Anda di halaman 1dari 48

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyakit tulang dan sendi yang sering dijumpai adalah artritis

reumatoid (AR). Artritis Reumatoid adalah suatu gangguan peradangan yang

bersifat kronis dan sistemik dengan etiologi yang tidak di ketahui, yang tidak

hanya mengenai sendi tetapi juga organ ekstra artikular (Rudi, 2017). Artritis

Reumatoid (AR) merupakan penyakit kronik, sistemik yang menyebabkan

inflamasi sinovial sehingga menyebabkan kerusakan progresif dari kartilago

artikular dan deformitas. artritis reumatoid terjadi pada 1% populasi

penduduk diseluruh dunia yang meliputi segala umur lebih dominan pada

wanita dengan perbandingan 3:1.(Mudjaddid, 2017)

Pada penderita Arthritis Reumatoid nyeri sangat mengganggu aktivitas sehari-

hari bahkan dalam pemulihan ADL sebagian besar mengalami

ketergantungan (Desy, 2016). Nyeri pada bagian ankle yang sering timbul

pada AR mengakibatkan penderita sering mengeluh terus menerus , timbul

kecemasan, ketegangan jiwa, gelisah, bahkan sampai mengasingkan diri

(Izza, 2016).

Menurut World Health Organisation ( WHO) Penderita arthritis reumatoid di

seluruh dunia telah mencapai angka 355 juta jiwa, artinya 1 dari 6 orang

didunia ini menderita arthritis reumatoid, diperkirakan angka akan terus

bertambah hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan
2

mengalami kelumpuhan, muncul nya penyakit ini memang pada usia lanjut,

namun secara komulatif jumlah penderita yang besar adalah kelompok usia

lanjut dan jumlah paling kecil pada balita (World Health Organisation, 2011).

Berdasarkan statistik Indonesia 2011 populasi usia lanjut Indonesia

diperkirakan meningkat 75 orang (41,4%) atau empat kali lipat pada tahun

2025 merupakan jumlah tertinggi didunia (Depkes,2012), prevelansi arthirtis

rheumatoid di Indonesia pada lutut cukup tinggi yaitu mencapai 45 orang

(15,5%) pada wanita dan 30 orang (12,7%) pada pria .Prevelensi yang cukup

tinggi dan sifatnya yang lebih besar baik dinegara maju maupun dinegara

berkembang diperkirakan 1-2 juta orang penderita cacat karena tidak

melakukan pencegahan/perawatan dari pada penderita arthiritis reumatoid

(Diana,2011).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri arthritis

reumatoid pada lanjut usia adalah dengan menggunakan teknik relaksasi

progresif mempunyai rasional yaitu untuk meningkatkan relaksasi,

memberikan rasa kontrol, dan meningkatkan kemampuan koping, teknik

relaksasi progresif juga penting sebagai terapi tambahan dalam manajemen

medik penyakit artritis reumatoid (Agustina, 2017).

Relaksasi dapat mengurangi dan mempengaruhi persepsi terhadap sakit, juga

mampu mengurangi kecemasan serta menciptakan perasaan nyaman. Selain

itu relaksasi dapat meningkatkan aktivitas parasimpatik, meningkatkan


3

konsentrasi dan pengetahuan seseorang tentang sesuatu yang terjadi dibalik

ketegangan otot yang dialami, lebih jauh lagi relaksasi dapat meningkatkan

kemampuan individu dalam mengendalikan perasaan nya dan meningkatkan

kemampuan dalam melakukan aktifitas fisik dan membantu penderita dalam

berinsteraksi didalam lingkungannya (Varvogli, 2011).

Berdasarkan master data yang didapatkan dari 40 responden, ada 34

responden yang mengalami penurunan nyeri setelah 4 minggu melaksanakan

teknik relaksasi progresif, hal ini menunjukan bahwa setelah 4 minggu

melaksanakan teknik relaksasi progresif , responden mengalami penurunan

nyeri yaitu antara tidak ada nyeri sampai dari nyeri sedang (Gultom, 2017).

Berdasarkan observasi dengan perawat diPuskesmas Siulak Mukai didapatkan

bahwa lansia sangat rentan sekali terkena penyakit arhritis reumatoid

terutama pada laki – laki faktor penyebab bahwa lansia sangat rentan terkena

penyakit arhritis reumatoid adalah karena lansia memiliki sistem imun yang

rendah dan mudah diserang penyakit, dan perawat juga telah melakukan

teknik relaksasi progresif pada beberapa pasien arthritis reumatoid dan pasien

tersebut mengatakan nyeri nya berkurang setelah dilakukan teknik relaksasi

progresif tersebut (Puskesmas Siulak Mukai)

Di provinsi Jambi penyakit arhtritis reumatoid termasuk 10 penyakit

terbanyak tahun 2012 penderita arthritis reumatoid sebanyak 35 orang

(11,22%) menempati urutan ketiga, pada tahun 2013 penderita arhtritis


4

reumatoid sebanyak 40 orang (13,00%) menempati urutan kedua. Dan pada

tahun 2014 penderita arhtritis reumatoid sebanyak 25 orang (9,34%)

menempati urutan keempat ( Rice, 2015).

Berdasarkan survei data diPuskesmas Siulak Mukai didapatkan bahwa

penyakit arhtritis reumatoid merupakan 10 penyakit terbesar yang ada

dipuskesmas tersebut, penyakit arhtritis reumatoid tahun 2015 berjumlah

1002 orang dan ditahun 2016 penderita arthritis reumatoid meningkat

menjadi 1006 orang dan ditahun 2017 penderita arthritis reumatoid menjadi

1015 orang dan masuk di tahun 2018 bulan Januari jumlah penderita arthritis

reumatoid adalah sebanyak 98 orang .

Berdasarkan hal tersebut dan dari uraian diatas peneliti tertarik untuk

mengetahui dan meneliti lebih jauh mengenai penerapan teknik relaksasi

progresif dalam mengurangi nyeri pada klien Ny. A dan Ny. S dengan

arthritis reumatoid diwilayah kerja Puskesmas Siulak Mukai tahun 2018.

B. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas adapun yang menjadi perumusan

masalah peneliti adalah “Bagaimana hasil penerapan teknik relaksasi

progresif untuk mengurangi nyeri pada klien Ny A dan Ny S dg arthiritis

reumatoid diwilayah kerja Puskesmas Siulak Mukai tahun 2018”.


