Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA Tn.S DENGAN GOUT ARTHRITIS

Disusun guna memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Gerontik


Dosen Pembimbing:
Rahajeng Win Martani, S.Kep.,Ns., MNS

Oleh:
Nur Cahyo (1419002432)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gerontik


Pembimbing Akademik : Rahajeng Win Martani, S.Kep., Ns., MNS.

Oleh :
Nur Cahyo
(NPM. 1419002632)

Pekalongan, 2020
Pembimbing Akademik

Rahajeng Win Martani, S.Kep., Ns., MNS.

KATA PENGANTAR

2
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia, serta shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas Asuhan Keperawatan Gerontik di Desa Pegundan Kabupaten Pemalang.
Asuhan keperawatan ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas stase
keperawatan gerrontik profesi ners. Penulisan asuhan keperawatan ini dapat
terselesaikan berkat bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Oleh
karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Drs.Imam Purnomo, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Pekalongan
2. Ibu Isrofah, S.Kep.,Ns.,M.kep selaku Ka.prodi Keperawatan Universitas
Pekalongan
3. Ibu Ns. Rahajeng Win Martani, MNS selaku dosen pembimbing stase
keperawatan gerontik
Penulis menyadari penyusunan laporan asuhan keperawatan gerontik ini masih
jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan ilmu pengetahuan, pengalaman,
serta waktu, sehingga penulis mengharap saran dan kritik yang membangun dari
semua pihak untuk lebih menyempurnakan.

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan
ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individual, karena faktor tertentu. Seseorang
dikatakan Lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan Lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan (Nugroho, 2008).
Sedangkan menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, seseorang disebut Lansia bila telah
memasuki atau mencapai usia 60 tahun lebih. Laju perkembangan penduduk
lanjut usia di dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang
ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia.
Besarnya jumlah penduduk Lansia menjadi beban jika Lansia memiliki
masalah penurunan kesehatan yang berakibat pada peningkatan biaya
pelayanan kesehatan. Penduduk lanjut usia akan mengalami proses penuaan
secara terus menerus dengan ditandai menurunnya daya tahan fisik sehingga
rentan terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian (Badan
Pusat Statistik, 2015).
Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia
terbanyak di dunia. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah
lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa. Pada tahun 2014, jumlah
penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi 18,781 juta jiwa dan diperkirakan
pada tahun 2025, jumlahnya akan mencapai 36 juta jiwa (Kementerian
Kesehatan RI, 2013). Besarnya jumlah penduduk Lansia di Indonesia menjadi
beban jika Lansia memiliki masalah penurunan kesehatan yang berakibat
pada peningkatan biaya pelayanan kesehatan. Penduduk lanjut usia akan
mengalami proses penuaan secara terus menerus dengan ditandai menurunnya

4
daya tahan fisik sehingga rentang terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian (Badan Pusat Statistik, 2015). Proses penuaan adalah
siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai
fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap
berbagai serangan penyakit. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya
usia terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan
akibat proses degeneratif (penuaan). Sehingga Lansia rentan terkena infeksi
penyakit menular akibat masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh
seperti Tuberkulosis, Diare, Pneumonia dan Hepatitis. Selain itu penyakit
tidak menular banyak muncul pada usia lanjut diantaranya Hipertensi, Stroke,
Diabetes Melitus dan radang sendi atau Asam Urat. Perubahan tersebut pada
umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial Lansia.
Penyakit Asam Urat atau dalam dunia medis disebut penyakit Gout
Arthritis adalah penyakit sendi yang yang diakibatkan oleh gangguan
metabolisme Purin yang ditandai dengan tingginya kadar Asam Urat dalam
darah. Kadar Asam Urat yang tinggi dalam darah melebihi batas normal dapat
menyebabkan penumpukan Asam Urat di dalam persendian dan organ tubuh
lainnya. Penumpukan Asam Urat ini yang membuat sendi sakit, nyeri, dan
meradang. Apabila kadar Asam Urat dalam darah terus meningkat
menyebabkan penderita penyakit ini tidak bisa berjalan, penumpukan Kristal
Asam Urat berupa Tofi pada sendi dan jaringan sekitarnya, persendian terasa
sangat sakit jika berjalan dan dapat mengalami kerusakan pada sendi bahkan
sampai menimbulkan kecacatan sendi dan mengganggu aktifitas penderitanya
(Susanto, 2013).
Angka kejadian Gout Arthritis pada tahun 2016 yang dilaporkan oleh
World Health Organization (WHO) adalah mencapai 20% dari penduduk
dunia adalah mereka yang berusia 55 tahun, prevalensi penyakit Gout
Arthritis adalah 24,7% prevalensi yang didiagnosa oleh tenaga kesehatan
lebih tinggi perempuan 13,4% dibanding laki-laki 10,3%. Menurut Word

5
Health Organization (WHO) pada tahun 2013 sebesar 81% penderita Gout
Arthritis di Indonesia hanya 24% yang pergi ke dokter, sedangkan 71%
cenderung langsung mengkonsumsi obat pereda nyeri yang dijual secara
bebas. Sedangkan menurut Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa penyakit
Gout Arthritis di Indonesia yang diagnosis tenaga kesehatan sebesar 11.9%
dan berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar 24.7%, sedangkan berdasarkan
daerah diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Nusa Tenggara Timur 33,1%,
diikuti Jawa Barat 32,1% dan Bali 30%.
Perawatan Lansia dengan Gout Arthritis perlu dilakukan agar tidak
semakin memburuk serta tidak muncul komplikasi yang sebenarnya masih
dapat dicegah. Tindakan farmakologis untuk perawatan Gout Arthritis
diantaranya adalah menkonsumsi obat-obatan seperti Allopuriniol yang
berguna untuk menurunkan kadar Asam Urat dan tindakan non farmakologi
seperti kompres hangat dengan kayu manis untuk meringankan rasa nyeri dan
Inflamasi.
B. Tujuan
- Tujuan umum
Diharapkan mahasiswa dapat mengelola pasien lansia secara
komprehensif dan dapat menerapkan asuhan keperawatan secara
menyeluruh.
- Tujuan khusus
a. Dapat mengelola pasien lansia dengan komprehensif
b. Dapat menerapkan EBNP
c. Dapat menganalisa masalah pada lansia
d. Dapat membuat prioritas masalah
e. Dapat melakukan intervensi, implementasi pada lansia

