Anda di halaman 1dari 65

ASUHAN KEPERAWATAN ANAJEMEN NYERI PADA Ny.

R DENGAN
GANGGUAN SISTEM IMUNOLOGI AKIBAT ARTHRITIS RHEUMATOID

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah


Keperawatan Medikal Bedah 2
Dosen Pengampu: Ns. Kiki Rizki Amelia, M.Kep

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

Dena Hardianti C.0105.20.162


Enaf Fantiah Nurwanti C.0105.20.168
Iis Surdyani C.0105.20.173

PROGRAM TRANSFER UMUM S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Sistem Muskuloskeletal. Kami berterima kasih kepada Ibu Ns.
Kiki Rizki Amelia, M.Kep selaku koordinator mata kuliah KMB Sistem Sistem
Muskuloskeletal.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Cimahi, 23 Maret 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................3
C. Tujuan....................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................23
A. Konsep Dasar Arthritis Rheumatoid.................................................23
B. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan.......................................33
C. Konsep dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Arthritis
Rheumatoid (AR)...........................................................................................36
BAB III TINJAUAN KASUS...............................................................................29
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................29
A. Pengkajian...............................................................................................29
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................31
C. Perencanaan Tindakan Keperawatan (Nursing Care Planning)............32
BAB V PENUTUP..............................................................................................36
A. Kesimpulan..............................................................................................36
B. Saran.......................................................................................................37

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah kesehatan di Indonesia yang kita hadapi saat ini diantaranya


yaitu masih adanya penyakit menular, dan semakin meningkatnya penyakit
tidak menular. Dari data kesehatan yang dimiliki Indonesia, beberapa
penyakit tidak menular nyatanya menduduki tataran atas penyakit yang
banyak di derita oleh masyarakat. Salah satu penyakit tidak menular yang
sekarang ini banyak di derita oleh masyarakat adalah penyakit sendi
(Riskesdes, 2013). Angka kejadian rematik pada tahun 2016 yang dilaporkan
oleh organisasi kesehatan dunia WHO adalah mencapai 20% dari penduduk
dunia yang telah terserang rematik, dimana 5-10% adalah mereka yang 5-20
tahun dan 20% adalah mereka yang berusia 55 tahun (Wiyono, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian terakhir dari Zeng QY et al 2014, prevalensi
nyeri rematik di Indonesia mencapai 25.6-35.8%. Dari data yang didapati ini,
bisa dikatakan bahwa, negara Indonesia mempunyai prevalensi nyeri
rematik yang cukup tinggi dimana keadaan seperti ini dapat menurunkan
produktivitas negara akibat keterbasan fungsi fisik penderita yang mengefek
pada kualitas hidupnya (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian RI, 2013).

Arthritis Rheumatoid merupakan penyakit inflamasi non-bakterial yang


bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta
jaringan ikat sendi secara simetris (Chairuddin, 2003) Masalah yang
disebabkan oleh penyakit Arthritis Rheumatoid tidak hanya berupa
keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan aktivitas hidup sehari-
hari tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas yang dapat menimbulkan
kegagalan organ. Arthritis Rheumatoid dapat mengakibatkan masalah
seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan citra diri serta gangguan
tidur. Dengan demikian hal yang paling buruk pada penderita Arthritis
Rheumatoid adalah pengaruh negatifnya terhadap kualitas hidup (Gordon et
al, 2002).

Dampak dari keadaan ini dapat mengancam jiwa penderitanya,


menimbulkan gangguan kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh
penyakit rematik tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada
mobilitas hingga terjadi hal yang paling ditakuti yaitu menimbulkan kecacatan
seperti kelumpuhan dan gangguan aktivitas hidup sehari-hari tetapi juga efek
sistemik yang tidak jelas dapat menimbulkan kegagalan organ dan kematian
atau mengakibatkan masalah seperti perubahan citra diri serta resiko tinggi
terjadi.

Nyeri lebih dari sekedar sebuah gejala; nyeri merupakan masalah yang
memiliki prioritas tinggi. Nyeri menandakan bahaya fisiologis dan psikologis
bagi kesehatan dan pemulihan. Nyeri berat dianggap sebagai situasi darurat
yang perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat.

Setiap individu membutuhkan rasa nyaman. Kebutuhan rasa nyaman


ini dipersepsikan berbeda pada setiap orang. Ada yang mempersepsikan
bahwa hidup rasa nyaman bila mempunya banyak uang, ada juga yang
indikatornya bila tidak ada gangguan dalam hidupnya. Rasa nyeri pada
penderita Arthritis Rheumatoid menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan
rasa nyaman penderita tersebut. Dalam konteks asuhan keperawatan ini,
maka perawat harus memperhatikan dan membantu memenuhi kebutuhan
rasa nyaman melalui intervensi keperawatan (Asmadi, 2008).

Hasil pengkajian yang dilakakukan pada NY R usia 54 tahun seorang


ibu rumah tangga datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada seluruh
persendian yang sudah dirasakan lebih dari 4 bulan dan semakin memberat.
Keluhan disertai adanya panas badan yang tidak terlalu tinggi, berkurangnya
nafsu makan dan badan terasa lemah. Sejak 2 minggu yang lalu klien
merasakan cepat merasa cape bila berjalan. Keluhan awalnya hanya nyeri
dipergelangan tangan lama kelamaan hampir seluruh persendian terasa
sakit. lebih dari 1 bulan sering terjadi kekakuan dipagi hari selama lebih dari
1 jam pada lutut atau pada persendian lain yang biasa digerakkan. BB turun
> 10 kg dalam 2 bulan terakhir. Klien sudah berobat ke beberapa klinik dan
dokter umum tetapi nyeri berkurang selama minum obat, setelah itu nyeri
lagi. Obat yang pernah diminum adalah parasetamol. Peroksikam,
deksametason, prednisone

Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk memberikan


asuhan keperawatan. cedera, keadaan mudah lelah, dan rasa nyeri
(Kisworo, 2012).

B. Rumusan Masalah

Dilihat dari latar belakang, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:


Bagaimana melakukan asuhan keperawatan dengan gangguan system
musculoskeletal (Arthritis Rheumatoid).

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran dan pengalaman nyata dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Arthritis Rheumatoid
dengan menggunakan metode proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan
Arthritis Rheumatoid.
b. Mampu membuat diagnosa keperawatan berdasarkan kasus
tersebut.
c. Mampu membuat rencana keperawatan berdasarkan teori
keperawatan.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien
dengan Arthritis Rheumatoid.
e. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien
dengan Arthritis Rheumatoid.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien
Arthritis Rheumatoid.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Arthritis Rheumatoid

1. Definisi

Arthritis Rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang


etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang
simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan
ekstraartikular. Perjalanan penyakit AR ada 3 macam yaitu monosiklik,
polisklil, dan progresif. sebagian besar kasus perjalanannya kronik
kematian dini ( Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia,
2014).

Artritis Rheumatoid adalah gangguan berupa kekakuan,


pembengkakan, nyeri, dan kemerahan pada daerah persendian dan
jaringan sekitarnya (Adellia, 2011).

Artritis Rheumatoid (RA) adalah suatu penyakit sistematik yang


bersifat progresif, yang cenderung menjadi kronik dan menyerang
sendi serta jaringan lunak. Artritis Rheumatoid adalah suatu penyakit
autoimun dimana secara simetris persendian (biasa affnya sendi
tangan dan kaki) mengalami peradangan sehingga menyebabkan
terjadinya pembengkakan, nyeri, dan sering kali menyebabkan
kerusakan pada bagian dalam sendi . Karakteristik artritis rheumatoid
adalah cairan sendi (sinovitis inflamatior) yang persisten, biasanya
menyerang sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang sistematis
(Junaidi, 2013).
2. Anatomi Fisiologi

Gambar 1.1

Sendi merupakan pertemuan dua tulang, tetapi tidak semua


pertemuan tersebut memungkinkan terjadinya pergerakan (Roger,
2002). Ada tiga jenis sendi pada manusia dan gerakan yang
dimungkinkannyayaitu : sendi fibrosa, kartilaginosa dan sinovial
(Roger, 2002).

