Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM IMUN (RHEUMATOID ARTHRITIS)”

Dosen Pembimbing :
Trijati Puspita Lestari S,Kep., Ns., M.Kep
Nama Anggota Kelompok 4 :
1. Dhiya’ Uddin Azzam (1902012806)
2. Dimas Febrian (1902012790)
3. Dzakirotun Nafi’ah (1902012789)
4. Tri Vidia Ning Putri (1902012802)
5. Nur Khoirun Nisa (1902012796)
6. Evi Munika (1902012833)
7. Layyinatul Ma’rifah (1902012796)
8. M. Romadlon Ilham (1902012825)
9. Nur Laili Rahmawati (1902012805)
10. Oetari Kintan Prahasti (1902012838)
11. Rizqi Indah Fitrianti (1902012837)
12. Ahmad Rizal.S (1902012829)
13. Ubaidillah Afif (1902012801)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
TAHUN PELAJARAN 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan ridho-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Imun (Rheumatoid Arthritis)
". Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Keperawaatan Medikal Bedah
II.
Penulis makalah ini berbekal materi yang diperoleh dari kelas dan tidak
lepas dari bantuan, bimbingan dan masukan dari berbagai pihak serta kutipan
materi diambil dari internet dengan sumber yang tertera. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kepada yang terhormat :
1. Drs.H. Budi Utomo, M.Kes selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Lamongan.
2. Arifal Aris, M.Kes selaku Dekan Fikes Universitas Muhammadiyah
Lamongan.
3. Trijati Puspita Lestari S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dosen PJMK sekaligus
Dosen Pengampu Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
4. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih perlu
penyempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Lamongan, 2 April 2021

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................3
1.3. Tujuan Masalah....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1.Definisi Rheumatoid Arthritis........................................................................4
2.2. Etiologi..........................................................................................................4
2.3. Patofisiologi……………………..................................................................5
2.4. Klasifikasi Dan Kriteria Diagnostik Rheumatoid Arthritis..........................5
2.5. Manifestasi Klinis……….............................................................................6
2.6. Diagnostik Test ............................................................................................7
2.7. Penatalaksanaan………................................................................................8
2.8. Komplikasi......................................................................................................9
2.9. Asuhan Keperawatan…………………………………………….……...…9
BAB III PENUTUP………………………………………….……………………...17
A. Kesimpulan.................................................................................................17
B. Saran............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi sistemik
kronik yang menyebabkan tulang sendi destruksi, deformitas, dan
mengakibatkan ketidakmampuan. Prevalensi penyakit muskuloskeletal pada
lansia dengan Rheumatoid Arhtritis mengalami peningkatan mencapai 335 juta
jiwa di dunia. Rheumatoid Arhtritis telah berkembang dan menyerang 2,5 juta
warga Eropa, sekitar 75 % diantaranya adalah wanita dan kemungkinan dapat
mengurangi harapan hidup mereka hampir 10 tahun (Breedveld, 2003). Survei
terbaru oleh Center of Disease Control (CDC) di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa 33% (69.9 juta) penduduk AS mengalami gangguan muskuloskeletal.
Sementara itu, hasil survei di benua Eropa pada tahun 2004 menunjukkan bahwa
penyakit rematik merupakan penyakit kronik yang paling sering dijumpai.
WHO (2016) mendata penderita gangguan sendi di Indonesia mencapai
81% dari populasi, hanya 24% yang pergi kedokter, sedangkan 71% nya
cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang terjual bebas.
Angka ini menempatkan Indonesia sebagai Negara yang paling tinggi menderita
gangguan sendi jika dibandingkan Negara-negara di Asia lainnya seperti
Hongkong, Malaysia, Singapura, dan Taiwan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyakit sendi adalah umur, jenis kelamin, genetik, obesitas dan penyakit
metabolic, cedera sendi, pekerjaan dan olah raga.
Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 untuk penyakit sendi
secara nasional pravalensinya berdasarkan diagnosis dokter umur 65-74 tahun
(18.6%), umur >75 tahun (18.9%), berdasarkan jenis kelamin laki-laki (6.1%)
perempuan (8.9%). 1 Penyakit sendi tertinggi tahun 2018 adalah Aceh (13.3%),
diikuti bengkulu (12%), papua (10.3%), dan bali (11.7%). Prevalensi penyakit

