RHEUMATOID ARTHRITIS
Dosen Pembimbing :
Trijati Puspita L, S.Kep., Ns., M.Kep
Disusun Oleh Kelompok 4 :
1. Adhellia zalfa nabilah (1902012734) 9. Ika Daimatur Rodhiyah (1902012735)
2. Alifia Meliana Ramadhani (1902012724) 10.Nadia Ayu Salsabila 1902012742
3. Azizah Ayu Puspitasari (1902012745) 11.Naili luthfiati (1902012741)
4. Dianna Ika Ernawati (1902012732) 12.Noviana Sadhila (1902012746)
5. Fitria Asmorosari (1902012743) 13.Nur muhtarinin iftidayati (1902012747)
6. Friska nanda eka faiza (1902012736) 14.Siti Asmaul Khusna (1902012760)
7. Gia Ayu Shinta (1902012725) 15.Risky Dwi Kartika (1902012723)
8. Ihsal Alifiah Ma’sumah (1902012727)
Alhamdulillah segala puji syukur hanya terlimpah kepada Allah SWT yang selalu
memberikan berupa rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya kepada seluruh umatnya.
Sehingga penulis dan pembuat makalah dapat menyelesaikan makalahnya tentang
“ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATOID ARTHRITIS”
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh jauh dari sempurna,
untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, untuk
kesempurnaan makalah kami selanjutnya.Semoga makalah yang saya buat ini bermabfaat
dan dapat menambah pengetahuan pembaca.
Daftar Isi
Kata Pengantar..............................................................................................................................2
Daftar Isi.........................................................................................................................................3
BAB IPENDAHULUAN...............................................................................................................4
1.1. Latar Belakang................................................................................................................4
1.2. Tujuan..............................................................................................................................6
BAB IIKONSEP MEDIS..............................................................................................................7
2.1. Definisi Rheumatoid Arthritis.......................................................................................7
2.2. Faktor Resiko Rheumathoid Arthritis..........................................................................7
2.3. Etiologi Rheumathoid Arthritis.....................................................................................9
2.4. Patofisiologi dan Pathway............................................................................................10
2.5. Manifestasi Klinik Rheumotoid Arthritis...................................................................12
2.6. Penatalaksanaan............................................................................................................12
2.7. Komplikasi pada Reumatoid Arthritis.......................................................................14
BAB IIIKONSEP ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................16
3.1. Pengkajian.....................................................................................................................16
3.2. Diagnosis Keperawatan Yang Sering Muncul............................................................17
3.3. Rencana Keperawatan..................................................................................................18
BAB IVASUHAN KEPERAWATAN........................................................................................21
4.1. Kasus Siatem Imun.......................................................................................................21
4.2. Pembahasan...................................................................................................................22
4.2.1. Pengkajian..............................................................................................................22
4.2.2. Analisa Data...........................................................................................................22
4.2.3. Prioritas Diagnosis Keperawatan.........................................................................22
4.2.4. Rencana Keperawatan..........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
2. Usia
RA biasanya timbul antara usia 40 tahun sampai 60 tahun. Namun penyakit ini juga
dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (Rheumatoid Arthritis Juvenil). Dari
semua faktor risiko untuk 5 timbulnya RA, faktor ketuaan adalah yang terkuat.
Prevalensi dan beratnya RA semakin meningkat dengan bertambahnya usia. RA
hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada usia dibawah 40 tahun dan sering
pada usia diatas 60 tahun.
3. Jenis kelamin
RA jauh lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki dengan rasio 3:1.
Meskipun mekanisme yang terkait jenis kelamin masih belum jelas. Perbedaan pada
hormon seks kemungkinan memiliki pengaruh.
2. Faktor Hormonal
Hanya faktor reproduksi yang meningkatkan risiko RA yaitu pada perempuan dengan
sindrom polikistik ovari, siklus menstruasi ireguler, dan menarche usia sangat muda.
3. Bentuk Tubuh
Risiko RA meningkat pada obesitas atau yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT)
lebih dari 30.
1. Keluhan umum
Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan menurun,
peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.
2. Kelainan sendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan tangan, lutut
dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena seperti sendi siku, bahu
sterno-klavikula, panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang terbatas pada
leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi hari, pembengkakan dan nyeri sendi.