BAB II

6
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Gout Arthritis merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang paling
sering ditemukan yang ditandai dengan penumpukan Kristal Monosodium
Urat di dalam ataupun di sekitar persendian. Monosodium Urat ini berasal
dari metabolisme Purin. Hal penting yang mempengaruhi penumpukan
Kristal Urat adalah Hiperurisemia dan supersaturasi jaringan tubuh terhadap
Asam Urat. Apabila kadar Asam Urat di dalam darah terus meningkat dan
melebihi batas ambang saturasi jaringan tubuh, penyakit Gout Arthritis ini
akan memiliki manifestasi berupa penumpukan Kristal Monosodium Urat
secara Mikroskopis maupun Makroskopis berupa Tofi (Zahara, 2013).
Gout Arthritis adalah penyakit sendi yang diakibatkan oleh tingginya
kadar Asam Urat dalam darah. Kadar Asam Urat yang tinggi dalam darah
melebihi batas normal yang menyebabkan penumpukan Asam Urat di dalam
persendian dan organ lainnya (Susanto, 2013). Jadi, dari definisi di atas maka
Gout Arthritis merupakan penyakit inflamasi sendi yang diakibatkan oleh
tingginya kadar Asam Urat dalam darah, yang ditandai dengan penumpukan
Kristal Monosodium Urat di dalam ataupun di sekitar persendian berupa Tofi.
B. Etiologi
Secara garis besar penyebab terjadinya Gout Arthritis disebabkan oleh
faktor primer dan faktor sekunder, faktor primer 99% nya belum diketahui
(Idiopatik). Namun, diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan
faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat
mengakibatkan peningkatan produksi Asam Urat atau bisa juga disebabkan
oleh kurangnya pengeluaran Asam Urat dari tubuh. Faktor sekunder, meliputi
peningkatan produksi Asam Urat, terganggunya proses pembuangan Asam
Urat dan kombinasi kedua penyebab tersebut. Umumnya yang terserang Gout
Artritis adalah pria, sedangkan perempuan persentasenya kecil dan baru
muncul setelah Menopause. Gout Artritis lebih umum terjadi pada laki-laki,
terutama berusia 40-50 tahun (Susanto, 2013).

7
Menurut Fitiana (2015) terdapat faktor resiko yang mempengaruhi Gout
Arthritis adalah :
1. Usia Pada umumnya serangan Gout Arthritis yang terjadi pada laki-laki
mulai dari usia pubertas hingga usia 40-69 tahun, sedangkan pada wanita
serangan Gout Arthritis terjadi pada usia lebih tua dari pada laki-laki,
biasanya terjadi pada saat Menopause. Karena wanita memiliki hormon
estrogen, hormon inilah yang dapat membantu proses pengeluaran Asam
Urat melalui urin sehingga Asam Urat didalam darah dapat terkontrol.
2. Jenis kelamin Laki-laki memiliki kadar Asam Urat yang lebih tinggi dari
pada wanita, sebab wanita memiliki hormon ekstrogen.
3. Konsumsi Purin yang berlebih. Konsumsi Purin yang berlebih dapat
meningkatkan kadar Asam Urat di dalam darah, serta mengkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi Purin.
4. Konsumsi alkohol
5. Obat-obatan Serum Asam Urat dapat meningkat pula akibat Salisitas dosis
rendah (kurang dari 2-3 g/hari) dan sejumlah obat Diuretik, serta
Antihipertensi.
C. Patofisiologi
Adanya gangguan metabolisme Purin dalam tubuh, intake bahan yang
mengandung Asam Urat tinggi dan sistem ekskresi Asam Urat yang tidak
adekuat akan mengasilkan akumulasi Asam Urat yang berlebihan di dalam
plasma darah (Hiperurisemia), sehingga mengakibatkan Kristal Asam Urat
menumpuk dalam tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan
menimbulkan respon Inflamasi (Sudoyo, dkk, 2009). Banyak faktor yang
berperan dalam mekanisme serangan Gout Arthritis salah satunya yang telah
diketahui peranannya adalah kosentrasi Asam Urat dalam darah. Mekanisme
serangan Gout Arthritis Akut berlangsung melalui beberapa fase secara
berurutan yaitu, terjadinya Presipitasi Kristal Monosodium Urat dapat terjadi
di jaringan bila kosentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini
terjadi di rawan, sonovium, jaringan para-artikuler misalnya bursa, tendon,
dan selaputnya. Kristal Urat yang bermuatan negatif akan dibungkus oleh

8
berbagai macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang
netrofil untuk berespon terhadap pembentukan kristal. Pembentukan kristal
menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN
dan selanjutnya akan terjadi Fagositosis Kristal oleh leukosit (Nurarif, 2015).
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk Fagolisosom dan akhirnya
membran vakuala disekeliling oleh kristal dan membram leukositik lisosom
yang dapat menyebabkan kerusakan lisosom, sesudah selaput protein dirusak,
terjadi ikatan hidrogen antara permukaan Kristal membram lisosom. Peristiwa
ini menyebabkan robekan membran dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase
radikal kedalam sitoplasma yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam
cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan
kerusakan jaringan (Nurarif, 2015). Saat Asam Urat menjadi bertumpuk
dalam darah dan cairan tubuh lain, maka Asam Urat tersebut akan
mengkristal dan akan membentuk garam-garam urat yang akan berakumulasi
atau menumpuk di jaringan konektif di seluruh tubuh, penumpukan ini
disebut Tofi.
Adanya Kristal akan memicu respon inflamasi akut dan netrofil
melepaskan lisosomnya. Lisosom ini tidak hanya merusak jaringan tetapi juga
menyebabkan inflamasi. Serangan Gout Arthritis Akut awalnya biasanya
sangat sakit dan cepat memuncak. Serangan ini meliputi hanya satu tulang
sendi. Serangan pertama ini timbul rasa nyeri berat yang menyebabkan tulang
sendi terasa panas dan merah. Tulang sendi Metatarsophalangeal biasanya
yang paling pertama terinflamasi, kemudian mata kaki, tumit, lutut dan tulang
sendi pinggang. Kadang-kadang gejala yang dirasakan disertai dengan
demam ringan.
Biasanya berlangsung cepat tetapi cenderung berulang (Sudoyo, dkk,
2009). Periode Interkritikal adalah periode dimana tidak ada gejala selama
serangan Gout Arthritis. Kebanyakan penderita mengalami serangan kedua
pada bulan ke-6 sampai 2 tahun setelah serangan pertama. Serangan
berikutnya disebut dengan Poliartikular yang tanpa kecuali menyerang tulang

9
sendi kaki maupun lengan yang biasanya disertai dengan demam. Tahap akhir
serangan Gout Arthritis Akut atau Gout Arthritis Kronik ditandai dengan
Polyarthritis yang berlangsung sakit dengan Tofi yang besar pada kartigo,
membrane sinovial, tendon dan jaringan halus. Tofi terbentuk di jari tangan,
kaki, lutut, ulna, helices pada telinga, tendon achiles dan organ internal
seperti ginjal (Sudoyo, dkk, 2009).
D. Pathway

Sumber : (Nurarif, 2015)