1
sendi berdasarkan diagnosis dokter menurut karakteristik tertinggi adalah
tidak/belumpernah sekolah (13.7%) dan petani/buruh tani (9.90%). Adapun
keluhan yang sering dirasakan lansia adalah nyeri pada kaki, keterbatasan
aktivitas (Wawancara pengasuh, 2018). Ketidakmampuan yang dialami
menimbulkan masalah baru seperti gangguan mobilitas, ketidakmampuan fisik,
dan menurunya kemampuan melakukan perawatan diri sehingga dibutuhkan
tingkat kemandirian yang baik untuk lansia (Handono&Isbagyo, 2005).
Kemandirian untuk lansia dengan melakukan upaya tindakan preventif dengan
melakukan olahraga secara teratur, melakukan pengaturan pola diet seimbang
dengan mengurangi makanan yang mengandung tinggi purin dan tinggi protein.
Bila nyeri muncul dilakukan sebuah tindakan dengan menggunakan terapi
modalitas diantaranya melakukan kompres hangat (Brunner&Suddarth, 2002)
dan bila ada kemerahan dan bengkak menggunakan kompres dingin
(Meiner&Luekenotte, 2006).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Imun (Rheomatoid
Arthritis). Dengan adanya asuhan keperawatan dapat memberikan pelayanan
pada pasien yang bersifat individual, holistis, efektif, dan efisien.

2
1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Apa definisi Rheumatoid Atritis ?

1.2.2 Apa saja faktor etiologi dan fisiologi Rheumatoid Atritis ?

1.2.3 Apa saja karakteristik diagnostik Rheumatoid Atritis ?

1.2.4 Jelaskan masing-masing definisi karakteristik diagnostik Rheumatoid Atritis ?

1.2.5 Apa saja gambaran klinis yang terjadi pada seseorang yang terserang penyakit
Rheumatoid Atritis ?

1.2.6 Pemeriksaan diagnostik apa saja yang dilakukan oleh seseorang yang terserang
penyakit Rheumatoid Atrtis ?

1.2.7 Apa saja penatalaksanaan yang dilakukan kepada seseorang yang terserang
penyakit Rheumatoid Atritis ?

1.2.8 Buatlah Asuhan Keperawatan tentang Rheumatoid Atritis ?

1.3. Tujuan Masalah

1.3.1 Untuk mengetahui definisi Rheumatoid Atritis

3
1.3.2 Untuk Mengetahui faktor etiologi dan fisiologi Rheumatoid Atritis

1.3.3 Untuk Mengetahui karakteristik diagnostik Rheumatoid Atritis

1.3.4 Untuk Mengetahui masing-masing definisi karakteristik diagnostik


Rheumatoid Atritis

1.3.5 Untuk Mengetahui gambaran klinis yang terjadi pada seseorang yang terserang
penyakit Rheumatoid Atritis

1.3.6 Untuk Mengetahui Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan oleh seseorang


yang terserang penyakit Rheumatoid Atrtis

1.3.7 Untuk Mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan kepada seseorang yang


terserang penyakit Rheumatoid Atritis

1.3.8 Untuk Membuat Asuhan Keperawatan tentang Rheumatoid Atritis

BAB 2
PEMBAHASAN

4
2.1. DEFINISI

Rheumatoid Arthritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang


walaupun manifestasi utamanya adalah poli artritis yang progresif, akan tetapi penyakit
itu juga melibatkan seluruh organ tubuh. (ILMU PENYAKIT DALAM, edisi ketiga
jilid I hal. 62 – 70. RASYAH, H. M. ADNAN).

Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit jaringan penyambung sistemik dan


kronis dikarakteristikan oleh inflamasi dari membran sinowal dari sendi diartrol dial.
(AR) dicirikan oleh periode remisi dan eksaserbasi. Pada eksaserbasi berulang, kartilago
artikuler akhirnya rusak dan digantikan oleh jaringan fibrosa. (RENCANA ASUHAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, volume 2. EGC Tahun 1994. BARBARA
ENGRAM. HAL 300)

Rheumatoid Arthritis merupakan gangguan kronik yang menyerang berbagai


sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan
penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya
(Patofisiologi, Edisi 4 Buku II EGC. 1994. SILVIA A. PRICE, LORRING, W.
WILSON. Hal. 1225).

2.2. ETIOLOGI

Walaupun belum dapat dipastikan sebagai penyebab, faktor genetik, hormonal,


infeksi dan head shock protein telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola
morbiditas penyakit ini.

 Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan, telah lama diduga berperan
dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan
antara produk kompleks tustokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA –
DR4 dengan AR seropositif. Karena adanya temuan terhadap antigen
tustokompatibilitas spesifik (HLA) pada anggota keluarga.
 Kecendurungan wanita untuk menderita AR dan serig dijumpai pada wanita
yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan
hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.
 Karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak menghasilkan perbaikan
sebagaimana yang diharapkan.
 Infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan faktor infeksi sebagai
penyebab AR juga timbul karena umumnya omset penyakit ini terjadi secara
mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang
mencolok. Agen infeksius yang diduga merupakan penyabab AR antara lain
adalah bakteri mikoplasma atau virus.

5
 Heat Shock Protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60
sampai 90 Kda) yang dibentuk oleh sel selruuh spesiec sebagai respon
terhadap stress.

2.3. PATOFISIOLOGI
Inflamasi Mula-Mula Mengenai Sendi-Sendi Sinovial Seperti Edema, Kongesti
Vaskular, Eksudat Febrin Dan Infiltrasi Selular. Peradangan Yang Berkelanjutan,
Sinovial Menjadi Menebal, Terutama Pada Sendi Artikular Kartilago Dari Sendi.
Pada Persendian Ini Granulasi Membentuk Pannus, Atau Penutup Yang Menutupi
Kartilago. Pannus Masuk Ke Tulang Sub Chondria. Jaringan Granulasi Menguat
Karena Radang Menimbulkan Gangguan Pada Nutrisi Kartilago Artikuer. Kartilago
Menjadi Nekrosis. Tingkat Erosi Dari Kartilago Menentukan Tingkat
Ketidakmampuan Sendi. Bila Kerusakan Kartilago Sangat Luas Maka Terjadi
Adhesi Diantara Permukaan Sendi, Karena Jaringan Fibrosa Atau Tulang Bersatu
(Ankilosis). Kerusakan Kartilago Dan Tulang Menyebabkan Tendon Dan Ligamen
Jadi Lemah Dan Bisa Menimbulkan Subluksasi Atau Dislokasi Dari Persendian.
Invasi Dari Tulang Sub Chondrial Bisa Menyebkan Osteoporosis Setempat.
Lamanya Arthritis Rhematoid Berbeda Dari Tiap Orang. Ditandai Dengan Masa
Adanya Serangan Dan Tidak Adanya Serangan. Sementara Ada Orang Yang Sembuh
Dari Serangan Pertama Dan Selanjutnya Tidak Terserang Lagi. Yang Lain. Terutama
Yang Mempunyai Faktor Rhematoid (Seropositif Gangguan Rhematoid) Gangguan
Akan Menjadi Kronis Yang Progresif.

2.4. KLASIFIKASI DAN KRITERIA DIAGNOSTIK ARTRITIS


REUMATOID
Pada tahun 1987 ARA (Amaerican Rheumatism Association) telah
mempublikasikan susunan kriteria klasifikasi Reumatoid Artritis dalam format
tradisional yang baru.
Diagnosis tidak hanya bersandar pada suatu karakteristik, tetapi berdasarkan
pada suatu evaluasi dari sekolmpok tanda dan gejala.

 Karakteristik diagnostik adalah sebagai berikut :


1. Kekakuan pagi hari (Sekurangnya satu jam)
2. Artritis pada tiga atau lebih sendi
3. Artriitis sendi-sendi jari-jari tangan
4. Artritis yang simetris.
5. Nodula Reumatoid
6. Faktor Reumatoid dalam serum.
7. Perubahan-perubahan radiologik (Erosi atau dekalsifikasi tulang).