Gambar 1.2

a. Sendi fibrosa atau sendi mati terjadi bila batas dua buah tulang
bertemu membentuk cekungan yang akurat dan hanya
dipusahkan oleh lapisan tipis jaringan fibrosa. Sendi seperti ini
terdapat di antara tulang-tulang kranium.

b. Sendi kartilaginosa atau sendi yang bergerak sedikit (sendi


tulang rawan). Sendi tulang rawan terjadi bila dua permukaan
tulang dilapisis tulang rawan hialin dan dan dihubungkan oleh
sebuah bantalan fibrokartilago dan igamen yang tidak
membentuk sebuah kapsul sempurna disekeliling sendi
tersebut. Sendi tersebut terletak diantara badan-badan vertebra
dan diantara manubrium dan badan sternum.

c. Sendi sinovial atau sendi yang bergerak bebas terdiri dari dua
atau lebih tulang yang ujung-ujungnya dilapisi tulang rawan
hialin sendi. Terdapat rogga sendi yang mengandung cairan
sinovial, yang memberi nutrisi pada tulang rawan sendi yang
tidak mengandung pembuluh darah keseluruhan sendi tersebut
dikelilingi kapsul fibrosa yang dilapisi membran sinovial.
Membran sinovial ini melapisi seluruh interior sendi, kecuali
ujung-ujung tulang, meniskus, dan diskus. Tulang-tulang sendi
sinovial juga dihubungkan oleh sejumlah ligamen dan sejumlah
gerakan selalu bisa dihasilkan pada sendi sinovial meskipun
terbatas, misalnya gerak luncur (gliding) antara sendi-sendi
metakarpal.

Adapun jenis-jenis sendi Sinovial :

1) Sendi pelana (hinge) memungkinkan gerakan hanya pada


satu arah, misalnya sendi siku.

2) Sendi pivot memungkinkan putaran (rotasi), misalnya


antara radius dan ulna pada daerah siku dan antara
vertebrata servikal I dan II yang memungkinkan gerakan
memutar pada pergelakan tangan dan kepala.

3) Sendi kondilar merupakan dua pasangan permukaan sendi


yang memungkinkan gerakan hanya pada satu arah, tetapi
permukaan sendi bisa berada dalam satu kapsul atau
dalam kapsul yang berbeda, misalnya sendi lutut.

4) Sendi bola dan mangkuk (ball and socket) sendi ini


dibentuk oleh sebuah kepala hemisfer yang masuk ke
dalam cekungan berbentuk mangkuk misalnya sendi
pinggul dan bahu.

d. Pergerakan sendi dibagi menjadi tiga macam yaitu :

1) Gerakan meluncur, seperti yang diimplikasikan namanya,


tanpa gerakan menyudut atau ,memutar.

2) Gerakan menyudut memnyebabkan peningkatan atau


penurunan sudut diantara tulang. Gerakan ini mencangkup
fleksi ( membengkok), ekstensi ( lurus), abduksi ( menjauhi
garis tengah) dan aduksi ( mendekati garis tengah).

3) Gerakan memutar memungkinkan rotasi internal ( memutar


suatu bagian pada porosnya mendekati garis tengah) dan
rotasi eksterna ( menjauhi garis tengah). Sirkumduksi
adalah gerakan ekstremitas yang membentuk suatu
lingkaran. Istilah supinasi dan pronasi merujuk pada
gerakan memutar telapak tangan keatas dan kebawah

3. Etiologi

Penyebab Artritis Rheumatoid belum diketahui dengan pasti. Namun


kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan (Suarjana, 2009).

a. Genetik, berupa hubungan dengan HLH-DRBI dan faktor ini


memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%
( Suarjana, 2009).

b. Hormon sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari


Plasental kortikotraonim Releasing Hormone yang mensekresi
dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat penting
dalam sintesis esterogen plasenta. Dan stimulasi esterogen dan
proggesteron pada respon imun humoral ( TH2) dan menghambat
respon imun selular ( TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan
sehingga estrogen dan progresteron mempunyai efek yang
berlawanan terhadap perkembangan penyakit ini ( Suarjana,
2009).

c. Faktor infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa seinduk semang


(host) dan merubah reakrifitas atau respon sel T sehingga muncul
timbulnya penyakit RA (Suarjana, 2009).

d. Heat Shock Protein (HSP) Merupakan protein yang diproduksi


sebagai respon terhadap stress. Protein ini mengandung untaian
( sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi fenomena
kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali epitok
HSP Pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa mencetuskan
terjadinya reaksi silang Limposit dengan sel Host sehingga
mencetuskan reaksi imunologis ( Suarjana,2009).

4. Patofisiologis

Pemahaman mengenai anatomi normal danfisiologi persendian


diartrodial atau sivovyal merupakan kunci untuk memahami
patofisiologi penyakit reumatik fungsi persendian sinovial memiliki
kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orangtidak mempunyai
kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan
pada sendi sinovial yang normal kartilago artikular membungkus ujung
tulang pada sendi dan menghasilkan perkumaan yang licin serta ulet
untuk digerakkan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula
fibrosa dan mengsecresi cairan kedalam ruang antar tulang. Fungsi
dari cairan sinovial ini yaitu peredam kejut (syok absorber) dan
pelumas yang memungkinkan sendi untuk beregrak secara bebas
dalam arah yang tepat sebaliknya, pada penyakit rematik degeneratif
dapat terjadi proses inflamasi yang sekunder sinovitis ini biasanya
lebih ringan serta menggambarkan suatu prose reaktif, dan lebih besar
kemungkinannya untuk terlihat penyakit lanjut, pelepasan ptoteoglikan
tulang rawan yang bebas dari kartilago artikuler yang mengalami
degenerasi dapat berhubungan dengan sinovitis kendati faktor-faktor
imunologi dapat pula terlibat (Smelzer dan Bare, 2002).

Pathway Reheumatoid Arthritis

Reaksi faktor R dengan


antibody, faktor metabolik, Reaksi peradangan Nyeri
infeksi dengan kecenderungan
virus

Kekakuan sendi synovial menebal Kurangnya informasi

Panus
Defisit Pengetahuan

Nodul Infiltrasi Dalam OS Subcondria

Deformitas sendi
Hambatan nutrisi pada Kartilago
Artikularis
Gangguan Citra Tubuh

Kartilago Nekrosis Kerusakan Kartilago dan tulang

Adhesi pada Permukaan sendi Tendon dan ligament melemah


Gangguan
mobilitas fisik
Akilosis fibrosa
Mudah Luksasi
Hilangya kekuatan
dan Sublukasi

Kekuatan sendi Ankilosis tulang

Resiko Cidera
Keterbatasan Gerak sendi

Sumber : ( Nurarif dan Kusuma, 2013)


Defisit Perawatan Diri
5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis AR dibagi menjadi 2 kategori yaitu


manifestasi artikular dan manifestasi ekstraartikular . Manifestasi
artikular dibagi menjasi 2 kategori ,yaitu gejala inflamasi akibat
aktivitas sinovitis yang bersifat reversibel dan gejala akibat
kerusakan struktur persendian yang bersifat ireversibel. Sinovitis
merupakan kelainan yan umumnya bersifat reversibel dan
dapat diatasi dengan pengobatan medika mentosa atau
pengobatan non surgica llainnya (Shah and Clair, 2012). Gejala klinis
yang berhubungan dengan aktivitas sinovitis adalah kaku pagi hari .

Beberapa aspek lain yang berhubungan dengan sendi yaitu


(Suarjana, 2009) :

Manifestasi ektra artikular pada AR meliputi (Shah AND Clair,


2012):

a. Vertebrata Servikalis , merupakan segmen yang sering terlibat


pada AR. Proses imflamasi ini melibatkan persendian
diatrodial yang tidak tampak oleh pemeriksaan . Gejala ini
umunya bermanifestasi sebagai kekakuan pada selutuh segmen
leher disertai dengan berkurangnya lingkup gerak sendi secara
menyeluruh .

b. Gelang bahu , pergelangan gelang bahu akan mengurangi


lingkup gerak sendi gelang bahu .

c. Kak idan pergelangan kaki,keterlibatan persendian metatarso


phalangeal (MTP) , telona vikularis dan pergelangan kaki
merupakan gambaran yang khas pada AR.

d. Tangan keterlibat persendian pergelangan tangan metacarpho


phalangeal (MCP) , dan proximal iner phalangeal (PIP) hampir
seluruh dijumpai pada AR.

