Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

RHEUMATOID ARTRITIS

Diserahkan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah : Faramkoterapi Muskoloskeletal dan Panca Indera
Dosen Pengampu : apt. Sri Wahyuni, M.Farm

Disusun Oleh :
Kelas III I
Kelompok 2

1. Aulia Maksum 232114098


2. Arifa Nadzira 232114100
3. Apriana Ulan Dari Ms 232114104
4. Ika Nurafrianti 232114116
5. Jihan Hafsah Lubis 232114078
6. Nurulita Alya Putri 232114108
7. Putri Ali Dwina Sari Lubis 232114095
8. Reky Wahyudi 232114110

FAKULTAS SARJANA
PROGRAM STUDI S1-FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL-WASHLIYAH
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat
merampungkan penyusunan makalah Farmakoterapi Muskoloskeletal dan
Panca Indera dengan judul ”Rheumatoid Artritis” tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan
didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapatkekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu
bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi
memperbaiki makalah ini. Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga
dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami
dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang
relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Medan, 28 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I ............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1. 2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1. 3 Tujuan....................................................................................................... 3
1. 4 Manfaat ..................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4
2. 1 Definisi Rheumatoid Artritis ..................................................................... 4
2.2 Anatomi dan Fisiologi Rheumatoid Artritis ................................................ 4
2.3 Etiologi Reumatoid Arthritis ...................................................................... 7
2.4 Manifestasi Klinis ...................................................................................... 7
2.5 Diagnosis Rheumatoid Arthritis ................................................................. 8
2.6 Patofisiologi Reumatoid Athritis ................................................................ 9
2.7 Farmakologi dan non farmakologi Reumatodi Athritis ............................. 13
2.8 Farmakoterapi Reumatoid Athritis ........................................................... 19
BAB III ........................................................................................................ 26
PENUTUP .................................................................................................... 26
3. 1 Kesimpulan ............................................................................................. 26
3. 2 Saran....................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Menurut Zamroni (2016) penyakit kronis dengan inflamasi autoimun
yangmenyerang persendian disebut dengan disebut dengan rematik. Pada penyakitini
sendi mengalami peradangan, sehingga dapat menimbulkan gejala berupanyeri sendi,
kemerahan, bengkak dan terasa hangat pada sendi. Rheumatoid Arthritis dapat
merusak tulang rawan, yang dapat menyebabkan erosi tulang, dan berakibat pada
kerusakan sendi, sehingga sering menyebabkan mordibilitas dan mortalitas yang
cukup besar (Kneale & Davis, 2011).

Artritis Reumatoid (AR) merupakan penyakit reumatik autoimun yang paling


sering dijumpai1 dan merupakan penyakit dengan inflamasi kronik yang progresif dan
menimbulkan kerusakan sendi yang permanen. Inflamasi sistemik pada AR juga
dikaitkan dengan komorbiditas pada ekstraartikular termasuk penyakit kardiovaskular,
sindrom metabolik, osteoporosis, interstisial lung disease, infeksi, keganasan, fatigue,
depresi dan disfungsi kognitif sehingga dapat meningkatan morbiditas dan mortalitas
pada pasien AR. Hal tersebut pada akhirnya akan mengakibatkan biaya sosial ekonomi
yang tinggi dan menurunkan kualitas hidup serta harapan hidup pasien. Dibandingkan
dengan individu tanpa artritis, 36% pasien dilaporkan memiliki kondisi kesehatan yang
lebih buruk dan dua kali lebih tinggi mengalami limitasi kegiatan serta hampir 30%
lebih cenderung membutuhkan bantuan untuk perawatan pribadi (Rekomendasi
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2021).

Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit yang banyak diderita di seluruh


dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015 sebanyak 165 juta jiwa
di dunia menderita penyakit Rheumatoid Arthritis dengan prevalensi antara 0,3-0,5%
(Zamroni, 2016).

1
Rheumatoid Arthritis di dunia dari 2.130 juta populasi telah mencapai angka
355 juta, yang berarti 1 dari 6 jiwa didiagnosis Rheumatoid Arthritis. Angka ini
diprediksi akan terus meningkat sampai tahun 2025 dengan kejadian 25% mengalami
kelumpuhan. Di Indonesia prevalensi penyakit Rheumatoid Arthritis berkisar antara
0,2-0,5% (Bawarodi, Rottie, & Malara, 2017). Menurut hasil badan penelitiandan
pengembangan kesehatan RI 2013, dari diagnosis nakes menunjukkan prevalensi
berdasarkan hasil wawancara sejumlah 24,7% pada tahun 2013. Di Jawa Tengah
prevalensi kejadian Rheumatoid Arthritis sebesar 11,2% (Kementrian Kesehatan RI,
2013).

Etiologi AR belum diketahui secara pasti, namun telah diketahui bahwa


terjadinya penyakit ini akibat adanya interaksi antara faktor genetik (endogen) dan
lingkungan (eksogen). Interaksi tersebut menyebabkan reaksi kaskade proses
imunologi yang diperkirakan sudah dimulai dari beberapa tahun sebelum gejala klinis
muncul. Faktor genetik yang diduga berperan pada patogenesis AR sangat banyak,
antara lain HLA-DR4, HLA-DRB1, PTPN22, PADI4, STAT4, TRAF1-C5 dan
TNFAIP3. Faktor lingkungan yang juga diduga berperan yaitu infeksi, merokok dan
lain-lain (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2021).