 Definisi Karakteristik tersebut sebagai berikut :

6
1. Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya, sekurangnya
selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
2. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan
pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang
diobservasi oleh seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang
memnuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan, siku, pergelangan kaki dan MTP kiri
dan kanan.
3. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti
yangtertera diatas.
4. Keterlibatan sendi yang sama. Seperti yang tertera pada kriteria 2 pada kedua
belah sisi (keterlibatan PIP, MCP, atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak
mutlak bersifat simetris).
5. Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau
daerah juksta-artikular yang diobservasi oleh seorang dokter.
6. Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan
cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5 % kelompok kontrol yang
diperiksa.
7. Perubahangambaran radiologis yang radiologis khas bagi artritis reumatoid
pada pemeriksaan sinar x tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau
daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteo artritis saja tidak
memnuhi persaratan.

2.5. MANIFESTASI KLINIS


Adanya beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis
reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang
bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun
dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi
ditangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir
semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam : dapat bersifat generalisata
tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan
sendi pada osteo artritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beebrapa menit
dan selalu kurang dari satu jam.
4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi tulang dan ini dapat dilihat
pada radiogram.
5. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpotalangel,

7
deformitas boutannlere dan leher angsa adalah beberapa detormitas tangan yang
sering dijumpai pada penderita.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
1/3 orang dewasa. Lokasi yang paling sering dari detormitas itu adalah bursa
olekranon (Sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari lengan.
7. Manifestasi ekstra–artikular, artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-
organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata dan
pembulu darah dapat rusak.

2.6. DIAGNOSTIK TEST


 Pemeriksaan laboratorium terdapat :
a. Auto antibodi Suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap
perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1 : 160 biasanya
dikaitkandengan nodula reumatoid. Penyakit yang berat, vaskulitis dan
prognosis yang buruk.
b. LED (Laju Endap Darah) Suatu indeks peradangan yang bersifat tidak
spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm / jam atau lebih
tinggi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau
aktivitas penyakit.
c. Protein C – reaktif biasanya positif.
d. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
e. Anemia normalistik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
f. Trombosit meningkat.
g. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
• Pemeriksaan sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan
pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak
sendi dan subluksasio.
• Scan radio nuklida : identifikasi peradangan sinovium.
• Pemeriksaan artroskopi langsung : Visualisasi dari area yang
menunjukkan irregularitas / degenerasi tulang pada sendi.
• Pemeriksaan aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume
yang lebih besar dari normal = buram, berkabut, munculnya warna kuning.
• Pemeriksaan Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan
inflamasi dan perkembangan panas.
• Arthrography : akan memberikan visualisasi radiografi setelah udara dan
media kontras dimasukkan ke sendi, hal ini berguna untuk melihat ligament
(ikatan sendi) dan kartilago (tulang rawan) yang tidak bias tervisualisasikan
dengan menggunakan sinar x saja.
• Myelography : Ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan jaringan
chorda spinalis dan ujung-ujung syaraf. Tes ini mencakup pemeriksaan

8
huroskopi ruangan subarachnoid setelah dilakukan injection dan media
kontra.

2.7. PENATALAKSANAAN
 Tujuan utama dariprogram pengobatan adalah sebagai berikut :
1. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
2. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari
penderita.
3. Untuk mencegah dan / atau memperbaiki detormitas yang terjadi pada
sendi.
 Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk
mencapai tujuan-tujuan ini : Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan
temoterapi, gizi dan obat-obatan.
 Langkah-Langkah :
1. Pendidikan yang cukuop tentang penyakit kepada penderita,
keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita.
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi,
penyebab dan prognosis ini, semua komponen program
penatalaksanaan termasuk rejimen obat yang komplek.
2. Istirahat adalah penting karena artritis rheumatoid
biasanyadisertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut
dapat saja timbul setiap hari. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat
meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti bahwa penderita dapat
mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri.
Metode-metode untuk mengurangi nyeri malam hari harus diajarkan,
misalnya dengan pemberian obat anti radang kerja lama dan
analgesik.
3. Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan
fungsi sendi, sendi yang sakit sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan
untuk menghilangkan nyeri mungkin perlu diberikan sebelum
memulai latihan. Kompres panas sendi-sendi yang sakit dan bengkak
mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang
bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan
dirumah. latihan dan terapi panas ini paling baik diatur oleh pekerja
kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi
atau terapi kerja.
4. Alat-alat pembantu danadaptif mungkin diperlukan untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
5. Penderita difritis reumatoid tidak memerlukan diit khusus. Data
sejumlah cara pemberian diit dengan variasi yang bermacam-macam,
tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya . Sejumlah obat
yang dipakai untuk megobati penyakit ini dapat menyebabkan rasa

9
tidak enak pada lambung dan mengurangi nutrisi yang diperlukan.
Mempertahankan berat badan pada batas-batas yang sewajarnya
adalah penting. Bertambahnya berat badan dapat menambah tekanan
pada sendi panggul, lutut, dan sendi-sendi pada kaki.
6. Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program
penatalaksanaan penyakit ini. Obat-obatan dipakai utnuk mengurangi
nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah
perjalanan penyakit. Cara-cara pengobatan seperti kompres panas
atau latihan fisik dapat dipakai untuk menghilangkan nyeri.
Pemberian obat yang utama pada artritis reumatoid adalah dengan
obat-obatan anti inflamasi non steroid (AINS). Kelompok obat ini
mengurangi peradangan dengan menghalangi proses produksi
mediator peradangan. Tepatnya, obat-obat ini menghambat sintetase
prostaglandin atau siklo-oksigenase. Enzim-enzim ini mengubah
asam lemaksistemik endogen, yaitu asam arakidonal menjadi
prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan radikal-radikal oksigen,
Tujuan pengobatan dengan obat-obatan yang bekerjaa lambat ini
adalah untuk mengendalikan manifestasi klinis dan menghentikan
atau memperlambat kemajuan penyakit.

 Sedikitnya ada 4 indikasi untuk pemakaian kortikosteroid :


1. Peradangan diredakan dengan mengambatpembentukan
prostaglandin.
2. Inhibisi kemotaksis dan fagositosis lekosit dan monosit,
stabilisasi enzim-enzim lisosomal.
3. Pencegahan perubahan pada membran kapiler.
4. Penekanan imunitas ditimbulkan dengan mengurangi prosess
antigen dari sel-sel refikulo endotelial atau monosit makrofag,
serta perubahan fungsi limfosit.

2.8. KOMPLIKASI
1. Sindrom sjogrens
2. Neuropati
3. Anemia, leukopenia (Carpenito Lynda Juall. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan / Edisi 2.
Jakarta : EGC)

2.9. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, dll.

10
b. Keluhan Utama
Pada pasien dengan artritis reumatoid, mengeluh nyeri sendi
dan nyeri tekan disertai dengan kemerahan dan bengkak pada
jaringan lunak sekitar sendi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
 P : Provokatif (Sebab Masalah)
Apakah yang menyebabkan klien merasa nyeri pada sendi
yang disertai dengan kemerahan dan bengkak pada
jaringan lunak.
 Q : Quality (Kualitas, kuantitas masalah
Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien, apakah
nyeri yang dirasakan :
Ringan : 0 – 3
Sedang : 3 – 7
Berat : 7 – 10 Dan apakah selama aktivitas daat
melakuakn kesehariannya.
 R : Reagent (Tempat, area yang dirasakan
Tanyakan pada pasien, apakah dapat menunjukkan letak
lokasi nyeri yang dirasakan ?
 S : Sifikti & Skill (Usaha yang dilakukan) Tanyakan
usaha apakah yang telah dilakukan oleh pasien untuk
mengatasi nyeri ?
 T : Time (Waktu) Berapa lama rasa nyeri yang dialami
pasien biasanya ? (Obat dapat menuntaskan
penyakitnya / rasa nyeri hanya dalam jangka waktu
sementara)
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan kepada pasien, apakah mempunyai riwayat
penyakit infeksi lain ? atau gangguan sistem normonal yang
berhubungan dengan faktor genetika / keturunan ?
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada pasien, apakah ada keluarga yang
menderita penyakit “AR” ? atau penyakit turunan lainnya
misalnya DM, HT, atau Riwayat penyakit keluarga lain yang
berhubungan dengan penggunaan makanan, vitamin, riwayat
perikarditis lesi katup, dll ?
f. Pengkajian Psikososial – Spiritual
a. Psikologi : Apakah pasien merasa cemas terhadap
penyakitnya ?
b. Sosial : Kaji, Bagaimana hubungan interaksi pasien dengan
dokter, perawat, keluarga, dan sesama pasien lain.