Konstitusional , 100% terjadi pada pasien RA engan ditandai adanya


penururnan berat badan , demam >38,30C , kelelahan dan pada
banyak kasus sering terjadi kaheksia (malnutrisi) yang secara umum
merefleksi derajat imflamasi dan biasanya mendahului terjadinya
gejala awal kerusakan sendi .

1) Nodul , merupakan level tertinggi pada penyakit ini dan terjadi 30-
40% pada penderita .
2) Sjogren’ssyndrome, terjadi hanya 10% pasien dengan ditandai
dengan adanya keratoconjutivitas sicca (dry eyes)
3) Vaskulitis , hanya terjadi <1% pada penderita dengan penyakit RA
yang sudah kronis .
4) Limfoma , resikonya pada pasien RA mencapai 2-4 kali lebih
besar dibandingkan populasi umum . Hal ini disebabkan
penyebaran B-cell lymphoma secara luas.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penjungan ini tidak banyak berperan dalam


diagnosis rheumatoid Arthritis , pemeriksaan laboratorium
mungkin dapat sedikit membantu untuk melihat prognosis pasien ,
seperti :

a. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) akan meningkat

b. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien
reumatoid arthritis terutama bila masih aktif . Sisanya dapat
dijumpai pada pasien lepra , TB paru , sirosis hepatis , penyakit
kolagen dan sarkoidosis .

c. Leukosit normal atau meningkat sedikit

d. Trombosit meningat

e. Kadar albumin serum trurun dan globulin

f. Jumlah sel darah merah dsn komplremen C4 menurun

g. Protein C-reaktif dan antibodi antiukleus (ANA) biasanya


positif

h. Laju sedimentasi eritrosit meningkat menunjukan inflamasi


i. Tes aglutinasi lateks menunjukan kadar igC atau igM (faktor
mayor dari rheumatoid ) tinggi .Makin tinggi iter , maka makin
berat penyakitnya

j. Pemerikasaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakkan


diganosa dan memantau perjalanan penyakit. Foto rontgen
menunjukan erosit ulang yang khas terjadi kemudian dalam
perjalanan penyakit tersebut (Rosyidi, 2013).

7. Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang seringdijumpai adalah


gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama
penggunaan obat anti imflamasi non steroid (OAINS) atau obat
pengubah jalan penyakit DMARD (disease modifying antirheumatoid
drugs) yang menjadi faktor penyebab mortalitas utama pada artritis
rheumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran
yang jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan
lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
ketidakstabilan vertebrata servikal dan neuropati siskemik vaskulitis
(Mansjoer, 1999).

8. Pemeriksaan Penunjang

1) Tes seroligi 1BSE positif

a. Darah, bisa terjadi anemia dan leukositis

b. Rheumatoid faktor terjadi 50-90% penderita

2) Pemeriksaan radiologi

a. Periarticular osteoporosis, permulaan sendi-sendi erosis

b. Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, subluksasi dan


ankilosis
B. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Tujuan utama dari program penatalaksanaan adalah perawatan sebagai


berikut :

1) Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.

2) Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari


penderita.

3) Untuk mencegah dan atau memperbaiki defporitas yang terjadi pada


sendi.

4) Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang


lain.

a. Medikamentosa

1) Penggunaan OAINS Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)


umunya diberikan pada penderita AR sejak dini penyakit yang
dimaksudkan untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang
sering kali dijumpai, walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang
bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga
memberikan efek analgetik yang sangat baik . OAINS terutama
bekerja menghambat enzim siklo oxygenase sehingga menekan
sintesi progtaglandin masih belum jelas apakah hambatan enzim
siklo oxygenase juga berperan dalam hal ini , akan tetapi jelas bahwa
OAINS bekerja dengan cara:

a. Memungkinkan stabilitas membran lisosomal.

b. Menghambat pembesaran dan aktivitas mediator imflamasi


(histamin, serotoin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).

c. Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan

d. Menghambat proliferasi seluler

e. Menetralisirkan radikal oksigen

f. Menekan rasa nyeri


2) Pengunaan DMARD

Terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada


pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian DMARD
tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini, pendekatan ini
didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi
pada masa dini penyakit. Cara pendekatan lain adalah dengan
menggunakan dua atau lebih DMARD secara stimultan atau secara
siklik seperti penggunaan obat-obatan imunosuprensif pada
pengobatan penyakit keganasan, digunakan untuk melindungi rawan
sendi dan tulang dari proses estruksi akibat artiris rheumatoid.
Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk pengobatan AR
adalah :

a. Klorokuin Dosis anjurkan klorokuin fosfat 250mg/hari


hidrosiklorokuin 400mg/hari. Efek samping bergantung pada
dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis, makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.

b. Sulfazalazine: Untuk pengobatan AR sulfazalazine dalam bentuk


euteric coated tabelet digunakan mulai dari dosis 1x500 mg/hari,
untuk kemudian ditingkatkan 500mg setiap minggu sampai
mencapai dosis 4x500mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis
2g/hari, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1g/hari
untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisi sempurna
terjadi.

c. Dpeicillamine : Dalam pengobatan AR. DP (Cuprimin 250mg


Trolovol 300mg) digunakan dalam dosis 1x250mg sampai
300mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4
minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis
total 4x250 sampai 300mg/hari.

3) Operasi Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak


berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan
pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR
umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total
hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.

b. Keperawatan

a. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi,


(perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan
(prognosis) penyakitini, semua komponen program
penatalkansanaan termasuk regimen obat yang kompleks,
sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif
tentang penatalksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.
Proses pendidikan ini harus di lakukan secara terus-menerus.

b. Istirahat , Merupakan hal penting karena rematik biasanya disertai


rasa lelah yang hebat . Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja
timbul setiap hari , tetapi ada masa dimana penderita merasa
lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya
menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa
istirahat .

c. Latihan Fisik dan Fisioterapi, Latihan spesifik dapat bermanfaat


dalam memperthankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan
aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali
sehat. Obat untuk menghilangkan nyeri diperlukan sebelum memulai
latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin
dapat mengurangi nyeri. Latihan yang berlebihan dapat merusak
struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya
penyakit.

C. Konsep Dasar Kebutuhan Nyaman Nyeri

1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah
yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri.
a. Mc. Coffery mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
memengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika
orang tersebut pernah mengalaminya.
b. Arthtur
c. curton mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme
produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan
menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan
rangsangan nyeri.
2. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor,
merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau
bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa,
khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung
empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya
stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi
seperti histamine, bradikinim, prostaglandin,dan macam-macam asam
yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat
kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik,
atau mekanis. Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor
tersebut ditranmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang
belakang oleh dua jenis serabut yang bermielin rapat atau serabut A
(delta) dan serabut lamban (serabut C. Impuls-impuls yang
ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang
ditransmisikan ke serabut C, serabutserabut aferen masuk ke spinal
melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn.
Dorsal horn terdiri atas beberapa lapisan atau lamina yang saling
bertautan. Di antara lapisan dua dan tiga terbentuk substantia gelatinosa
yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri
menyebrangi sumsum tulang belakang pada interneuron atau
bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur
spinothalamic tract (STT) atau jalur spinotalamus dans pinoreticular tract
(SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari
proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu
jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan
reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari
thalamus yang melalui otak tengah dan medulla ketanduk dorsal dari
sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls
supresif. Serotonin merupakan neuro transmitter dalam impuls supresif.
System supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang
ditransmisikan oleh serabut A, jalur nonopiate merupakan jalur
desendens yang tidak memberikan respons terhadap naloxone yang
kurang banyak diketahui mekanismenya (Long, 2009)
3. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut
dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak
dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya
peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul
secara perlahanlahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama,
yaitu lebih dari enam bulan. Hal ini termasuk dalam kategori nyeri kronis
adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.
Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori, di antaranya nyeri tertusuk dan nyeri terbakar.
Tabel kalsifikasi nyeri
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Pengalaman Sumber Satu kejadian, sebab Satu situasi., tidak
eksternal atau dietahui atau
penyakit dari dalam pengobatan yang
terlalu lama
serangan mendadak Bisa mendadak,
berkembang, dan
terselubung
waktu Sampai enam bulan Lebih dari enam bulan
sampai bertahun-
tahun
Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak Daerah yeri sulit
diketahui dengan dibedakan
pasti intensitasnya,
sehingga kuli di
evaluasi 9perubahan
perasaan)
Gejal-gejala klinis Pola respon yang [ola respon bervarias
khas dengan gejala dengan sedikit gejala
yang lebih jelas (adaptasi)
Pola perjalanan Terbatas, biasanya Berlangsung terus,
berkurang setelah dapat bervariasi.
beberapa saat penderita meningkat
setelah beberapa saat

