PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reumatoid artritis merupakan penyakit inflamasi kronik, dan sistematik yang
menyebabkan destruksi sendi dan deformitas serta menyebabkan disability
(Bandiyah, 2015). Penyakit reumatoid artritis disebabkan oleh autoimun
sehingga dapat terjadinya sendi-sendi bengkak. Manifestasi klinis penyakit
reumatoid artritis di antaranya terjadi nyeri sehingga sehingga tingkat
kemandirian aktifitis kehidupan sehari-hari berkurang (LeMone, 2015). Salah
satu kelompok usia yang paling beresiko memgalami reumatoid artritis adalah
kelompok lansia (Bandiyah, 2015).
1
2
Hardywinoto (2005), bahwa adanya nyeri sendi pada rheumatoid artritis sering
kali membuat penderitanya takut untuk bergerak sehingga mengganggu
aktivitas sehari-harinya dan dapat menurunkan produktivitasnya. Penurunan
kemampuan muskuloskeletal karena nyeri sendi dapat juga menurunkan
aktivitas fisik dan latihan, sehingga akan mempengaruhi lansia dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3
Penelitian Rohaedi, Suci dan Aniq (2016) lansia yang berusia 60 –69 tahun
di Panti Sosial Tresna Wredha Senjarawi Teknik analisa data menggunakan
distribusi frekuensi.Hasil penelitian gambaran tingkat kemandirian lansia (60
–69 tahun) dalam memenuhi activities daily living menunjukan bahwa
sebagian besar lansia mengalami penyakit degeneratif sebanyak 15 orang
(72%). Bahwa sebagian besar lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Senjarawi
memiliki ketergantungan dalam menjalani aktifitas kehidupannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti tertarik
untuk Mengetahui bagaimana Hubungan Nyeri Reumatoid Artritis dengan
Kemandirian dalam Aktivitas Kehidupan Sehari-hari pada Lansia di
Puskesmas Sri Padang Tebing Tinggi tahun 2017 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan nyeri Reumatoid Artritis dengan
kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari pada lansia di
Puskesmas Sri Padang Tebing Tinggi pada tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui intensitas nyeri Reumatoid Artritis pada lansia di
Puskesmas Sri Padang Tebing Tinggi Tahun 2017
b. Mengetahui kemandirian dalam aktifitas kehidupan sehari-hari pada
lansia di Puskesmas Sri Padang Tebing Tinggi Tahun 2017
5
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Pasien Reumatoid Artritis
Sebagai sumber informasi bagi pasien Reumatoid Artritis untuk
mengatasi nyeri agar tidak terganggu pada saat melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari
A. Reumatoid Artritis
1. Defenisi Reumatoid Artritis
Reumatoid artritis merupakan penyakit inflamasi kronik, dan sistematik
yang menyebabkan destruksi sendi dan deformitas serta menyebabkan
disability. Penyakit ini sering terjadi dalam 3-4 dekade ini pada lansia.
Penyebab tidak diketahui, tetapi mungkin akibat penyakit autoimun
dimulai dari interfalank proksimal, metakarpofalankeal, pergelangan
tangan dan pada tahap lanjut dapat mengenai lutut dan paha (Fatimah,
2015).
2. Etiologi
Penyebab reumatoid artritis tidak diketahui. Faktor genetik diyakini
memainkan peran dalam perkembangannya, kemungkinan kombinasi
dengan faktor lingkungan. Diperkirakan bahwa agen infeksius, seperi
mikroplasma, virus Epstein-Barr, atau virus lain dapat memainkan peran
dalam memulai respon imun abnormal yang tampak di Reumatoid Artritis
(LeMone, dkk 2015).
6
7
3. Manifestasi Klinis
Menurut DiGiulio, dkk (2014) tanda dan gejala Reumatoid Artritis yaitu:
a. Kaku di pagi hari pada sendi karena inflamasi
b. Sendi membesar akibat bengkak
c. Sakit bergerak karena kaku
d. Gerak terbatas karena inflamasi dan sakit
e. Demam, tidak enak badan, dan berat badan turun
Kompleks imun yang bersirkulasi dan sitokin IL-1, TNF, dan IL-6
terhitung untuk gambaran sistemik reumatoid artritis, termasuk malaise,
keletihan, dan vaskulitis (LeMone, dkk 2016) .
5. Prognosis
Prognosis reumatoid artritis bervariasi. Beberapa pasien sembuh dan
hanya membutuhkan perawatan ringan. Beberapa yang lain parah dengan
fungsi yang berkurang, dengan penyakit jantung, ginjal, dan pernapasan.
Harapan hidup sangat sedikit untuk kelompok ini (DiGiulio,2014).
B. Karakteristik Nyeri
1. Defenisi Nyeri
Nyeri berperan sebagai mekanisme untuk memperingatkan kita mengenai
potensial bahaya fisik. Oleh karenanya, nyeri merupakan mekanisme
pertahanan tubuh untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dengan
memberikan dorongan untuk keluar dari situasi yang menyebabkan nyeri.
Menurut McCaffery, salah seorang penggagas dalam keperawatan nyeri,
mendefenisikan nyeri sebagai “segala sesuatu yang dikatakan oleh
individu yang merasakan nyeri dan ada ketika individu tersebut
mengatakan ada (Black and Hawks 2014).
b. Lokasi
Lokasi nyeri dapat dilakukan oleh deskripsi verbal atau dengan
menandai lokasi pada gambar berbentuk tubuh manusia.
11
c. Kualitas
Kualitas nyeri biasanya di indikasikan dengan kata sifat yang
deskriptif seperti “ seperti ditusuk pisau” atau “berdenyut-denyut.
Beberapa klien mungkin memiliki kesulitan mendeskripsikan
kualitas sensasi nyeri, atau mereka mungkin memiliki kesulitan
menggunakan istilah “nyeri” untuk mengindikasikan ketidaknyaman
mereka.
d. Durasi
Durasi merupakan waktu onset, durasi, interval nyeri. Istilah yang
digunakan untuk mengklasifikasikan pola nyeri adalah “ konstan,
stabil, intermiten, periodik, sesaat atau sesekali.
3. Mekanisme Nyeri
Secara keilmuan, nyeri (pengalaman yang subjektif ) terpisah dan
berbeda dari istilah nosisepsi. Nosisepsi merupakan ukuran kejadian
fisiologis. Nosisepsi merupakan sistem yang membawa informasi
mengenai peradangan, kerusakan, atau ancaman kerusakan pada jaringan
ke medula spinalis dan otak. Nosisepsi biasanya muncul tanpa ada rasa
nyeri dan berda di bawah alam sadar. Terlepas dari nosisepsi memicu
nyeri dan dan perasaan tidak nyaman, sistem ini merupakan komponen
yang penting dari sistem pertahanan tubuh (Black and Hawks, 2014)
4. Pola Nyeri
Menurut Black and Hawks (2014) pola nyeri diantaranya sebagi berikut :
a. Nyeri Akut
Nyeri akut disebkan oleh aktifitas nosiseptor, biasanya berlangsung
dalam waktu yang singkat (kurang dari 6 bulan), dan memiliki onset
yang tiba-tiba seperti nyeri insisi setelah operasi. Individu yang
mengalami nyeri akut biasanya tidak mengalami trumatis karena
sifat nyeri yang terbatas, seperti nyeri pada saat melahirkan. Nyeri
akut mungkin disertai respon fisik yang dapat diobservasi, seperti (1)
peningkatan dan penurunan tekanan darah, (2) takikardi, (3)
diaforesis. (4) takipnea, (5) fokus pada nyeri, dan (6) melindungi
bagia tubuh yang nyeri.
14
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis biasanya dianggap sebagai nyeri yang berlangsung
lebih dari 6 bulan (atau 1 bulan lebih dari normal di masa-masa akhir
kondisi yang menyebabkan nyeri) dan tidak diketahui kapan akan
berakhir kecual jika terjadi penyembuhan yang lambat, seperti pada
luka bakar. Klien dengan nyeri kronis mungkin mengalami nyeri
yang lokal atau menyebar serta terasa ketika disentuh, beberapa
terasa nyeri di titik yang dapat diprediksi, namun hanya disertai
sedikit temuan fisik.
d. Nyeri Somatik
Nyeri somatik berawal dari ligamen, tendon, tulang., pembuluh
darah, dan saraf. Nyeri ini dideteksi oleh nosiseptor somatik, namun
reseptor ini bersifat langka, sehingga nyeri tersaa tumpul dan sulit
dilokalisasi.
e. Nyeri Viseral
Viseral berasal dari visera tubuh dan organ. Nosiseptor visera
terletak didalam organ tubuh dan celah bagian dalam. Nyeri
viseralsangat sulit untuk dilokalisasi., dan beberapa cedera pada
jaringan viseral mengakibatkan terjadinya nyeri yang menjalar,
dimana sensasi nyeri berada diarea sebenarnya tidak berkaitan
15
f. Nyeri Menjalar
Nyeri menjalar merupakan bentuk dari nyeri viseral dan dirasakan di
area yang jauh dari lokasi stimulus, hal itu terjadi ketika serat saraf
yang berada di area tubuh yang jauh dari lokasi stimulus melewati
stimulus itu sendiru dalam jarak dekat.
g. Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik disebakan oleh kerusakan atau cedera pada serat
saraf di pertifer atau kerusakan pada SSP. Hal ini tidak menyebakan
aktivasi nosiseptor akibat cedera.
b. Usia
Usia dapat mengubah persepsi dan pengalaman nyeri. Nyeri juga
dapat berarti kelemahan, kegagalan, atau kehilangan kontrol bagi
orang dewasa. Tidak ada alasan untuk berasumsi bahwa persepsi
nyeri berubah pada usia lanjut kecuali terjadi kerusakan pada SSP.
Transmisi dan persepsi mungkin melambat karena penuaan, namun
intensitas nyeri tidak hilang. Pengkajian secara cermat pada nyeri
16
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat menjadikan faktor yang signifikan dalam respon
nyeri, pria lebih jarang melaporkan nyeri dibandingkan wanita.
Dibeberapa buda di Amerika Serikat, pria diharapkan jarang
mengekpresikan nyeri dibandingkan wanita
C. Lanjut Usia
1. Defenisi Lanjut Usia
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan
waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua
adalah fase akhir dari rentang kehidupan. Menurut UU RI No. 4 tahun
1965 usia lanjut adalah mereka yang berusia 55 tahun keatas. Sedangkan
menurut dokumen pelembagaan lanjut usia dalam kehidupan bangsa
yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka perencanangan
Hari Lanjut Usia Nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh Presiden RI, batas
usia lanjut adalah 60 tahun atau lebih (Fatimah, 2015).
c. Penuaan Psikologik
Perubahan perilaku, perubahan dalam persepsi diri, dan reaksinya
terhadap perubahan biologis (Gress, Bahr, 1984)
d. Penuaan sosiologik
Merujuk pada dan kebiasaan sosial individudi masyarakat (Birren,
Renner 1977)
e. Penuaan Spritual
Merujuk pada perubahan diri dan persepsi diri, cara berhubungan
dengan orang lain atau menempatkan diri di dunia dan pandangan
dunia terhadap dirinya ( Stallwood, Stoll. 1975)
D. Proses Menua
1. Defenisi Menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita
(CONSTANTANIDES, 1994). Ini merupakan proses yang terus-menerus
(berlanjut) secara alami. Ini di mulai sejak lahir dan umumnya di alami
pada semua mahluk (Bandiyah, 2015).
Jika proses menua mulai berlangsung, di dalam tubuh juga mulai terjadi
perubahan-perubahan struktural yang merupakan proses degeneratif.
18
3. Aktivitas Sehat
Pijakan penting lain dari gaya hidup sehat adalah aktivitas yang sehat.
Orang yang aktif menjalani hidup lebih lama dan lebih sehat daripada
yang kurang aktif. Namun lebih dari 60% orang dewasa tidak mencapai
lefel aktifitas fisik reguler yang direkomendasikan, dan 40% orang
dewasa tidak mendapatkan aktivitas fisik sebagai waktu bersantai.
Inaktivitas fisik meningkat sering dengan pertambahan usia, dan wanita
lebih inaktif daripada pria. Inaktivitas fisik merupakan masalah serius
berskala nasional yang menyebabkan beban signifikan pada sakit dan
kematian prematur (Black and Hawks, 2014)
4. Manfaat Aktivitas Fisik
Manfaat aktivitas fisik termasuk (1) mempertahankan berat badan, (2)
menurunkan tekanan darah, (3) memperbaiki mood. (4) meredakan
depresi, (5) meningkatkan perasaan seha, (6) menurunkan resiko diabetes
tipe 2, (7) mengurangi kematian akibat jantung koroner, (8)
meningkatkan level puncak masa tulang. Pada orang dengan kondisi
21
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep
satu dengan konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2013),
kerangka konsep pada penelitian ini menggambarkan bahwa yang diteliti
adalah Hubungan nyeri Reumatoid Artritis dengan kemandirian dalam
aktifitas kehidupan sehari-hari pada lansia.
Skema 2.1
Kerangka Konsep Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas nyeri dengan
kemandirian lansia yang mengalami Gout Artritis
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita Gout
Artritis yang datang ke Puskesmas Bies Aceh Tengah tahun 2019
sejumlah orang.
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah sebagian lansia yang datang untuk
berobat ke Puskesmas Bies Aceh Tengah yang mengalami penyakit Gout
Artritis. Besar sampel penelitian ini di tentukan dengan . Maka dapat
digunakan rumus sebagai berikut:
C. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Bies Aceh Tengah 2019
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari – Juni 2019.
24
E. Defenisi Operasional
Tabel 3.1
Defenisi Operasional, Alat Ukur, Hasil Ukur
dan Skala Ukur Vaibael
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Intensitas Perasaan yang tidak Kuesioner dengan 1.Ringan: 21-38 Ordinal
Nyeri nyaman yang dialami menggunakan 2.Sedang: 39-56
oleh lansia yang 3.Berat: 57-74
diakibatkan Gout 4.Sangat nyeri:
Artritis 75-92
Kemandirian Kemampuan lansia Kuesioner ADL 1. Ketergantungan Ordinal
Lansia dalam melakukan Barthel Index dan (tidak) : 0-6
aktivitas sehari-hari. kuesioner IADL 2. Mandiri (ya) :
(Instrument 7-14
Activity Daily
Living jumlah 14
pertanyaan
F. Aspek Pengukuran
1.
2. Alat untuk mengukur variabel kemandirian dalam aktivitas kehidupan
digunakan Kuesioner ADL Barthel Indeks + IADL (instrument activity
daily living) ini meliputi 14 item pertanyaan yang terdiri dari mandi,
berpakaian, makan, kebersihan diri, berdiri dan jongkok di toilet,
mengontrol BAK (buang air kecil), mengontrol BAB (buang air besar),
berjalan di lantai datar, naik dan turun tangga, beribadah, melakukan
pekerjaan rumah, berbelanja, mengelola keuangan, menggunakan
transportasi, menyiapkan obat, mengambil keputusan dan beraktivitas di
waktu luang. Kuesioner ini menggunakan skala Gutman yang terdiri dari
dua kategori jawaban yaitu Ya dan Tidak. Untuk jawaban Ya (skor 1) dan
Tidak bernilai (Skor 0), sehingga pengkategorian Kemandirian dalam
aktivitas dikatakan tertinggi 14 dan nilai terendah 0. Kategori
kemandirian dalam aktivitas kehidupan adalah ketergantungan dengan
nilai 0-6 dan mandiri dengan nilai 7-14
a. Data Primer
Sumber data primer diperoleh dari hasil menggunakan pengamatan dan kuesioner
a. Data Sekunder
Sumber data sekunder di peroleh dari Puskesmas Bies Aceh Tengah berdasarkan
hasil pencacatan dan pelaporan tentang ada kunjungan pasien Gout Artritis
H. Etika Penelitian
2.Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian.Pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase tiap variabel
(Notoatmodjo, 2010).
b. Analisa Bivariat
Analisis bivariat dilakukan bertahap 2 variabel (Suyanto, 2011).Teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Spearman Rank
Correlation. Analisa ini bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi dua
atau lebih kelompok sampel, sehingga diketahui ada atau tidaknya
hubungan yang bermakna secara statistik. 46 Derajat kepercayaan yang
digunakan adalah 95% dengan α 5% sehingga jika nilai P (p value) < 0,05
berarti terdapat hubungan bermakna (signifikan) antara variabel yang
diteliti. Jika nilai P > 0,05 berarti tidak ada hubungan bermakna antara
variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2005)