E. Tanda dan Gejala

10
Menurut Mansjoer (2009), Secara klinis ditandai denagan adanya artritis,
tofi, dan batu ginjal. Yang penting diketahui bahwa asam urat sendiri tidak
akan mengakibatkan kristal monosodium urat, pengendapannya dipengaruhi
oleh suhu dan tekanan, oleh sebab itu, sering terbetuk tofi pada daerah-daerah
telinga, siku, lutut. Pada telinga misalnya, karena permukaannya yang lebar
dan tipis serta mudah tertiup angin, kristal-kristal tersebut mudah mengedap
dan menjadi tofi, demikian pula di tempat lainnya, tofi itu sendiri terjadi dari
kristal-kristal urat yang dikelilingi oleh benda-benda asing yang meradang,
termasuk sel-sel raksasa.
Serangan seringkali terjadi pada malam hari, biasanya sehari sebelumnya
pasien tampak segar bugar tanpa keluhan. Tiba-tiba tengah malam terbangun
oleh rasa sakit yang hebat sekali. Daerah khas yang sering mendapat sering
mendapat serangan adalah pangkal ibu jari kaki sebelah dalam.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar asam urat yang tinggi
dalam darah  (> 6 mg%). Kadar asam urat normal dalam serum pada pria 8
mg% dan pada wanita 7 mg% pemeriksaan kadar asam urat ini akan lebih
tepat lagi bila dilakukan dengan cara enzimatik. Kadang-kadang
didapatkan leukosit ringan dan LED meninggi sedikit, kadar asam urat
dalam urin juga sering tinggi ( 500 mg%/liter per 24 jam )
2. pemiriksaan cairan tofi
pemeriksaan cairan tofi, juga penting untuk mengakkan diagnosis, cairan
tofi adalah cairan  berwarna putih seperti susu dan kental sekali sehingga
sukar diaspirisasi, diagnosis dapat dipastikan bila ditemukan gambaran
kristal asam urat (bentuk lidi) pada pemeriksaan mikroskopik
(Mansjoer,2009, hal 543).

G. Penatalaksanaan

11
Menurut Nurarif (2015) Penanganan Gout Arthritis biasanya dibagi
menjadi penanganan serangan Akut dan penanganan serangan Kronis. Ada 3
tahapan dalam terapi penyakit ini :
1. Mengatasi serangan Gout Arthtitis Akut.
2. Mengurangi kadar Asam Urat untuk mencegah penimbunan Kristal Urat
pada jaringan, terutama persendian
3. Terapi mencegah menggunakan terapi Hipourisemik.
4. Terapi non-farmakologi, merupakan strategi esensial dalam penanganan
Gout Arthritis, seperti istirahat yang cukup, menggunakan kompres hangat
dengan kayu manis, modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol dan
menurunkan berat badan.
5. Terapi Farmakologi, Penanganan Gout Arthritis dibagi menjadi
penanganan serangan akut dan penanganan serangan kronis.
a. Serangan akut
Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya
Indometasin 200 mg/hari atau Diklofenak 150 mg/hari, merupakan
terapi lini pertama dalam menangani serangan Gout Arthritis Akut,
asalkan tidak ada kontra indikasi terhadap NSAID. Aspirin harus
dihindari karena eksresi Aspirin berkompetisi dengan Asam Urat dan
dapat memperparah serangan Gout Arthritis Akut. Keputusan memilih
NSAID atau Kolkisin tergantung pada keadaan klien, misalnya adanya
penyakit penyerta lain atau Komorbid, obat lain juga diberikan klien
pada saat yang sama dan fungsi ginjal. Obat yang menurunkan kadar
Asam Urat serum (Allopurinol dan obat Urikosurik seperti Probenesid
dan Sulfinpirazon) tidak boleh digunakan pada serangan Akut (Nurarif,
2015).
Obat yang diberikan pada serangan Akut antara lain:
1) NSAID, NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk
klien yang mengalami serangan Gout Arthritis Akut. Hal terpenting
yang menentukan keberhasilan terapi bukanlah pada NSAID yang
dipilih melainkan pada seberapa cepat terapi NSAID mulai

12
diberikan. NSAID harus diberikan dengan dosis sepenuhnya (full
dose) pada 24-48 jam pertama atau sampai rasa nyeri hilang.
Indometasin banyak diresepkan untuk serangan Akut Gout
Arthritis, dengan dosis awal 75-100 mg/hari. Dosis ini kemudian
diturunkan setelah 5 hari bersamaan dengan meredanya gejala
serangan Akut. Efek samping Indometasin antara lain pusing dan
gangguan saluran cerna, efek ini akan sembuh pada saat dosis obat
diturunkan. NSAID lain yang umum digunakan untuk mengatasi
Gout Arthritis Akut adalah : - Naproxen – awal 750 mg, kemudian
250 mg 3 kali/hari. - Piroxicam – awal 40 mg, kemudian 10-20
mg/hari. - Diclofenac – awal 100 mg, kemudian 50 mg 3 kali/hari
selama 48 jam. Kemudian 50 mg dua kali/ hari selama 8 hari.
2) COX-2 Inhibitor: Etoricoxib merupakan satu-satunya COX-2
Inhibitor yang dilisensikan untuk mengatasi serangan Gout
Arthritis Akut. Obat ini efektif tapi cukup mahal, dan bermanfaat
terutama untuk klien yang tidak tahan terhadap efek
Gastrointestinal NSAID Non-Selektif. COX-2 Inhibitor
mempunyai resiko efek samping Gastrointesinal bagian atas yang
lebih rendah dibanding NSAID non selektif.
3) Colchicine, Colchicine merupakan terapi spesifik dan efektif untuk
serangan Gout Arthritis Akut. Namun dibanding NSAID kurang
populer karena awal kerjanya (onset) lebih lambat dan efek
samping lebih sering dijumpai.
4) Steroid, strategi alternatif selain NSAID dan Kolkisin adalah
pemberian Steroid Intra-Articular. Cara ini dapat meredakan
serangan dengan cepat ketika hanya 1 atau 2 sendi yang terkena
namun, harus dipertimbangkan dengan cermat diferensial diagnosis
antara Gout Arthritis Sepsis dan Gout Arthritis Akut karena
pemberian Steroid Intra-Articular akan memperburuk infeksi.

b. Serangan Kronis

13
Kontrol jangka panjang Hiperurisemia merupakan faktor penting
untuk mencegah terjadinya serangan Gout Arthritis Akut, Gout
Tophaceous Kronis, keterlibatan ginjal dan pembentukan batu Asam
Urat. Kapan mulai diberikan obat penurun kadar Asam Urat masih
kontroversi. Penggunaan Allopurinol, Urikourik dan Feboxostat
(sedang dalam pengembangan) untuk terapi Gout Arthritis Kronis akan
dijelaskan berikut ini:
1) Allopurinol; Obat Hipourisemik, pilihan untuk Gout Arthritis
Kronis adalah Allopurinol. Selain mengontrol gejala, obat ini juga
melindungi fungsi ginjal. Allopurinol menurunkan produksi Asam
Urat dengan cara menghambat Enzim Xantin Oksidase. Dosis pada
klien dengan fungsi ginjal normal dosis awal Allopurinol tidak
boleh melebihi 300 mg/24 jam. Respon terhadap Allopurinol dapat
terlihat sebagai penurunan kadar Asam Urat dalam serum pada 2
hari setelah terapi dimulai dan maksimum setelah 7-10 hari. Kadar
Asam Urat dalam serum harus dicek setelah 2-3 minggu
penggunaan Allopurinol untuk meyakinkan turunnya kadar Asam
Urat.
2) Obat Urikosurik; kebanyakan klien dengan Hiperurisemia yang
sedikit mengekskresikan Asam Urat dapat diterapi dengan obat
Urikosurik. Urikosurik seperti Probenesid (500mg-1 g 2x/hari) dan
Sulfinpirazon (100mg 3-4 kali/hari) merupakan alternative
Allopurinol. Urikosurik harus dihindari pada klien Nefropati Urat
yang memproduksi Asam Urat berlebihan. Obat ini tidak efektif
pada klien dengan fungsi ginjal yang buruk (Klirens Kreatinin <20-
30 ml/menit). Sekitar 5% klien yang menggunakan Probonesid
jangka lama mengalami mual, nyeri ulu hati, kembung atau
konstipasi (Nurarif, 2015).

H. Pengkajian

14
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan, kemudian dalam
mengkaji harus memperhatikan data dasar dari klien, untuk informasi yang
diharapakan dari klien (Iqbal dkk, 2011). Fokus pengkajian pada Lansia
dengan Gout Arthritis:
1. Identitas Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan
pekerjaan.
2. Keluhan Utama, Keluhan utama yang menonjol pada klien Gout Arthritis
adalah nyeri dan terjadi peradangan sehingga dapat menggangu aktivitas
klien.
3. Riwayat Penyakit Sekarang. Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi
di otot sendi. Sifat dari nyerinya umumnya seperti pegal/di tusuk-
tusuk/panas/di tarik-tarik dan nyeri yang dirasakan terus menerus atau
pada saat bergerak, terdapat kekakuan sendi, keluhan biasanya dirasakan
sejak lama dan sampai menggangu pergerakan dan pada Gout Arthritis
Kronis didapakan benjolan atan Tofi pada sendi atau jaringan sekitar.
4. Riwayat Penyakit Dahulu. Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh
klien, apakah keluhan penyakit Gout Arthritis sudah diderita sejak lama
dan apakah mendapat pertolongan sebelumnya dan umumnya klien Gout
Arthritis disertai dengan Hipertensi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga. Kaji adakah riwayat Gout Arthritis dalam
keluarga.
6. Riwayat Psikososial. Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang
diderita dan penyakit klien dalam lingkungannya. Respon yang didapat
meliputi adanya kecemasan individu dengan rentan variasi tingkat
kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi
nyeri, hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri dan kurang
pengetahuan akan program pengobatan dan perjalanan penyakit. Adanya
perubahan aktivitas fisik akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik
memberikan respon terhadap konsep diri yang maladaptif.
7. Riwayat Nutrisi. Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering
menkonsumsi makanan yang mengandung tinggi Purin.

15
8. Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi dari ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe).
Pemeriksaan fisik pada daerah sendi dilakukan dengan inspeksi dan
palpasi. Inspeksi yaitu melihat dan mengamati daerah keluhan klien seperti
kulit, daerah sendi, bentuknya dan posisi saat bergerak dan saat diam.
Palpasi yaitu meraba daerah nyeri pada kulit apakah terdapat kelainan
seperti benjolan dan merasakan suhu di daerah sendi dan anjurkan klien
melakukan pergerakan yaitu klien melakukan beberapa gerakan
bandingkan antara kiri dan kanan serta lihat apakah gerakan tersebut aktif,
pasif atau abnormal.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian
3. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
5. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan kelebihan cairan
(peradangan kronik akibat adanya kristal urat)
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada persendian
J. Rencana Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
biologis
Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan nyeri hilang atau terkontrol dengan kriteria hasil : 1.
Melaporkan Bahwa Nyeri Berkurang Dengan Mengguna Kan Manajemen
Nyeri. 2. Mampu Mengenali Nyeri (Skala, Intensitas, Frekuensi Dan
Tanda Nyeri). 3. Menyatakan Rasa Nyaman Setelah Nyeri Berkurang.
Intervensi : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan kualitas nyeri. 2. Pantau kadar
asam urat. 3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
4. Ajarkan teknik non farmakologi rileksasi napas dalam. 5. Posisikan
klien agar merasa nyaman, misalnya sendi yang nyeri diistarahatkan dan

16
diberikan bantalan. 6. Kaloborasi dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri yang tidak berhasil.
2. Diagnosa keperawatan : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri persendian
Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan klien mampu melakukan rentan gerak dan ambulasi secara
perlahan dengan kriteria hasil : 1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik 2.
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilisasi 3. Memperagakan
penggunaan alat bantu.
Intervensi : 1. Monitor vital sign 2. Kaji tingkat mobilisasi klien 3. Bantu
klien untuk melakukan rentan gerak aktif dan pasif pada sendi. 4.
Lakukan ambulasi pada alat bantu 5. Latih klien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan.
3. Diagnosa keperawatan : Hipertemia berhubungan dengan proses
penyakit
Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan suhu tubuh klien dalam batas normal dengan kriteria hasil : 1.
Suhu tubuh dalam rentan normal. 2. Nadi dan pernapasan dalam rentan
normal. 3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
Intervensi : 1. Monitor suhu sesering mungkin. 2. Monitor warna dan
suhu kulit. 3. Monitor tekanan darah, nadi dan pernapasan. 4. Monitor
intake dan output. 5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi. 6. Selimuti
klien. 7. Tingkatkan sirkulasi udara. 8. Kompres klien pada lipat paha dan
aksila. 9. Berikan Antipiretik. 10. Kaloborasi pemberian obat untuk
mengurangi kecemasan
4. Diagnosa keperawatan : Gangguan integritas jaringan berhubungan
dengan kelebihan cairan (peradangan kronik akibat adanya kristal urat)
Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan ketebalan dan tekstur jaringan normal dengan kriteria hasil : 1.
Tidak ada tandatanda infeksi. 2. Menunjukan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang

17
Intervensi : 1. Anjurkan klien untuk menggunakan alas kaki yang
longgar. 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. 3. Monitor
aktivitas dan mobilisasi klien. 4. Monitor kulit akan adanya kemerahan. 5.
Monitor status nutrisi klien. 6. Berikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka. 7. Ajarkan klien tentang luka dan perawatan luka,
5. Diagnosa keperawatan : Gangguan pola tidur berhubungan dengan
nyeri pada persendian
Tujuan dan Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan jumlah jam tidur klien dalam batas normal dengan kriteria
hasil : 1. Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari. 2. Pola tidur
dan kualitas tidur dalam batas normal. 3. Perasaan segar setelah tidur dan
istirahat. 4. Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
Intervensi : 1. Monitor dan catat kebutuhan tidur klien setiap hari dan
jam. 2. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur. 3. Jelaskan
pentingnya tidur yang adekuat. 4. Fasilitasi untuk mempertahankan
aktivitas sebelum tidur (membaca). 5. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
6. Diskusikan dengan klien tentang teknik tidur klien.

