleh coping).
imunitas.
- Koping konfrontasi
- Reumatik merupakan segala
- Dukungan social
- perencanaan penyelesaian

2.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya antara

variable yang satu dengan yang lain dari masalah yang diteliti.

Variabel Independen Variabel Dependen

Lansia

Reumatik
Strategi Koping

2.5. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. Menurut La Biondo-Wood dan Haber, 2002

(dalam Nursalam, 2016) mengemukakan bahwa hipotesis merupakan

suatau pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih

variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam

penelitian. Setiap hipotesis terdiri atas suatu unit atau bagian dari

permasalahan.
Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Terdapat hubungan strategi koping lansia pada penderita reumatik di

Posbindu Lansia Desa Sindang Panon.

Anda mungkin juga menyukai