5

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Mampu menerapkan teknik relaksasi progresif dalam mengurangi nyeri

pada klien Ny. A dan Ny. S dengan arthritis reumatoid diwilayah kerja

Siulak Mukai tahun 2018.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui penerapan teknik relaksasi progresif dalam mengatasi

nyeri pada klien Ny. A dengan arthritis reumatoid diwilayah kerja

Puskesmas Siulak Mukai tahun 2018.

b. Mengetahui penerapan teknik relaksasi progresif dalam mengatasi

nyeri pada klien Ny. S dengan arthritis reumatoid diwilayah kerja

Puskesmas Siulak Mukai tahun 2018.

c. Mengetahui perbedaan hasil penerapan teknik relaksasi progresif pada

Ny. A dan Ny. S dengan arhritis reumatoid diwilayah kerja

Puskesmas Siulak Mukai tahun 2018.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi perawat

Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta meningkatkan dalam

melaksanakan penerapan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,

diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi secara sistematis.


6

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan agar penulisan ini dapat

dilakukan dengan melihat permasalahan lain yang berkaitan dengan kasus

arthritis reumatoid yang telah penulis selesaikan.

3. Bagi Puskesmas

Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi semua lapisan tim

kesehatan atau pelaksanaan asuhan keperawatan khususnya dibidang

keperawatan maupun tim kesehatan lain tentang asuhan keperawatan pada

Pasien dengan arthritis reumatoid.


7

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Medis Arthritis Reumatoid

1. Anatomi dan fisiologi

Gambar 2.1

Struktur dasar sendi sinovial

Ross and Wilson (2011 : 311)

a. Sendi

Sendi adalah tempat dimana dua tulang atau lebih membentuk

persendian, sendi memungkinkan fleksibilitas dan gerakan rangka serta

memfasilitasi pelekatan di antara tulang (Ross and Wilson, 2011).


8

b. Sendi fibrosa

Tulang yang membentuk sendi ini terhubung denganmateri fibrosa yang

keras, susunan sendi seperti ini menyebabkan tidak ada pergerakan,

misalnya sendi antara tengkorak (Ross and Wilson, 2011).

c. Sendi kartilago

Sendi ini dibentuk oleh bantalan fibro – kartilago, materi keras yang

bekerja sebagai shock absorber, sendi hanya dapat sedikit digerakan,

misalnya sendi diantara vertebra (Ross and Wilson, 2011).

d. Sendi sinovial

Sendi ini ditandai dengan adanya kapsul atau ruang antara tulang yang

membentuk persendian, ujung tulang ini saling berkaitan erat oleh

jaringan fibrosa dan kapsul dilubrikasi oleh sedikit cairan, sendi ini

memfasilitasi gerakan yang leluasa.

Sendi sinovial disusun oleh bagian – bagian berikut ini :

1) Kartilago hialin yang meliputi ujung tulang pada sendi, kartilago ini

memiliki permukaan yang halus dengan demikian mengurangi

gesekan diantara kedua permukaan tulang, kartilago tidak memiliki

suplai darah dan mendapat makanan dari cairan sinovial.

2) Ligamen kapsular atau kapsul yang dikekelilingi dan dibungkus oleh

jaringan fibrosa yang mengikat tulang bersama – sama dan dengan

dmikian memungkinkan tulang bergerak bebas, tetapi cukup kuat

untuk melindungi dari cedera.


9

3) Membran sinovial yang melapisi permukaan ligamen kapsula dan

terdiri atas sel epitelium.

4) Cairan sinovial merupakan cairan seperti putih telur, kental, dan

bening yang disekresi oleh membran sinovial ke rongga sinovial,

cairan ini berfungsi untuk memberikan nutrien bagi struktur didalam

rongga sendi, menyingkirkan mikroba dan sisa sel (mengandung

fagosit), bekerja sebagai lubrikan, mempertahankan stabilitas sendi,

dan mencegah ujung tulang agar tidak terpisah (Ross and Wilson,

2011).

Menurut Ross and Wilson (2011 : 314) Sendi sinovial utama

ekstremitas utama dibagi menjadi dua sendi ekstramitas atas dan

ekstramitas bawah :

a. Sendi ekstramitas atas

1) Sendi bahu

Sendi yang tergolong sendi lesung ini merupakan sendi yang

paling bergerak bebas, gerakan nya meliputi: fleksi (membawa

lengan kehadapan dada), ekstensi (meluruskan), aduksi

(merapatkan lengan kesisi tubuh), abduksi (menjauh lengan

dari tubuh), rotasi interna, rotasi eksterna, dan sirkumduksi.

2) Sendi siku

Dibentuk oleh troklea dan kapitulum humerus, serta simpul

troklea ulna dan kepala radius, struktur ekstra kapsulnya terdiri

atas ligamen anterior, posterior, medial, dan lateral, sendi siku

merupakan sendi engsel.


10

3) Sendi radio – ulnar proksimal dan distal

Sendi proksimal radio – ulnar merupakan sendi putar yang dibentuk

oleh rim kepala radius yang beroritasi pada teknik radius dan ulna.

4) Sendi pergelangan tangan

sendi ini merupakan sendi kondiloid antara ujung distal dan radius

dan ujung proksimal skafoid, lunate, dan triquetral.

5) Sendi tangan dan jari

Sendi ini merupakan sendi sinovial antara tulang karpal dan

metakarpal, antara metakarpal dan palang, serta antar falang.

b. Sendi ekstramitas bawah

1) Sendi lutut

Sendi lutut merupakan sendi engsel yang dibentuk oleh kondil

femur, kondil tibia, dan permukaan posterior patela, sendi ini

merupakan sendi terbesar dan seringkali mengalami cedera, sendi ini

memiliki meniskus, sendi siku dan lutut dibungkus oleh ligamen

kapsula.

2) Sendi kaki dan ibu jari kaki

Sendi ini merupakan sendi antara tarsal, antara tarsal dan metatarsal,

antara metatarsal dan falang proksimal, dan antara falang.

2. Defenisi

Reumatoid Arthritis merupakan penyakit imflamasi non bakterial yang

bersifat sistemik , progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta

jaringan ikat sendi secara sistematis (Chairuddin, 2003). Arthritis


11

reumatoid merupakan penyakit autoimun sistemik kronik yang

menyebabkan inflamasi jaringan ikat, terutama disendi (Doengus, 2012).

Arthritis reumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak

diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi

embran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi,

ankilosis, dan deformitas. mekanisme imunologis tampak berperan penting

dalam memulai dan mengekalkan penyakit dimana remisi spontan dan

eksaserbasi tak diperkirakan kejadian nya (Doenges, 2012).

3. Etiologi

Menurut Nurarif (2015 : 94) etiologi dari arhtritis reumatoid adalah

sebagai berikut :

a. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non hemolitikus

b. Endokrin :Sistem kelenjar tanpa saluran yang menghasilkan hormon

yang tersikulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi

organ organ lain.

c. Autoimun :kegagalan suatu organisme untuk mengenali bagian dari

dirinya sendiri sebagai bagian dari dirinya yang membuat respon

kekebalan melawan sel dan jaringan miliknya sendiri.

d. Metabolic :faktor resiko untuk mengalami penyakit yang serius

e. Factor genetik serta faktor pemicu lingkungan

Pada saat ini, reumatoid atritis diduga disebabkan oleh factor autoimun

dan infeksi .autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi

mungkin disebabkan oleh virus dan organisme mikroplasma atau group


12

difterioid yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan

sendi penderita (Chairuddin, 2003).

4. Patofisologi

Menurut Prisca Lemone (2015 : 1693) patofisiologi arhtritis reumatoid

adalah sebagai berikut :

Dipercaya bahwa pajanan terhadap antigen yang tidak teridentifikasi (mis,

virus) menyebabkan respons imun menyimpang pada pejamu yang rentang

secara genetik. sebagai akibat nya, antibody normal (imunoglobulin)

menjadi autoantibody dan menyerang jaringan pejamu, antibody yang

berubah ini,biasa nya terdapat pada orang yang mengalami RA, disebut

faktor reumatoid, antibody yang dihasilkan sendiri berikatan dengan

antigen target mereka dalam darah dan membran sinovial, membentuk

komplek imun.

Leukosit tertarik ke membran sinovial dari sirkulasi, tempat neutrofil dan

makrofaq mengingesti kompleks imun dan melepaskan enzim yang

mendegradasi jaringan sinovial dan kartilago artikular, aktivasi limfosit B

dan T menyebabkan peningkatan produksi faktor reumatoid dan dan enzim

yang meningkatkan dan melanjutkan proses inflamasi .

Membran sinovial rusak akibat proses inflamasi dan imun, membran

sinovial membengkak akibat infiltrasi leukosit dan menebal karena sel

berproliferasi dan membesar secara abnormal. Protaqlandin memicu


13

vasolidatasi, dan sel sinovial dan jaringan menjadi hiperaktif, pembuluh

dara h baru tumbuh untuk menyokong hiperplasia sinovial, membentuk

jaringan granulasi vaskuler disebut pannus .

Kerusakan sendi yang terjadi pada RA merupakan hasil dari minimal tiga

proses :

a. Pannus inflamsi menyebar untuk menutupi kartilago sendi dan

menghasilkan enzim seperti kolagen dan protease lain yang memicu

kerusakan jaringan .

b. Sitokin, khususnya interleukin 1 (IL-1) dan faktor nekrosis tumor alfa

(TNF- alpa),mengaktivasi kondrosit untuk menyerang kartilago sendi .

c. Sitokin ini, bersama dengan IL-6, juga mengaktivasi osteoklas,

menyebabkan resorpsi dan demineralisasi tulang yang menyertai .

Konflek imun yang bersirkulasi dan sitokin IL-1, TNF, dan IL-6

terhitung untuk gambaran sistemik RA, termasuk malaise, keletihan,

dan vaskulitis.

5. Manifestasi klinis

Menurut Laila (2007 : 1119) manifestasi klinis arhtritis reumatoid adalah

sebagai berikut:

a. Rasa nyeri dari pembengkakan sendi, panas, eritema dan gangguan

fungsi pada sendi

b. Kaku sendi dipagi hari berlangsung lebih dari 30 menit

c. Deformitas tangan dan kaki

d. Nafsu makan berkurang Penurunan berat badan


14

e. Keadaan mudah lelah

f. Anemia

g. Pembesaran kelenjar limfe

6. Komplikasi

Komplikasi penyakit dapat mempersingkat hidup beberapa tahun pada

beberapa individu, meskipun rheumatoid arthritis itu sendiri tidak fatal.

Secara umum, rheumatoid arthritis bersifat progresif dan tidak dapat

disembuhkan, tetapi pada beberapa pasien penyakit ini secara bertahap

menjadi kurang agresif dan gejala bahkan dapat meningkat. Jika terjadi

kerusakan tulang dan ligament serta perubahan bentuk, maka efeknya akan

permanen. Efek ini meliputi:

a. Anemia

Anemia pada penderita rheumatoid arthritis dapat disebabkan oleh

adanya peradangan kronis yang terjadi atau efek samping dari

penggunaan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS) jangka

panjang seperti pendarahan internal atau tukak lambung.

b. Infeksi

Pasien dengan rheumatoid arthritis memiliki resiko lebih besar untuk

infeksi. Obat imunosupresif akan lebih meningkatkan resiko.

c. Masalah Gastro Intestinal

Pasien dengan rheumatoid arthritis mungkin mengalami gangguan

perut dan usus, kanker perut dan kolorektal dalam tingkat yang rendah

telah dilaporkan pada pasien rheumatoid arthritis.


15

d. Osteoporosis

Kondisi ini lebih umum dari pada rata-rata pada wanita post

menopause dengan rheumatoid arthritis, pinggul yang sangat

terpengaruh. Resiko osteoporosis tampaknya lebih tinggi dari pada

rata-rata pada pria dengan rheumatoid arthritis yang lebih tua dari 60

tahun.

e. Penyakit Paru-Paru

Sebuah studi kecil menemukan prevalensi tinggi peradangan paru dan

fibrosis pada pasien yang baru didiagnosis rheumatoid arthritis,

namun temuan ini dapat dikaitkan dengan merokok.

f. Penyakit Jantung

Rheumatoid arthritis dapat mempengaruhi pembuluh darah dan

meningkatkan resiko penyakit jantung iskemik koroner.

g. Sindrom Felty

Kondisi ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfa, jumlah sel

darah putih rendah dan infeksi bakteri berulang. Ini mungkin

merespon Disease Modifying Antirheumatic Drugs (DMARDs).

h. Limfoma dan Kanker Lainnya

Rheumatoid arthritis terkait perubahan sistem kekebalan tubuh

mungkin memainkan peran. Pengobatan yang agresif untuk

rheumatoid arthritis dapat membantu mencegah kanker tersebut

(Shiel, 2011).
16

7. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Doengoes (2012 : 860) pemeriksaan diagnostik arhtritis

reumatoid adalah sebagai berikut :

a. Faktor reumatoid :positif pada 80% - 95% kasus.

b. Fiksasi lateks : positif pada 75% dari kasus – kasus khas.

c. Reaksi – reaksi aglutinasi : positif pada lebih dari 50% kasus – kasus

khas.

d. LED : umumnya meningkat pesat (80 – 100 mm/h ),mungkin kembali

normal sewaktu gejala – gejala meningkat.

e. Protein C- reaktif : positif selama eksaserbasi

f. SDP : meningkat pada timbul eksaserbasi.

g. JDL : umunya menunjukan anemia sedang

h. Ig ( IgM dan IgG ) : peningkatan besar menunjukan proses autoimun

sebagai penyebab AR.

i. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukan pembengkakan pada

jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang

berdekatan (perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista

tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio, perubahan

osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.

j. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium.

k. Atroskopi langsung : visualisasi dari area yang menunjukan

iregularitas/degenerasi tulang pada sendi.

l. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukan volume yang lebih

besar dari normal ;buram. Berkabut, munculnya warna kuning (respon


17

inflamasi, perdarahan, produk – produk pembuangan

degeneratif) ;elevasi SDP dan leukosit, penurunan viskositas dan

komplemen (C3 dan C4 ).

m. Biopsi membran sinovial :menunjukan perubahan inflamasi dan

perkembangan panas.

8. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Menurut Digiulio, 2014 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan arthritis

reumatoid adalah sebagai berikut:

Mengurangi sakit dan inflamsi adalah tujuan pengobatan, dibarengi

dengan membatasi gerak sendi. tindakan dibagi menjadi Nonfarmakologis

dan Farmakologis.

a. Memberikan medikasi antiradang non steroid (NSAID) untuk

mengurangi inflamasi dan sakit :

a) Ibuprofen : untuk meredakan nyeri ringan

b) Indomethacin : obat ini digunakan untuk mengatasi nyeri ringan

sedang

c) Flurbiprofen : obat ini digunakan untuk mengatasi nyeri dan

peradangan

d) Naproxen : obat ini juga untuk mengurangi nyeri ringan dan berat

e) Sulindac : untuk mengurangi nyeri

f) Diflunisal : obat ini digunakan untuk mengatasi nyeri

b. Memberikan disiase – Modifying Antirheumatologi Agents

(DMARDS) :
18

a) Methotrexate adalah antimetabolik

b) TNF 1- tumor necrosis factor meningkatkan limfosit dan leukosit

yang ditemukan didalam cairan sendi

c) Etenercept : untuk perawatan radang sendi

d) Infliximab :obat yang digunakan untuk menangani berbagai jenis

arhtritis

e) Adalimumab : digunakan untuk pencegahan penyakit arhtritis

c. Memberikan kortikosteroid :

a) Prednisone : digunakan untuk mengurangi peradangan dan inflamasi

b) Magnesium hidroksida

c) Aluminium hidroksida

d. Terapi tubuh dan occupational therapy untuk mempertahankan ADL

dan independensi.

e. Terapi panas dan dingin untuk menghilangkan rasa sakit,efek anti

radang, untuk membantu otot- otot dan sendi

f. Gips untuk menjaga sendi pada tempat nya yang paling sering

digunakan

g. Latihan untuk mempertahankan fleksibilitas rentang gerak (ROM)


19

B. Konsep keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Azis, 2009 defenisi dari pengakajian adalah:

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui

berbagai permasalahan yang ada ,untuk melakukan langkah pertama ini

harus diperlukan pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh

perawat diantaranya pengetahuan tentang kebutuhan atau sistem

biopsikososisal dan spritual bagi manusia yang memandang manusia dari

aspek biologis, psikologis, sosial dan tinjauan dari aspek spritual, juga

pengetahuan akan kebutuhan perkmbangan manusia ( tumbuh kembang

dari kebutuhan dasarnya ), pengetahuan tentang konsep dan sehat dan

sakit, pengetahuan tentang patofisiologi dari penyakit yang dialami,

pengetahuan tentang sistem keluarga dan kultur budaya serta nilai- nilai

keyakinan yang dimiliki kliaen.

Sedangkan kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat dapat meliputi

kemampuan melakukan observasi secara sistematis pada klien,

kemampuan berkomunikasi secara verbal dan noverbal, kemampuan

menjadi pendengar yang baik, kemampuan dalam meciptakan hubungan

hubungan saling membantu,kemmpuan dalam membangun suatu

kepercayaan,kemampuan mengadakan wawancara serta adanya

kemampuan dalam melakukan pengkajian atau pemeriksaan fisik

keperawatan, melalui pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki


20

pada tahap pengkajian ini maka tujuan dari pengkajian akan dapat dicapai ,

pengkajian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Pengumpulan data

b. Validasi data

c. Identifikasi pola/masalah

2. Diagnosa keperawatan

Menurut Budiono (2015 : 146) defenisi diagnosa keperawatan adalah

sebagai berikut :

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pertanyaan yang

menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola

interaksi aktual/ potensial),dari individu kelompok tempat anda secara

legal mengidentifikasi dan anda dapat memberikan intervensi secara pasti

untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan,

atau mencegah perubahan.

Menurut Nurarif (2015 : 98) diagnosa keperawatan yang sering muncul

pada arthritis reumatoid adalah :

a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan

tubuh, sendi, bengkok, deformitas

b. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan patologis oleh arhtritis

reumatoid

c. Resiko cidera berhubungan dengan hilang nya kekuatan otot

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas

struktur tulang

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskulokeletal


21

f. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi

g. Ansietas berhubungan dengan kurang nya informasi tentang penyakit

3. Perencanaan keperawatan

Merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan

yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi

masalah-masalah klien. Perencaan ini merupakan langkah ketiga dalam

membuat suatu proses keperawatan. Dalam menentukan tahap

perencanaan bagi perawat diperlukan berbagai pengetahuan dan

keterampilan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan

klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan praktek keperawatan, peran

dari tenaga kesehatan lainya, kemampuan dalam memecahkan

masalah,mengambil keputusan, menulis tujuan serta memilih dan

membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan,

menulis instruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan

kerja sama dengan tingkat kesehatan lainnya(Aziz, 2009)


22
23
24
25
26
27

4. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai

tujuan yang spesifik ,tahap implementasi dimulai setelah rencana

intervensi disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu

klien mencapai tujuan yang diharapkan, oleh karena itu rencana intervensi

yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor – faktor yang

mempengaruhi masalah kesehatan klien.

Tujuan dari implementasi adalah memebantu klien dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkanyang mencangkup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit , pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping,

perencanaan asuhan keperwatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika

klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi

asuhan keperawatan, Selama tahap implementasi perawat terus melakukan

pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai

dengan kebutuhan klien (Nursalam, 2011).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana

intervensi, dan implementasinya, tahap evaluasi memungkinkan perawat

untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisis,

perencanaan, dan implementasi intervensi.

Meskipun tahap evaluasi diletakan pada akhir proses keperawatan tetapi

tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan,
28

pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang

telah dikumpulkan dankesesuaian prilaku yang diobservasi, diagnosis juga

perlu dievaluasi dalam hala keakuratan dan kelengkapanya, evaluasi juga

diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan

intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif (Nursalam, 2011).

C. Konsep tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien

Judul : penerapan terapi relaksasi progresif untuk mengatasi nyeri pada klien

Ny. A dan Ny. B dengan arthritis reumatoid diwilayah kerja puskesmas siulak

mukai tahun 2018.

1. Defenisi relaksasi progresif

Relaksasi progrsif adalah suatu cara dari teknik relaksasi yang

mengkombinasi latihan nafas dalam dan serangkaian kontraksi dan

relaksasi otot (Smeltzer and Bare, 2002). Sedangkan menurut Asmadi

(2008), Teknik Latihan Relaksasi Progresif sebagai salah satu teknik

relaksasi otot yang terbukti atau terdapat hasil memuaskan dalam program

terapi terhadap ketegangan otot yang mampu mengatasi keluhan anxietas,

insomnia, kelelahan, kram otot, nyeri leher dan pinggang, tekanan darah

tinggi, phobia ringan dan gagap.

2. Pelaksanaan terapi relaksasi progresif

teknik relaksasi progresif dapat dilakukan dengan posisi berbaring atau

duduk di kursi. Dalam melakukan teknik relaksasi progresif, mengulangi


29

setiap petunjuk. Tegangkan setiap kelompok otot selama 5-7 detik

kemudian rileks selama 20-30 detik. Langkah-langkahnya :

a. Mulailah dengan mengambil tiga dalam yaitu napas lambat, menghirup

melalui hidung dan melepaskan udara perlahan-lahan melalui mulut.

b. Kepalkan kedua telapak tangan, kencangkan bisep dan lengan bawah.

Bimbing pasien ke otot tegang, anjurkan memikirkan rasa dan

ketegangan otot sepenuhnya. Kemudian relaks.

c. Kerutkan dahi ke atas. Pada saat yang sama tekan kepala sejauh

mungkin kebelakang, putar searah jarum jam dan kebalikannya.

Kemudian relaks.

d. Kerutkan otot muka seperti cemberut, mata dikedipkan, bibir

dimonyongkan ke depan, dan bahu dibungkukan. Kemudian relaks

e. Lengkukan punggung ke belakang sambil tarik napas dalam, tahan.

Kemudian relaks.

f. Tarik kaki dan ibu jari kebelakang mengarah ke muka, tahan. Kemudian

relaks. Lipat ibu jari secara serentak, kencangkaan betis, paha dan

pantat. Kemudian relaks.

g. Sekarang rasakan relaks di seluruh tubuh Anda. Rasakan perasaan

ketegangan meninggalkan seluruh diri anda, dan anda merasa benar-

benar rileks (Bima, 2012).

3. Keuntungan relaksasi progresif

a. Pengobatan ketegangan otot : untuk mengendorkan otot yang tegang

b. Pengobatan kecemasan : untuk mengatasi kecemasan


30

c. Pengobatan insomnia : untuk mengatasi susah tidur

d. Pengobatan depresi : untuk mengatasi depresi

e. Pengobatan iritasi usus : untuk pengobatan bagi penderita iritasi usus

f. Pengobatan kejang otot : untuk pengobatan pada kejang otot

g. Mengurangi nyeri : untuk mengurangi rasa nyeri (Bima, 2012).

D. Konsep nyeri

1. Defenisi

Nyeri adalah perasaan tidak nyaman dan sangat individual yang tidak

dapat dirasakan atau dibagi dengan orang lain, setiap individu akan

merasakan reaksi persepsi yang berbeda, nyeri menyangkut dua aspek

yaitu psikologis dan fisiologis yang keduanya dipengaruhi faktor – faktor

seperti budaya, usia, lingkungan, dan sistem pendukung, pengalaman masa

lalu, kecemasan (Poter, 2005).

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri

Menurut Smeltzer dan Barre (2014), faktor yang mempengaruhi respon

terhadap nyeri adalah :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Budaya
31

3. Klasifikasi nyeri

a. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan,

nyeri kronik berlangsung diluar waktu penyembuhan yang

diperkirakan, karena biasa nya nyeri ini tidak memberikan respon

terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya, jadi nyeri ini

biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2008).

b. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat,

biasanya kurang dari 6 bulan, nyeri akut yang tidak diatasi secara 14

adekuat mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan

yang disebabkan karena dapat mempengaruhi sistem pulmonary,

kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan imonulogik (Potter &

Perry, 2005).

4. Pengukuran intensitas nyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parahnya nyeri

yang dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif

dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat

berbeda oleh dua orang yang berbeda, pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon

fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri, namun pengukuran dengan

teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu

sendiri (Tamsuri, 2007).


32

Pengukuran intensitas nyeri

(Smeltzer, 2002)

a. Skala nyeri numeric


33

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Desain studi kasus

Penulis menggunakan pendekatan asuhan keperawatan dengan studi kasus

adalah penelitian yang bertujuan memberikan gambaran secara mendetail

tentang latar belakang, sifat maupun karakter yang khas dari suatu kasus

dengan kata lain bahwa studi kasus ini lebih memusatkan perhatian pada

sustu kasus secara intensif dan rinci, metode ini dilakukan secara mendalam

terhadap suatu keadaan atau kondisi yang disebut sebagai kasus dengan

menggunakan cara – cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan,

pengumpulan data, analisis informasi dan pelaporan hasil sehingga hasilnya

akan menunjukan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu yang terjadi

dan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya (Pamungkas :2017 : 78).

Dan Penulis juga melakukan penelitian dengan desain studi kasus experimen

semua (quast exsperiment), yaitu melakukan uji coba tindakan/ suatu

intervensi pada sekelompok objek, Penulis menerapkan teknik relaksasi

progresif dalam mengurangi nyeri pada klien Ny. A dan Ny. S dengan

arthritis reumatoid diwilayah kerja Puskesmas Siulak Mukai tahun 2018


34

B. Sampel studi kasus

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi dalam penelitian keperawatan,

kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana

kriteriaitu menentukan dapat dan tidaknya sampel tersebut digunakan.

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel

penelitian yang memenuhi syarat sampel, pertimbangan ilmiah harus menjadi

pedoman dan menetukan kriteria hasil inklusi, kriteria eksklusi merupakan

kriteria di mana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak

memenuhi syarat sebagai sampel penelitian yang penyebab nya antara lain

adalah antara lain adanya hambatan etis, menolak menjadi responden atau

berada pada suatu keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan

penelitian (Hidayat, 2007 : 32).

Kriteria sampel inklusi adalah sebagai berikut :

1. 2 orang klien yang mengalami arthritis reumatoid, tanpa mengalami

penyakit gangguan sendi lainya : asam urat, osteoporosis, dan lain - lain

2. Menurut WHO (world health organisation) klien Wanita berumur > 50

tahun, lansia usia pertengahan ( Midle Age).

3. Mengalami nyeri akibat Arhtritis Reumatoid dengan skala nyeri 5 yaitu

nyeri sedang

4. Klien selalu kontrol di Puskesmas Siulak Mukai

5. Bersedia menjadi responden


35

Kriteria sampel ekslusi adalah sebagai berikut :

1. Bukan wanita berumur > 50 tahun

2. Tidak mengalami nyeri akibat arhtritis reumatoid

3. Tidak bersedia menjadi responden

C. Waktu dan tempat pelaksanaan studi kasus

1. Waktu

Studi kasus ini akan dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus tahun 2018

2. Tempat

Studi kasus ini akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Siulak

Mukai.

D. Instrumen pengumpulan data

Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan format pengkajian KMB

(Keperawatan Medikal Bedah )dan menggunakan alat kesehatan seperti

tensimeter, dan termometer, jam, format skala nyeri.

E. Etika pelaksanan studi kasus

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Penulis menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.klien memiliki

hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan ikut atau menolak

penelitian (autonomy).peneliti tidak melakukan paksaan,partispan juga

berhak mendapatkan imformasi yang terbuka dan lengkap tentang

pelaksanaan penelitian,keuntungan yang mungkin didapat dan kerahasian

informasi.
36

Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan mempertimbangkan

dengan baik,sampel kemudian menentukan apakah akan ikut atau menolak

sebagai sampel.prinsip itu tertuang dalam pelaksanaan informed consent.

2. Menghormati privasi dan kerahasian objek (respect for privacy and

confidentially)

Penulis merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi

partisipan yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya

diketahui oleh orang lain. Dengan demikian segala informasi yang

menyangkut identitas partisipan tidak terekspons secara luas.

3. Menghormati keadilan dan inklusifitas (respect for justice inclisiveness)

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa studi

kasus dilakukan secara jujur, tepat, cermat. hati-hati dan dilakukan secara

profesional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna bahwa studi

kasus memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan subjek.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbul kan (balancing

harm and benefist)

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat sebesar-besarnya bagi subjek penelitian dan

populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan (beneficience).kemudian

meminimalisirkan resiko/dampak yang merugikan bagi pertisipan

(nonmaleficience).
37

F. Metode pengumpulan data

1. Metode observasi

Setelah penulis melakukan observasi kepada Ny. S dan Ny. A didapatkan

data sebagai berikut :

Data Objektif Ny. S :

a. Ny. S tampak memegang kedua kakinya

b. Ny. S tampak meringis menahan nyeri

c. TTV :

1) TD : 130/90 mmhg

2) N : 90 x/i

3) RR : 22x/i

4) S : 37,5

Data objektif Ny. A

a. Ny. A tampak memegang kedua kakinya

b. Ny. A tampak kesulitan untuk beraktivitas

c. Ny. A tampak meringis menahan nyeri

d. TTV :

1) TD :150/100 mmhg

2) N : 95 x/i

3) RR : 22 x/i

4) S : 37

2. Metode wawancara
38

Setelah penulis melakukan wawncara pada klien Ny. S dan Ny. A

didapatkan data sebagai berikut :

Data subjektif Ny. S :

a. Ny. S mengatakan nyeri pada bagian lututnya

b. Ny. S mengatakan nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk

c. Ny. S mengatakan nyeri dirasakan disaat klien beraktivitas

d. Ny. S mengatakan nyeri yang dirasakan berada di skala lima (ringan)

e. Ny. S mengatakan nyeri yang dirasakan nya datang tiba-tiba

Data subjektif Ny. A :

a. Ny. A mengatakan neyri pada kedua kakinya

b. Ny. A mengatakan nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk

c. Ny. A mengatakan nyeri dirasakan pada saat cuaca dingin

d. Ny.A mengatakan nyeri yang dirasakan berada di skala lima (sedang)

e. Ny. A mengatakan nyeri yang dirasakan datangnya tiba-tiba dan hilang

timbul

3. Metode pengukuran

Setelah penulis melakukan tindakan penerapan teknik relaksasi progresif

pada klien Ny. S dan Ny. A penulis melakukan pengukuran dengan

menggunakan format skala nyeri dan didapatkan hasil pada klien Ny. S

dari skala nyeri lima menurun menjadi skala tiga sedangkan pada klien Ny.

A dari skala lima nyeri nya menurun menjadi skala dua.


39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN STUDI KASUS

Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan yaitu penerapan teknik relaksasi

progresif dari tanggal 03 Juli 2018 sampai pada tanggal 07 Juli 2018 dengan

sampel sebanyak dua orang di Puskesmas Siulak Mukai tahun 2018. Penulis telah

menemukan perbedaan diatas tindakan yang telah dilakukan.

A. Penerapan Teknik Relaksasi Progresif dalam Mengurangi Nyeri Pada

Klien Ny. S Dengan Arhtritis Reumatoid Di Wilayah Kerja Puskesmas

Siulak Mukai Tahun 2018

hasil penerapan teknik relaksasi progresif pada klien Ny. S yang telah

dilakukan pada tanggal 03 Juli 2018 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1
Hasil Penerapan Teknik Relaksasi Progresif pada Ny. S dengan Arthritis
Reumatoid di Wilayah Kerja Puskesmas Siulak Mukai Tahun 2018

No Hari/tanggal Teknik relaksasi progresif


Sebelum terapi Sesudah terapi
Selasa Nyeri Masih nyeri
1.
03 Juli 2018 Skala : 5 Skala : 4
Rabu Nyeri berkurang Sedikit nyeri
2.
04 Juli 2018 Skala : 4 Skala : 4
Kamis Sedikit nyeri Nyeri berkurang
3.
05 Juli 2018 Skala : 4 Skala : 3
Jumat Nyeri Berkurang Sedikit nyeri
4.
06 Juli 2018 Skala : 3 Skala : 2
40

Berdasarkan pada tabel yang diatas dapat dilihat hasil dari tindakan

keperawatan yang dilakukan selama lima hari mulai tanggal 03 Juli 2018

sampai 07 Juli 2018 perubahan skala nyeri pada Ny. S sebelum dan sesudah

diterapkan teknik relaksasi progresif. Dari tabel diatas dapat dilihat skala

nyeri yang dirasakan oleh Ny. S sebelum diterapkan teknik relaksasi progresif

yaitu skala 5 dan skala nyeri sesudah diterapkan teknik relaksasi progresif

mengalami penurunan yaitu menjadi skala 2.

Teknik Latihan Relaksasi Progresif sebagai salah satu teknik relaksasi otot

yang terbukti atau terdapat hasil memuaskan dalam program terapi terhadap

ketegangan otot yang mampu mengatasi keluhan anxietas, insomnia,

kelelahan, kram otot, nyeri leher dan pinggang, tekanan darah tinggi, phobia

ringan dan gagap (Asmadi, 2012).

Sesuai dengan teori kushariyadi 2010 mengatakan Salah satu upaya yang

dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri arthritis reumatoid pada lanjut usia

adalah dengan menggunakan teknik relaksasi progresif mempunyai rasional

yaitu untuk meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol, dan

meningkatkan kemampuan koping .

Penerapan tindakan keperawatan teknik relaksasi progresif dalam mengurangi

nyeri yang penulis lakukan dari tanggal 03 – 07 Juli tahun 2018 pada Ny. S,

menunjukan hasil yaitu nyeri yang pasien rasakan sudah berkurang dan

pasien sudah tidak meringis lagi akan tetapi pasien masih belum bisa

beraktifitas seperti biasa, dengan hal ini sesuai dengan teori Desy Pada
41

penderita Reumatoid Arthritis nyeri sangat mengganggu aktivitas sehari-hari

bahkan dalam pemulihan ADL sebagian besar mengalami ketergantungan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan teknik

perendaman kaki dengan air hangat mampu menurunkan intensitas nyeri yang

dirasaka oleh klien yang menderita arhtitis reumatoid.

B. Penerapan Teknik Relaksasi Progresif dalam Mengurangi Nyeri Pada

Klien Ny. A Dengan Arhtritis Reumatoid Di Wilayah Kerja Puskesmas

Siulak Mukai Tahun 2018

hasil penerapan teknik relaksasi progresif pada klien Ny. A yang telah

dilakukan pada tanggal 03 Juli 2018 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2
Hasil penerapan teknik relaksasi progresif pada Ny. A dengan arthritis
reumatoid diwilayah kerja puskesmas siulak mukai tahun 2018

No Hari/tanggal Teknik relaksasi progresif


Sebelum terapi Sesudah terapi
Selasa Nyeri Masih nyeri
1.
03 Juli 2018 Skala : 5 Skala : 4
Rabu Sedikit nyeri Nyeri berkurang
2.
04 Juli 2018 Skala : 4 Skala : 3
Kamis Nyeri berkurang Nyeri berkurang
3.
05 Juli 2018 Skala : 3 Skala : 2
Jumat Sedikit nyeri Nyeri berkurang
4.
06 Juli 2018 Skala : 2 Skala : 1

Berdasarkan pada tabel yang diatas dapat dilihat hasil dari tindakan

keperawatan yang dilakukan selama lima hari mulai tanggal 03 Juli 2018

sampai 07 Juli 2018 perubahan skala nyeri pada Ny. A sebelum dan sesudah
42

diterapkan teknik relaksasi progresif. Dari tabel diatas dapat dilihat skala

nyeri yang dirasakan oleh Ny. A sebelum diterapkan teknik relaksasi

progresif berbeda pada hari kedua yaitu skala 5 dan skala nyeri sesudah

diterapkan teknik relaksasi progresif mengalami penurunan yaitu menjadi

skala 1.

Hal ini didukung oleh teori (Nurarif, 2013) salah satu intervensi keperawatan

yang dilaksanakan pada pasien arthritis reumatoid adalah yaitu menurunkan

intensitas nyeri pada klien, salah satu nya yaitu tindakan yang bisa

dilaksanakan klien untuk mengurangi nyeri yaitu teknik relaksasi progresif,

Relaksasi progrsif adalah suatu cara dari teknik relaksasi yang

mengkombinasi latihan nafas dalam dan serangkaian kontraksi dan relaksasi

otot (Smeltzer and Bare, 2002). Tujuan dari relaksasi progresif yaitu mampu

mengatasi keluhan anxietas, insomnia, kelelahan, kram otot, nyeri leher dan

pinggang, tekanan darah tinggi, phobia ringan dan gagap.

Penerapan tindakan keperawatan teknik relaksasi progresif dalam mengurangi

nyeri yang penulis lakukan dari tanggal 03 – 07 Juli tahun 2018 pada Ny. A,

menunjukan hasil yaitu pasien sudah tidak merasa nyeri dan sudah bisa

beraktifitas seperti biasa dan tidak tampak meringis lagi akan tetapi nyeri

pasien sering timbul tiba – tiba.

Dari uraian yang diatas dapat disimpulkan bahwa tindakan relaksasi progresif

yang dilakukan pada klien yang menderita arhtritis reumatoid mampu untuk

menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh klien arhtritis reumatoid.


43

C. Perbedaan Hasil Penerapan Teknik Relaksasi Progresif Dalam

Mengurangi Nyeri Pada Klien Ny. S Dan Klien Ny. A Dengan Arhtritis

Reumatoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Siulak Mukai Tahun 2018

hasil penerapan teknik teknik relaksasi progresif pada klien Ny. S yang telah

dilakukan pada tanggal 03 Juli 2018 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2
Hasil penerapan teknik relaksasi progresif pada Ny. S dan Ny. A dengan
arthritis reumatoid diwilayah kerja puskesmas siulak mukai tahun 2018

Ny. S Ny.A 
NO Post
HARI  Post
Penerapan teknik relaksasi
Penerapan teknik relaksasi progresif  
progresif   
Skala Nyeri Skala Nyeri
 1
5 4
Skala Nyeri Skala Nyeri
 2
4  3
Skala Nyeri Skala Nyeri
 3
3 2

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat hasil dari penerapan teknik relaksasi

progresif pada kedua klien yaitu Ny. S dan Ny. A dimana setelah dilakukan

tindakan teknik relaksasi progresif pada kedua klien penulis dapat

menemukan perbedaan respon antara kedua pasien tersebut, yaitu pada Ny. S

penulis dapat menyimpulkan bahwa nyeri yang dirasakan oleh Ny. S telah

berkurang akan tetapi Ny.S masih belum beraktifitas seperti biasanya

dikarenakan kaki sebelah kanan pasien masih belum bisa digerakan yang

disebabkan oleh kecelakaan yang dialami pasien tiga minggu yang lalu

sehingga pasien harus dibantu keluarga untuk beraktivitas. Nyeri pasien

berkurang setelah penulis memberikan tindakan keperawatan dan anjuran –


44

anjuran selama 2x24 jam, sedangkan Ny. A, penulis menyimpulkan bahwa

nyeri yang dirasakan pasien telah berkurang dan pasien bisa beraktivitas

seperti biasa nya dan pasien sudah tidak tampak meringis lagi setelah pasien

mendapatkan perawatan tindakan keperawatan selama 2x24 jam dari penulis.

Penulis berasumsi bahwa dengan tindakan keperawatan yang sama tetapi

hasilnya berbeda, hal ini bisa dikarenakan oleh faktor fisik dan faktor sosial,

pada Ny.S pasien mengalami keterbatasan untuk bergerak dikarenakan kaki

sebelah kanan nya terluka karena kecelakaan sedangkan Ny. S tidak memiliki

masalah apapun di anggota tubuh nya sedangkan di faktor sosial Ny. S

tinggal seorang diri sehingga susah untuk melakukan tindakan yang diajarkan

oleh penulis berbeda dengan Ny. A pasien tinggal bersama keluarga nya

sehingga tindakan yang diajarkan penulis dapat dibantu oleh keluarga untuk

membantu pasien mempraktekan nya.

Dan hal ini sesuai dengan pendapat (Desi, 2016) yang menyatakan bahwa

Pada penderita Reumatoid Arthritis nyeri sangat mengganggu aktivitas sehari-

hari bahkan dalam pemulihan ADL sebagian besar mengalami

ketergantungan.

D. Implikasi Hasil Laporan Studi Kasus

Hasil temuan dalam studi kasus ini memiliki beberapa implikasi yang

menjadi dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan

keperawatan.
45

1. Bagi Tenaga Kesehatan

Data dari studi kasus ini dapat menjadi dasar bagi tenaga kesehatan

khusunya keperawatan untuk dapat meningkatkan pengetahuan dalam

penerapan proses asuhan keperawatan yang optimal dalam mengatasi

masalah nyeri pada pasien arhtritis reumatoid.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penulis berharap pendidikan keperawatan dapat meningkatkan motivasi

dan pengetahuan mahasiswa, perawat dalam memberikan tindakan

keperawatan pada pasien arhtritis reumatoid untuk meningkatkan aktivitas

sehari – hari secara mandiri.

3. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan kepada perawat khususnya di Puskesmas Siulak Mukai

Kabupaten Kerinci agar dalam membuat rencana keperawatan dan dalam

melakukan tindakan keperawatan secara optimal pada pasien dengan

arhtritis reumatoid agar masalah pasien dapat teratasi dengan baik.

E. Keterbatasan Studi Kasus

Penulis menyadari penuh bahwa studi kasus ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan, hal ini disebabkan

oleh karena adanya keterbatasan, terkadang didalam rumah pasien terdapat

banyak anggota keluarga, sehingga tidak terciptanya suasana yang kondusif

dalam menerapkan implementasi keperawatan secara optimal.


46

F. Rencana Tindak Lanjut

1. tetap mengajarkan pasien untuk melakukan tindakan teknik relaksasi

progresif sesuai dengan nyeri yang dirasakan pasien.

2. Memotivasikan pasien untuk melakukan tindakan yang telah diajarkan

3. Menganjurkan pasien untuk tetap menkonsumsi obat yang didapatkan dari

puskesmas secara teratur.


47

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Diketahui penerapan teknik relaksasi progresif dalam mengurangi nyeri

pada klien Ny. S dengan arthritis reumatoid diwilayah kerja Puskesmas

Siulak Mukai didapatkan hasil perbedaan intensitas nyeri sebelum dan

sesudah diterapkasn teknik relaksasi progresif yaitu dari skala nyeri

sedang menjadi nyeri ringan yaitu dari skala lima menjadi skala tiga.

2. Diketahui penerapan teknik relaksasi progresif untuk mengurangi nyeri

pada klien Ny. A dengan arthritis reumatoid diwilayah kerja Puskesmas

Siulak Mukai didapatkan hasil perbedaan intensitas nyeri sebelum dan

sesudah diterapkasn teknik relaksasi progresif yaitu dari skala nyeri

sedang menjadi nyeri ringan yaitu dari skala lima menjadi skala dua.

3. Diketahui hasil penerapan teknik relaksasi progresif untuk mengurangi

nyeri pada klien Ny. A dan Ny. S dengan arhritis reumatoid diwilayah

kerja Puskesmas Siulak Mukai dimana pada Ny. S pada hari kedua sudah

terlihat perbedaan intensitas nyeri yang dirasakan sebelum dan sesudah

diterapkan teknik relaksasi progresif yaitu dari skala lima menjadi skala

empat, sedangkan pada Ny.A perbedaannya terlihat pada hari ketiga yaitu

dari skala lima menjadi skala


48

B. Saran

1. Bagi institusi pendidikan

Disarankan kepada institusi pendidikan agar penelitian ini dapat

dijadikan sebagai bahan bacaan untuk perpustakaan di AKPER Bina

Insani Sakti Kota Sungai Penuh terkait dengan penerapan teknik

relaksasi progresif untuk mengurangi nyeri pada klien Ny. A dan Ny. S

dengan arhritis reumatoid diwilayah kerja Puskesmas Siulak Mukai

tahun 2018.

2. Bagi Puskesmas

Disarankan kepada pihak Puskesmas Siulak Mukai Kabupaten Kerinci

untuk terus menerapkan teknik relaksasi progresif untuk mengurangi

nyeri pada klien dengan arhtritis reumatoid diwilayah kerja Puskesmas

Siulak Mukai.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian

lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi upaya

mengurangi nyeri arhtritis reumatoid dengan variable yang lain.

Anda mungkin juga menyukai