18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Riwayat Kesehatan
Data Biografi
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Pegundan Kab. Pemalang
Telepon :-
TTL/umur : Pemalang, 12 Maret 1944/ 76 th
Pendidikan :-
Orang yang paling dekat : Istri, anak dan cucu
Alamat dan Telepon : Desa Pegundan, -
keluhan utama : Tn. S mengatakan sering mengalami pegel
dan linu di lutut sebelah kanan.
B. Riwayat Keluarga
Tn. S mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit asam urat, hipertensi, diabetes.
C. Riwayat Lingkungan Hidup
Karakteristik rumah : Rumah Tn. S secara keseluruhan sudah tembok dan
sedikit ruang disamping rumah terbuat dari pagar untuk tempat kandang
ayam, rumah Tn. S mempunyai 3 kamar dengan keadaan rumah bersih, lantai
dari ubin. Pencahayaan memadai karena selain cahaya dari jendela terdapat
genteng kaca juga sehingga cahaya matahari bisa masuk ke dalam rumah.
Terdapat dapur dan tempat MCK. Jarak septitank dari rumah kurang dari 10m
D. Riwayat Rekreasi
Tn. S mengatakan menonton TV dan mendengarkan pengajian merupakan
hiburan baginya.

19
E. Sumber/System pendukung yang digunakan
Sistem pendukung jika ada masalah adalah istri, anak dan cucunya yang
rumahnya paling dekat.
F. Deskripsi hari khusus
Tn. S mengatakan semua hari baik, karena masih diberi kesempatan untuk
beribadah namun hari yang paling berkesan baginya adalah ketika semua
anak dan cucunya kumpul semua, seperti saat hari Idul Fitri.
G. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tn. S mengatakan sudah merasakan keluhan linu-linu kurang lebih 3
tahunan, Tn. S juga mengatakan pernah dirawat di rumah sakit satu tahun
yang lalu karena mengeluh susah BAK namun sekarang sudah mendingan
karena rutin minum obat.
H. Tinjauan Sistem
- Keadaan umum : baik
- Kulit : warna kulit sawo matang, kulit sudah keriput, tidak ada lesi diarea
kulit, CRT <3 detik
- Kepala : bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan, warna rambut hitam
dan putih (uban), tidak ada nyeri tekan kepala dan tidak ada luka dikulit
kepala, kulit kepala bersih.
- Mata : Konjungtiva anemis, sklera ikterik, bentuk simetris, pandangan
kabur, fungsi penglihatan berkurang memakai alat bantu jika berpergian
- Telinga : bentuk telinga simetris, fungsi pendengaran berkurang, telinga
bersih, tidak ada nyeri tekan.
- Hidung : tidak ada cuping hidung, bentuk hidung simetris, tidak ada nyeri
tekan.
- Mulut dan tenggorokan : mulut bersih, gigi sudah ada yang lepas
terutama bagian pinggir dan belakang, tidak ada nyeri telan, dan tidak
ada sariawan.
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, dan tidak ada nyeri tekan.
- Pernapasan : pernapasan normal 19 x/menit, tidak ada bunyi nafas
tambahan.

20
- Kardiovaskuler : bentuk dada simetris, TD : 140/90 mmHg, N : 87 x/mnt,
tidak ada bunyi jantung tambahan.
- Gastrointestinal :
Inspeksi: warna kulit coklat, , tidak ada asites.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hati dan limpa.
Perkusi: timpani pada usus, redup pada hati dan ginjal.
Auskultasi: bising usus normal 15x/menit
- Perkemihan : Tn. S mengatakan pernah di rawat di RS setahun yang lalu
karena susah BAK.
- Genitourinaria : tidak ada keluhan.
- Musculoskeletal :
Atas : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat lesi, akral teraba hangat,
kekuatan otot pada ekstremitas kanan 5 terkadang merasakan pegal dan
nyeri, tidak ada oedem, kekuatan otot pada ekstremitas kiri 5.
Bawah : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat lesi, tidak ada oedem,
akral teraba hangat, kekuatan otot ekstremitas kanan 5 , tidak ada oedem
kekuatan otot pada ekstremitas kiri 5. Kedua kakinya dari lutut
merasakan linu.
- P : Nyeri karna Asam Urat.
- Q : Kram dan nyeri seperti ditusuk-tusuk.
- R : Lutut sebelah kanan
- S:5
- T : Hilang timbul, saat beraktivitas
- System endokrin
Tn. S mengatakan tidak mempunyai penyakit gula dan gondok.
I. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
1. Psikososial
Tn. S mengatakan kegiatan sehari-hari membantu istrinya di sawah dan
jika ada waktu luang digunakan untuk pergi kerumah tetangga. Setiap ada
pengajian dan pertemuan rutinan Tn. S selalu ikut.

21
2. Identifikasi masalah emosional
Pertanyaan tahap 1
- Apakah klien mengalami kesulitan tidur ? ya
- Apakah klien sering mengalami kesulitan tidur ? kadang-kadang
- Apakah klien sering mengalami gelisah ? ya apabila sakitnya kambuh
- Apakah klien murung dan menangis sendiri ? tidak
- Apakah klien sering was-was dan khawatir ? tidak
Pertanyaan tahap 2
- Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam satu bulan
Tn. S mengatakan kadang-kadang susah tidur apabila nyerinya kumat
sehingga sering terbangun. Tn. S tampak mengantuk saat
diwawancara.
- Ada atau banyak pikiran ?
Tn. S mengatakan pikirannya hanya ingin sakitnya tidak kambuh lagi,
ingin segera sehat. Dan kepikiran anaknya yang tidak bisa mudik
lebaran tahun ini karena adanya pandemi COVID-19.
- Ada gangguan/masalah dengan keluarga lain ? tidak
- Menggunakan obat tidur/ penenang atas anjuran dokter ? tidak
- Cenderung mengurung diri ? tidak
Masalah emosional positif
3. Spiritual
Tn. S mengatakan beragama islam, sehari-hari sholat ke Masjid. Setiap
Tn. S mengatakan berusaha taat beribadah. Tn. S mengatakan bahwa
sudah tua sebentar lagi akan menghadapi kematian, maka dari itu harus
beribadah untuk bekal. Tn. S berharap amal ibadahnya nanti dapat
diterima.