Manifestasi klinis yang khas dari AR adalah poliartritis simetris dengan


distribusi sendi yang terlibat berdasarkan keseringannya yaitu sendi pergelangan dan
jari tangan (75-95%), sternoklavikular dan manubriosternal (70%), siku (40-61%),
bahu (55%), pinggul (40%), krikoaritenoid (26-86%), vertebra (17-88%), kaki dan
pergelangan kaki (13-90%) dan temporomandibular (4.7-84%) (Rekomendasi
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2021).

2
1. 2 Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Rheumatoid Artritis ?
2. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi Rheumatoid Artritis ?
3. Apa Etiologi Rheumatoid Artritis ?
4. Apa Gejala dan Manifestasi Klinis Rheumatoid Artritis ?
5. Apa Pemeriksaan Penunjang Rheumatoid Artritis ?
6. Bagaimanan Patofisiologis Rheumatoid Artritis ?
7. Bagaimana Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi Rheumatoid Artritis ?
8. Bagaimana Tata Laksana Terapi Rheumatoid Artritis ?

1. 3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Rheumatoid Artritis
2. Untuk Mengetahui Anatomi dan Fisiologi Rheumatoid Artritis
3. Untuk Mengetahui Etiologi Rheumatoid Artritis
4. Untuk Mengetahui Gejala dan Manifestasi Klinis Rheumatoid Artritis
5. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Rheumatoid Artritis
6. Untuk Mengetahui Patofisiologis Rheumatoid Artritis
7. Untuk Mengetahui Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi Rheumatoid
Artritis
8. Untuk Mengetahui Tata Laksana Terapi Rheumatoid Artritis

1. 4 Manfaat
1. Mahasiswa/I Mengetahui Definisi, Etiologi, Gejala Dan Manifestasi Klinik
Rheumatoid Artritis
2. Mahasiswa/I Dapat Menjelaskan Patofisiologi dan Diagnosis Rheumatoid
Artritis
3. Mahasiswa/I Mengetahui Farmakologi Obat- Obat Rheumatoid Artritis Dan
Terapi Non Farmakologi
4. Mahasiswa/I Mengetahui Tata Laksana Terapi Rheumatoid Artiritis.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi Rheumatoid Artritis


Reumatoid Athritis adalah Suatu keadaan kronis dan biasanya merupakan
kelainan inflamasi progresif dengan etiologi yang belum diketahui yang dikarakterisasi
dengan sendi simetrik poliartikular dan manifestasi sistemik (Elin dkk, 2017).
Artritis Reumatoid (AR) merupakan penyakit reumatik autoimun yang paling
sering dijumpai1 dan merupakan penyakit dengan inflamasi kronik yang progresif dan
menimbulkan kerusakan sendi yang permanen. Inflamasi sistemik pada AR juga
dikaitkan dengan komorbiditas pada ekstraartikular termasuk penyakit kardiovaskular,
sindrom metabolik, osteoporosis, interstisial lung disease, infeksi, keganasan, fatigue,
depresi dan disfungsi kognitif sehingga dapat meningkatan morbiditas dan mortalitas
pada pasien AR. Hal tersebut pada akhirnya akan mengakibatkan biaya sosial ekonomi
yang tinggi dan menurunkan kualitas hidup serta harapan hidup pasien. Dibandingkan
dengan individu tanpa artritis, 36% pasien dilaporkan memiliki kondisi kesehatan yang
lebih buruk dan dua kali lebih tinggi mengalami limitasi kegiatan serta hampir 30%
lebih cenderung membutuhkan bantuan untuk perawatan pribadi (Rekomendasi
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2021).

2.2 Anatomi dan Fisiologi Rheumatoid Artritis


1. Anatomi Rheumatoid Artritis
Rheumatoid Artritis adalah penyakit yang merusak sendi pada pergelangan
sendi tangan, jari dan kaki. Sendi adalah struktur dimana dua bagian tulang
disatukan. Tepi tulang ditutupi oleh ligamen yang dapat menyebabkan gerakan
tulang. Lapisan pertama tulang terdapat membran sinoval yang dikenal sebagai
jaringan yang melingkupi sendi dimana memiliki fungsi mencegahnya keluar tulang
dari sendi. Membran sinovial menghasilkan cairan sinovial dimana cairan sinovial

4
merupakan cairan kental yang terletak diantara ligament dua tulang yang
membentuk sendi dimana cairan cairan ini melicinkan sendi yang berfungsi sebagai
pelumas. Bagian terluar dari sinovium disebut kapsul memiliki fungsi untuk
memberikan kemantapan sendi dan mencengah tulang keluar dari sendi. Tendon dan
otot juga memberikan dukungan dan kekokohan pada sendi. Rheumatoid Artritis
dikategorikan sebagai penyakit autoimun dan dapat menyebabkan beberapa
perubahan pada sendi. Perbedaan antara synovium yang sehat dan synovium
meradang dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

(a) (b) (c)


(d)
Gambar 1. Perbedaan Sendi Sehat Dan Sendi Yang Terkena Rheumatoid
Artritis
Gambar (a) menunjukkan contoh sendi pada tangan yang normal, (b) menunjukkan
sendi pada tangan yang telah meradang dengan diagnosa rheumatoid artritis, (c)
ilustri tulang yang sehat serta sendi yang sehat, (d) ilustri persendian yang
menunjukkan gejala rheumatoid artritis, pada gambar (c),(d) juga menunjukkan
skema gabungan synovial yang khas (Sharon et al. 2020).