Selain klasifikasi nyeri diatas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, di


antaranya nyeri somatic, nyeri visceral, nyeri menjalar (referent pain),
nyeri psikogenik, nyeri fantom dari ekstermitas, nyeri neurologis, dan
lain-lain.Nyeri somatic dan nyeri visceral ini umumnya bersumber dari
kulit dan jaringan dibawah kulit (superficial) pada otot dan tulang. Nyeri
menjalar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain,
umumnya terjadi akibat kerusakan pada cedera organ visceral. Nyeri
psikogenik adalah nyeri yang tidak diketahui secara fisik yang timbul
akibat psikologis. Nyeri phantom adalah nyeri yang disebabkan karena
salah satu ekstermitas diamputasi. Nyeri neurologis adalah bentuk nyeri
yang tajam karena adanya spasme di sepanjang atau dibeberapa jalur
syaraf.
4. Stimulasi Nyeri
Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri (pain tolerance),
atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri
(pain threshold).
Terdapat beberapa jenis stimulasi nyeri, diantaranya :
a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat
terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada
reseptor.
b. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat
terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
c. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri
d. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada atreria
koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya
asam laktat
e. spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
5. Teori Nyeri
Menurut Barbara C. Long tahun 1989 terdapat beberapa teori
tentang terjadinya rangsangan nyeri diantaranya:
a. Teori Pemisahan (Specificity Theory)
Menurut teori ini rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (spinal
cord) melalui kornudorsalis yang bersinaps di daerah posterior,
kemudian naik ke tractuslissur dan menyilang di garis median
kesisilainnya, dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan
nyeri tersebut diteruskan.
b. Teori Pola (Pattern Theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla
spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan
suatu respons yang merangsang kebagian yang lebih tinggi, yaitu
korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot
berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi
olehm modalitas respon dari reaksisel T'
c. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja serat syaraf besar dan
kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis.
Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas
substansi agelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu
mekanisme sehingga aktifitas sel T terhambat dan menyebabkan
hantaran rangsangan ikut terhambat. Rangsangan serat besar
dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil presepsi ini akan
dikembalikan kedalam medulla spinalis melalui serat eferen dan
reaksinya memengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat
kecil akan menghambat aktivitas substansi agelatinosa dan
membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T
yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.
d. Teori Transmisi dan Inhibisi.
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi implus-implus
saraf,sehingga transmisi implus menjadi efektif oleh
neurotransmitter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri
menjadi efektif oleh implusimpuls pada serabut-serabut besar yang
memblok impuls-impuls pada serabut-serabut lamban dan endogen
opiate system supresif.
6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya adalah :
a. Arti nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir
sebagian arti nyeri merupakan arti yang negative, seperti
membahayakan merusak, dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi
oleh beberapa factor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang
social budaya, lingkungan dan pengalaman.
b. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif
tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluative kognitif). Persepsi
ini dipengaruhi oleh factor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
c. Toleransi nyeri
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
memengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Factor yang
dapat memengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alcohol,
obat-obatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian,
kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan factor yang
menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan,
cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit dan lain-lain.
d. Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang
terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah,cemas, menangis, dan
menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat
dipengaruhi oleh eberapa factor, arti nyeri, tingkat persepsi nyeri,
pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan social, kesehatan fisik
dan mental, rasa takut, cemas, usia dan lain-lain.
D. Konsep dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Arthritis Rheumatoid
(AR)

1. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung
jawab.Data dasar pengkajian penerima manfaattergantung pada
keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata,
jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau
remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit
Rematik adalah klien mengeluh nyeri
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Berupa uraian pada mengenal penyakit yang diderita oleh klien
dadri mulai timbulnya keluhan yang dirasakan.
4) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit kesehatan yang dulu sperti riwayat penyakit
musculoskeletal sebelumnya.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit yang sama.
6) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan
musculoskeletal biasanya lemah
b. Kesadaran
Kesadaran klien biasanya composmentis dan apatis
c. Tanda-tanda Vital
a) Suhu
b) Nadi
c) Pernafasan
d) Tekanan darah
d. Pemeriksaan Review Of System
a) System pernafasan (B1 : Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih
dalam batas normal
b) System sirkulasi (B2 : Bleeding)
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apika;, sirkulasi
perifer, warna dan kehangatan.
c) System persarafan (B3 : Brain)
Kaji adanya hilangnya gerakan/ sensai, spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan mata/kejelasan
melihat, dilatasi pupil.
d) System perkemihan (B4 : Bleder)
Perubahan pola perkemihan, seperti disuria, distensi
kandung kemih,warna dan bau urin.
e) Sitem pencernaan (B5 : Bowel)
Konstipasi, konsistensi feses, frekuensi eliminasi, auskultasi
bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri
tekan abdomen.
f) System musculoskeletal (B6 : Bone)
kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin, terlokasi pada area
jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan, otot,
kontraktur, atrofi oto, laserasi kulit dan perubahan warna.
e. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana pola hidup sehat
b) Pola nutrisi
Mengambarkan masukan nutrisi, balance cairan, nafsu
makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah
dan makanan kesukaan.
c) Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi, kandung kemih,
defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi.
d) Pola istirahat tidurmenggambarkan pola tidur, istirahat dan
persepsi terhadap energy, jumlah tidur malam dan siang,
masalah tidur.
e) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungfan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,
pekerjaan, tidak punya rumah, masalah keuangan.
Pengkajian APGAR keluarga.
f) Pola sensori kognitif Menjelaskan persepsi sensori dan
kognitif. Pola sensori meliputi pengkajian pengelihatan,
pendengaran, perasaan, pembau. Pengkajian ststus mental
menggunakan Tabel Short Portable Mental Status
Quesionare (SPMSQ).
g) Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri
menggambarkan gambaran diri, harga diri, peran, identitas
diri. Manusia sebagai system terbuka dan mahkluk bio-psiko
—sosio-kultural-spiritual, kecemasan, ketakutan, dan
dampak terhadap sakit. Pengkajian tingkat Depresi
menggunakan Tabel Inventaris Depresi Back
h) Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kepuasan masalah terhadap seksualitasi
i) Pola mekanisme koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani strees
j) Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai keyakinan
termasuk spiritual (Aspiani, 2014, h. 261-264).