22
J. Pengkajian Fungsional Klien
1. Indeks KATZ
Termasuk/katagori yang manakah klien ?
a. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAK, BAB), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi.
b. Mandiri semuanya kecuali salah satu saja dari fungsi di atas.
c. Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain.
d. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu fungsi yang
lain.
e. Mandiri, kecuali mandiri berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu
fungsi yang lain.
f. Ketergantungan untuk semua fungsi di atas.
g. Lain-lain
h. Keterangan :
i. Mandiri : berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan aktif
dari orang lain. Seseorang yang menolak untuk melakukan suatu
fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun ia anggap mampu
HASIL : Mandiri untuk semua fungsi diatas karena klien masih bisa
melakukannya sendiri.
2. Modifikasi BARTHEL INDEKS
Kriteria Dengan Mandiri Keterangan
bantuan
Makan 10 Frek : 3x
Jenis : nasi lauk
pauk
Jumlah : 1 porsi
Minum 10 Jenis : teh, air
putih
Jumlah : 6-7
gelas
Berpindah dari kursi 10
ke tempat
tidur/sebaliknya
Personal toilet (cuci 5

23
muka, gosok gigi,
menyisir rambut )
Keluar masuk toilet 5 4-5x
( mencuci pakaian,
menyekat tubuh,
menyiram )
Mandi 10 2x
Jalan di permukaan 5 Setiap hari
datar
Naik turun tangga 10 Setiap ke
Masjid
Mengenakan pakaian 10 2x
Control bowel (BAB) 10 2 atau 3 hari
sekali
Lunak
Tidak ada
keluhan
Control bladder 10 5-6x sehari
(BAK) Bening
Tidak ada
keluhan
Olahraga/latihan 10 Jalan-jalan
1x sehari
Rekreasi/pemanfaatan 10 2x seminggu
waktu Mengaji
Keterangan
115 : ketergantungan sebagian

K. Pengkajian Status Mental


1. Short Portable Mental Status Quesioner
Pertanyaan Benar Salah
Tanggal berapa hari ini ? √
Hari apa sekarang ? √
Apa nama tempat ini ? √
Dimana alamat anda ? √
Berapa umur anda ? √
Kapan anda lahir ? √
Siapa presiden Indonesia √
sekarang ?
Siapa nama presiden √
sebelumnya ?
Siapa nama ibu anda ? √
Kurangi 3 dari 20 dan √
tetap pengurangan 3 dari

24
setiap angka baru secara
menurun
Interpretasi hasil :
Salah 0 –3 : Fungsi intelektual utuh.
Salah 4 – 5 : Kerusakan intelektual ringan
Salah 6 – 8 : Kerusakan intelektual sedang
Salah 9 – 10 : Kerusakan intelektual berat
Hasil : Salah 4 : kerusakan intelektual ringan

2. MMSE (Mini Mental Status Exam )


Aspek kognitif Nilai max Nilai klien Kriteria
Orientasi 5 4 Menyebutkan
dengan benar :
-tahun
-musim
-tanggal
-hari
-bulan
Orientasi 5 5 Dimana kita
sekarang :
-indonesia
-propinsi
-Kota
-desa
-kelurahan
Registrasi 3 3 3 objek :
-meja
-gabah
-buku
Perhatian dan 5 3 Minta klien
kalkulasi memulai dari
angka 100
dikurangi 7
sampai 5 kali
93
86
79
72
65
Mengingat 3 3 Mengulang 3
objek :
Baju

25
Pulpen
Buku
Bahasa 9 6 Meminta klien
mengulang :
Jam tangan
Berikut
Tidak ada
Jika
Dan
Tetapi
Meminta klien
untuk
mengambil
perintah 3
langkah :
Ambil kertas
ditangan anda,
lipat dua taruh
dilantai
Perintahkan
klien melakukan
aktifitas :
-tutup mata
Perintahkan
klien menulis
satu kalimat dan
menyalin gambar
:
-tulis satu
kalimat
-menyalin
gambar
Jumlah 24
Interpretasi hasil :
>23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik
18 – 22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan
≤ 17 : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat

26
L. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1. DS : Klien mengatakan nyeri Nyeri kronis Kondisi kronis
karena Asam Urat sudah (Gout Arthritis)
bertahun-tahun yang lalu
P : Nyeri karna Asam Urat.
Q : Kram dan nyeri seperti
ditusuk-tusuk.
R : Lutut sebalah kanan
S:5
T : Hilang timbul, saat
beraktivitas
DO:
a. Adanya kemerahan dan
bengkak di sekitar lutut kanan.
c. Klien tampak meringis
apabila berjalan lama.
TD : 140/90 mmHg, RR : 19
x/menit, N : 87 x/menit
2. DS : Gangguan pola Nyeri
a. Klien mengatakan tidak bisa tidur
tidur karena nyeri pada lutut
karena Asam Urat pada saat
beraktivitas.
b. Klien mengatakan tidur
hanya sekitar 4 jam.
DO : Lama tidur hanya 4-5
jam, tampak kurang fresh
wajahnya dan mengantuk saat
diwawancara
3. DS : a. Klien mengatakan Defisit Kurang terpapar
belum mengetahui banyak pengetahuan informasi
tentang Asam Urat.
b. Klien sering bertanya
tentang tujuan dilakukanya
kompres hangat dengan kayu
manis.
DO :
a. Klien terlihat bingung saat
ditanya tentang Asam Urat dan
bagaimana pelaksanaanya.
b. Klien memakan apa saja
yang dimasakkan oleh istrinya

27
Diagnosa Keperawatan :
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi kronis (Gout Arthritis)
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Nyeri
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
M. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan Rencana Tindakan
Keperawatan
Nyeri kronis
Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi,
berhubungan tindakan keperawatan karakteristik, durasi,
dengan kondisiselama 3x24 jam frekuensi, kualitas, intensitas
kronis (Gout
diharapkan nyeri nyeri.
Arthritis) hilang atau terkontrol 2. Indentifikasi respons nyeri
dengan kriteria hasil : non verbal.
1. Melaporkan bahwa 3. Ajarkan teknik non
nyeri berkurang farmakologi rileksasi napas
dengan menggunakan dalam.
manajemen nyeri. 4. Berikan posisi yang nyaman.
2. mampu mengenali 5. Berikan teknik
nyeri (skala, intensitas, nonfarmakologis untuk
frekuensi dan tanda mengurangi rasa nyeri (mis.
nyeri). Kompres hangat dengan kayu
3. menyatakan rasa manis).
nyaman setelah nyeri
berkurang.
Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Identifikasi pola aktivitas dan
tidur tindakan keperawatan tidur
selama 3x24 jam, 2. Identifikasi faktor
diharapkan jumlah jam pengganggu tidur
tidur klien dalam batas 3. Jelaskan pentingnya tidur
normal dengan KH : yang cukup
1. Jumlah jam tidur 4. Fasilitasi menghilangkan
dalam batas stress sebelum tidur
normal 6-8 5. Modifikasi lingkungan
jam/hari
2. Pola tidur dan
kualitas tidur
dalam batas
normal
3. Perasaan segar
setelah tidur dan
istirahat
4. Mampu
mengidentifikasi

28
hal-hal yang
meningkatkan
tidur
Defisit Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat pengetahuan
Pengetahuan tindakan keperawatan
klien
selama 3x24 jam,
diharapkan kurang 2. Jelaskan patofisiologi dari
pengetahuan dapat
penyakit dan bagaimana hal
teratasi dengan KH :
1. Klien mengatakan tersebut berhubungan dengan
paham tentang
anatomi fisiologi, dengan
asam urat
2. Klien mampu cara yang tepat
melaksanakan
3. Jelaskan pada klien makanan
prodesur yang
dijelaskan dengan yang harus dihindari dan
benar
jenis makanan yang
3. Klien mampu
menjelaskan dibutuhkan klien
kembali informasi
yang diberikan

N. Catatan Perkembangan
Tanggal, Diagnosa
Implementasi Evaluasi Paraf
Jam Keperawatan
21 April Nyeri akut  Mengkaji skala S : Klien
2020 nyeri dan TTV mengatakan
Jam klien lututnya nyeri
09.00 karena Asam
Urat sudah
bertahun-
10.00  Mengajarkan tahun yang
klien tentang lalu
nafas dalam P : Nyeri
karena Asam
Urat
11.00  Menganjurkan Q : Ditusuk-
klien kompres tusuk.
hangat dengan R : Lutut
kayu manis sebelah kanan
didaerah yang S : 5
nyeri T : Hilang
timbul, saat
beraktivitas
O : skala nyeri

29
5, nyeri terasa
cekot-cekot
masih sering
7-8 x
A : masalah
keperawatan
nyeri kronis
belum teratasi
P : lanjutkan
intervensi kaji
skala nyeri
dan berikan
kompres
hangat dengan
kayu manis

14.00 Gangguan  Mengkaji faktor S : klien


pola tidur yang membuat mengatakan
klien mengalami masih sering
gangguan pola bangun ketika
tidur terasa nyeri
O : wajah
tidak fresh,
lama tidur 5
jam
A : masalah
gangguan pola
tidur belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi
ciptakan
suasana
nyaman dan
tehnik ditraksi

16.00 Defisit  Mengkaji tingkat S : klien


pengetahuan mengatakan
pengetahuan klien sudah
mengetahui
mengenai
16.30  Menjelaskan penyakitnya
patofiologi dari O : klien
nampak
penyakit dan mampu
bagaimana hal menjelaskan

30
tersebut apa yang
ditanyakan
berhubungan
saat dievaluasi
dengan anatomi A : masalah
keperawatan
fisiologi, dengan
defisit
cara yang tepat pengetahuan
teratasi
P : hentikan
 Menjelaskan intervensi
17.00 makanan yang
boleh dan tidak
boleh dikonsumsi
klien
22 April Nyeri kronis  Mengevaluasi S : klien
2020 tindakan hari mengatakan
jam pertama dan masih nyeri
08.00 Mengkaji skala namun sudah
nyeri tidak terlalu
sering
08.15  Mengajarkan O : skala nyeri
klien tentang 4, intensitas 5-
manajemen nyeri 6 kali, tampak
menarik nafas
dalam ketika
terasa nyeri
08.30  Memberikan A : masalah
kompres hangat keperawatan
dengan kayu nyeri kronis
manis untuk belum teratasi
mengurangi P : lanjutkan
intensitas nyeri intervensi kaji
skala nyeri
dan berikan
kompres
hangat dengan
kayu manis

15.00 Gangguan  Mengkaji faktor S : klien


pola tidur yang membuat mengatakan
klien mengalami masih suka
gangguan pola terbangun
tidur namun
tidurnya

31
cukup enakan
20.20  Menciptakan O : wajah
lingkungan yang nampak
nyaman rileks, lama
tidur 6 jam
A : masalah
keperawatan
gangguan pola
tidur belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi
Jelaskan
pentingnya
tidur yang
cukup
ciptakan
suasana yang
nyaman dan
tehnik
distraksi
23 April Nyeri Kronis  Mengevaluasi S : klien
2020 tindakan hari mengatakan
Jam sebelumnya dan nyeri
08.30 Mengkaji skala berkurang dan
nyeri sudah tidak
08.45  Memberikan sering muncul
kompres hangat O : skala nyeri
dengan kayu 3, intensitas
manis untuk nyeri 3-4 kali
mengurangi A : masalah
intensitas nyeri nyeri belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi
anjurkan klien
untuk
memberikan
kompres
hangat dengan
kayu manis
secara mandiri

15.00 Gangguan  Mengkaji faktor S : klien


pola tidur yang membuat mengatakan

32
klien mengalami tidurnya
gangguan pola sudah
tidur lumayan
nyenyak dan
jarang
15.30  Menciptakan terbangun
lingkungan yang O : wajah
nyaman tampak fresh,
lama tidur 7
jam
A : masalah
keperawatan
gangguan pola
tidur teratasi
P : lanjutkan
intervensi
anjurkan klien
menciptakan
suasana dan
tehnik
distraksi
secara mandiri

33
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identifikasi Pasien
Nama : Tn. S
Alamat : Desa Pegundan Kab. Pemalang
Telepon :-
Usia : 76 Tahun
Pendidikan terakhir : Tidak sekolah
Orang yang paling dekat : Ny. D
Alamat dan nomor telepon : Desa Pegundan Kab.Pemalang
B. Data Fokus Pasien
DS : Tn. S mengatakan merasakan linu-linu nyeri di kaki
DO :
P : nyeri karena asam urat
Q : linu-linu, seperti ditusuk-tusuk
R : lutut sebelah kanan
S:5
T : saat beraktifitas, malam hari, hilang timbul
TD : 140/90 mmHg
RR : 19 x/menit
N : 87 x/menit
C. Diagnosa Keperawatan
Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi kronis (Gout Arthritis)

34
D. Analisa Sintesa Justifikasi

Diet tinggi purin / Peningkatan pemecahan sel

Katabolisme purin / Asam urat dalam sel keluar

Asam urat dalam serum meningkat (Hiperurisemia)

Terbentuk kristal monosodium urat di jaringan lunak dan


persendian

Penumpukan dan pengendapan MSU > Pembentukan thopus

Respon inflamasi meningkat

Pembesaran dan penonjolan sendi

Gangguan rasa nyaman nyeri

Pemberian kompres hangat dengan kayu manis

Meredakan rasa Merelaksasikan Menghambat Menghambat


nyeri, kaku dan otot terjadinya transmisi impuls
spasme otot inflamasi nyeri ke otak

Nyeri berkurang

35
BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan EBNP


Arthritis gout merupakan salah satu penyakit degenerative yang menjadi
masalah. Penyakit kronis arthritis gout dapat mengganggu aktifitas. Menurut
WHO tahun 2015, prevalensi penyakit arthritis gout di dunia mengalami
kenaikan jumlah penderita hingga dua kali lipat antara tahun 1990-2010. Pada
orang dewasa di Amerika Serikat penyakit arthritis gout mengalami
peningkatan dan mempengaruhi 8.3 juta (4%) orang. Penyakit arthritis gout
diperkirakan terjadi pada 840 orang dari 100.000 orang. Penyakit arthritis
gout di Indonesia pertama kali diteliti oleh seorang dokter Belanda yang
bernama dr. van den Horst, pada tahun 1935. Ia menemukan bahwa terdapat
15 kasus arthritis gout berat pada masyarakat kurang mampu di pulau Jawa.
Hasil penelitian oleh Widyanto (2017) di Bandungan Jawa Tengah
menunjukkan bahwa diantara 4683 orang yang diteliti, 0.8% menderita
artritis gout tinggi berusia antara 15-45 tahun. Prevalensi penyakit arthritis
gout di Indonesia terjadi pada usia di bawah 34 tahun sebesar 32 % dan di
atas 34 tahun sebesar 68 % (5,6). Berdasarkan hasil Kemenkes (2013)
menunjukkan bahwa penyakit sendi di Indonesia yang diagnosis tenaga
kesehatan (nakes) sebesar 11.9% dan berdasarkan diagnosis dan gejala
sebesar 24.7%, sedangkan berdasarkan daerah diagnosis nakes tertinggi di
Nusa Tenggara Timur 33,1%, diikuti Jawa barat 32,1% dan Bali 30% (7,8).
Penanganan arthritis gout dapat dilakukan secara farmakologis dan non
farmakologis. Terdapat beberapa penanganan non farmakologis dalam
menangani nyeri seperti latihan gerak.
Berdasarkan penelitian Margowati (2017) terdapat pengaruh penggunaan
kompres kayu manis terhadap penurunan skala nyeri arthritis gout pada lansia
dengan p value = 0,000 (11).

36
Berdasarkan teori diatas, penulis bermaksud untuk memberikan kompres
hangat dengan kayu manis untuk menurunkan intensitas nyeri pada Tn. S
dengan Gout Arthritis.
B. Mekanisme Penerapan pada Kasus
Sebelum melakukan intervensi, penulis mengkaji keluhan dari Tn. S
terlebih dahulu. Dan ditemukan keluhan utama nya yaitu nyeri pada kaki
terutama di lutut. Nyeri seperti cekot-cekot dan linu. Intensitas munculnya
nyeri sering yaitu 7-8 kali sehari atau saat melakukan aktivitas. Skala nyeri 5
sehingga masih bisa diajak aktivitas walaupun kesakitan. Kemudian setelah
nyeri terkaji, penulis melakukan intervensi 2 kali sehari yaitu sore dan pagi
hari selama 20 menit. Alat dan bahan yang digunakan dalam intervensi ini
adalah kayu manis (+15 gram), air untuk merebus kayu manis sebanyak 200
cc, handuk kecil, baskom. Cara pembuatan kompres adalah dengan merebus
kayumanis bubuk hingga mendidih kemudian dimasukan kedalam baskom.
Selanjutnya masukan handuk dan siap digunakan untuk kompres saat air tidak
terlalu panas. Jika sudah 20 menit, dievaluasi dengan mengukur skala nyeri
kembali.
C. Hasil yang Dicapai
Hasil yang didapatkan penulis pada pengaplikasian junal adalah pada hari
pertama terukur skala nyeri 5 dan intensitasnya sering muncul yaitu 7-8 kali
sehari. Setelah dilakukan intervensi kompres hangat dengan kayu manis,
skala nyeri 4 dan intensitasnya menurun yaitu 6-7 kali sehari.
Untuk hari kedua skala nyeri berkurang yaitu menjadi skala 4 dan intesitasnya
semakin menurun yaitu 5-6 kali sehari. Dan hari terakhir atau ketiga yaitu
skala nyeri 3 dan intensitas nyeri juga menurun menjadi 3-5 kali sehari.
D. Kelebihan dan Kekurangan Aplikasi EBNP
Kelebihan : karena intervensi menggunakan kayu manis, sangat mudah untuk
dilakukan karena mendapatkan kayu manis sendiri mudah dan banyak
ditemui. Serta cara pengaplikasian yang mudah namun banyak sekali
manfaatnya.

37
Kekurangan : untuk pengukuran kayu manis yang tidak bubuk sedikit susah
karena klien tidak punya timbangan sehingga untuk pengaplikasian secara
mandiri penggunaan kayu manis yang tidak bubuk dikira-kira sendiri sesuai
kebutuhan.

38
BAB VI
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil aplikasi jurnal tersebut, pemberian kompres hangat kayu
manis mampu menurunkan intensitas nyeri klien dengan Gout Arthritis. Hal
ini sangat disarankan untuk terapi nonfarmakologis dalam menurunkan nyeri
klien dengan Gout Arthritis.
B. Saran
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dijelaskan pengukuran
penggunaan kayu manisnya dan juga jenis kayu manis apa yang paling bagus
digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri pada klien Gout Arthritis.

39
DAFTAR PUSTAKA

Adi Antoni, dkk. (2020). Pengaruh Penggunaan Kompres Kayu Manis Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Arthritis Gout Di Wilayah Kerja
Puskesmas Batunadua. Jurnal Kesehatan Global Vol 3 Departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
Fitriana, Rahmatul. (2015). Cara Cepat Usir Asam Urat. Yogyakarta: Medika.
Iqbal, dkk. (2011). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di
Indonesia. Jakarta: Buletin Jendela.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Resehatan Dasar (Riskesdas) 2013
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: AGC.
Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA Nic-Noc. Jilid 2. Yogyakarta:
Mediaction.
Sudoyo, Samudra A.W, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 5.
Jakarta: Interna Publishing.
Susanto, Teguh. (2013). Asam Urat Deteksi, Pencegahan, Pengobatan.
Yogyakarta: Buku Pintar.
World Health Organization. (2016). The World Health Organization Report 2016.
Zahara, R. (2013). Artritis Gout Metakarpal dengan Perilaku Makan Tinggi Purin
Diperberat oleh Aktifitas Mekanik Pada Kepala Keluarga dengan Posisi
Menggenggam Statis. Volume 1 nomor 3.

40

Anda mungkin juga menyukai