3. Kelainan diluar sendi
a. Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
b. Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun 40% pada
autopsi RA didapatkan kelainan perikard
c. Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan kelainan pleura
(efusi pleura, nodul subpleura)
d. Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering terjadi
berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstremitas dengan gejala foot or wrist
drop
e. Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa kekeringan
mata, skleritis atau eriskleritis dan skleromalase perforans
f. Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali, limpadenopati,
anemia, trombositopeni, dan neutropenia
2.6. Penatalaksanaan
Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan
dilakukan sehingga terjalin hubungan baik serta ketaatan pasien untuk tetap berobat
dalam jangka waktu yang lama (Aspiani, 2014). OAINS (Obat Anti Inflamasi Non
Steroid ) diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering
dijumpai. OAINS yang diberikan yaitu aspirin, pasien dibawah umur 65 tahun dapat
dimulai dengan dosis 3-4 x 1g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 perminggu sampai
terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl. Ibuprofen, naproksen,
piroksikam, diklofenak dan sebagainya (Aspiani, 2014). DMARD (Disease Modifying
Antirheumatoid Drugs) digunakan unuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proes
destruksi akibat rheumatoid arthritis. Keputusan penggunaannya bergantung pada
pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis
rheumatoid arthritis diegakkan, atau bila respon OAINS tidak ada. DMARD yang
diberikan: (Aspiani, 2014)
1. Klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari
2. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalu enteric, digunakan dalam dosis 1 x 500
mg/hari, ditinggikan 500 mg/minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg.
3. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam
dosis 250-300 mg/ hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar
250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 20-300 mg/hari.
4. Garam emas adalah gold standart bagi DMARD.
5. Obat imunosupresif atau imonoregulator; metotreksat dosis dimulai 5-7, mg
setiap minggu. Bila dalam 4 bulan idak menunjukkan perbaikan, dosis harus
ditingkatkan.
6. Korikosteroid, hanya dipakai untuk pengobatan Rheumatoid arthritis dengan
komplikasi berat dan mengancam jiwa seperti vasculitis, karena obat ini
memiliki efek samping yang sangat berat.
Rehabilitasi bertujuan meningkatkan kualitas harapan hidup pasien. Caranya antara lain
dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan, pemanasan dan sebagannya.
Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit pada sendi berkurang. Bila tidak juga behasil,
diperlukan pertimbangan untuk pertimbangan operatif. Sering juga diperlukan alat-alat
seperti pemakaian alat bidai, tongkat penyangga, kursi roda, terapi mekanik, pemanasan
baik hidroterapi maupun elekroterapi, occupational therapy (Aspiani, 2014).Jika berbagai
cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat,
dapat dilakukan tindakan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien rheumatoid
arthritis umunya bersifat orthopedic, misalnya sinovektomi, artrodesis, memperbaiki
deviasi ulnar (Aspiani, 2014). Kompres jahe hangat dapat menurunkan nyeri rheumatoid
arthritis. Kompres jahe merupakan pengobatan tradisional atau terapi alternative untuk
mengurangi nyeri rheumatoid arthritis. Kompres jahe hangat memiliki kandungan enzim
siklo-oksigenasi yang dapat mengurangi peradangan pada penderita rheumatoid arthritis,
selain itu jahe juga memiliki efek farmakologis yaitu rasa panas dan pedas, dimana rasa
panas ini dapat meredakan rasa nyeri, kaku, dan spasme otot atau terjadinya vasodilatasi
pembuluh darah, mamfaat yang maksimal akan dicapai dalam waktu 20 menit sesudah
pengaplikasian (Agustin, 2015).
4. Sistem persarafan
Komplikasi neurologis yang sering dijumpai rheumatoid arthritis umumnya tidak
memberikan gambaran yang jelas sehingga sukar untuk membedakan komplikasi
neurologis akibat lesi artikular dari lesi neuropatik. Pathogenesis komplikasi
neurologis pada umumnya berhubungan dengan mielopati akibat instabilitas
vertebre, servikal, neuropai jepitan atau neuropati iskemik akibat vasculitis (Aspiani,
2014).
5. Sistem perkemihan : ginjal
Berbeda dengan lupus eritematosus sistemik pada rheumatoid arthritis jarang sekali
dijumpai kelainan glomelural. Jika pada pasien rheumatoid arthritis dijumpai
proteinuria, umumnya hal tersebut lebih sering disebabkan karena efek samping
pengobatan seperi garam emas dan D-penisilamin atau erjadi sekunder akibat
amiloidosis. Walaupun kelainan ginjal interstisial dapat dijumpai pada syndrome
sjogren, umumnya kelainan tersebut lebih banyak berhubungan dengan penggunaan
OAINS. Penggunaan OAINS yang tidak terkontrol dapat sampai menimbulkan
nekrosis papilar ginjal (Aspiani, 2014).
6. Sistem hematologis
Anemia akibat penyakit kronik yang ditandai dengan gambaran eritrosit normosistik-
normokromik (hipokromik ringan) yang disertai dengan kadar besi serum yang
rendah serta kapasitas pengikatan besi yang normal atau rendah merupakan
gambaran umum yang sering dijumpai pada rheumatoid arthritis. Enemia akibat
penyakit kronik ini harus dibedakan dari anemia defisiensi besi yang juga dapat
dijumpai pada rheumatoid arthritis akibat penggunaan OAINS atau DMARD yang
menyebabkan erosi mukosa lambung (Aspiani, 2014).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
menurut (Istianah, 2017): 100 dan (Lukman & Ningsih, 2013): 223
1. Biodata
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat.
2. Riwayat keperawatan
Adanya perasaan tidak nyaman,antara lain nyeri, kekakuan pada tangan atau kaki
dalam beberapa periode / waktu sebelum klien mengetahui dan merasakan adanya
perubahan sendi.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi persendian untuk masing-masing sisi, amati adanya kemerahan,
pembengkakan, teraba hangat, dan perubahan bentuk (deformitas).
b. Lakukan pengukuran rentang gerak pasif pada sendi. Catat jika terjadi
keterbatasan gerak sendi, krepitasi dan jika terjadi nyeri saat sendi digerakkan.
c. Ukur kekuatan otot
d. Kaji skala nyeri dan kapan nyeri terjadi.
4. Riwayat psikososial
Penderita rheumatoid arthritis mungkin merasa khawatir mengalami deformitas pada
sendi-sendinya. Ia juga merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada fungsi tubuh
dan perubahan pada kegiatan sehari-hari.
5. Aktivitas/ Istirahat
Nyeri sendi karena pergerakkan, nyeri tekan, kekakuan sendi pada pagi hari.
Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya 12 hidup, aktivitas istirahat,
dan pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang hebat.
6. Kardiovaskuler
Kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal
7. Integritas Ego
Faktor stres akut/kronis, misalnya finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan,keputusasaan dan ketidakberdayaan. Ancaman konsep diri, citra
diri, perubahan bentuk badan
8. Makanan / cairan
Ketidakmampuan untuk mengonsumsi makan/cairan yang adekuat: mual, anoreksia.
Menghindari makanan yang tinggi purin seperti: kacang-kacangan, daun singkong,
jeroan. Menghindari minum kopi
9. Higiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri.
Ketergantungan pada orang lain
10. Neurosensori
Kebas/ kesemutan pada tangan dan kak, hilangnya sensai pada jari tangan,
pembengkakan sendi simetris.
11. Nyeri /kenyamanan
Fase akut dari nyeri (disertai / tidak disertai pembekakan jaringan lunak pada sendi.
Rasa nyeri kronis dan kekakuan pada pagi hari.
12. Keamanan
Kulit mengilat, tegang. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah
tangga,kekeringan pada mata dan membran mukosa. 13
13. Interaksi sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain ,perubahan peran.
Luaran Intervensi
Diagnosa Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1 2 3
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi Dukungan Mobilisasi
berhubungan dengan nyeri keperawatan selama 5 x Observasi
kunjungan, maka Mobilitas 1. Identifikasi adanya nyeri
Fisik meningkat,dengan atau keluhan fisik lainnya
kriteria hasil : 2. Identifikasi toleransi fisik
1. Pergerakan ekstremitas melakukan pergerakan
meningkat 3. Monitor kondisi umum
2. Kekuatan otot meningkat selama melakukan mobilisasi
3. Nyeri menurun
4. Kecemasan menurun Terapeutik
5. Kaku sendi menurun 4. Fasilitasi aktivitas
6. Gerakan tidak mobilisasi dengan alat bantu
terkoordinasi menurun (misalnya tongkat)
7. Gerakan terbatas menurun 5. Fasilitasi melakukan
8. Kelemahan fisik menurun pergerakan, jika perlu
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
7. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
8. Informasikan kepada
keluarga untuk memberi
dukungan kepada klien.
9. Berikan terapi
komplementer
Pemberian boreh jahe pada
sendi yang sakit.
Kompres hangat pada sendi
yang kaku
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. U
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Gang Mawar RT 02
Pasien datang sadar dengan keluhan nyeri di sendi bahu, kedua tangan, kedua kaki yang
mengganggu aktivitas. Pada pemeriksaan fisik secara umum kondisi stabil. Nyerinya
seperti tertimpa benda berat. Nyeri ketika mau berdiri setelah duduk.
± 2 bulan yang lalu pernah mengalami nyeri pada persendian pada lutut kaki kiri dan
kanan, nyeri pada telapak kaki kiri dan kanan. Kekuataan otot yaitu ekstremitas atas dan
bawah kanan dan kiri adalah 4 seluruh gerakan dapat dilakukan otot tetapi terbatas :
seperti jika pasien mau duduk pasien memegangi ursi/meja/tembok/dipapah suaminya.
Anggota keluarga tidak ada yang mengalami sakit sendi dengan gelaja yang sama.
C. PSIKOSOSIAL
1. Sosial /Interaksi : Hubungan Px terhadap keluarga dan lingkungan berjalan dengan baik
D. PEMERIKSAAN fISIK
Status Present
SUHU : 362OC
RR : 20 x/mnt
TD : 120/70 mmHg
NADI : 86 x/mnt
HbsAg : rapid non reaktif.
Pemeriksaan laboratorium: LED 109 mm/jam
Rheumatoid: factor positif
Skala nyeri 4-6
Status General
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), releks pupil (+/+), isokor, edema palbebra(-/-)
THT : Dalam batas normal
Leher : pembesaran kelenjar lime (-)
Thoraks : normal
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Status Lokalis
Sendi distal interphalangeal
ANALISA DATA
Peradangan kronik
Dikstruksi jaringan
2.
Px: pasien mengatakan susah untuk Intervensi juman pyogenic ke
melakukan aktifitas seperti duduk px dalam rongga sendi Gangguan
harus di papah Mobilitas fisik
P : TD normal
Q : nyeri seperti di timbah benda berat Reaksi Inflamasi pada
R : sendi bahu, kedua tangan, kedua jaringan sanovia
kaki
S : skala nyeri 4-6 Pembentukan PUS pada
T : 5- 12 menit membran dan cairan synovial
An kilosim
Rencana Keperawatan
IMPLEMENTASI
2. 1.
DAFTAR PUSTAKA
Aletaha D, Neogi T, Silman AJ, Funovits, Felson T, Bingham III CO et al. (2010). Rematoid
Arthritis Classification Criteria An American College of Rheumatology/European League
Against Rheumatism Collaborative Initiative. Arthritis Rheum, vol.62, pp.2569 – 81
Bresnihan B. (2002). Rheumatoid Arthritis: Principles of Early Treatment. The Journal of
Rheumatology, vol.29, no.66, pp.9-12
Choy E. (2012). Understanding The Dynamics: Pathway Involved In The Pathogenesis Of
Rheumatoid Arthritis. Oxford University Press on behalf of the British Society for
Rheumatology, vol. 51, pp.3-11
Febriana (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Rheumatoid Arthritis Ankle Billateral
Di RSUD Saras Husada Purworejo. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Nainggolan,Olwin. (2009). Prevalensi dan Determinan Penyakit Rematik di Indonesia. Maj
Kedokt Indon, vol.59, no.12, pp.588-594
Pradana,S.Y. (2012). Sensitifitas Dan Spesifisitas Kriteria ACR 1987 dan ACR/EULAR 2010
pada Penderita Artritis Reumatoid di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2014). Diagnosis dan Pengelolaan Artritis
Reumatoid. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. ISBN
Rudan, I., et al. (2015). Prevalence Of Rheumatoid Arthritis In Low– And Middle–Income
Countries: A Systematic Review And Analysis. Journal of Global Health, vol.5, no.1,
pp.1-10
Suarjana, I.N. (2009). Artritis Reumatoid. dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiati, S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, FKUI,
Jakarta, pp.2495-508
Sumariyono, H.I. (2010). Predictor Of Joint Damage In Rheumatoid Arthritis. Indonesian
Journal of Rheumatology, vol.03, no.02, pp. 15-20