2. Analisa Data

N Data Etiologi Diagnosa


o Keperawatan
1. Gejala dan tanda mayor Reaksi faktor R Nyeri akut
DS: dg antibodi, faktor (D.0077)
1. Mengeluh nyeri metabolik, infeksi
DO: dg
1. Tampak meringis kecenderungan
2. Bersikap protektif (mis.
virus
waspada, posisi
menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur reaksi
peradangan
Gejala dan tanda minor
DS: -
DO:
nyeri akut
1. Tekanan darah meningkat
2. pola napas berubah
3. nafsu makan berubah
4. proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

2. Gejala dan tanda mayor Reaksi Gangguan Citra


DS: peradangan Tubuh (D.0080)

1. Mengungkapkan
kecacatan/kehilangan Synovial menebal
bagian tubuh
DO: Panus
1. Kehilangan bagian tubuh
2. Fungsi/struktur tubuh Nodul
berubah/hilang
Gejala dan tanda minor Deformitas sendi
DS:
1. Tidak mau Gangguan citra
mnegungkapkan tubuh
kecacatan/kehilangan
bagian tubuh
2. Mengungkapkan
perasaan negative
tentang perubahan tubuh
3. Mengungkapkan
kekhawatiran pada
penolakan/reaksi orang
lain
4. Mengungkapkan
perubahan gaya hidup
DO:
1. Menyembunyikan/menunj
ukkan bagian tubuh
secara berlebihan
2. Menghindari melihat dan
atau menyentuh bagian
tubuh
3. Fokus berlebihan pada
perubahan tubuh
4. Respon non verbal pada
perubahan dan persepsi
tubuh
5. Focus pada penampilan
dan kekuatan masa lalu
6. Hubungan social berubah

3. Gejala dan tanda mayor Reaksi Defisit


DS: Peradangan Pengetahuan

1. Menanyakan masalah (D.0111)

yang dihadapi Kurangnya


DO: informasi
1. menunjukkan perilaku
tidak sesuai anjuran Defisit
2. menunjukkan persepsi
yang keliru terhadap Pengetahuan
masalah
Gejala dan tanda minor
DS: -
DO:
1. menjalanai pemeriksaan
yang tidak tepat
2. menunjukkan perilaku
berlebihan ( mis apatis,
bermusuhan, agitasi,
histeria)

4. Gejala Infiltrasi Dalam Gangguan


dan tanda mayor OS Subcondria mobilitas fisik
DS: (D.0054)
1. Mengeluh sulit
Hambatan nutrisi
menggerakkan pada Kartilago
ekstremitas Artikularis
DO:
1. Kekuatan otot menurun
Kartilago
2. Rentang gerak 9ROM) Nekrosis
menurun
Gejala dan tanda minor
DS: Adhesi pada
Permukaan sendi
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan
pergerakan Akilosis fibrosa
3. Merasa cemas saat
bergerak
DO: Kekuatan sendi

1. Sendi kaku
2. Gerakkan tdak
Gangguan
terkoordinais mobilitas fisik
3. Gerakkan terbatas
4. Fisik lemah

5. Gejala dan tanda mayor Akilosis fibrosa Defisit perawatan


DS: diri (D.0109)

1. Menolak melakukan
perawatan diri Kekuatan sendi

DO:
1. Tidak mampu
Keterbatasan
mandi/mengenakan
Gerak sendi
pakaian/makan ke
toilet/berhias secara
mandiri Defisit Perawatan
2. Minat melakukan Diri
perawatan diri kurang
Gejala dan tanda minor
DS:
DO:

6. Gejala dan tanda mayor Kerusakan Resiko cidera


DS: - Kartilago dan (D.0136)
tulang
DO:
Gejala dan tanda minor
DS:
Tendon dan
DO: ligament
melemah

Hilangya
kekuatan

Resiko Cidera

2. Diagnosa Keperawatan
Contoh diagnosa yang sering muncul pada penyakit rematik:
1) (D.0077) Nyeri Akut berhubungan dengan perubahan patologis oleh
arthritis rheumatoid
2) (D.0080) Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan
penampilan tubuh, deformitas sendi.
3) (D.0111) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang penyakit, penurunan produktifitas (status
kesehatan dan fungsi peran)
4) (D.0054) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan
sendi.
5) (D.0109) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal (penurunan kekuatan otot)
6) (D.0136) Resiko cidera berhubungan dengan mobilitas menurun,
hilangnya kekuatan otot.
3. Perencanaan Tindakan Keperawatan (Nursing Care Planning)
Salah satu tujuan keperawatan keluarga adalah membantu
keluarga dan anggota keluarga untuk memenuhi tugas perkembangan
keluarga dan individu. Menguasai suatu tugas perkembangan keluarga
memungkinkan keluarga untuk meningkatkan satu tugas
perkembangan keluarga ke tugas perkembangan keluarga berikutnya
Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


(SDKI)
1. (D.0077) Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan keperawatan tingkat nyeri menurun
Observasi
perubahan patologis (L.08066), dengan kriteria hasil :
oleh arthritis rheumatoid 1. Kemampuan menuntaskan 1. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
aktivitas meningkat (5) kualitas, intensitas nyeri
2. Keluhan nyeri menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri
3. Meringis menurun (5) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Sikap protektif menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat
5. Gelisah menurun (5) dan memperingan nyeri
6. Kesulitan tidur (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan
7. Mernarik diri menurun (5) keyakinan tentang nyeri
8. Mual menurun (5) 6. Identifikasi pengaruh budaya
9. Muntah menurun (5) terhadap respon nyeri
10. Frekuensi nadi membaik 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
11. Pola napas membaik (5) kualitas hidup
12. Tekanan darah membaik (5) 8. Monitor keberhasilan terapi
13. Nafsu makan membaik (5) komplementer yang sudah diberikan
14. Pola tidur membaik (5) 9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik

1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu

2. (D.0080) Gangguan Citra Tubuh (L.09067) Promosi citra tubuh (I.09035)


Citra Tubuh Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi
Citra Tubuh keperawatan diharapkan citra tubuh
berhubungan dengan meningkat dengan kriteria: 1. Identifikasi harapan citra tubuh

perubahan penampilan berdasarkan tahap perkembangan


tubuh, deformitas sendi. 1. Verbalisasi perasaan negatif 2. Identifikasi budaya, agama,jenis
tentang perubahan tubuh kelamin, dan umur terkait citra tubuh
menurun (5) 3. Identifikasi perubahan citra tubuh yang
2. Verbalisasi kekhawatiran pada mengakibatkan isolasi sosial
reaksi orang lain menurun (5) 4. Monitor frekuensi pernyataan kritik
3. Melihat bagian tubuh menurun terhadap diri sendiri
(5) 5. Monitor apakah pasien bisa melihat
4. Menyentuh bagian tubuh bagian tubuh yang berubah
menurun (5)
Terapeutik

1. Diskusikan perubahan tubuh dan


fungsinya
2. Diskusika perbedaan penampilan
fisik terhadap harga diri
3. Diskusikan perubahan akibat
pubertas, kehamilan dan penuaan
4. Diskusikan kondisi stres yang
mempengaruhi citra tubuh (mis. luka,
penyakit, pembedahan)
5. Diskusikan cara mengembangkan
harapan citra tubuh secara realistis
6. Diskusikan persepsi pasien dan
keluarga tentang perubahan citra
tubuh

Edukasi

1. Jelaskan kepada keluarga tentang


perawatan perubahan citra tubuh
2. Anjurkan mengungkan gambaran diri
terhadap citra tubuh
3. Anjurkan menggunakan alat bantu
(mis.pakaian , wig kosmetik)
4. Anjurkan mengikuti kelompok
pendukung (mis. kelompok sebaya)
5. Latih fungsi tubuh yang dimiliki
6. Latih peningkatan penampilan diri
(mis. berdandan)
7. Latih pengungkapan kemampuan diri
kepada orang lain maupun kelompok

3. (D.0111) Defisit Tingkat pengetahuan (L.12111) Edukasi Kesehatan(I.12383)


Pengetahuan Defisiensi Setelah dilakukan tindakan
pengetahuan keperawatan tingkat pengetahuan
berhubungan dengan meningkat dengan kriteria: Observasi

kurangnya informasi
1. Perilaku sesuai anjuran 1. Identifikasi kesiapan dan
tentang penyakit,
meningkat (5) kemampuan menerima informasi
penurunan produktifitas
2. Kemampuan menjelaskan 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
(status kesehatan dan
pengetahuan suatu topik meningkatkan dan menurunkan
fungsi peran)
meningkat (5) motivasi perilaku hidup bersih dan
3. Pertanyaan tentang masaah sehat
yang dihadapai menurun (5)
4. Persepsi yang keliru terhadap Terapeutik
masalah menurun (5)
1. Sediakan materi dan pendidika
5. Menjalani pemeriksaan yang
kesehatan
tidak tepat menurn (5)
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan
6. Perilaku membaik (5)
sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

1. Jelaskan faktor resiko yang dapat


mempengaruhi kesehatan
2. Anjurkan perilaku hidup bersih dan
sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

4. (D.0054) Gangguan Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan mobilisasi (I.05173)


mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan keperawatan Mobilitas fisik meningkat Observasi

kekakuan sendi. denga kriteria:


1. Identifikasi adanya nyeri atau
1. Pergerakan ekstremitas keluhan fisik lainnya
meningkat (5) 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
2. Kekuatan otot meningkat (5) pergerakan
Nyeri menurun (5) 3. Monitor frekuensi jantung dan
3. kecemasan menurun (5) tekanan darah sebelum memulai
4. Kaku sendi menurun (5) mobilisasi
5. Gerakkan tidak terkoordinasi 4. Monitor kondisi umum selama
menurun (5) melakukan mobilisasi
6. Gerakan terbatas menurun (5)
7. Kelemahan fisik menurun (5)
Terapeutik

1. Fasiliatasi aktivitas mobilisasi dengan


alat bantu (mis. pagar tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan pergerakkan,
jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakkan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Anjurkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis.duduk ditempat
tidur, duduk disisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur ke kursi)
5. (D.0109) Defisit Perawatan diri (L.11103) Dukungan perawatan diri (I.)
perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan keperawatan Perawatan diri meningkat
gangguan dengan kriteria: 1. Identifikasi keniasaan aktivitas

muskuloskeletal perawatan diri sesuai usia


1. Kemampuan mandi meningkat
(penurunan kekuatan 2. Monitor tingkat kemnadirian
(5)
otot). 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
2. Kemampuan mengenakan
kebersihan diri, berpakaian, berhias,
pakaian mneingkat (5)
dan makan
3. Kemampuan makan meningkat
(5) Terapeutik
4. Kemampuan ke toilet meningkat
(5) 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik

5. Verbalisasi keinginan (mis. suasana hangat, rileks, privasi

melakukan perawatan diri 2. Siapkan keperluan pribadi (mis.

meningkat (5) parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)

6. Minat melakukan perawatan diri 3. Dampingi dalam melakukan

meningkat (5) perawatan diri sampai mandiri

7. Mempertahankankebersihan diri 4. Fasilitasi untuk menerima keadaan

meningkat (5) ketergantungan

8. Mempertahankan kebersihan 5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika


tidak mampu melakukan perawatan
mulut meningkat (5) diri
6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri

Edukasi

1. Anjurkan melakukan perawatan diri


secara konsisten sesuai kemampuan

6. (D.0136) Resiko cidera Tingkat cidera (L.14136) Pencegahan cidera (I.14537)


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
mobilitas menurun, keperawatan tingkat cidera menurun
1. Identifikasi area lingkungan yang
hilangnya kekuatan otot. dengan kriteria:
berpotensi menyebabkan cedera
1. Toleransi aktivitas meningkat (5) 2. Identifikasi obat yang menyebabkan
2. Toleransi makan meningkat (5) cedera
3. Kejadian cidera menurun (5) 3. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau
4. Luka/lecet menurun (5) stoking elastis pada ekstremitas
5. Ketegangan otot menurun (5) bawah
6. Fraktur mneurun (5) Terapeutik
7. Perdarahan menurun (5)
1. Sediakan pencahayaan yang
8. Ekspresi wajah kesakitan
memadai
menurun (5)
2. Gunakan lampu tidur selama jam
9. Agitasi menurun (5) tidur
10. Iritabilitas menurun (5) 3. Sosialisaikan pasien dan keluarga
11. Gangguan mobilitas menurun dengan lingkungan ruang rawat
(5) (mis.penggunaan telepon, tempat
12. Gangguan kognitif menurun (5) tidur, penerangan ruangan, dan
13. Tekanan darah membaik (5) lokasi kamar mandi)
14. Frekuensi nadi membaik (5) 4. Gunakan alas lantai jika beresiko
15. Frekuensi nafas membaik (5) mengalami cedera serius
16. Pola istirahat/tidur membaik (5) 5. Sediakan alas kaki anti slip
17. Nafsu makan membaik (5) 6. Sediakan pispot atau urinal untuk
eliminasi di tempat tidur jika perlu
7. Pastikan bel panggilan atau telepon
mudah dijangkau
8. Pertahankan posisi tempat tidur di
posisi terendah saat digunakan
9. Pastikan roda tempat tidur atau kursi
roda dalam kondisi terkunci
10. Gunakan pengaman tempat tidur
sesuai dengan kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
11. Pertimbangkan penggunaan alarm
elektronik pribadi atau alarm sensor
pada tempat tidur atau kursi
12. Diskusikan mengenai latihan dan
terapi fisik yang diperlukan
13. Diskusikan mengenai alat bantu
mobilitas yang sesuai (mis. tongkat
atau alat bantu jalan )
14. Diskusikan bersama anggota
keluarga yang dapat mendampingi
pasien
15. Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi

1. Jelaskan alasan intervensi


pencegahn jatuh ke pasien dan
keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama beberap
menit sebelum berdiri
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan yang
dialami ke status yang lebih baik dengan hasil yang diharapkan.
Anggota keluarga yang mengalami penyakit rematik dapat dilakukan
penyuluhan agar keluarga memahami tentang perawatan kesehatan
untuk klien dan untuk menginformasikan klien tentang status
kesehatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan seberapa efektif intervensi yang dilakukan
keluarga, perawat, dan lainnya. Keberhasilan lebih ditentukan oleh
hasil pada sistem keluarga dan anggota keluarga dari intervensi yang
diimplementasikan. Keluarga dengan rematik sudah paham apa itu
rematik, faktor timbulnya rematik, tanda dan gejala, akibat lanjut, cara
pengangganan, yang tidak boleh dilakukan, cara mengatur lingkungan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

NY R usia 54 tahun seorang ibu rumah tangga datang ke poliklinik


dengan keluhan nyeri pada seluruh persendian yang sudah dirasakan lebih dari
4 bulan dan semakin memberat. Keluhan disertai adanya panas badan yang
tidak terlalu tinggi, berkurangnya nafsu makan dan badan terasa lemah. Sejak 2
minggu yang lalu klien merasakan cepat merasa cape bila berjalan. Keluhan
awalnya hanya nyeri dipergelangan tangan lama kelamaan hampir seluruh
persendian terasa sakit. Lebih dari 1 bulan sering terjadi kekakuan dipagi hari
selama lebih dari 1 jam pada lutut atau pada persendian lain yang biasa
digerakkan. BB turun > 10 kg dalam 2 bulan terakhir. Klien sudah berobat ke
beberapa klinik dan dokter umum tetapi nyeri berkurang selama minum obat,
setelah itu nyeri lagi. Obat yang pernah diminum adalah parasetamol.
Peroksikam, deksametason, prednisone

Tahap 1 Kata Kunci

1. Nyeri : Nyeri adalah pengalaman sensorik dan


emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun
potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut.
2. BB : BB klien turun > 10 kg dalam 2 bulan terakhir
3. Umur : Umur klien pada kasus diatas adalah 54 tahun.
Ini adalah faktor pendukung dari penyakit RA
Tahap 2 Pertanyaaan Penting

1. Mengapa pada RA selalu ada nyeri?


2. Mengapa kekakuan terjadi pada pagi hari?
3. Mengapa Berat badan menurun?

Tahap 3 Jawab Pertanyaan

1. Nyeri yang timbul dikarenakan adanya proses peradangan sebagi akibat


dari factor metabolic atau adanya infeksi dengan kecenderungan virus
2. Proses peradangan mengakibatkan penebalan synovial yang kemudian
menginfiltrasi ke dalm os subcondria sehingga mengakibatkan adanya
hambatan nutrisi pada kartilago artikularis, kemudian terjadi kerusakan
kartilago dan tulang, akibatnya tendon dan ligament melemah sehingga
mudah terjasi luksasi dan subluksasi yang akhirnya muncul kekakuan
sendi. Adanya disebabkan oleh berkurangnya produksi hormon
glukortikoid pada malam hari. Salah satu fungsi hormon ini adalah
mengurangi rasa nyeri dan peradangan di dalam tubuh, sehingga
penurunan produksi hormon ini di malam hari dapat menyebabkan
keluhan pagi di hari pada penderita radang sendi. Teori ini lebih
menjelaskan mekanisme keluhan pagi di hari pada penderitaradang sendi
akibat penyakit rematik.
3. Berat badan turun pada penderita Arthritis Rheumatoid diatas karena
adenya demam yang disebabkan oleh virus.

Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Gangguan Sistem Imunologi dan


Manjemen Nyeri akibat Rheumatoid Arthritis di Poliklinik
Ruang perawatan :

No MR/CM :

Tanggal masuk RS :

Tanggal pengkajian :

A. Pengkajian

I. Biodata

a. Nama pasien : Ny. R


Umur/tgl lahir : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Kawin
Agama :-
Pendidikan :-
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku/Bangsa :-
Diagnosa Medis : Arthritis Rheumatois
Alamat :-
b. Nama Penanggung jawab
Umur :-
Hubungan dengan klien :-
Agama :-
Pekerjaan :-
Pendidikan :-
Alamat :-

II. Riwayat Kesehatan


a. Riwayat Kesehatan Sekarang

1) Keluhan utama saat masuk RS

keluhan nyeri pada seluruh persendian yang sudah dirasakan


lebih dari 4 bulan dan semakin memberat. Keluhan disertai adanya
panas badan yang tidak terlalu tinggi, berkurangnya nafsu makan
dan badan terasa lemah. Sejak 2 minggu yang lalu klien
merasakan cepat merasa cape bila berjalan. Keluhan awalnya
hanya nyeri dipergelangan tangan lama kelamaan hampir seluruh
persendian terasa sakit. lebih dari 1 bulan sering terjadi kekakuan
dipagi hari selama lebih dari 1 jam pada lutut atau pada
persendian lain yang biasa digerakkan.

2) Keluhan utama saat dikaji

Klien mengatakan Nyeri, nyeri dirasakan lebih dari 4 bulan dan


semakin memberat, nyeri diseluruh persendian. Nyeri dirasakan
saat pagi hari.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu : Ny. R sebelumnya pernah mengalami


nyeri pada persendian 4 bulan yang lalu dan mudah lelah baru
dirasakan 2 minggu terakhir.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga :

III. Pemeriksaan Fisik


Status Present
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : CM
3. GCS :-
4. Tekanan Darah :
5. Suhu :-
6. Nadi :
7. Respirasi :-
8. BB/TB :
9. IMT :
10. Stats Gizi :
11. Skala nyeri : tidak terkaji
Status General
1. System pernafasan (B1 : Breathing)
2. System sirkulasi (B2 : Bleeding)
3. System persarafan (B3 : Brain)
4. System perkemihan (B4 : Bleder)
5. Sitem pencernaan (B5 : Bowel)
6. System musculoskeletal (B6 : Bone)
7. kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin, terlokasi pada area
jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan, otot, kontraktur,
atrofi oto, laserasi kulit dan perubahan warna.
8. Sistem Muskuloskeletal:
-
IV. Pola Aktivitas Sehari-hari : -

B. Diagnosa
1. Analisa Data

Data Etiologi Masalah

DS: Reaksi faktor R dg antibodi, faktor Nyeri akut


- Klien mengeluh nyeri metabolik, infeksi dg kecenderungan
pada persendian virus
DO: -

reaksi peradangan

nyeri akut

DS: Reaksi faktor R dg antibodi, faktor Gangguan


- Klien mengatakan metabolik, infeksi dg kecenderungan mobilitas fisik
nyerinya dirasakan virus
terutama saat
digerakkan
Reaksi peradangan
DO:

-
sinovial menebal gangguan citra
tubuh
infiltrasi kedalam os subcondria

Hambatan nutrisi pd kartilago


artikularis

Kerusakan kartilago & tulang

Tendon & ligamen melemah

Mudah luksasi & subluksasi

Kekakuan sendi

Gangguan mobilitas fisik

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d reaksi peradangan d.d adanya bengkak pada kedua lutut.
b. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kekakuan sendi d.d kekakuan saat pagi
hari, terdapat nyeri saat berjalan.
3. Intervesi Keperawatan

Perencanaan Tindakan Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi (SIKI) Rasional

1 Nyeri akut b.d reaksi peradangan Setelah diberikan tindakan Manajemen Nyeri
d.d adanya bengkak pada kedua keperawatan selama 1x30
1. Observasi 1. Memberikan informasi untuk
lutut, frekuensi TD dan nadi menit, nyeri berkurang dengan
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, membantu dalam menentukan
meningkat. kriteria hasil:
durasi, frekuensi, kualitas dan pilihan atau keefektifan
1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri tindakan
2. Meringis menurun b. Identifikasi skala nyeri
3. Frekuensi nadi c. Identifikasi respon nyeri non
membaik verbal
4. Tekanan darah d. Identifikasi faktor yang
membaik memperberat dan
memperingan nyeri
2. Terapeutik 2. Berguna untuk mengevaluasi
a. Berikan teknik non farmakologi tindakan dan pilihan intervensi
untuk mengurangi nyeri (mis; guna mencegah terjadinya
TENS, hipnosis, akupresure, nyeri berkelanjutan
Perencanaan Tindakan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi (SIKI) Rasional

terapi musik, kompres


hangat/dingin, aroma terapi)
b. kontrol lingkunagan yang
memperberat rasa nyeri (mis; 3. Memandirikan pasien
suhu ruangan, pencahayaan, mengatasi gejala-gejala yang
kebisingan) dirasakan
c. fasilitasi istirahat dan tidur
3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
Perencanaan Tindakan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi (SIKI) Rasional

mengurangi nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasikan pemberian
analgetik jika perlu

2 Gangguan Mobilitas Fisik b.d Setelah diberikan tindakan Dukungan mobilisasi


kekakuan sendi d.d kekakuan keperawatant, mobilitas fisik
1. Observasi 1. Memberikan informasi untuk
saat pagi hari, terdapat nyeri meningkat, dengan Kriteria
a. Identifikasi adanya nyeri atau membantu dalam menentukan
saat berjalan. Hasil:
keluhan fisik lainnya pilihan atau keefektifan
1. Pergerakan b. Identifikasi toleransi fisik tindakan
ekstremitas meningkat melakukan pergerakan
2. Kekuatan otot meingkat c. Monitor frekuensi jantung dan
3. Rentang gerak (ROM) tekanan darah sebelum
membaik memulai mobilisasi
4. Nyeri menurun 2. Terapeutik
5. Kaku sendi menurun a. Fasilitas aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis; 2. Berguna untuk mengevaluasi
Perencanaan Tindakan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi (SIKI) Rasional

bedplang) obstruksi dan pilihan


b. Fasilitasi melakukan intervensi dan mencegah
pergerakan, jika perlu terjadinya perburukan
c. Libatkan keluarga untuk keadaan
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur 3. Memandirikan pasien
mobilisasi mengatasi gejala-gejala yang
b. Anjukan melakukan mobilisasi dirasakan
dini
c. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis;
duduk ditempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

c. Implementasi Keperawatan
Sesuai dengan kasus yang ada.
d. Evaluasi Keperawatan
Sesuai dengan kasus yang ada.
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini, kelompok akan menguraikan mengenai


permasalahan atau kesenjangan yang timbul antara asuhan keperawatan
berdasarkan teori pada penderita Diabetes Mellitus dengan Ulkus dan tinjauan
kasus yang telah dilakukan pada Ny. B. Pembahasan ini dilakukan sesuai
dengan tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
serta intervensi keperawatan.

A. Pengkaian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan


proses yang sistematis dalam dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien (Setiadi, 2012).

Dalam tahap pengkajian, menurut kelompok keluhan utama dan alasan


masuk rumah sakit sudah sesuai dengan yang tertera di tinjauan teori yaitu
pasien mengeluh pusing. Pada ilustrasi kasus, klien mengeluh juga terdapat
luka di area tumit kaki kiri. Pada riwayat kesehatan sebelumnya dari hasil
pengkajian ilustrasi kasus didapatkan klien menderita tekanan darah tinggi
sejak 10 tahun yang lalu, namun tidak pernah kontrol ke pelayanan
kesehatan terdekat, sedangkan di teori dijelaskan biasanya klien memiliki
riwayat diabetes sebelumnya. Pada ilsutrasi kasus tidak dijelaskan riwayat
kesehatan keluarga.

Hasil pemeriksaan fisik pada tinjauan kasus adalah Terdapat ulkus di tumit
kiri, luas ulkus dengan diameter kurang lebih 5cm kedalamannya kurang
lebih 1cm, nampak jaringan nekrotik warna putih. Terdapat oedema dibagian
kaki distal kanan kiri. Klien berjalan dengan hati-hati dan pelan. Klien hanya
istirahat di rumah. Tanda-tanda vital TD :160/100 mmHg, tanda-tanda vital
lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang dalam ilustrasi kasus
hanya diperiksakan GDS saja, yaitu GDS 250 mg/dl. Dalam teori dijelaskan
ada banayk pemeriksaan penunjang dalam diagnosa Diabetes Mellitus.
Sehingga dalam pemeriksaan fisik terdapat kesenjangan yaitu, kurang data-
data yang menunjang diagnosa Diabetes Mellitus.
B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia


terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan
respons dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas
(Herdman, 2015).
Diagnosa yang mungkin muncul pada penderita Diabetes Mellitus, yaitu :
1. Defisit Nutrisi berhubungan dengan metabolisme protein menurun
2. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan hidperglikemia,
vaskosits darah meningkat
3. Nyeri akut berhubungan dengan arterosklerosis, ulkus diabetikum
4. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan osmotik diuresis
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya nekrosis luka,
gangren
6. Intoleransi aktivitas b.d kerusakan intgritas kulit akibat gangren
7. Resiko Infeksi berhubungan dengan imun tubuh yang menurun, adanya
ulkus diabetikum
Sedangkan, diagnosa yang kami tegakkan setelah melalui proses
pengkajian dan analisa data dari tinjauan kasus yaitu :
1. Kerusakan Integritas Kulit/ jaringan b.d adanya nekrosis luka/gangren
2. Intoleransi aktivitas b.d kerusakan intgritas kulit akibat gangren
3. Resiko Infeksi b.d adanya ulkus diabetikum
4. Perfusi jaringan tidak efektif b.d nekrosis, viskositas meningkat
Dari tinjauan yang kami analisis, ditemukan adanya kesenjangan antara
diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan teori asuhan
keperawatan pada diabetes mellitus dengan diagnosa yang kami
tegakkan dari tinjauan kasus, yaitu kami tidak menegakkan diagnosa
defisit nutridi, nyeri akut dan resiko ketidak seimbangan cairan. hal
tersebut karena tidak ada kurangnya data-data yang menunjang dalam
penegakkan diagnosa.
Kesenjangan lainnya kami menegakkan diagnosa Intoleransi aktivitas.
Menurut SDKI PPNI intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi
untuk melakukan aktivitas sehari-hari ditandai dengan mengeluh lelah,
merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah. Tanda dan
gejala tersebut menunjang pada tinjauan kasus tersebut.
C. Perencanan Keperawatan (Intervensi Keperawatan)

Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses


keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan
dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk
memenuhi kebutuhan klien (Setiadi, 2012)

1. Kerusakan Integritas Kulit/ jaringan b.d adanya nekrosis luka/gangren


Intervensi :
a. Perawatan Integritas Kulit
Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

Terapeutik

1) Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring


2) Gunakan produk berbahan petrolium  atau minyak pada kulit
kering
3) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif

Edukasi

1) Anjurkan minum air yang cukup


b. Perawatan Luka
Observasi
1) Monitor karakteristik luka
2) Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik

1) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan


2) Bersihkan dengan cairan NACL atau pembersih non
toksik,sesuai kebutuhan
3) Bersihkan jaringan nekrotik
4) Berikan salep yang sesuai di kulit /lesi, jika perlu
5) Pasang balutan sesuai jenis luka
6) Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka
7) Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau sesuai kondisi
pasien
8) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein1,25-
1,5 g/kgBB/hari
9) Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin A,vitamin
C,Zinc,Asam amino),sesuai indikasi

Edukasi

1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi


2) Anjurkan mengosumsi makan tinggi kalium dan protein
3) Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi

1) Kolaborasi prosedur debridement, jika perlu


2) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
2. Intoleransi aktivitas b.d kerusakan integritas kulit akibat gangren
Intervensi :
a. Manajemen Energi
Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
1) Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
2) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
1) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
2) Anjurkan menghubngi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
3) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
b. Terapi Aktivitas
Observasi
1) Identifikasi deficit tingkat aktivitas
2) Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
3) Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan waktu luang

Terapeutik

1) Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang


konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan social
2) Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
3) Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasikan aktivitas yang dipilih
4) Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi, mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai kebutuhan
5) Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
6) Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika perlu
7) Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan

Edukasi

1) Anjurkan keluarga untuk member penguatan positif atas


partisipasi dalam aktivitas

3. Resiko Infeksi b.d adanya ulkus diabetikum


Intervensi :
Perawatan kaki (I.11354)
Observasi
a. Identifikasi perawatan kaki yang biasa dilakukan
b. Periksa adanya iritasi, retak, lesi, kapalam, kelainan bentuk, atau
edema
c. Monitor insufisiensi arteri kaki
d. Monitor kadar gla darah atau nilai HbA1c <7 %
Terapeutik
a. Keringkan sela-sela jari kaki
b. Berikan pelembab kaki, sesuai kebutuhan
c. Lakukan perawatan luka sesuai kebutuhan

Edukasi

a. Informasikan pentingnya perawatan kaki


b. Anjurkan memakai kaki yang sesuai
c. Anjurkan menhindari penekanan pada kaki yang mengalami ulkus
dengan menggunakan tongkat atau sepatu khusus

4. Perfusi jaringan tidak efektif b.d nefrosis, viskositas meningka


a. Perawatan Sirkulasi
Observasi
1) Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kalpiler, warna, suhu, angkle brachial index)
2) Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
3) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas

Terapeutik

1) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area


keterbatasan perfusi
2) Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
3) Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang
cidera
4) Lakukan pencegahan infeksi
5) Lakukan perawatan kaki dan kuku
6) Lakukan hidrasi

Edukasi

1) Anjurkan berhenti merokok


2) Anjurkan berolahraga rutin
3) Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
4) Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
5) Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara teratur
6) Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
7) Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis.
Melembabkan kulit kering pada kaki)
8) Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
9) Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
10) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)

b. Manajemen Sensasi Perifer


Observasi
1) Identifikasi penyebab perubahan sensasi
2) Identifikasi penggunaan alat pengikat, prostesis, sepatu, dan
pakaian
3) Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
4) Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
5) Monitor perubahan kulit
6) Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena

Terapeutik

1) Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya


(terlalu panas atau dingin)

Edukasi

1) Anjurkan penggunaan termometer untuk mneguji suhu air


2) Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
3) Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu


2) Kolaborasi pemberian kortokosteroid, jika perlu

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Adellia, 2010. Libas Rematik Dan Nyeri Otot Dari Hidup Anda. Yoygyakarta :
Briliant Books.

Andarmoyo,S. (2013) Konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta

Doengoes, Marilynn E. (2018). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC

Fatimah, 2010. Merawat Lanjut Usia. Jakarta : Trans Info Media.

Junaidi.I, 2013. Rematik Dan Asam Urat. Jakarta : Bhuana Ilmu Pop

Mansjoer, Arif, dkk. 1999, Kapital Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Maryam, siti dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Penerbit Salemba Medika

Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Stanley, Mickey dkk. 2000. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Watson, Roger. 2003. Perawatan pada Lansia. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai