Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring bertambahnya jumlah kelahiran yang mencapai usia pertengahan dan

adanya obesitas serta peningkatannya dalam populasi masyarakat OA akan berdampak

lebih buruk di kemudian hari. Karena sifatnya yang kronik progresif, OA genu

berdampak sosial ekonomi yang besar di Negara maju dan di Negara berkembang. OA

genu banyak dijumpai pada usia lanjut, OA dapat juga timbul secara idiopatik dan

dapat juga timbul setelah trauma, dengan pembebanan sendi yang berulang ulang dan

terus menerus. Pada lansia kemungkinan terjadi masalah kesehatan sangatlah rentan

karena dengan bertambahnya usia akan otomatis terjadi penurunan fungsi struktur

tubuh (Latifah, 2019).

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronis yang menyerang

tulang rawan artikular. Penyakit ini erat kaitannya dengan proses penuaan dan sebagian

besar berlokasi di sendi lutut, pinggul, jari, dan daerah vertebra lumbal oleh karena

proses penekanan yang terus menerus selama beberapa tahun. Sendi lutut merupakan

sendi di ekstrimitas bawah yang paling sering mengalami OA (Azizah, 2019).

Osteoarthritis genu merupakan suatu penyakit degeneratif pada persendian yang

disebabkan oleh beberapa faktor. Penyakit ini mempunyai karateristik berupa terjadinya

kerusakan pada kartilago. Gejala OA genu bersifat progresif, dimana keluhan terjadi

perlahan-lahan dan lama-kelamaan akan memburuk (Sidiq, 2014). OA yaitu suatu

penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan rusaknya kartilago. Prevalensi OA

berdasarkan Australian Institut of Health and Welfare pada tahun 2014–2015 penduduk

Australia pada umur 55-64 tahun untuk laki-laki 15,9% sedangkan pada perempuan

28,3%. Umur 65-79 tahun penderita OA genu pada laki-laki 21,2% dan perempuan

1
40,0% (Australian Institut of Health and Welfare, 2018). OA menurut American College

of Rheumatology merupakan sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada

tanda dan gejala sendi. OA merupakan penyakit degeneratif dan progresif. Diderita 2/3

orang yang berumur lebih dari 60 tahun, dengan prevalensi 60,5% pada pria dan 70,5%

pada wanita (American College of Rheumatology, 2015).

Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2010 menyatakan Penyebab dari OA

belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor risiko dapat memicu terjadinya

OA. Faktor risiko ini dapat dikelompokkan menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi

dan dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia, jenis

kelamin, cacat fisik/ imbalance tubuh, riwayat trauma, dan etnis. OA lebih sering terjadi

pada wanita dan umumnya mengenai populasi usia lanjut. Sedangkan faktor risiko yang

dapat dimodifikasi yaitu indeks massa tubuh (IMT), diabetes mellitus,

hiperkolesterolemia, hipertensi, dan merokok. Obesitas dan osteoartritis menyimpulkan

bahwa obesitas adalah faktor risiko dapat dimodifikasi yang memiliki hubungan terkuat

dengan terjadinya OA genu (Artikel review King et al., 2013).

Menurut Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2018 prevalensi Penyakit sendi di

Indonesia pada tahun 2018 mengalami penurunan 4,6% karena pada tahun 2018 ini

penyakit sendi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan di Indonesia yaitu 7,3% dengan

batasan umur kurang dari 15 tahun (Latifah, 2019). Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No 65 tahun 2015 tentang standar pelayanan fisioterapi

yang menyatakan bahwa Fisioterapi suatu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan

kepada individu dan atau kelompok utuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan

gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan

serta manual, peningkatan gerak, peralatan (physics, elektroterapeutis dan mekanis)

pelatihan fungsi dan komunikasi. Dalam penanganan OA genu peran fisioterapi sangat

2
besar maka dari itu penulis mengambil kasus yang berjudul “Pelaksanaan Fisioterapi

Pada Kasus Osteoarthritis genu Dengan Modalitas MWD dan US Salah satu intervensi

yang dilengkapi dengan elektroda dan diletakkan dikulit untuk menghantarkan impuls

listrik yang berfungsi sebagai pemblok impuls nyeri. Impuls nyeri yang diblok akan

mengakibatkan nyeri berkurang. Pemberian intervensi MWD dan US dengan frekuensi

rendah mampu merangsang tubuh mengeluarkan endorphin, sehingga endorphin yang

keluar akan meningkatkan relaksasi kemudian diikuti oleh penurunan nyeri (Lestari,

2018).

Intervensi yang diberikan kepada dengan frekuensi terapi 2 kali dalam seminggu

yaitu US dan MWD dengan intensitas 30 mA dan durasi 15 menit, Hal ini dikarenakan

US dan MWD dapat mengurangi nyeri menurut gate control atau sistem bloking, nyeri

dapat dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Sistem

bloking masuk lebih dulu ke pintu masuk di substansia gelatinosa dan menghambat sel

nociceptive untuk memberikan informasi ke otak sehingga rangsang nyeri tidak sampai

ke otak. Pada jurnal yang ditulis oleh Inge dan Engeline, penelitian yang dilakukan

selama 6 minggu dengan interval 2 kali perminggu, US dan MWD yang digunakan ialah

frekuensi 100 hz, durasi 20 menit dengan pad terbuat dari self-adhesive ukuran 5x5 cm

mampu menghilangkan nyeri dan meningkatkan kinerja fisik pada penderita osteoarthritis

genu (Pratama, 2019).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang muncul pada kasus OA genu, maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pemberian Ultrasound (US) berpengaruh terhadap pengurangan nyeri pada

OA genu?

3
2. Apakah pemberian Micro Wave Diathermy (MWD) berpengaruh terhadap

peningkatan kekuatan otot, menambah Lingkup Gerak Sendi (LGS) dan menurunkan

spasme pasien OA genu?

3. Apakah pemberian Ultrasoud (US) dan Micro Wave Diathermy (MWD) dapat

meningkatkan aktifitas fungsional pasien OA genu?

C. Tujuan Studi Kasus

Tujuan dari penyusunan rumusan masalah ini tersebut adalah:

1. Tujuan umum Untuk mengetahui gambaran tentang Pelaksanaan Fisioterapi Pada

Pasien OA genu dengan Modalitas Ultrasoud (US) dan Micro Wave Diathermy

(MWD) .

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan modalitas Ultrasoud (US) mengurangi

nyeri pada OA genu.

b. Untuk mengetahui Micro Wave Diathermy (MWD) dapat peningkatan kekuatan

otot dan menambah Lingkup Gerak Sendi (LGS) pasien OA genu.

c. Untuk mengetahui Ultrasoud (US) dan Micro Wave Diathermy (MWD) dapat

meningkatkan aktifitas fungsional pasien OA genu.

D. Manfaat Studi Kasus

Manfaat dari karya tulis ilmiah ini adalah:

1. Bagi penulis

Manfaat yang diharapkan bagi penulis ialah menambah wawasan dan pengetahuan

tentang kasus OA genu serta pelaksanaan fisioterapi yang kemudian dapat

diimplementasikan pada pelayanan.

2. Bagi rumah sakit

4
Penyebarluasan informasi tentang penanganan OA genu pada rekan fisioterapi

khususnya dan masyarakat pada umumnya.

3. Bagi Institusi

Menambah wawasan dalam pemberian modalitas Ultrasoud (US) dan Micro Wave

Diathermy (MWD) untuk mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot,

meningkatkan menambah Lingkup Gerak Sendi (LGS), Spasme dan meningkatkan

kemampuan aktifitas fungsional secara maksimal pada penderita OA genu.

4. Bagi masyarakat

5. Memberikan informasi yang benar kepada pasien, keluarga, masyarakat

sehingga dapat lebih mengenal dan mengetahui gambaran OA genu.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Kasus Yang Dikaji

1. Definisi OA

OA menurut American College of Rheumatology adalah suatu kondisi heterogen

yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani

yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi

meskipun sebenarnya penderita OA tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami

inflamasi ringan (Nurrahman, 2018). OA merupakan penyakit sendi degeneratif dimana

keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis, yang ditandai dengan

kerusakan kartilago hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng

tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsul sendi, timbulnya

peradangan dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi (Ade Pratama agung,

2017).

OA merupakan salah satu tipe penyakit arthritis yang paling umum terjadi

terutama pada orang-orang dengan usia lanjut. Penyakit ini juga disebut sebagai penyakit

sendi degeneratif yang menyerang kartilago, yaitu suatu jaringan keras tapi licin yang

menyelimuti bagian ujung tulang yang akan membentuk persendian. Fungsi dari kartilago

adalah untuk melindungi ujung tulang agar tidak saling bergesekan ketika bergerak. Pada

OA, kartilago mengalami kerusakan bahkan bisa sampai terkelupas sehingga akan

menyebabkan tulang dibawahnya saling bergesekan, menyebabkan nyeri, bengkak, dan

terjadi kekakuan sendi. Semakin lama hal ini akan menyebabkan struktur sendi berubah

menjadi abnormal hingga dapat muncul pertumbuhan tulang baru yang dinamakan

6
osteofit yang akan semakin memperbesar gesekan dan memperparah nyeri (National

Institute of Arthritis and Muskuloskeletal and Skin Disease, 2015).

Kriteria klasifikasi OA genu menurut Kellgren dan Lawrence dapat dijabarkan

sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kriteria Klasifikasi Osteoarthritis Genu


(Sumber : Kellgren dan Lawrence)

Deskripsi
Alternatif A Alternatif B Alternatif C Alternatif D
Original
Grade 1
Penyempitan Osteofit yang Kemungkinan Kemungkinan Patologi yang

sendi yang meragukan hanya tampak adanya diragukan

meragukan, osteofit osteofit pada

dan tepi

kemungkinan

osteofit pada

tepi
Grade 2
Osteofit yang Osteofit yang Osteofit yang Osteofit yang Minimal

jelas, dan jelas, tidak ada jelas, jelas, osteofit,

kemungkinan gangguan pada kemungkinan kemungkinan kemungkinan

adanya space sendi penyempitan penyempitan penyempitan,

sendi sendi cyst dan

sceloris.
Grade 3
Adanya Penyempitan Osteofit Adanya osteofit

osteofit ruang sendi moderat dan osteofit moderat dan

moderat, di yang cukup menyempit moderat, di jelas, dengan

beberapa besar dengan sendi yang jelas beberapa penyempitan

tempat, osteofit tempat, sendi yang

7
penyempitan penyempitan cukup besar

sendi yang sendi yang

jelas, jelas,

sclerosi, sclerosis,

kemungkinan kemungkinan

deformitas bony attrition


Grade 4
Osteofit Gangguan pada Osteofit besar, Osteofit besar, Gangguan

besar, ruang sendi penyempitan penyempitan yang

penyempitan yang parah ruang sendi sendi yang bermakna,

sendi yang dengan yang parah, besar, osteofit yang

besar, sclerosis sclerosis sclerosis yang besar dan

sclerosis subchondral parah, dan penyempitan

yang parah, deformitas ruang sendi

dan yang jelas yang jelas

deformitas (bony

yang jelas attrition)

2. Anatomi Pada Lutut

a. Persendian Lutut

Sendi lutut adalah sendi yang terbesar dan paling rumit di seluruh tubuh.

Pada dasarnya, sendi ini terdiri atas dua buah sendi condylaris antara condylus

femoris medialis dan condylus femoris lateralis dengan condylus tibia yang sesuai

serta sebuah sendi pelana antara patella danfacies patellaris femoris (Snell, 2012).

b. Tulang Pembentuk Lutut

Lutut terdiri dari tiga tulang yaitu os femoris, os tibia, dan os patella. Ujung

distal os femoris melebar menjadi struktur yang disebut sebagai condylus medialis

8
femoris dan condylus lateralis femoris yang akan menempel dengan os tibia. Kedua

struktur condylus ini memiliki penonjolan ke samping yang disebut sebagai

epicondylus medialis femoris dan epicondylus lateralis femoris, dan merupakan

tempat perlekatan collateral medial ligament dan collateral lateral ligament. Pada

bagian depan femur, diantara kedua condylus, terdapat permukaan cekung yang

disebut sebagai femoral groove dan merupakan tempat persendian dengan os patella

(Fiyoni, 2015).

Pada ujung proksimal os tibia juga terdapat penonjolan yang disebut sebagai

condylus medialis tibia dan condylus lateralis tibia. Berbeda dengan condylus

femoris, condylus tibia memiliki permukaan superior yang relatif datar dan sedikit

cekung yang disebut sebagai tibial plateau. Pada permukaan superior os tibia

terdapat daerah kasar yang disebut area intercondylaris tibia yang dibagi menjadi

bagian anterior dan posterior. Kedua bagian ini terdiri dari dua tonjolan yang

disebut sebagai eminentia intercondylaris. Eminentia intercondylaris merupakan

tempat perlekatan ligament dan berfungsi untuk membantu stabilisasi os tibia dan os

femoris selama menyanggah beban (Fiyoni, 2015).

Tulang pembentuk lutut yang ketiga adalah os patella. Os Patella

merupakan tulang berbentuk segitiga yang berlekatan membentuk sendi dengan

trochlea femoris. Tempat persendian os patella disebut facet dan dibagi menjadi dua

bagian yaitu medial patellar facet dan lateral patellar facet dengan bagian lateralnya

lebih lebar dan lebih dalam. Os patellamagna dan hunter’s cap merupakan bentuk

yang dianggap stabil, sedangkan lainnya dianggap dapat mengakibatkan

ketidakstabilan. Mengingat posisi anterior os patella dalam mekanisme ekstensi,

patella berperan untuk melindungi bagian depan lutut dan meningkatkan kekuatan

tendon quadriceps femoris (Fiyoni, 2015).

9
1

4
3

Gambar 2.1 Tulang Pembentuk Lutut


Ortho, 2012

c. Sistem Otot Pada Lutut

Tabel 2.2 Nama-Nama Otot Pada Lutut Beserta Origo, Insersio, Inervensi Dan
Fungsinya.
(Sumber : Nazirah, 2012).

10
Bagian Nama Otot Origo Insersio Inerversi Fungsi
Anterior M. rectus spina illiaca Patella N. Ekstensi

femoris anterior, femoris sendi

inferior, L2-L4 genu

superior
M. vastus Dataran lateral Lateral os N. Ekstensi

lateralis dan anteror patella femoris sendi

trochanter L2-L4 genu

mayor femoris,

labium

lateralis line

aspera
M. vastus Labium medial Setengah N. Ekstensi

medialis linea aspera bagian femoris sendi

atas os L2-L4 genu

patella
M. vastus Dataran Tubersita N. Ekstensi

intermedius anterior s tibia femoris sendi

corpus femoris L2-L4 genu


Posterio M. biceps Tuberositas Fibula N Eksorot

r femoris ischiadicum bagian peroneus asi

caput brevis, lateral communi sendi

pada labium dan s genu

lateral linea condylus

aspera medialis

tibia
M. semi Tuberositas Condylus N. Fleksi

tendinosus ischiadicum medialis tibialis dan

11
tibia L5-S2 endorot

si sendi

genu
M. Tuberositas Posterior N. Fleksi

semimembrano ischiadicum os tibialis dan

sus calcaneus L5-S2 endorot

si sendi

genu
M. Caput medial : Posterior N. Fleksi

gastrocnemius medialis os tibialis sendi

condylus, calcaneus L5-S2 genu

medialis

femoris

caput lateral :

condylus

femoris
Medial M. sartorius SIAS Tuberosit N. Fleksi

as tibia femoralis internal

L2-L3 rotasi

sendi

genu
M. gracilis ½ dibawah Tuberosit N. Fleksi

symphisis as tibia femoralis ekstern

pubis dan ½ L2-L3 al rotasi

atas arcus sendi

pubis genu
Lateral M. tensor Spina illiaca Tractus M. Fleksi,

fascia latae anterior dan illio gluteus abduksi,

12
fascia latae tibialis superior internal

cabang n. rotasi

femoralis hip

L4-L5,

S1-S2

13
1 2

7 6

8 9

Gambar 2.2 Otot-Otot Lutut


Sobotta, 2013

14
1

2
3

Gambar 2.3 Otot-Otot Lutut


Sobotta, 2013

15
d. Ligament Pada Lutut

Ligament adalah sebuah jaringan fibrosa yang tersusun oleh serat kolagen

yang memiliki sifat sangat kuat, fleksibel dan resisten dari pukulan atau tekanan dari

luar maupun dalam, ligament berfungsi sebagai penghubung tulang dengan tulang

atau sendi (Quinn, 2016). Ligament yang bertugas adalah ligament collateral dan

ligament cruciatum. Ligament cruciatum terletak didalam kapsul sendi dan arena

itu disebut ligament intracapsular. Terletak antara condylus medial dan lateral.

Ligament cruciatum terletak saling menyilang (Pratama, 2019).

Pada sendi sendi beberapa ligament diantaranya adalah sebagai berikut : 1)

Medial Collateral Ligament (MCL) Disebut MCL karena tempat ligament ini berada

di tengah sendi lutut. MCL berfungsi untuk menahan beban dari permukaan luar

sendi lutut, sebagai penahan beban tubuh ketika rotasi tibia pada femur, dan juga

berperan saat gerakan translasi Os tibia pada Os Femur. 2) Lateral Collateral

Ligament (LCL) merupakan ligament extracapsular. LCL menempel pada

epycondylus lateralis dari Os. Femur dan persendian dengan tendon m. Biceps

Femoris ke bagian conjoined tendon. Fungsi dari LCL adalah sebagai penahan beban

varus pada sendi lutut dan saat gerakan rotasi Os. tibia terhadap Os. Femur. 3)

Posterior Cruciatum Ligament (PCL) adalah ligament yang terhubung dari

posterior superficial Os. Tibia. PCL memiliki bentuk yang pendek. PCL berfungsi

sebagai penahan ketika gerakan posterior translation atau ketika lutut fleksi 75° –

90°, rotasi dan valgus/ varus pada sendi lutut, medial tibial rotation 90°. 4) Anterior

Cruciatum Ligament (ACL) tepatnya berada di area depan pada sendi lutut. ACL

bertanggungjawab untuk menahan beban di anterior sendi lutut, anterior translation

Os. Tibia terhadap Os. Femur (Lowe et al, 2016).

16
1

3 4

5
6
7
8
9
11
10

12

Gambar 2.4 Ligament pada Lutut


Lippert, 2011

17
e. Meniscus Pada Lutut

Meniscus atau Cartilago semilunaris adalah lamella fibrocartilago

berbentuk C, yang pada potongan melintang berbentuk segitiga. Batas perifernya

tebal dan cembung, melekat pada bursa. Batas dalamnya cekung dan membentuk

tepian bebas. Permukaan atasnya cekung dan berhubungan langsung dengan

condylus femoris. Fungsi meniscus ini adalah memperdalam fascia articularis

condylus tibialis untuk menerima condylus femoris yang cekung. Cartilago

Semilunaris Medialis Bentuknya hampir semi sirkular dan bagian belakang jauh

lebih lebar daripada bagian depannya. Cornu anterior melekat pada area

intercondylaris anterior tibia dan berhubungan dengan cartilago semilunaris

lateralis melalui beberapa serat yang disebut ligament transvers. Cornu posterior

melekat pada area intercondylaris posterior tibia. Batas bagian perifernya melekat

pada sampai dan ligament collateral sendi. Dan karena perlekatan inilah cartilago

semilunaris relatif tetap. Cartilago Semilunaris Lateralis Bentuknya hampir sirkular

dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris

anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris. Cornu posterior melekat pada

area intercondylaris posterior, tepat di belakang eminentia intercondylaris. Seberkas

jaringan fibrosa biasanya keluar dari cornu posterior dan mengikuti ligament

cruciatum posterior ke condylus medialis femoris. Batas perifer cartilago dipisahkan

dari ligament collateral lateral oleh tendon popliteus, sebagian kecil dari tendon

melekat pada cartilago ini. Akibat susunan yang demikian ini cartilago semilunaris

lateralis kurang terfiksasi pada tempatnya bila dibandingkan dengan cartilago

semilunaris medialis (Muhammad, 2013).

18
1

2
5
3

6 7

9
10

Gambar 2.5 Meniscus pada Lutut


Ortho, 2010

19
f. Bursa Pada Lutut

Beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut yaitu; suprapatellar bursa

(terletak di bawah m. Quadriceps), prepatellar bursa (terletak diantara patella dan

kulit), infrapatellar bursa terdiri dari bagian superfacial yang terletak diantara

ligament patella dan kulit, sedangkan deep infra patellar terletak diantara ligament

patella dan tibia, poplitea bursa (mengelilingi tendon popliteus), semimembranosus

bursa (terletak diantara tendon m. Semimebranosusdan condylus medialis os, tibia)

(Houglum & Bertoti, 2012).

g. Kapsul sendi Lutut

Kapsul sendi merupakan pengikat kedua tulang yang bersendi agar tulang

tetap berada pada tempatnya pada waktu terjadi gerakan. Tersusun atas fibrosis dan

membran synovial internal yang melapisi semua permukaan internal cavitas

artikularis yang tidak dilapisi kartilago artikularis (Pratama, 2019). Kapsul sendi

terdiri dari:

1. Lapisan luar

Disebut juga fibrous capsul, terdiri dari jaringan penghubung yang

kuat yang tidak teratur. Dan akan berlanjut menjadi lapisan fibrous dari

periosteum yang menutupi bagian tulang. Dan sebagian lagi akan menebal dan

membentuk ligament.

2. Lapisan dalam

Disebut juga sinovial membran, bagian dalam membatasi cavum

sendi dan bagian luar merupakan bagian dari artikular kartilago. Membran ini

menghasilkan cairan synovial yang terdiri dari serum darah dan cairan sekresi

dari sel synovial. Cairan synovial ini merupakan campuran yang kompleks

dari polisakarida protein, lemak dan sel-sel lainnya. Polisakarida ini

20
mengandung hyaluronic acid yang merupakan penentu kualitas dari cairan

synovial dan berfungsi sebagai pelumas dari permukaan sendi sehingga sendi

mudah digerakkan.

h. Persarafan Pada Lutut

Beberapa nervus yang mempersarafi sendi lutut yaitu: nervus femoralis

(L2 – L4) adalah nervus yang paling besar dari flexus lumbalis dan mempersyarafi

m. Sartorius, m. Pectineus, m. Iliopsoas, m. quadriceps femoris. Nervus

obturatorius (L2 – L4) memiliki 2 cabang yaitu cabang anterior dan posterior,

cabang anterior melewati obturator eksternus dan adductor brevis ke pectineus

dan adductor longus, sedangkan cabang posterior melewati adductor brevis dan

adductor magnus. Nervus peroneus communis terbentuk dari gabungan 4 divisi

posterior dari fleksus sacralis (L4 – L5 dan S1 – S2). Nervus peroneus communis

memiliki cabang sensoris yang meliputi articular superior dan inferior ke sendi

lutut dan nervus cutaneous suralis lateralis kemudian bergabung dengan nervus

cutaneous suralis medial membentuk nervus suralis yang mensarafi kulit pada

tungkai bawah bagian dorsal. Nervus tibialis merupakan cabang dari nervus

ischiadicus. Perjalanan syarafnya dimulai dari superior fossa popliteal dan turun

secara vertikal menuju sisi dorsomedial pergelangan kaki (Dhananjaya, 2012).

i. Vaskularisasi Sendi Lutut

Sendi lutut menerima darah dari descending genicular arteri femoralis,

cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang descending arteri

circumfleksia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior. Suplai darah

di daerah sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah disekitar sendi ini.

Aliran vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian akan

memasuki vena femoralis (Snell, 2012).

21
j. Biomekanik Pada Sendi Lutut

Biomekanik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang pergerakan tubuh

manusia yang meliputi otot, tulang, tendon dan ligament yang bekerja secara

bersamaan untuk menghasilkan suata gerakan. Biomekanik pada sendi lutut terjadi

karena axis gerak fleksi dan ekstensi yang berada di atas permukaan sendi, yang

melewati condylus femoris. Gerakan rotasi axis longitudinal pada daerah condylus

medialis. Beban yang diterima sendi lutut secara biomekanik dalam keadaan normal

melalui sendi lutut bagian medial dan otot paha bagian lateral sebagai penyeimbang,

sehingga resultan akan jatuh di bagian sentral sendi lutut (Fitria, 2015).

Osteokinematik yang terjadi pada sendi lutut yaitu ketika fleksi dan ekstensi

genu pada bidang sagital dengan LGS antara 120° – 130° (140 ° diikuti fleksi hip)

dan 0° – 10° LGS ketika ekstensi jika diikuti dengan ekstensi hip. Sedangkan untuk

gerakan endorotasi yaitu 30° – 35° dan eksorotasi 40° – 45° dari posisi awal mid

position jadi ketika fleksi lutut 90° (Fitria, 2015).

Arthrokinematika pada sendi lutut yaitu saat femur rolling dan sliding

berlawanan arah pada saat gerak fleksi, femur rolling ke arah posterior dan

slidingnya ke anterior. Sedangkan pada saat ekstensi, femur rolling ke anterior dan

sliding ke superior. Jika tibia bergerak fleksi atau ekstensi maka rolling dan sliding

terjadi searah, yaitu saat fleksi menuju ventral dan saat ekstensi menuju ventral

(Kisner dan Colby,2013).

3. Etiologi OA Genu

Penyebab pastinya OA genu belum diketahui, berikut ini adalah faktor

pencetus atau predisposisi dari OA adalah (1) usia, (2) obesitas, kelebihan berat badan

(kegemukan) akan menyebabkan pembebanan yang berlebihan pada sendi yang banyak

menumpu berat badan, (3) jenis kelamin, pada usia 55 tahun keatas wanita lebih

22
berisiko karena berhubungan dengan menopause, pada menopause wanita mengalami

penurunan hormon terutama estrogen, sedangkan fungsi hormon estrogen salah satunya

adalah membantu sintesa kondrosit dalam matriks tulang, dan jika estrogen menurun

maka sintesa kondrosit menurun sehingga sintesa proteoglikan dan kolagen juga

menurun dan aktifitas lisosom meningkat, hal ini lah yang menyebabkan OA banyak

terjadi pada wanita, (4) aktifitas fisik dan pekerjaan, adanya stress yang berkepanjangan

pada lutut seperti pada olahragawan dan pekerjaan yang telalu banyak menumpu pada

lutut seperti membawa beban atau berdiri yang terus menerus, mempunyai resiko lebih

besar terkena OA genu, riwayat trauma langsung maupun tidak langsung dan

immobilisasi yang lama, (5) penyakit sendi lain (Khairunnisa, 2016).

4. Patofisiologi OA Genu

Ketidakrataan rawan sendi disusul ulserasi dan hilangnya rawan sendi sehingga

terjadi kotak tulang dengan tulang dalam sendi disusul dengan terbentuknya kista

subkodral, osteofit pada tepi tulang dan reaksi radang pada membran sinovial.

Pembengkakan sendi, penebalan membran sinovial dan kapsul sendi, serta teregangnya

ligament menyebabkan ketidakstabilan dan deformitas. Otot disekitar sendi menjadi

lemah karena efusi sinovial dan disuse atropi pada satu sisi dan spasme otot pada sisi lain.

Perubahan biomekanik ini disertai dengan biokimia dimana terjadi gangguan

metabolisme kondrosit, gangguan biokimia matrik akibat terbentuknya enzim

metalloproteinase yang memecah proteoglikan dan kolagen. Meningkatkan aktivitas

subtansi p sehingga meningkatkan nociceptor dan menimbulkan nyeri (Ismaningsih &

Selviani, 2018).

23
5. Tanda dan Gejala OA Genu

Adapun tanda dan gejala pada OA sebagai berikut :

a. Nyeri Sendi

Nyeri sendi merupakan hal yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi pada

OA merupakan nyeri dalam yang terlokalisasi, nyeri akan bertambah jika ada

pergerakan dari sendi yang terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat (Samual,

2018).

b. Kaku Pada Pagi Hari (Morning Stiffness)

Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah sendi

tersebut tidak digerakkan beberapa lama, seperti duduk di kursi atau mobil dalam

waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur kekakuan yang terjadi

pada pagi hari berlangsung dalam waktu kurang dari 30 menit (Soeroso et al., 2014).

c. Pembengkakan

Pada inspeksi didapatkan pembengkakan sendi yang asimetris akibat adanya

efusi (cairan dalam sendi pada stadium akut) dan osteofit (pembengkakan pada

tulang) (Rosani dan Isbagio, 2014).

d. Terbatasnya Pergerakan Sendi

Terbatasnya pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat

secara perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi (Samual, 2018).

e. Krepitus

Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang

sakit (Samual, 2018).

f. Perubahan bentuk sendi

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua

pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi pincang.

24
Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang

besar untuk kemandirian pasien OA yang umumnya tua (Soeroso et al.,2014).

g. Perubahan Gaya Berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua

pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi pincang.

Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang

besar untuk kemandirian pasien OA yang umumnya tua (Soeroso et al.,2014).

6. Komplikasi OA Genu

Komplikasi dapat terjadi apabila osteoarthitis tidak ditangani dengan serius.

Terdapat 2 macam komplikasi yaitu :

a. Komplikasi Kronis

Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang terparah

ialah terjadinya kelumpuhan (Yossy, 2016).

b. Komplikasi akut

1) Micrystaline Arthrophy

Adalah sebuah gangguan yang sangat progresif dan fatal yang membuat

otot kaku dan menyebabkan masalah dalam pergerakan, hilangnya koordinasi

serta gangguan fungsi proses tubuh bagian dalam (Yossy, 2016).

2) Osteonekrosis

Merupakan kondisi medis yang serius terdapat area-area kematian tulang.

Kondisi ini juga terkenal sebagai nekrosis avaskuler (avascular necrosis/

AVN). Kematian tulang adalah disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke

area tulang dikarenakan beberapa alasan (Yossy, 2016).

25
3) Ruptur Baker Cyst

Adalah pembengkakan yang bisa berkembang di belakang lutut. Ini

penuh dengan cairan pelumas yang biasanya di dalam sendi lutut (Yossy, 2016).

4) Bursitis

Bursitis adalah peradangan atau pembengkakan kantong cairan, yaitu

organ yang letaknya di bawah kulit atau di atas sendi, yang berfungsi sebagai

bantalan di antara tulang dan tendon. Kantung cairan disebut sebagai bursa

(Yossy, 2016).

5) Symtomatic Meniscal Tear

Meniscus adalah sepotong berbentuk C dari tulang rawan fibrosa di

sendi lutut antara permukaan bantalan berat os femur dan tibia. Ada dua

meniskus di lutut antara lain sisi luar lutut (meniskus lateral) dan di sisi dalam

genu (meniskus medial) (Yossy, 2016).

7. Prognosis OA Genu

Penderita OA genu diperkirakan akan meningkat dengan meningkatnya

prevalensi obesitas dan penuaan penduduk. Meskipun belum ditemukan pasti obat untuk

Osteoarthritis, dengan mengikuti pedoman untuk perubahan gaya hidup, manajemen rasa

sakit, dan manajemen diri yang menyatukan olahraga dan penurunan berat badan,

individu yang terkena secara substansial dapat mengurangi rasa sakit dan disfungsi

terkait dengan OA (Pratama, 2019).

8. Diagnosi Banding OA Genu

OA Genu merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam bidang kajian

Rheumatology. Beberapapenyakit Rheumatology lainnya meliputi Rheumatoid Arthritis,

Gout Arhtritis yang memilki gejala hampir sama dengan OA genu. Pentingnya diagnosis

banding dalam hal ini untuk mengekslusi pasien yang memiliki gangguan Inflamasi

26
Arthritis tersebut. Rheumatoid Arthritis merupakan suatu gangguan pada sendi dimana

terjadinya inflamasi kronis yang bersifat sistemis dan progresif. Pada RA umumnnya

terjadi keterlibatan sendi secara simetris atau bilateral (sendi kanan dan kiri) dan

umumnya menyerang sendi-sendi kecil seperti jari-jari tangan, kaki, dan lain-lain. Pada

keadaan kronis, beberapa sistem yang diserang meliputi sistem cardiovascular,

pulmonal, gastrointestinal (Saraswati dkk, 2016).

Sedangkan pada Gout Arthritis, merupakan keadaan patologi dimana terjadinya

peningkatan kadar asam urat dalam tubuh, yang kemudian akan terdeposisi dalam sendi

sebagai kristal urat. Hyperuricemia merupakan penyebab utama terjadinya gout artritis

dan hal ini terjadi sebagai akibat dari tinggi nya kadar purin dalam tubuh ataupun adanya

gangguan sekresi pada purin tersebut. Beberapa manifestasi klinisnya adalah nyeri hebat

yang bersifat akut, terjadi tiba-tiba pada malam hari, adanya eritema, tenderness, dan

hipersensitifitas pada sendi. Pada fase kronis, muncul pembengkakan pada sendi berupa

thopi (Nugraha dkk, 2016).

B. Problematika Fisioterapi

Menurut Partojo dalam Dimas dan Irine (2019) OA genu gangguan yang terjadi

terutama pada lansia. Gangguan tersebut merupakan gangguan di tingkat impairment,

functional limitation dan disability. Impairment yang muncul antara lain (1) nyeri yang

dirasakan disekitar sendi lutut dan nyeri saat menekuk lutut, (2) kelemahan otot-otot

penggerak sendi lutut, (3) keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) lutut (4) Spasme.

Functional limitation berupa gangguan dalam melaksanakan fungsional dasar seperti

bangkit dari duduk/ jongkok, berjalan lama, naik turun tangga atau aktivitas fungsional

yang membebani lutut. Sedangkan disability berupa ketidak mampuan melaksanakan

kegiatan tertentu yang berhubungan dengan pekerjaan atau aktivitas bersosialisasi dengan

27
masyarakat seperti kegiatan pengajian, arisan dan sebagainya (Anggoro dan Wulandari,

2019).

C. Intervensi Fisioterapi

1. Microwave Diathermy

Suatu aplikasi terapeutik dengan menggunakan gelombang mikro dlm bentuk

radiasi elektromagnetik yg akan dikonversi dalam bentuk dengan frekuansi 2456

MHz dan 915 MHz dengan panjang gelombang 12,25 arus yang dipakai adalah

arus rumah 50 HZ, penentrasi hanya 3 cm yang efektif pada otot 

A. EFEK FISIOLOGIS

a) Perubahan Temperatur

1. Reaksi Lokal Jaringan

 Meningkatkan metabolisme sel-sel lokal ± 13 % tiap kenaikan temperatur

1°C

 Meningkatkan vasomotion sphincter sehingga timbul homeostatik lokal

dan akhirnya terjadi vasodilatasi lokal.

2, Reaksi General

 Mungkin dapat terjadi kenaikan temperatur, tetapi perlu dipertimbangkan

karena penetrasinya dangkal ± 3 cm dan aplikasinya lokal.

3.Consensual efek

 Timbulnya respon panas pada sisi kontralateral dari segmen yang sama

dengan penerapan MWD, penetrasi dan perubahan temperatur lebih

28
terkonsentrasi pada jaringan otot, sebab jaringan otot lebih banyak

mengandung cairan dan darah.

a)  Indikasi

          1) Post akut musculoskeletal injuri

          2) Kerobekan otot dan tendon

          3) Penyakit degenerasi sendi

          4) Peningkatan extensibilitas collagen

          5) Mengurangi kekakuan sendi, bursitis

          6) Lesi kapsul

          7) Myofascial trigger point

          8) Mengurangi nyeri subakut dan nyeri kronik.

    b)  Kontraindikasi

          1) Akut traumatik musculoskeletal injuri

          2) Kondisi-kondisi akut inflamasi

          3) Area ischemia dan efusi sendi

          4) Mata, Contact Lens

          5) Malignancy, Infeksi

          6) Area pelvic selama menstruasi, testis dan kehamilan

          7) Pemasangan metal/besi pada tulang, cardiac pacemakers, alat-alat

intrauterine

2. Ultra Sound Diathermi

Bunyi adalah peristiwa getaran mekanik dengan bentuk gelombang

longitodinal yang berjalan melalui medium tertentu dengan frekuensi yang

29
variable. Frekuensi bunyi Infra sonic < 20 Hz, Audio sonic 20-20.000 Hz, Ultra

sonic > 20.000 Hz. Dalam dunia medis gelombang ultra sonic digunakan untuk

berbagai tujuan antara lain  yaitu untuk tujuan terapeutik disebut juga Ultra

Sound Diathermi dengan frekuensi 0,7-3 MHz.

BAB III

PENATALAKSANAAN STUDI KASUS

A. Pengkajian Fisioterapi

Assesment atau pemeriksaan merupakan komponen penting dalam menejemen

penatalaksanaan fisioterapi (Khairunnisa, 2016). Tindakan ini bertujuan untuk

menegakkkan diagnosis dan pedoman dalam pelaksaan terapi terhadap keluhan yang

dialami pasien. Baik berupa anamnesis maupun berupa pemeriksaan. dengan anamnesis

dan pemeriksaan yang terarah dan terstruktur dapat di peroleh diagnosa yang tepat.

Berikut langkah langkah anamnesis dan pemeriksaan

1. Anamnesis

30
Merupakan suatu cara pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara terapis

dengan auto (pasien) atau hetero (keluarga) pasien, baik itu meliputi : nama, umur, jenis

kelamin, serta pekerjaan dan hal hal yang berkaitan dengan penderita .

a. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan keluhan yang di rasakan oleh pasien sehingga

mendorong pasien untuk mencari pengobatan atas apa yang di deritanya.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit sekarang adalah tentang perjalanan penyakit yang diderita

sekarang. Adapun pertanyaan yang diajukan adalah kapan terjadinya, dimana

lokasinya, bagaimana terjadinya, riwayat pengobatan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Dinyatakan dengan perjalanan penyakit yang sama yang diderita oleh

pasien dahulu dengan penyakit yang diderita pasien sekarang. Adapun pertanyaan

yang diajukan adalah kapan terjadinya, bagaimana kejadiannya, berapa kali

terjadinya, riwayat pengobatan disertakan pula riwayat alergi, merokok dan

alkoholik.

d. Riwayat Penyakit Penyerta

Riwayat penyakit penyerta berisi tentang berbagai macam penyakit yang

diderita pasien pada saat itu.

e. Riwayat Penyakit Pribadi

Riwayat pribadi berisikan tentang aktifitas sehari-hari, hobi, pekerjaan,

lingkungan tempat tinggal dari pasien. Dan dalam kasus ini pasien adalah seorang

ibu rumah tangga.

f. Riwayat Penyakit Keluarga

31
Penting untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita oleh keluarga

pasien apabila mungkin terdapat kontribusi genetik yang kuat pada beberapa

penyakit

g. Anamnesis Sistem

Anamnesis sistem adalah tanyajawab yang bertujuan untuk mengetahui

gangguan lain yang terdapat dalam sistem lain dalam tubuh yang mungkin dapat

berpengaruh atau berhubungan dengan gangguan sistem yang diderita pasien. Dan

juga ditujukan untuk mengetahui keadaan tubuh pasien secara keseluruhan.

Anamnesis sistem meliputi:

1) Kepala & leher

2) Kardiovaskuler

3) Respirasi

4) Gastrointestinalis

5) Urogenitalis

6) Muskuloskeletal

7) Nervorum

2. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Fisik

Data yang didapatkan berdasarkan hasil pemeriksaan secara langsung pada

pasien yang terdiri dari:

1) Tanda-tanda vital

a) Tekanan Darah

b) Denyut Nadi

c) Pernapasan

d) Temperatur

32
e) Tinggi Badan

f) Berat Badan

2) Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaaan fisioterapi dengan cara melihat atau

mengamati. Inspeksi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu statis dan dinamis.

3) Palpasi

Palpasi (Nyeri, spasme, suhu lokal, tonus, bengkak, dll). Pemeriksaan

dengan cara meraba dan menekan pada bagian tubuh pasien untuk mengetahui

adanya spasme otot, perbedaan suhu lokal, adanya nyeri, kelainan tonus otot,

dan adanya bengkak dll.

4) Perkusi

Pemeriksaan dengan menggunakan palu atau diketok untuk mengetahui

adanya cairan.

5) Auskultasi

Merupakan cara pemeriksaan dengan jalan mendengarkan bunyi dari

lutut baik menggunakan stateskop maupun pendengaran. Pada kasus ini

didapatkan adanya bunyi dari lutut (krepitasi).

6) Gerak Dasar

a) Pemeriksaan Gerak Aktif

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah pasien

mampu untuk melakukan gerakan sendiri tanpa bantuan, nyeri saat

digerakkan dan mengetahui keterbatasan lingkup gerak sendi pasien.

b) Pemeriksaan Gerak Pasif

33
Pemeriksaan gerak pasif ini dilakukan dengan batuan fisioterapis.

Tujuannya untuk mengetahui adanya nyeri gerak saat digerakkan, bisa atau

tidaknya LGS penuh saat digerakkan dan terdapat end feel.

c) Pemeriksaan Gerak Isometrik Melawan Tahanan

Pemeriksaan gerak yang dimana pasien di minta menggerakkan

secara aktif, sementara terapis memberikan tahanan yang berlawanan arah

dengan gerakan yang di lakukan oleh penderita.

7) Kognitif, Intrapersonal & Interpersonal

Kognitif, Intrapersonal dan Interpersonal. Pemeriksaan kognitif meliputi

komponen atensi, konsentrasi, memori, pemecahan masalah dan pengambilan

sikap. Dari pemeriksaan ini diperoleh keterangan bahwa pasien mampu

menceritakan kapan keluhan itu muncul dengan baik dan urut.

Pemeriksaan intrapersonal merupakan kemampuan pasien dalam

memahami dirinya, menerima keadaan dirinya dan motivasi. Dalam

pemeriksaan ini diperoleh keterangan pasien mempunyai motivasi yang besar

untuk sembuh.

Pemeriksaan interpersonal meliputi kemampuan seseorang dalam

berhubungan dengan orang lain baik sebagai individu, keluarga, masyarakat

dengan lingkungan di sekitarnya dan mampu berkomunikasi dengan terapis.

8) Kemampuan Fungsional Dasar

a) Kemampuan Fungsional Dasar

Pada pemeriksaan ini pasien merasakan nyeri pada genu ketika di

gerakkan fleksi dan ekstensi secara aktif maupun pasif.

b) Fungsional Aktifitas

34
Dalam pemeriksaan di dapatkan hasil bahwa pasien kesulitan

dalam berdiri maupun berjalan.

c) Lingkungan Aktifitas

Hasil pemeriksaan ini adalah pasien belum mampu beradaptasi

dengan lingkungan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah.

3. Pemeriksaan Spesifik

a. Nyeri menggunakan VDS

1) Tidak ada nyeri

2) Nyeri sangat ringan

3) Nyeri ringan

4) Nyeri tidak begitu berat

5) Nyeri cukup berat

6) Nyeri berat

7) Nyeri tidak tertahankan

b. Lingkup Gerak Sendi Menggunakan Goneometer

Merupakan jarak yang ditempuh sendi saat bergerak Penurunan LGS

disebabkan reaksi proteksi, yaitu penderita berusaha menghindari gerakan yang

menyebabkan nyeri pada lutut. Lingkup gerak sendi dapat diukur menggunakan

Goneometer. Nilai normal menurut Kriteria International of Standard Orthopaedic

Measurement (ISOM) normal dimana LGS sendi lutut (aktif) S = 0°-0°-130° (pasif)

sendi Lutut (aktif) S=0°-0°-140°. (Anggoro dan Wulandari, 2019).

B. Problematika Fisioterapi

1. Impairment

35
Impairment (kelemahan) adalah permasalahan fisioterapi yang utama.Keluhan

yang sering muncul antara lain (1) nyeri yang dirasakan disekitar sendi lutut dan nyeri

saat menekuk lutut, (2) kelemahan otot-otot penggerak sendi lutut, (3) keterbatasan

lingkup gerak sendi (LGS) lutut (4) Spasme.

2. Functional limitation

Functional limitation adalah keterbatasan kemampuan pasien dalam melakukan

aktifitas sehari-hari. Ada beberapa gangguan dalam melaksanakan fungsional dasar

seperti bangkit dari duduk/ jongkok, berjalan lama, naik turun tangga atau aktivitas

fungsional yang membebani lutut.

3. Disability

Keterbatasan pasien dalam melakukan aktifitas sosial dan pekerjaan yang

disebabkan karena penyakit yang diderita oleh pasien. Berupa ketidak mampuan

melaksanakan kegiatan tertentu yang berhubungan dengan pekerjaan atau aktivitas

bersosialisasi dengan masyarakat seperti kegiatan pengajian, arisan dan sebagainya.

C. Tujuan Fisioterapi

Tujuan fisioterapi adalah menanggulangi masalah-masalah yang berhubungan

dengan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional. Tujuan fisioterapi dijelaskan

berdasarkan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.

1. Tujuan Jangka Pendek

Tujuan jangka pendek adalah tujuan yang sifatnya segera dicapai dari

problematika fisioterapi dan merupakan awal dari pemulihan aktifitas fungsional yang

berupa impairment. Tujuan jangka pendek antara lain (1) menghilangkan nyeri yang

dirasakan disekitar sendi lutut dan saat menekuk lutut, (2) meningkatkan kekuatan otot-

36
otot penggerak sendi lutut, (3) meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS) lutut (4)

Menghilangkan Spasme.

2. Jangka Panjang

Tujuan jangka panjang adalah meneruskan dari tujuan jangka pendek, setelah

tujuan jangka pendek berhasil sehingga tujuan akhirnya adalah meningkatkan aktifitas

fungsional pasien seperti semula.

DAFTAR PUSTAKA

American College of Rheumatology. 2015. Osteoarthritis. Lake Boulevard NE.


Atlanta.
Anggoro, Dimas Adi. Wulandari, Irine Dwitasari. 2019. Penatalaksanaan
Fisioterapi Pada Osteoarthtritis Knee Billateral Dengan Modalitas Tens ,
Laser Dan Terapi Latihan Di Rsud Bendan Kota Pekalongan. Jurnal
PENA Vol.33 No.2 Edisi September 2019.

Australian Institute Of Health And Welfare. 2018. https://www.aihw.gov.au/

Azizah, Umi. 2019. Analisis Faktor Risiko Penderita Osteoartritis Sendi Lutut Di
Poli Ortopedi Rsd Dr. Soebandi Jember.
Carolyn, Kisner. & Colby, Lynn Allen. Therapeutic Exercise: Foundations and
Techniques F.A. Davis. 2013.

37
Dhananjaya, Javan Arya. (2012). Muskuloskeletal: Membahas Materi Tentang
Asuhan Keperawatan Pada Sistem Muskuloskeletal.

Fitria. (2015). Penambahan Latihan Stabilitas Lutut Lebih Baik daripada Koreksi
Alignment pada Terapi Ultrasound dalam Menurunkan Disabilitas pada
Osteoartritis Lutut di RSUD Dr.Pirngadi Medan. Denpasar: Universitas
Udayana.

Fiyoni, Astrid. 2015. Hubungan durasi mengemudi dengan nyeri lutut pada supir
taksi Di Jakarta.

Houglum, Peggy A., Bertoti, Delores B. (2012). Brunnstrom’s Clinical


Kinesiology Sixth Edition. Philadepphia: F.A Davis Company.

http://eprints.undip.ac.id/53757/3/Ade_Pratama_agung_22010112110027_Lap.K
TI_B.

International scholarly research network ISRN Orthopedics volume 2012.

Ismailidis, P., Kernen, R., & Mueller, S. A. (2017). Total Knee Arthroplasty in
Severe Valgus Osteoarthritis Excellent Early Results in a 90-Year-Old
Patient with a Valgus Deformity of 47°. Case Reports in Orthopedics,
2017, 1–5.

Ismaningsih. & Selviana, Lit. 2018. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus


Osteoarthritis Genue Bilateral Dengan Intervensi Neuromuskuler Taping
Dan Strengthening Exercise Untuk Meningkatkan Kapasitas Fungsional.
Jurnal Ilmiah Fisioterapi (JIF) Volume 1 nomor 02, Agustus 2018.

jpghttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/143/jtptunimus-gdl-muhammadad-7113-
3-12.bab-a.pdf ReferensiApley, A. Graham. Buku ajar ortopedi dan
fraktur sistem Apley. Edisi ke-7. 2013.

Khairunnisa. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Osteoarthritis Genu


Sinistra Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta.

King, L. K., March, L., dan Anandacoomarasamy, A. 2013. Review Article:


Obesity & osteoarthritis. Indian J Med Res. 138: 185-193.

Kisner C, Colby LA. 2012. Therapeutic Exercise. Foundations And Techniques. Sixth
Edition. Philadelphia. F.A. Davis Company: 157-192.

Koentjoro, S. L. 2010. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan


Derajat Osteoartritis Lutut Menurut Kellgren dan Lawrence.

38
Kohn, M. D., Sassoon, A. A., Dan Fernando, N. D. 2016. Classifications In Brief:
Kellgren-Lawrence Classification Of Osteoarthritis. Clinical
Orthopaedics And Related Research. 474(8), 1886-93.

Kusumaningrum, Pungky Widayanti. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada


Low Back Painakibat Spondylosis Lumbal Dan Scoliosisdi Rsud Dr.
Moewardi Surakarta.

Lasara, Nurun. 2018. Pengaruh Latihan Isometric Quadriceps Terhadap


Penurunan Skala Nyeri & Kekakuan Sendi Lutut Pada Klien
osteoarthritis Lutut Di Wilayah Puskesmas Gamping Ii Sleman
Yogyakarta. Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 2 Desember 2018.

Latifah, Nurul. 2019. Pengaruh Penambahan Progressive Resistance Exercise


Pada Infra Red Dan Tens Terhadap Aktivitas Fungsional Osteoarthritis
Knee Di Rs Pku Muhammadiyah Gamping.

Lippert L. 2011. Clinical Kinesiology and Anatomy. Philadelphia: F.A. Davis


Company.

Lowe, Tristan., Balint, Richard., Shearer, Tom. (2016). Optimal Contrast Agent
Stainingof Ligaments and Tendon X-Ray Computed Tomography.

National Institute Of Arthitis. 2015. Musculoskeletal & Skin Diseases.

Nazirah, Siti. 2012. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Osteoarthritis


Genu Dextra Di Rsud Sragen.

Nugraha, Made Hendra Satria. dkk. 2016. Perbedaan Efektifitas Intervensi


Microwave Diathermy Dan Isometric Quadriceps Muscle Exercise
Dengan Microwave Diathermy Dan Perturbation Training Terhadap
Peningkatan Kemampuan Fungsional Pada Penderita Osteoarthritis.

Nurrahman, Muhammad Rizqa. 2018. Penatalaksanaanfisioterapi Pada Kasus


Osteoarthritis Knee Dextra dengan Infra Red, Transcutaneus Eelctrical
Nerve Stimulation, Dan Terapi Latihan Di Rsud Dr. Moewardi.

Padli, Gillien. 2017. Korelasi Skor Vas Dengan Skor Womac Pasien
Osteoarthritis Lutut Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang

Paulsenf. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum
dan muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC.

PMK No 65 Th 2015. Standar Pelayanan Fisioterapi.

39
Pratama, Aditya Denny. 2019. Intervensi Fisioterapi Pada Kasus Osteoartritis
Genu Di Rspad Gatot Soebroto.Jurnal Sosial Humaniora Terapan
Volume 1 No.2, Januari-Juni 2019.

Purnomo, Didik. dkk. 2017. Pengaruh Micro Wave Diathermy Dan Terapi Latihan
Pada Osteoarthritis Genu Micro Wave Diathermy And Exercise Therapy
Effect In Osteoarthritis Genu. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR)
Vol. 1, No. 2, Tahun 2017, ISSN 2548-8716.

Quinn, Elizabet. (2016). What is a Ligament: Learn about igaments and How to
Treat Ligament Injuries. https://www.verywell.com/what-is-a-
ligament3120393.

Rosani, S. dan Isbagio, H. 2014. Osteoartritis. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi


keempat. Jakarta: Media Aesculapius.

Samuel. 2018. Diagnosa DiferensialNyeri Lutut. Pola Karta Sembiring: Karta


Com.

Saraswati, Putu Ayu Sita. dkk. 2016. Perbedaan Efektifitas Intervensi Microwave
Diathermy Dan Isometric Quadriceps Muscle Exercise Dengan
Microwave Diathermy Dan Perturbation Training Terhadap Peningkatan
Kemampuan Fungsional Pada Penderita Osteoarthritis.

Sidiq, Fajar Mochammad. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus


Osteoarthritis Knee Sinistra Di Rst Dr. Soedjono Magelang.
Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih Bahasakan Oleh
Sugarto L. Jakarta:EGC.

Soeroso, J., Isbagio, H., Kalim, H., Broto, R., dan Pramudiyo, R. 2014.
Osteoartritis. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keenam. Jakarta: Interna
Publishing.

Sudarsini. 2017. Fisioterapi. Gunung Samudra : Pt Book Mart Indonesia.

Trisnowiyanto, Bambang. (2012). Instrumen Pemeriksaan Fisioterapi dan


Penelitian Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta.

Undiwirastirin. Ardhita. (2010). Penatalaksanaan Fisioterapi Dengan modalitas


Short Wave Diathermy (SWD) dan Terapi Latihan pada Osteoarhtritis
Genu Bilateral. Semarang.

40
Vesri, Yossy. (2013). Komplikasi Osteoarthritis.
https://id.scribd.com/doc/133134196/Komplikasi-Oa.Diakses19
September, 2016.

Widodo, Agus. Sihjayadi, Ika. 2017. Pengaruh Free Active Exercise Terhadap
Peningkatan Range Of Motion (Rom) Sendi Lutut Wanita Lanjut Usia.
Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338-2694

Yuliyanto, Dadang. 2013. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Osteoarthritis


Knee Dextra Di Rsud Sukoharjo.

41

Anda mungkin juga menyukai