5
2. Fisiologi
Artritis reumatoid stadium awal cenderung menyerang sendi-sendi kecil
terlebih dahulu terutama sendi-sendi yang menghubungkan jari-jari tangan ke
tangan dan jari-jari kaki ke kaki.
Ketika penyakit ini berkembang, gejalanya sering menyebar ke pergelangan tangan,
lutut, pergelangan kaki, siku, pinggul dan bahu. Dalam kebanyakan kasus, gejala
terjadi pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh Anda. Sekitar 40% penderita
rheumatoid arthritis juga mengalami tanda dan gejala yang tidak melibatkan
persendian. Area yang mungkin terkena dampak meliputi: Kulit, Mata, Paru- Paru,
Jantung, Ginjal, Kelenjar Ludah, Jaringan saraf, Sumsum tulang, dan Pembuluh
darah (Bresnihan B. 2002).
Pada Kasus Rheumatoid Arthritis keterlibatan sendi simetris cenderung terjadi,
dimana sendi sendi yang sering terkena adalah sendi kecil pada tangan, pergelangan
tangan serta kaki, siku, bahu, pinggul, dan lutut. (Wells and Barbara G n.d.)

Gambar 2. Pasien Dengan Diagnosis Rheumatoid Artritis (Bullock et al.


2019).

6
2.3 Etiologi Reumatoid Arthritis
Etiologi AR belum diketahui secara pasti, namun telah diketahui bahwa
terjadinya penyakit ini akibat adanya interaksi antara faktor genetik (endogen) dan
lingkungan (eksogen). Faktor genetik yang diduga berperan pada patogenesis AR
sangat banyak, antara lain HLA-DR4. Faktor lingkungan yang juga diduga berperan
yaitu infeksi, merokok, konsumsi coffe, omega 3, dan obesitas (Dipiro dkk, 2020)
Prevalensi dan insiden penyakit ini bervariasi antara populasi satu dengan
lainnya. Wanita memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi terkena AR dibanding laki-laki.
Kejadian akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia namun tidak ada
perbedaan secara statistik kasus pada wanita dan laki-laki di atas usia 70 tahun.
Insidensi kasus tertinggi pada kelompok usia 50-54 tahun (Rekomendasi Perhimpunan
Rheumatologi Indonesia, 2021).

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang khas dari AR adalah poliartritis simetris dengan
distribusi sendi yang terlibat berdasarkan keseringannya yaitu sendi pergelangan dan
jari tangan, sternoklavikular dan manubriosternal, siku, bahu, pinggul, krikoaritenoid,
vertebra, kaki dan pergelangan kaki dan temporomandibular (Rekomendasi
Perhimpunan Rheumatologi Indonesia, 2021).

A. Pada Sendi :

- Adanya rasa panas dan bengkak dengan disertai nyeri ataupun tidak
- Kekakuan di pagi hari yang berkepanjangan, biasanya durasi > 30 menit
- Penurunan fungsionalitas
- Gejala muncul selama 6 minggu atau lebih
- Pada penyakit yang kronis, adanya kemungkinan terjadi deformitas dan
subluksasi (Dipiro dkk, 2020).

7
B. Pada Ekstra Artikular :

- Merasa lelah, lemas, dan penurunan mood


- Ditemukan nodul rheumatoid pada permukaan ekstensor atau lapisan pleura
- Penyakit paru interstisial atau penyakit pleura
- Vaskulitis (radang pembuluh darah)
- Perikarditis, kelainan konduksi jantung, atau miokarditis
- Sindrom Felty atau anemia
a. Hasil Laboratorium :
- Adanya ditemukan faktor Rheumatoid Arthritis 70-80 %
- Adanya antibodi sitrullinasi anti-siklik yang lebih spesifik terhadap penyakit
- Adanya laju sedimentasi eritrosit dan protein C-reaktif yang mengindikasikan
adanya proses inflamasi nonspesifik
- Adanya cairan synovial dengan jumlah sel darah putih yang tinggi tanpa
adanya kristal atau infeksi
b. Hasil Radiografi :
- Pada tahap awal RA, kemungkinan akan terlihat pembengkakan jaringan
lunak dan ruang sendi menyempit
- Pada penyakit stadium akhir, kemungkinan akan terlihat subluksasi sendi,
deviasi, dan artritis sekunder (Dipiro dkk, 2020).

2.5 Diagnosis Rheumatoid Arthritis


Diagnosis AR dapat ditegakkan dengan bantuan kriteria klasifikasi. Poin-poin
kriteria ini memerlukan adanya temuan yang spesifik untuk AR seperti pola distribusi
klasik keterlibatan sendi dan adanya erosi secara radiologis, sehingga tidak dapat
mengakomodir diagnosis (Dipiro dkk, 2020).

8
Kriteria ini ditujukan untuk dapat membantu klasifikasi kasus AR pada fase
awal/dini, sehingga menghindari terjadinya keterlambatan diagnosis

(Rekomendasi Perhimpunan Rheumatologi Indonesia, 2021).

2.6 Patofisiologi Reumatoid Athritis


Rheumatoid arthritis akibat reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang
melibatkan proses fagositosis. Dalam prosesnya, dihasilkan enzim-enzim dalam sendi.
Enzim-enzim tersebut selanjutnya akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,
proliferasi membran sinovial dan akhirnya terjadi pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah
menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan
merasakan nyeri akibat serabut otot mengalami perubahan degeneratif dengan
menghilangnya kemampuan elastisitas (Ernest Choy, 2016).

9
Gambar 1. Perbedaan sendi normal dan sendi yang terkena Reumatoid athritis

Reumatoid Athritis adalah penyakit autoimun yang disebabkan oleh berbagai


faktor, baik itu genetik maupun faktor lingkungan.

1. Lingkungan memodifikasi antigen (antigen yang biasanya mengeluarkan sinyal


bahwa mereka adalah sel tubuh, nah ini dimodifikasi oleh environtmen)
2. Cara lingkungan memodifikasinya dengan cara Mengubah rangkaian protein :
arginin (kolagen tipe 2 dan vimentin) menjadi citrulin (citrunation)
3. Tubuh akan menginduce respon imun karena ada sel asing (dilakukan oleh apc)
4. Apc nya sudah defect karena genetik
5. Apc aktivasi cd 4- t helper
6. Memicu sel b berproliferasi (memperbanyak diri)
7. Sel b berdifrensiasi ke sel plasma untuk memproduksi autoantibodi untuk
menyerang

10
8. Sel t helper dan antibodi bersirkulasi ke sendi
9. Lalu mereka berdifrensiasi memproduksi sitokin (faktori inflamasi) (interferon
gama dan il 17)
10. Memicu respon inflamasi dan aktivasi sel imun : makrofag, neutrofil, osteoclas
dan monosit
11. Makrofag memproduksi lebih banyak sitokin / menyerang secara besar2 an
dengan sitokin (il 6, il alpha, tnf, il 1) akhirnya bermigrasi ke sendi sebabkan
inflamasi dan yg pertama kena membran sinovial (sinovitis) dan terus
berpoliferasi menjadi pannus
12. Kerusakan inflamasi di sendi dapat memunculkan respon imunologi terus
berlanjut.

Gambar 2. Patogenesis Reumatoid Athritis


(Dipiro dkk, 2020).
Dalam beberapa kasus pasien dapat pulih dengan melanjutkan rutin
pengobatan, namun beberapa kasus dapat menjadi kronik membentuk pannus, dengan
mekanisme berikut :

11
1. Selama proses kronis, sel dendrit akan mempelihatkan antigen baru, dan
kemudian sel dendrit yg berubah akibat peradangan yg berkelanjutan akan
mengaktivasi sel t di sendi atau sel pada jaringan limfa lokal
2. sel b akan masuk ke dalam sendi lalu berpoliferasi, kemudian akan
menghasilkan antibodi dan memicu proses autoimun lainnya.
3. Sel di sendi akan tumbuh dan berploriferasi ke ruang antar sendi dan akan
menyebar ke permukaan tulang rawan/kartilago, dan sel tersebut akan
mengeluarkan enzim yang mampu menguraikan protein sehingga akan merusak
jaringan tulang rawan
4. Tulang diantara persendian juga akan terkikis karena terdapat osteoclast yang
berperan dalam pergantian tulang normal, nah disini osteoclast mengalami
hiperaktivasi. Hal ini menyebabkan persendian membengkak dan tulang
terkikis hingga pergeseran sendi (Rekomendasi Perhimpunan Rheumatologi
Indonesia, 2021).
Dalam beberapa kasus rheumatoid arthritis juga dapat menjadi kronis sehingga
membentuk pannus. Pannus menyerang tulang rawan dan akhirnya menyerang
permukaan tulang, menghasilkan erosi tulang dan tulang rawan serta menyebabkan
kerusakan sendi.

Gambar 3. Pannus Reumatoid Athritis

12
Tanda dan Gejala :
Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :
1. Nyeri persendian
2. Bengkak
3. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
4. Terbatasnya pergerakan
5. Sendi-sendi terasa panas
6. Demam (pireksia)
7. Anemia
8. Deformitas sendi
9. Kekuatan berkurang
10. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi

Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :
1. Gerakan menjadi terbatas
2. Adanya nyeri tekan
3. Deformitas bertambah pembengkakan
4. Kelemahan
5. Depresi

2.7 Farmakologi dan non farmakologi Reumatodi Athritis


A. Terapi Farmakologi

1. Golongan cDMARD (Agen Non-Biologis)


cDMARD Mekanisme Dosis & Waktu Efek Samping
Kerja Frekuensi Timbulnya
Respon
Inhibitor 1-2 bulan
Methotrexate dihidrofolat 7.5-25 mg Mual, diare,
(MTX) reduktase, p.o, i.m atau kelemahan,
menghambat s.c per ulkus mulut,

13
kemotaksis, minggu ruam,
efek alopesia,
antiinflamasi gangguan
melalui fungsi hati,
induksi penurunan
pelepasan leukosit dan
adenosine trombosit,
pneumonitis,
sepsis,
penyakit hati,
limfoma yang
berhubungan
EBV,
nodulosis

Sulfasalazine Menghambat: 2-3 gr p.o 1-3 bulan Mual, diare,


respon sel B, per hari sakit
angiogenesis kepala, ulkus
mulut, ruam,
alopesia,
mewarnai lensa
kontak,
oligospermia
reversible,
gangguan fungsi
hati, leukopenia
Hidroksiklorokuin Menghambat: 200 – 400 2-6 bulan Mual, sakit
(Plaquenil), sekresi sitokin, mg p.o. kepala,
Klorokuin fosfat enzim perhari, 250 sakit perut,
lisosomal dan mg p.o per miopati,
fungsi hari toksisitas
makrofag padaretina

Leflunomide Menghambat 100 mg p.o 4-12 Mual, diare,


(Arava) sintesis per hari minggu ruam, alopesia,
pirimidin selama sangat
teratogenik
3 hari meskipun obat
kemudian telah

14
10-20 mg dihentikan,
p.o per hari leukopenia,
hepatitis,
trombositopenia

Cyclosporine Menghambat 2-4 bulan


sintesis IL-2 2.5-5 Mual,
dan sitokin sel mg/KgBB paresthesia,
T lainnya p.o per hari tremor, sakit
kepala,
hipertrofigusi

D-Penicilamine Menghambat 250-750 mg 3-6 bulan Mual, hilangnya


(Cuprimine) fungsi sel Th p.o per hari rasa kecap,
dan penurunan
angiogenesis trombosit
yang
reversible

2. Golongan bDMARD (Agen Biologis)


bDMARD Mekanisme Dosis & Frekuensi Waktu Efek Samping
Kerja Timbulnya
Respon
Adalimumab Antibody 40 mg s.c Beberapa Reaksi infus,
(Humira) TNF(human) Setiap 2 minggu hari-4 bulan peningkatan
risiko infeksi
termasuk
reaktifasi TB,
gangguan
demyelinisasi
Etanercept Reseptor 25 mg s.c dua kali per Beberapa
(Enbrel) TNF terlarut minggu atau 50 mg s.c hari-12 Reaksi
(soluble) perminggu minggu ringan pada
tempat
suntikan,
kontraindika
si pada
infeksi,

15
demyelinisas
i

Infliximab Antibody Beberapa


(Remicade) TNF 3 mg/KgBB hari-4 Reaksi infus,
(chimeric) i.v infus pelan pada bulan peningkatan
minggu ke-0,2 dan 6 risiko
kemudian setiap 8 infeksi
minggu termasuk
reaktivasi
TB,
gangguan
demyelinisa
si

Certolizumab Human anti- 1 mg; 5 mg 4 minggu * Uji klinis fase II


Pegol TNF-a atau 20 mg/KgBB
(CDP870) antibody infus tunggal
Golimumab Fully human 50 mg atau 16 minggu* Uji klinis fase II
protein 100 mg s.c (Uji Klinis fase
antibody yang setiap 2 atau III mulai
mengikat 4 minggu Februari
TNF-a 2006-Juli 2012)

Rituximab Antibody 1000 mg 3 bulan * Reaksi infus,


(Mabthera) anti- sel B setiap 2 aritmia
(CD20) minggu x 2 dosis jantung,
hipertensi,
infeksi,
reaktivasi
hepatitis B,
sitopenia,
reaksi
hipersensitivit
s.

Ocrelizumab Humanized 10 mg, 50 4 minggu * Uji klinis fase


mg, 200 mg, II

16
ant-CD 20 500 mg dan
antibody 1000 mg infus pada
hari 1 dan 15

Ofatumumab Human 300 mg, 700 24 minggu * Uji klinis fase


(Humax- monoclonal mg atau 100 mg infus II
CD20) anti-CD20 pada hari-0 dan 14
IgG1
antibody
Denosumab Human 60 mg atau 6 bulan * Uji klinis fase
monoclonal 180 mg s.c II
IgG2 setiap 6 bulan selama1
antibody tahun
terhadap
RANKL

Andisari, Hendrata Erry. Current Therapy of Rheumatoid Arthritis (part 2). Oceana
Biomedicina Journal.2018; Vol:2; Page: 90-102

3. Golongan Glukokortikoid (Steroid)


Nama Obat Bentuk Sediaan Dosis Efek Samping
Methylprednisolon Injeksi-asetat IM- Asetat: 10-80 mg Hipertensi,
20,40 dan 80 mg/ml setiap 1 sampai 2 hiperglikemia,
minggu intra- osteoporosis.
articular Tekanan darah,
poliuria,
polidipsia,
Injeksi-Sodium Sodium Suksinat: edema, sesak
Suksinat IM-40, 125 IM-10-80 mg setiap nafas,
dan 500 mg vial 1 hari IV-10-40 mg perubahan
dan 2 gr vial setiap 4 sampai 6 visual,
jam; dosis maksimal penambahan
30 mg/KgBB setiap berat badan,
4 sampai 6 jam sakit kepala,
Oral: Tablet- Oral: 2 sampai 60 mg patah tulang
2,4,8,16 dan 32 mg dalam dosis terbagi

17
kemudian tappering atau sakit
down. tulang.
Prednison Oral: Solutions-1 Gunakan dosis
dan 5 mg/ml Tablet- terkecil yang efektif.
1,2.5,5,10,20 dan 50 Biasanya ≤ 10
mg mg/hari, tetapi
rentang dosisnya 5-
60 mg/hari
Prednisolon Oral: Syrup-5,15 Gunakan dosis
dan 20 mg/5 ml terkecil yang efektif
Tablet-5 dan 15 mg (5-7.5 mg/hari),
dosis maksimal 60
mg/hari
Andisari, Hendrata Erry. Current Therapy of Rheumatoid Arthritis (part 1). Oceana
Biomedicina Journal.2018; Vol:1; Page:12-24

McGraw-Hill Education. Pharmacotheraphy Handbook Ninth edition. Barbara


G.Wells,et.all; 2015; Page:33

4. Golongan NSAIDs
Nama obat Dosis dan frekuensi Efek Samping
Aspirin Dewasa:2.6-5.2 g, anak: 60-100 Ulserasi dan perdarahan
mg/kg, 4 kali sehari GI, kerusakan ginjal.
Celecoxib Dewasa: 200-400 mg, 1 atau 2 kali Darah pada tinja, tinja
sehari berwarna hitam,
Diclofenac Dewasa : 150-200 mg, 3 atau 4 kali pencernaan yg terganggu,
sehari mual/muntah, lemah,
Ibuprofen Dewasa : 1,2-3,2 g, anak: 20-40 pusing, sakit perut,
mg/kg 3 atau 4 kali sehari edema, pertambahan
Naproxen Dewasa : 0,5-1 g, anak: 10 mg/kg 2 berat badan, sesak nafas.
kali sehari
Meloxicam Dewasa : 7,5-15 mg sekali sehari
Piroxicam Dewasa : 10-20 mg sekali sehari
McGraw-Hill Education. Pharmacotheraphy Handbook Ninth edition. Barbara
G.Wells,et.all; 2015; Page:33

18
B. Terapi Non-Farmakologik

1. Hidup tetap aktif dengan berolahraga/tetap aktif bergerak dapat meningkatkan


mobilitas.

2. Menjaga pola makan dan memperhatikan asupan makanan.

3. Terapi tradisional seperti kompres air hangat , panas atau dingin.

4. Fisioterapi dan relaksasi.

5. Menggunakan alat bantu. Seperti belat, yaitu penahan yang membantu melepaskan
atau mengistirahatkan dan berfungsi untuk mencegah sendi bergerak atau
membatasi gerakan sendi.

Pebrina, Melia Fernando. Jurnal Abdimas Saintika. Abdimas Saintika Journal. 2020;
Vol:2; Page:21-24

2.8 Farmakoterapi Reumatoid Athritis

 Fase 1

19
DMARD memiliki potensi untuk mengurangi inflamasi, mengurangi tanda
dan gejala sendi, menghentikan kerusakan sendi lebih lanjut serta
mempertahankan integritas dan fungsi sendi sehingga dapat menurunkan biaya
perawatan, meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup pasien. Jenis
DMARD yang paling banyak digunakan di awal terapi adalah DMARD sintetik
konvensional (csDMARD). Methotrexat digunakan sebagai lini pertama
(monoterapi/kombinasi) untuk pasien yang tidak kontraindikasi karena rasio
efikasi/toksisitas yang baik.
Apabila terdapat kontraindikasi atau intoleran terhadap metotreksat dapat
dimulai dengan DMARD sintetik konvensional lainnya seperti leflunomid,
sulfasalazin, klorokuin, hidroksiklorokuin, siklosporin dan azatioprin.
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) digunakan pada pengobatan awal AR
untuk mengurangi nyeri dan bengkak
Glukokortikoid juga obat yang sering digunakan bersama dengan DMARD
sebagai bagian dari terapi awal untuk mendapatkan kontrol penyakit AR
dengan cepat

20
 Fase 2

● Jika target pengobatan tidak tercapai dengan strategi csDMARD


pertama/tunggal (dengan dosis optimal), tanpa adanya faktor prognosis
buruk, maka csDMARD lain dapat ditambahkan sebagai terapi kombinasi
● Pada pasien dengan faktor prognosis buruk, jika target pengobatan tidak
tercapai dengan csDMARD pertama, maka bDMARD dapat ditambahkan
sebagai terapi kombinasi atau diberikan sebagai pengganti csDMARD
(Dipiro edisi 11, 2020)
● Beberapa bDMARD seperti anti TNF-a menunjukkan efek yang baik jika
dikombinasikan dengan MTX pada stadium awal AR.
● Anti TNF-a plus MTX menekan aktivitas penyakit, meningkatkan fungsi
fisik, dan menghambat progresifitas kerusakan radiografik pada pasien AR
yang tidak respon terhadap MTX atau csDMARD lainnya.
● MTX meningkatkan efikasi anti TNF-a meliputi etanercept, infliximab,
golimumab dan adalimumab,. Hal yang sama juga diamati pada
certolizumab dan rituximab. (Rekomendasi Perhimpunan
Rheumatologi Indoesia, 2021)

21
 Fase 3

 Pasien yang gagal dengan bDMARD pertama, dapat diberikan bDMARD


yang lain baik dari kelompok anti TNF-a maupun anti IL-6 yang berbeda,
atau dapat diberikan alternatif bDMARD dari kelompok lain yaitu anti
CD-20 (rituximab) dan penghambat kostimulator sel T (abatacept).
 Pilihan yang lain adalah kelompok tsDMARD yaitu Janus Kinase
Inhibitor (tofacitinib) diketahui memberikan respon terapi yang cukup
baik pada pasien AR. (Rekomendasi Perhimpunan Rheumatologi
Indoesia, 2021)

Pendekatan umum

DMARDs memperlambat perkembangan penyakit RA, DMARD nonbiologis


yang umum meliputi:

Metotreksat (MTX)

22
 Methotrexate menghambat produksi sitokin dan biosintesis purin, dan
mungkin merangsang pelepasan adenosin, yang semuanya dapat
menyebabkan sifat anti-inflamsi. Onsetnya paling cepat dalam 2 hingga 3
minggu, dan 45% hingga 67% pasien tetap menggunakannya dalam penelitian
berkisar 5 hingga 7 tahun.
 Asam folat yang dikonsumsi secara bersamaan dapat mengurangi beberapa efek
samping tanpa kehilangan efektivitasnya. Pemantauan tes kerusakan hati secara
berkala, namun biopsi hati dianjurkan selama pemeriksaan terapi hanya
diberikan pada pasien dengan peningkatan enzim hati yang terus-menerus.
MTX adalah teratogenik, dan pasien harus menggunakan kontrasepsi dan
mengehentikan obat jika terjadi pembuahan direncanakan.
 MTX dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, penyakit hati
kronis, imunodefisiensi, efusi pleura atau peritoneum,
leukopenia,trombositopenia, kelainan darah yang sudah ada sebelumnya, dan
jumlah milimiter plasma yang dibersihkan dari kreatinin kurang dari
40mL/menit (0.67mL/detik)

Hidroksiklorokuin

 Hidroksiklorokuin sering digunakan pada RA ringan ata sebagai bahan


pembantu dalam kombinasi terapi DMARD. Ia tidak memiliki toksisitas
myelosupresif, hati dan ginjal seperti yang terlihat dengan beberapa DMARD
lain, yang menyederhankan pemantauan. Onsetnya mungkin tertunda hingga 6
minggu, namun obat tersebut tidak boleh dianggap sebagai kegagalan
terapeutik sampai setelahnya 6 bulan terapi tanpa respon.
 Pemeriksaan oftatalmologi berkala diperlukan untuk penyakit reversibel
toksisitas retina.

23
Sulfasalazine

 Penggunaan sulfasalazine seringkali dibatasi oleh efek samping. Efek


antirematik seharusnya terlihat dalam waktu 2 bulan.
 Gejala GI dapat diminimalkan dengan memulai dengan dosis rendah, membagi
dosis secara merata sepanjang hari, dan meminumnya bersama makanan.

Leflunomide

 Leflunamide (Arava) menghambat sintesis pirimidin, yang mengurangi


produksi limfosit liferasi dan modulasi perdangan. Khasiat RA mirip dengan
MTX.
 Dosis awal 100 mg/hari selama 3 hari dapat menghasilkan respons terapeutik
di dalamnya bulan pertama. Dosis pemeliharaan biasa 20mg/hari dapat
diturunkan menjadi 10mg/hari.
 Leflunamide dikontraindikasikan pada psien dengan penyakit hati yang sudah
ada sebelumnya. Teratogenik dan harus dihindari selama kehamilan.

Urutan pemilihan tidak ditentukan dengan jelas, tetapi MTX sering dipilih pada
awalnya karena data jangka panjang menunjukkan hasil yang lebih unggul
dibandingkan dengan data lainnya DMARD dan biaya lebih rendah dibandingkan agen
biologis lainnya. Terapi kombinasi dengan dua atau lebih DMARD nonbiologis
mungkin efektif bila pengobatan DMARD tunggal tidak berhasil. Kombinasi yang
disarankan meliputi:

a. MTX plus Hidroksiklorokuin


b. MTX plus Leflunomide
c. MTX plus Sulfasalazine
d. MTX plus Hidroksiklorokuin plus Sulfasalazine

24
DMARD biologis termasuk agen anti-TNF etanercept, infliximab, adalimubab,
cetrolizumab dan golimumab; abatacept modulator konstimulasi; itu tocilizumab
antagonis reseptor Ll -6; dan rituximab, yang menghabiskan perifer sel B. DMARD
biologis terbukti efektif untuk pasien yang gagal dalam pengobatan DMARD
nonbiologis

25
BAB III
PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
Rheumatoid Arthritis adalah penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi
jaringan ikat terutama sendi. Nyeri Rheumatoid Arthritis adalah nyeri yang diakibatkan
oleh adanya pembengkakan dan peradangan sehingga menimbulkan nyeri yang
disebabkan oleh kerusakan sendi dan kekakuan pada otot.
Rheumatoid Arthritis merupakan gangguan inflamasi kronis yang etiologinya
belum diketahui secara pasti dan ditandai dengan peradangan sendi akibat reaksi
autoimun dalam jaringan synovial.
Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit yang banyak diderita
diseluruhdunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015 sebanyak
165 juta jiwa di dunia menderita penyakit Rheumatoid Arthritis dengan
prevalensiantara 0,3- 0,5%. Sedangkan menurut WHO (2016) mencatat penyakit
Rheumatoid Arthritis di dunia dari 2.130 juta populasitelah mencapai angka 355 juta,
yang berarti 1 dari 6 jiwa didiagnosis Rheumatoid Arthritis. Angka ini diprediksi akan
terus meningkat sampaitahun 2025 dengan kejadian 25% mengalami kelumpuhan
Berdasarkan paparan dugaan penyebab Rheumatoid Arthritis di atas,terdapat
beberapa faktor yang terkait dengan kejadian Rheumatoid Arthritisyaitu faktor
predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi antara lain adalah faktor genetik,
umur, dan jenis kelamin, sedangkan faktor presipitasicantara lain adalah gaya hidup
dan penyakit penyerta.
Berdasarkan Tinjauan Pustaka dapat disimpulkan terapi lini pertama untuk
pasien Rheumatoid Artritis adalah obat gologan csDMARD.

26
3. 2 Saran
Diharapkan kepada pembaca agar lebih banyak lagi mempelajari tentang teori-
teori Farmakoterapi yang lain. Setelah mengetahui pengetahuan Farmakoterapi tentang
Rheumatoid Arthritis yang telah diuraikan dalam makalah ini, diharapkan mahasiswa
mampu memahami teori ini, karena teori ini juga sangat penting bagi farmasis untuk
menjalankan praktik pelayanan kefarmasian.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Bresnihan B. 2002. “ Rheumatoid Arthritis: Principles of Early Treatment. The


Journal of Rheumatology.” 29(66):9–12.

2. Bullock, Jacqueline, Syed A. A. Rizvi, Ayman M. Saleh, Sultan S. Ahmed, Duc P.


Do, Rais A. Ansari, and Jasmin Ahmed. 2019. “Rheumatoid Arthritis: A Brief
Overview of the Treatment.” Medical Principles and Practice 27(6):501–7.

3. Sharon, Ho, Irraivan Elamvazuthi, Cheng Kai Lu, S. Parasuraman, and Elango
Natarajan. 2020. “Development of Rheumatoid Arthritis Classification from
Electronic Image Sensor Using Ensemble Method.” Sensors (Switzerland) 20(1).
doi: 10.3390/s20010167.

4. Wells, and Barbara G. n.d. Pharmacotherapy Handbook Seventh Edition.

5. Smeltzer, Suzanne. dan Bare, Brenda, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah

6. Brunner dan Suddarth Ed.8. EGC, Jakarta.

7. Dipiro, J., Talbert, L.R., Yee, G.C., Matzke, G R., Wells, B.G., Possey, L.M., 202”,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 11th Edition, Micc Grow Hill
Medical, Washington Dc, 1026-1226

8. McGraw-Hill Education. Pharmacotheraphy Handbook Ninth edition.Barbara


G.Wells,et.all; 2015; Page:33

9. Pebrina,Melia Fernando. Jurnal Abdimas Saintika. Abdimas Saintika Journal.


2020; Vol:2; Page:21-24

10. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2021. “Diagnosis dan


Penatalaksanaan Artriritis Reumatoid”. Jakarta: Indonesia Rheumatology
Association

11. Rogier et all. 2020. “Not Only Synovitis but Also Tenosynovitis Needs to Be
Considered: Why It Is Time to Update Textbook Images of Rheumatoid Arthritis”.

28
12. Aletaha and Smolen. 2018. “Diagnosis and Management of Rheumatoid Arthritis:
A Review”.

13. Chabib, Luthfi, dkk. 2016. “Review Rheumatoid Arthritis: Terapi Farmakologi,
Potensi Kurkumin dan Analognya, serta Pengembangan Sistem Nanopartikel”
Jurnal Pharmascience. Vol 3. Lampung : Universitas Lampung.

14. Choy, Ernest. 2012. “Understanding the dynamics: pathways involved in the
pathogenesis of rheumatoid arthritis” dalam Journal Rheumatology 51:v3v11.
Inggris : University of Oxford.

15. Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2017. ISO
Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan: Jakarta

16. Kohler, Birgit M, dkk. 2019. “Current Therapeutic Options in the Treatment of
Rheumatoid Arthritis” Journal Clinic Medicine Vol 8(7). Germany : University
Hospital Heidelberg.

17. Andisari, Hendrata Erry. Current Therapy of Rheumatoid Arthritis (part 2).
Oceana Biomedicina Journal.2018; Vol:2; Page: 90-102

18. Pebrina,Melia Fernando. Jurnal Abdimas Saintika. Abdimas Saintika Journal.


2020; Vol:2; Page:21-24.

29

Anda mungkin juga menyukai