11
c. Spiritual : Kaji, apakah pasien menjalankan ibadahnya
menurut keyakinan dan agama yang pasien anut ?

II. PEMENUHAN KEBUTUHAN


a. Pola Makan
 Kaji kebiasaan makan klien selama dirumah sakit atau
dirumah
 Biasanya nafsu makan menurun
 Kesulitan untuk mengunyah
 Terjadi penurunan berat badan.
b. Pola Minum
 Kaji kebebasan pola minum klien selama dirumah sakit,
maupun dirumah.
 Nampak penurunan / masukan cairan yang tidak
adekuat.
 Terjadi kekeringan pada membran mukosa
c. Eliminasi Alvi (BAB)
 Kaji pola kebiasaan BAB pasien ; warna, dan
konsistensinya.
d. Eliminasi Urine (BAK)
 Kaji pola kebiasaan BAK pasien : warna, bau, dll.
e. Istirahat Tidur
Berhubungan dengan nyeri sendi, nyeri tekan,
menyebabkan pasien sulit untuk istirahat tidur yang disertai
karena adanya pengaruh gaya hidup atau pekerjaan.
f. Aktifitas
Klien membatasi kegiatan yang berlebihan, biasanya pada
klien dengan artritis reumatoid berhubungan dengan
keterbatasn rentang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur /
kelainan pada sendi dan otot, yang dapat berpengaruh besar
bagi kegiatan kesehariannya.
g. Kebutuhan Kebersihan Diri
Biasanya klien dengan penyakit semacam ini akan
mengalami kesulitan melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi. Ketergantungan pada orang lain.

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Kaji obervaasi tanda-tanda vital (TTV)
TD :
S:
N:

12
Pernafasan : Pada umumnya klien dengan
penyakit seperti ini tingkat kesadaran dalam
keadaan sadar /compus mentis dengan GCS : 4-5-6
Pada umumnya suhu tubuh mengalami demam
ringan (Selama periode eksaserbasi), dan biasanya
takikardi.
PENGKAJIAN PERSISTEM
a. Sistem Integumen
 Kulit nampak mengkilat,
 Turgor, tekstur (penebalan pada kulit)
 Integritas (lecet, kemerahan, luka, gengguan
siikulasi ke ekstremitas).
b. Sistem Muskuloskeletal
 Inspeksi :
- Perhatian keadaan sendi-sendi pada leher, spina
servikal, spina torakal, lumbai, bahu siku,
pergelangan, tangan dan jari tangan, pinggul, lutut,
ekstermitas bawah dan panggul
- Amati kemerahan dan bengkak pada jaringan
lunak sekitar sendi.
 Palpasi :
- Adanya nyeri sendi padadaerah yang disertai
kemerahan / bengkak. Dengan skala nyeri :
Ringan : 0 – 3
Sedang : 3 – 7
Berat : 7 – 10
- Temperatur hangat pada sendi yang nyeri.
c. Sistem penglihatan
 Inspeksi : Kelainan mata yang sering dijumpai
pada “AR” adalah kerato konjungtivitis sicca yang
merupakan manifestasi sindrom sjogren. Pada
keadaan itu gejala ini sering kali tidak dirasakan
oleh pasien pada episode episkleritis yang ringan.
Dapat pula dijumpai gejala skleritis yangsecara
histologis menyerupai nodul reumatoid dan dapat
terjadi erosi sklera sampai pada palpasi koroid
serta menimbulkan gejala sklero malaia pektorans
sebagai akibat terjadi kebutaan.
d. Sistem Pernafasan
 Gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat
berupa nyeri tenggorokan, nyeri menelan / disfunia

13
yang sering dirasakan pada pagi hari dengan gejala
efusi pleura dan fibrosa paru luas.

e. Sistem Kardiovaskuler
 Pada “AR” jarang dijumai gejala perikarditis
berupa nyeri dada gangguan faal jantung akan
tetapi pada beberapa pasien dapat pula dijumpai
gejala perikarditis konstriktif yang berat. Lesi
inflamatis yang merupakan nodul reumatoid
dapatdijumpai pada miokardium dan katup jatung/.
Lesi dapat menyebabkan disfungsi katup, tenoken
embolisasi, g3 konduksi aortitis dan kardiomopati.
f. Sistem Persyarafan
 Pada sistem ini gejala tidak begitu jelas “AR”
berhubungan dengan miesopati akibat insabilitas
vertebra, servikal, neuropati zepitan, /neuropati
iskemik akibat nasulilitis.
g. Sistem Pencernaan
 Pada kasus ini kx tidak mengalami traktus
gastrointeskinalis yang spesifik, namun dalam hal
ini “AR” dapat mengakibat kanulkus peptikum.
Pada G I (Gastritis) merupakan komplikasi utama
obat anti inflamasi dari gejala “AR”.
h. Sistem Reproduksi
 Tidak adanya penyakit kelamin.
i. Sistem Perkemihan
 Dapat ditentukan adanya neuro karotis pati dan
papilar ginjal.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh
artritis rheumatoid.
2. Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
intoleransi terhadap aktivitas, penruunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
ketidakseimbangan mobilitas, perubahan penampilan
tubuh.
V. INTERVENSI DAN RASIONAL
Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis
oleh Artritis Rheumatoid.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien dapat berangsur berkurang.
Kriteria Hasil :

14
 Menunjukkan nyeri hilang / terkontrol .
 Dapat tidur / istirahat dan dapat berpartisipasi dalam
aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1. Selidiki keluahan nyeri, catat lokasi dan intensitas. (skala 0
-10). Catat faktor-faktor yang mempercapat dan tanda-
tanda rasa sakit non verbal.
R / : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen
nyeri dan keefektifan program.
2. Berikan matras / Kasur keras / bantal kecil. Tinggikan
linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
R / : Matras yang lembut / empuk. Bantal yang besar akan
mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan stress pada sendi yang sakit. Pennggian linen
tempat diur menurunkan tekanan pada sendi yang
terinflamasi / nyeri.
3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada
waktu tidur atau duduk dikursi. Tingkatkan istirahat
ditempat tidur sesuai indikasi.
R / : Pada penyakit berat / eksaserbasi, tirah baring
mungkin diperlukan (sampai perbaikan obyektif dan
subjektif didapat) untuk membatasi nyeri / cedera sendi.
4. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk
bergerak titempat tidur, sokong sendi yang sakit diatas dan
dibawah, hindari gerakan yang menyentak.
R / : mencegah terjadinya kelelahan umur dan kekakuan
sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan ataurasa
sakit pada sendi.
5. Anjurkan pasien utnuk mandi air hangat atau mandi
pancuran pada waktu tidur, sediakan waslap hangat untuk
mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari.
Pantau suhu air kompres, air mandi dan sebagainya.
R / : Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas
menunrunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan dipagi
hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan loka
dermal dapat disembuhkan.
Diagnosa 2 : Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
skeletal, intoleransi terhadap aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Tujuan : Dapat bergerak / mampu dengan sengaja bergerak
dalam ligkungan fisik. Kriteria Hasil :
 Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya
atau pembatasan kontraktur.

15
 Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan
fungsi dari dan / atau kompensasi bagian tubuh.
 Mendemonstrasikan teknik / perilaku yang
memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi :
1. Evaluasi / lanjutkan pemantauan tingkat iflamasi / rasa
sakit pada sendi.
R / : Tingkat aktivitas / latihan tergantung dari
perkembangan / resolusi dari proses inflamasi.
2. Pertahankan istirahat tirah baring / duduk jika
diperlukan. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode
istirahat yang terus menerusdan tidur malam hari yang
tidak terganggu.
R / : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi
akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk
mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
3. Dorong badan mempertahankan postur tegak dan duduk
; tinggi, berdiri, jalan.
R / : Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan
mobilitas.
4. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan
kursi / kloset, menggunakan pegangan-pegangan tangga
pada bak / pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu
mobilitas atau kursi roda penyelamat.
R / : Menghindari cedera akibat kecelakaan / jatuh.
5. Berikan matras busa / Pengubah tekanan
R / : Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah
pecah ntuk mengurangi risiko imobilitas / terjadi
dekubitus.
Diagnosa 3 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
ketidak seimbangan mobilitas, perubahan penampilan tubuh.
Tujuan : Perubahan pada gaya hidup / kemampuan fisik untuk
melanjutkan peran. Kriteria hasil :
 Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam
kemampuan untuk menghadapi penyakit.
 Adanya perubahan gaya hidup.
 Menyusun tujuan / rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi :
1. Dorong pengungkapan mengenai maslaah tentang
proses penyakit, harapan masa depan.

16
R / : Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa
takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara
langsung.
2. Diskusikan arti dari kehilangan / peruabhaan pada
pasien / orang terdekat. Memastikan bagaimana
pandangan pribadi pasien dalam mefungsikan gaya
hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual.
R / : Mengidentifikasi bagaimana penyakit
mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang
lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi /
konseling lebih lanjut.
3. Susunan batasan pada perilaku maladaptif. Bantu
pasien untk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat
membantu koping.
R / : Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol
diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
4. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan
dan membuat jadwal aktivitas.
R / : Meningkatkan perasaan kompetensi / harga diri,
mendorong kemandirian dan mendorong partisipasi
dalam terapi.

V. IMPLEMENTASI
Merupakan tindakan pelaksanaan dari intervensi yang
telah dibuat untuk dapat mengatasi diagnosa keperawatan yang
telah ada.

VI. EVALUASI
1. Apakah rasa nyeri yang dirasakan pasien berangsur
berkurang / hilang ?
2. Apakah mobilitas fisik pasien telah teratasi ?
3. Apakah gangguasn citra tubuh pasien terhadap
mobilitas fisik telah terjadi perubahan ?

17
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah suatu penyakit yang bersifat progesif, yang
cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan lunak.
Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit multisistem yang kronis karena dapat
menebabkan sejumlah gejala diseluruh tubuh dengan manifestasi sistemik yang
bervariasi. Hingga kini penyebab Rheumatoid Arthritis tidak diketahui, tetapi
beberapa hipotesa menunjukkan bahwa Rheumatoid Arthritis konstrusif oleh
faktor-faktor : IMUN ( Antigen-Antibodi ) seperti interaksi antara IGC dan
faktor rematoid, gangguan metabolisme, genetik, faktor lain : nutrisi dan faktor
lingkungan ( pekerjaan dan psikososial )
B. Saran
Rheumatoid Arthritis dapat menyerang segala usia, maka penanganan penyakit
Rheumatoid Arthritis ini dapat diupayakan secara maksimal dengan peningkatan
mutu pelayanan kesehatan baik melalui tenaga kesehatan, prasarana dan sarana
kesehatan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Engram. Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume 2.


EGC : Jakarta.

Wilson. L dan A. Prie S. (1994). Patofisilogi Buku II. EGC : Jakarta.

Doenges E. Marilyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.

Barabara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan Ikatan Alumni


Pendidikan Pajajaran : Bandung.

Apley. Graham A. dan Solomon L. (1995). Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Apley Edisi Ketujuh.

Roni. (2010). Penyakit Rematik. Bandung : Humaniora

Sudrajat. (2007). Cara Penanganan Rematik . Jakarta : EGC

Nursalam. (2012). Pola Hidup Sehat. Yogyakarta: Pustaka Rihama

19

Anda mungkin juga menyukai