Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENGELOLAAN KASUS INOVATIF

KEPERAWATAN GERONTIK

PENANGANAN KLIEN DENGAN OSTHEOATHRITIS MENGGUNAKAN PIJAT

AROMATERAPI LAVENDER PADA KLIEN TN. S DI DESA DUKUHWALUH

KECAMATAN BANYUMAS

Disusun sebagai salah satu syarat dan tugas stase Keperawatan Gerontik tahun 2020/2021

Disusun Oleh :

LUTHFI FAUZI BAIHAQI

2011040137

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia merupakan proses penuaan dengan bertambahnya usia individu yang ditandai
dengan penurunan fungsi organ tubuh seperti otak, jantung, hati dan ginjal serta peningkatan
kehilangan jaringan aktif tubuh berupa otot-otot tubuh. Penurunan fungsi organ tubuh pada
lansia akibat dari berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh, sehingga kemampuan
jaringan tubuh untuk mempertahankan fungsi secara normal menghilang, sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Fatmah, 2010).
Populasi lansia berusia ≥ 60 tahun sebanyak 10% dan diperkirakan akan meningkat pada
tahun 2050 di dunia. sedangkan lansia berusia ≥ 85 tahun meningkat 0,25 % (Holdsworth,
2014).
Indonesia mengalami peningkatan jumlah orang dengan usia lanjut pada tahun 2014
sejumlah 18,75 juta dan di perkirakan akan terus meningkat menjadi 36 juta orang pada
tahun 2025. Lansia terbanyak tersebar di beberapa provinsi yaitu Yogyakarta (13,04%),
Jawa Timur (10,40%) dan Jawa Tengah (10,30%) (Kemenkes RI, 2013).
Jumlah penduduk yang bertambah dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan
berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan sosial ekonomi.
Permasalahan pada lansia sebagian besar adalah masalah kesehatan akibat proses penuaan,
ditambah permasalahan lain seperti masalah keuangan, kesepian, merasa tidak berguna, dan
tidak produktif.  Data dinas kesehatan Jawa Tengah mencatat 3 juta jiwa lansia terdapat di
Jawa tengah. Angka ini menunjukan peningkatan jumlah lansia sebesar 22,5% dari pada
tahun Peningkatan proporsi jumlah lansia tersebut perlu mendapatkan perhatian karena
kelompok lansia merupakan kelompok beresiko tinggi yang mengalami berbagai masalah
kesehatan. Salah satu diantaranya adalah rematik artritis (Depkes RI, 2013). Organisasi
dunia (WHO) melaporkan bahwa 20% penduduk dunia terserang penyakit rematik artritis.
Data pelayanan kesehatan menunjukkan proporsi kasus rematik artritis di Jawa Tengah
mengalami peningkatan dibanding kasus penyakit tidak menular. Secara keseluruhan pada
tahun 2007 proporsi kasus penyakit rematik artritis sebesar 17,34% meningkat menjadi
29,35% pada tahun Kemudian pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 39,47%
(Wiyono, 2010). Rematik artritis adalah penyakit progresif yang memiliki potensi untuk
menyebabkan kerusakan sendi dan kecacatan fungsional. Penyebab dari rematik artritis
masih belum diketahui, ada yang menyebutkan faktor genetik dan faktor lingkungan dapat
meningkatkan resiko penyakit rematik artritis (Indra, 2010).
Pada usia lanjut, fungsi fisiologis akan mengalami penurunan karena proses penuaan,
sehingga mengakibatkan peningkatan jumlah penderita penyakit tidak menular seperti
hipertensi, diabetes, dan nyeri sendi yang disebabkan oleh berbagai penyebab (Direktorat
Indonesia dari Kesra, 2015). Salah satu penyatit tidak menular adalah nyeri sendi. Nyeri
sendi ini menjadi masalah yang sering dikeluhkan oleh lansia. Menurut Barbour (2013),
prevelensi nyeri sendi terjadi pada orang dengan usia berkisar 45-65 tahun (30,3%) dan
orang dengan usia lebih dari 65 tahun (49,7%), sedangkan menurut Riskesdas (2013)
prevalensi penyakit sendi adalah sebesar 11,9% dan berdasarkan dengan diagnosis dan
gejala sebesar 24,7%. Nyeri bisa disebabkan karena refleksi penyakit yang mengakibatkan
peradangan sendi, degenerasi tulang rawan, deposisi kristal, infeksi, dan trauma (Baer,
2014).
Nyeri adalah persepsi subjektif yang dipengaruhi oleh isu-isu fisiologis, sosial, spiritual,
psikologis dan budaya. Oleh karena itu, pengalaman nyeri bervariasi dari setiap individu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri meliputi usia, kelemahan, fungsi neurologis,
perhatian, pengalaman sebelumnya, faktor spiritual, kecemasan, mengatasi teknik dan rasa
nyeri (Potter & Perry, 2009). Metode pengobatan saat ini untuk pasien dengan nyeri sendi
bertujuan untuk meningkatkan mobilitas dan fungsi sendi, dan untuk mengoptimalkan
kualitas hidup dengan mengendalikan faktor risiko, latihan, intervensi fisioterapi, terapi non
farmakologis, terapi farmakologis dan operasi. Intervensi non farmakologis yang dapat
menurunkan skala nyeri sendi salah satunya adalah dengan kompres hangat jahe. Kompres
hangat adalah metode dalam penggunaan suhu hangat lokal yang dapat menyebabkan
beberapa efek fisiologis, termasuk vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler,
meningkatkan metabolisme sel, melemaskan otot-otot, dan meningkatkan aliran darah ke
suatu daerah. Selain itu, kompres hangat dapat meningkatkan suhu jaringan dan sirkulasi
darah lokal, yang dapat menghambat produk metabolisme peradangan seperti prostaglandin,
bradikinin, dan histamin sehingga dapat mengurangi rasa sakit. Selain itu, perubahan fisik
pada jaringan kolagen tidak hanya akan meningkatkan aktivitas metabolisme, mengurangi
kram otot, perubahan respon saraf, mempengaruhi aktivitas sistem muskuloskeletal,
meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan, tetapi juga panas dan perasaan hangat dapat
meningkatkan kenyamanan dan mengurangi kecemasan (Shim, 2014).
Rheumathoid Arthritis (RA) merupakan gangguan peradangan kronis autoimun atau
respon autoimun, dimana imun seseorang bisa terganggu dan turun yang menyebabkan
hancurnya organ sendi dan lapisan pada sinovial, terutama pada tangan, kaki dan lutut
(Levitsky, 2016). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) mengatakan bahwa sebanyak
20% penduduk dunia terserang reumathoid arthritis. Dimana 5-10% adalah mereka yang
berusia 5-20 tahun dan 20% adalah mereka yang berusia 55 tahun. Menurut data tahun 2005
di Negara Amerika Serikat jumlah penderita reumathoid arthritis terus meningkat sudah
mencapai 66 juta orang. Sebanyak 42,7 juta diantaranya telah ditetapkan sebagai reumathoid
arthritis dan 23,2 juta penderita dengan keluhan nyeri sendi kronis.
Frekuensi Osteoartritis lutut (OA) meningkat dengan cepat, sebagian karena populasi usia
lansia menjadi lebih tua dan lebih gemuk. Pengaruh nyeri lutut persisten pada kualitas hidup
yang sangat besar. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa pada Setidaknya setengah dari
orang dewasa dengan nyeri lutut melaporkan beberapa pembatasan kegiatan sehari-hari dan
sering hadir dengan komorbiditas gejala lainnya, termasuk kelelahan, tidur, dan gangguan
mood. OA juga bertanggung jawab atas beban ekonomi yang substansial. Di tahun 2005,
biaya rawat inap untuk prosedur muskuloskeletal diperkirakan $ 31,5 miliar, total 10% dari
keseluruhan biaya rawat inap. Tanpa kemajuan dalam pencegahan dan perawatan, besarnya
masalah ini akan terus tumbuh, seperti jumlah penggantian sendi lutut total diantisipasi naik
673% pada tahun 2030. Meskipun banyak pilihan tersedia untuk orang dengan lutut yang
terkena OA (misal, Obat-obatan, injeksi sendi, terapi fisik), data saat ini menunjukkan
bahwa efek terapi mereka kurang dari yang diinginkan. Dalam meta-analisis uji coba
terkontrol secara acak (RCT) memeriksa perawatan farmakologis di OA, acetaminophen
mengarah ke peningkatan rata-rata 4-mm dibandingkan dengan plasebo (skala 0-100 mm),
sedangkan uji coba obat antiinflamasi nonsteroid yang tidak dikecualikan nonresponders
menunjukkan peningkatan rata-rata 8-mm dibandingkan dengan plasebo. Efek dan ukuran
efek ini kecil. Selain itu, berbagai efek samping, seperti kardiovaskular atau komplikasi
ginjal, berhubungan dengan jangka panjang penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid.
Banyak yang lebih tua orang dewasa memiliki kondisi komorbiditas yang akan menentukan
mereka terapi obat, 10 dan polifarmasi mengarah pada interaksi obat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penulisan ini adalah “Apakah ada Pengaruh Pijat Aromaterapi Terhadap Penurunan Rasa
Nyeri pada Tn. R dengan Osteoarthritis di Desa Dukuhwaluh Kabupaten Banyumas”
BAB II

PERSENTASI KASUS

Seorang laki-laki berinisial Tn. S tinggal di Desa Dukuhwaluh bersama istri dan cucunya.
Klien berusia 65 tahun mempunyai 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Berdasarkan
hasil pengkajian yang dilakukan Tn.R mengatakan mengeluhkan nyeri sendi pada lutut
dan kaki kanan nya seperti ditusuk-tusuk dengan skala 5 nyeri hilang timbul, hingga sulit
untuk berjalan dan harus pelan-pelan. Klien terlihat berjalan dengan pelan. Tn.R
mengatakan sudah mengalami osteoartritis sejak 4 tahun yang lalu, dengan pemeriksaan
fisik TD : 160/80 mmHg, N : 87 x/m, RR : 21 x/m, asam urat di cek 1 bulan yang lalu 7.
BAB III

ANALISIS JURNAL

A. JUDUL JURNAL

“Effect of aromatherapy massage with lavender essential oil on pain in patients

with osteoarthritis of the knee: A randomized controlled clinical trial”

B. PENELITI

Ahmad Nasiri, Mohammad Azim Mahmodi, Zohre Nobakht

C. ANALISIS PICO

JUDUL :

“Effect of aromatherapy massage with lavender essential oil on

pain in patients with osteoarthritis of the knee: A randomized

controlled clinical trial”

POPULATION :

Populasi dalam penelitian ini pasien yang menderita Osteoarthritis

pada lutut yang sedang menjalani rawat jalan di klinik reumatologi.

Sampel dalam penelitian ini 90 pasien yang menderita

Osteoarthritis pada lutut yang sedang menjalani rawat jalan di

klinik reumatologi.

INTERVENTION:

Pertama, peneliti mempelajari pijat aromaterapi secara teoritis


berdasarkan teknik dari buku teks aromaterapi dasar,

menyelesaikan kursus pelatihan dalam protokol pijat, dan

menerima pelatihan praktis dari seorang spesialis dalam

pengobatan tradisional. Kemudian, pijat effleurage (gerakan

meluncur atau meluncur di atas kulit) diajarkan secara pribadi

kepada setiap peserta pada saat pengambilan sampel oleh peneliti.

Pelatihan dianggap selesai jika peserta dapat mengaplikasikan

effleurage massage dengan benar. Oleh karena itu, mereka sudah

terbiasa dengan teknik pijat effleurage dan telah memeriksanya

beberapa kali dengan menggunakan instruksi tertulis sebelum

intervensi dimulai. Selanjutnya peneliti memberikan botol berisi 50

cc minyak lavender 3% disertai dengan pamflet bergambar dan

jadwal pijat mingguan kepada masing-masing peserta kelompok

pijat aromaterapi. Pijat diri dilakukan di ruangan yang tenang dan

pada waktu tertentu saat pasien duduk di kursi. pijat sendiri

dilakukan sebanyak sembilan kali selama 20 menit dalam waktu 3

minggu pada lutut yang terkena menggunakan minyak yang

diberikan oleh peneliti. Selain itu, peneliti mengingatkan intervensi

tepat waktu kepada peserta melalui telepon. Sebagai tindak lanjut,

ia juga melakukan panggilan telepon setiap minggu untuk

meninjau pengaplikasian minyak oleh para peserta.

COMPARATION :

Pada penelitian ini responden dibagi tiga kelompok yaitu :


intervensi (pijat aromaterapi dengan minyak esensial lavender),

plasebo (pijat dengan minyak almond) dan kontrol (tanpa pijat).

Kelompok plasebo menggunakan intervensi yang sama seperti

kelompok pijat aromaterapi kecuali bahwa mereka hanya

menggunakan minyak almond manis. Kelompok plasebo menerima

botol berisi 50 cc hanya minyak almond manis beserta pamflet dan

jadwal yang sama. Para peserta dari kelompok pijat aromaterapi

memijat lutut mereka selama 20 menit dengan 5 mL minyak

esensial lavender yang diencerkan dalam minyak almond manis

dengan konsentrasi akhir 3% menggunakan jenis jarum suntik yang

sama di setiap sesi.

OUTCOME :

Studi ini juga menunjukkan bahwa keparahan nyeri satu minggu

setelah intervensi menurun secara signifikan lebih banyak pada

kelompok pijat minyak esensial lavender daripada kelompok

kontrol. Studi saat ini juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan

yang signifikan antara kelompok dalam keparahan nyeri empat

minggu setelah intervensi selesai. Ini dapat dikaitkan dengan fakta

bahwa efek minyak esensial mungkin telah memudar seiring

berjalannya waktu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pijat aromaterapi lavender

mengurangi nyeri pada pasien OA lutut. Oleh karena itu,

mengingat prevalensi OA yang tinggi, metode ini dapat


direkomendasikan karena aksesibilitas, keamanan dan efektivitas

biaya.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tindakan pijat aromaterapi telah dilakukan pada Tn.R pada hari Selasa – Kamis

19-21 Januari 2021 dengan penilaian menggunakan skala nyeri untuk mengevaluasi

efektifitas pijat dalam menurunkan rasa nyeri, dengan hasil :

Interpretasi :

- 1 - 4 : Ringan

- 5 – 7 : Sedang

- 8 – 10 : Berat

Hari / Tanggal Skor sebelum dilakukan Skor setelah melakukan

tindakan tindakan
Selasa, 19 Januari 2021 5 (sedang) 5 (sedang)
Rabu, 20 Januari 2021 5 (sedang) 5 (sedang)
Kamis, 21 Januari 2021 5 (sedang) 4 (ringan)

B. Pembahasan

Osteoarthritis merupakan suatu kelainan degerasi sendi yang terjadi pada cartilage

(tulang rawan) yang ditandai dengan timbulnya nyeri saat terjadi penekanan pada sendi

yang terkena. Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya osteoarthritis yaitu genetika,

usia lanjut, jenis kelamin, dan obesitas (Zhang et al, 2016).

Pada asuhan keperawatan penyakit ostheoathritis, salah satu diagnosa

keperawatan yang muncul yaitu nyeri. Pada studi kasus ini pelaksanaan keperawatan

hanya berfokus pada satu masalah keperawatan yaitu masalah nyeri dan berfokus pada
tindakan pijat. Salah satunya pijat aromaterapi dengan minyak esensial lavender terhadap

nyeri pada pasien osteoartritis lutut.

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan kepada Tn.R berusia 67 tahun yang

mengalami osteoartritis sejak 4 tahun yang lalu, dengan pemeriksaan fisik TD : 160/80

mmHg, N : 87 x/m, RR : 21 x/m, asam urat di cek 1 bulan yang lalu 7. Tn.R

mengeluhkan nyeri sendi pada lutut dan kaki kanan nya seperti ditusuk-tusuk dengan

skala 5, nyeri hilang timbul, hingga sulit untuk berjalan dan harus pelan-pelan, sehingga

klien membutuhkan pijat untuk mengurangi nyerinya.

Pijat yang diterapkan yaitu pijat aromaterapi lavender, dimana perawat

mengajarkan pijat dan memberikan minyak lavender kepada Tn.R dan keluarga. Untuk

Tn.R pijat aromaterapi dilakukan selama 30 menit.

Pada hari pertama Tn.R dan keluarga dijelaskan dan dilatih pijat aromaterapi,

Tn.R dan keluarga terlihat sangat antusias dan kooperatif, Tn.R masih mengeluhkan

masih terasa nyeri pada lutut dan kaki kanan dengan skala 5, Tn. R juga mengatakan

menyukai aromaterapi yang digunakan.

Hari kedua melatih pijat aromaterapi kembali dan memotivasi keluarga untuk

mendampingi klien saat latihan mandiri. Tn. R mengatakan nyeri pada lutut dan kakinya

sudah tidak sesering sebelumnya meski skala yang dirasakan masih sama seperti kemarin.

Keluarga membantu pijat aromaterapi, Tn. R mengatakan merasa senang dan semangat

untuk latihan mandiri agar rasa nyerinya berkurang dan dapat melakukan aktivitas sehari-

hari secara mandiri.


Hari ketiga melatih dan mengobservasi kembali pijat aromaterapi pada Tn. R

dengan melibatkan keluarga, Tn. R dan keluarga menyatakan akan sering berlatih sendiri

dikarena sudah mengetahui cara pijat aromaterapi, dengan skala nyeri bernilai 4.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Nasiri (2016)

yang menunjukkan bahwa pijat aromaterapi lavender mengurangi nyeri pada pasien OA

lutut.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari beberapa penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa upaya

penurunan nyeri yang dapat dilakukan perawat melalui pijat aromaterapi pada kaki

dengan pasien yang mengalami osteoarthritis. Selain mudah dilakukan, efektif terhadap

penurunan nyeri yang di alami. Implikasi klinis dari penelitian ini adalah terapi

komplementer ini bermanfaat bagi tenaga kesehatan yang dapat mempelajari teknik

massage terapi aroma dan kemudian mengaplikasikan/merekomendasikan

penggunaannya sebagai komponen perawatan untuk penanganan nyeri pada pasien OA.

Oleh karena itu, pijat aromaterapi sebagai metode non-invasif dan dapat diakses,

memiliki potensi untuk menarik lebih banyak perhatian pengaturan perawatan pasien,

termasuk klinik, bangsal, dll.

B. Saran

Pijat aromaterapi lavender pada ostreoatritis dapat dilakukan secara rutin dengan

bantuan keluarga, agar dapat lebih efektif dalam menurunkan nyeri.


DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Fatimah, S. 2006. Buku Ajar Geriatri. Fakults Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

Holdsworth, G. J. W. A. M. M. 2014. Gizi dan Dietetika ( a Handbook of Nutrition and


Dietetics) (2nd ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wiyono. 2010. Epidemiologi Rematik Pada Lansia.


http://epidemiologi.wordpree.com//2013/11/22/epidemiologi-rematik-padalansia.
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai