Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

PENYAKIT TIDAK MENULAR PENYAKIT HIPERTENSI (PENYAKIT JANTUNG


KORONER DAN DIABETES MELITUS) MENURUT STEPWISE WHO

YUNI ANDRIANI SIREGAR 200203082 AGUSTINA JUNITA MANIK 200203056


EVI DAHLIA SIREGAR 200203061 SONYA M SIMAMORA 200203079
PURNAMA RAMBE 200203078 FITRI ALFRINA SIANTURI 200203064
STEVANI 200203094 APRI SALWAN SIREGAR 200203085
SONYA M. SIMAMORA 200203079 LENNI SIAHAAN 200203071
MILIA SRIKANTI BR TARIGAN 200203090 INGGRID SABRINA 200203088
YURIS R A MARBUN 200203083 MEGA GEMMI TOGATOROP 200203073
LISDAWATI SIGALINGGING 200203089 LISDA SIGALINGGING 200203089
NINING LINDAWATY SIHOMBING 200203077

DOSEN
MIDO ESTER SITORUS, MKM

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SARI MUTIARA
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul PENYAKIT TIDAK
MENULAR PENYAKIT HIPERTENSI (PENYAKIT JANTUNG KORONER DAN
DIABETES MELITUS) MENURUT STEPWISE WHO ini tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan

kemampuan maupun pengalaman kami. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi memperbaiki kekurangan ataupun kekeliruan yang ada. Harapan kami semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa untuk menambah wawasan dalam bidang

kesehatan.

Penulis mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kesalahan, oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

PENULIS

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 4

1.1 LATAR BELAKANG ........................................................................................ 4

1.2 TUJUAN .............................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5

2.1 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR ...................................... 5

2.2 WHO STEPwise ................................................................................................... 5

2.3 PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) MENURUT STEPWISE WHO 11

2.4 SURVEILANS DIABETES MELITUS MENURUT STEPWISE WHO ....... 13

2.5 SURVEILANS HIPERTENSI MENURUT STEPWISE WHO ...................... 15

BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 22

3.1 KESIMPULAN .................................................................................................... 22

3.2 SARAN .................................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Penyakit tidak menular (PTM) telah meningkat dengan tajam seiring dengan perubahan gaya
hidup dan perilaku tidak sehat masyarakat. Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis yang
tidak dapat ditularkan dari orang ke orang. Penyakit tidak menular menjadi penyebab kematian
tertinggi di dunia yaitu sebesar 63% dari 57 juta kematian. Penyebab kematian tersebut didominasi
oleh penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker dan penyakit pernafasan akut. Kematian akibat
penyakit tidak menular diperkirakan akan meningkat sebesar 15% pada tahun 2020. Peningkatan
paling tinggi akan terlihat di negara Mediterania dan Asia Tenggara dimana akan terjadi peningkatan
sebesar 20% (WHO, 2011).
Tingginya permasalahan PTM di Indonesia memerlukan upaya pengendalian yang memadai dan
komprehensif melalui promosi, deteksi dini,pengobatan, dan rehabilitasi. Upaya tersebut perlu
didukung oleh penyediaan data dan informasi yang tepat dan akurat secara sistematis dan terus-
menerus melalui sistem surveilans yang baik. Hal ini sesuai amanat UU no 36 tahun 2009 pasal 158
tentang Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Dengan surveilans PTM yang baik maka program
pencegahan dan pengendalian PTM berlangsung lebih efektif baik dalam hal perencanaan,
pengendalian, monitoring dan evaluasi program serta sebagai ide awal penelitian.
Sebagai tindakan antisipasi untuk peningkatan kematian akibat penyakit tidak menular, WHO
mengeluarkan surveilans global untuk faktor risiko penyakit tidak menular yaitu WHO STEPwise.
STEPwise WHO merupakan sebuah sistem surveilans untuk faktor risiko penyakit kronis yang
didesain untuk negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Penyakit jantung dan pembuluh
darah merupakan salah satu penyakit tidak menular, dan sebagaimana yang telah dirumuskan WHO
mengenai surveilans penyakit tidak menular yaitu dengan pendekatan WHO STEPwise. STEPwise
merupakan flexible tool yang digunakan untuk assessment faktor risiko penyakit tidak menular,
dimana setiap negara pelaksana dapat menyesuaikannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing
(WHO, 2003).

1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini secara umum adalah memberikan pengetahuan kepada
masing-masing kelompok gambaran mengenai Penyakit Tidak menular (PTM) menurut stepwise
WHO.
Tujuan Khususnya adalah
1. Memberikan gambaran/ pengetahuan PTM khususnya penyakit jantung koroner, hipertensi dan
diabetes melitus.
2. Memberikan gambaran tentang surveilans PJK, Hipertensi dan DM menurut stepwise WHO.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. EPIDEMOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR


Penyakit Tidak Menular adalah penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman atau virus penyakit
dan tidak ditularkan kepada orang lain, termasuk cedera akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.
Penyakit tidak menular terjadi akibat interaksi agent (non living agent) dan lingkungan sekitar
(source and vehicle of agent). Berdasarkan laporan WHO mengenai PTM di Asia Tenggara terdapat
lima PTM dengan tingkat kesakitan dan kematian yang sangat tinggi, yaitu penyakit Jantung
(Kardiovaskuler), DM, kanker, penyakit pernafasan obstruksi kronik dan penyakit karena kecelakaan.
Pengertian epidemiologi menurut WHO adalah studi tentang distribusi dan determinan kesehatan
yang berkaitan dengan kejadian di populasi dan aplikasi dari studi untuk pemecahan masalah
kesehatan.
Prevalensi PTM di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2013, hipertensi usia ˃ 18 tahun (25,8%),
PJK umur ≥ 15 tahun (1,5%), gagal jantung (0,3%), gagal ginjal kronik (0,2%), batu ginjal (0,6%),
rematik (24,7%), stroke (12,1‰), cedera semua umur (8,2%), asma (4,5%), PPOK umur ≥ 30
tahun(3,8%), Kanker (1,4‰),diabetes melitus (2,1%), hyperthyroid umur ≥ 15 tahun berdasarkan
diagnosis (0,4%), dan cedera akibat transportasi darat (47,7%). Sedangkan beberapa factor risiko
PTM, obesitas pada laki-laki umur ˃ 18 tahun (19,7%) dan pada perempuan (32,9%), obesitas sentral
(26,6%), konsumsi tembakau usia ≥ 15 tahun (36,3%), kurang konsumsi sayur-buah (93,5%).
● Transisi epidemiologi memiliki dua pengertian, menurut Omran (1971):
1. Statis : interval waktu yang dimulai dari dominasi penyakit menular dan diakhiri dengan dominasi
penyakit tidak menular sebagai penyebab kematian.
2. Dinamis : proses dinamis pola sehat sakit dari suatu masyarakat berubah sebagai akibat dari
perubahan demografi, sosial ekonomi, teknologi dan politis Transisi epidemiologi atau transisi
kesehatan diawali oleh transisi demografi.

● Mekanisme terjadinya transisi epidemiologi :


1. Penurunan fertilitas yang akan mempengaruhi insiden penyakit.
2. Perubahan factor resiko yang akan mempengaruhi insiden penyakit.
3. Perbaikan organisasi dan teknologi pelayanan kesehatan yang berpengaruh pada Crude Fatality
Rate (CFR). Terjadi perubahan dalam jumlah, distribusi, organisasi dan kualitas pelayanan
kesehatan yang mempengaruhi transisi epidemiologi dengan teknik diagnosis dan terapi yang baik
maka CFR dapat diturunkan.
4. Intervensi pengobatan.

5
● Peranan dan pendekatan epidemiologi dalam penyakit tidak menular :
a. Peranan
1. Mengetahui distribusi PTM didalam masyarakat.
2. Mengetahui penyebab tingginya distribusi PTM dalam suatu masyarakat
3. Menentukan pilihan prioritas dalam menangani masalah PTM
b. Pendekatan Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Tujuan dari pendekatan Epidemiologi Penyakit tidak menular ini adalah untuk
mengetahui distribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya PTM atau mengetahui
faktor determinantnya. Distribusi ini diarahkan untuk melihat beban dari PTM, trend yang
meningkat, frekuensi melalui Rate, Ratio dan proporsi. Pendekatan epidemiologi dalam PTM
tidak terlepas dari dasar segitiga epidemiologi (person, place, time), disamping melihat
populasi dan determinant.

● Penelitiaan Observasional
Sebagaimana umumnya penelitian epidemiologi, penelitian untuk penyakit tidak menular
dikenal juga adanya penelitian Observasional dan Eksperimental. Namun karena waktu
berlangsungnya yang lama, maka umumnya penelitian PTM merupakan penelitian
Observasional. Jenis-jenis penelitian terhadap PTM yang berupa:
1. Penelitian Cross Sectional
Studi Cross Sectional adalah studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi,
maupun hubungan penyakit dan paparan dengan cara observasional secara serentak pada
individu-individu suatu populasi pada suatu saat.
2. Penelitian kasus Kontrol
Studi kasus control merupakan studi observasional yang menilai hubungan paparan penyakit
dengan cara menentukan sekelompok orang-orang berpenyakit (kasus) dan sekelompok orang-
orang tidak berpenyakit (control), lalu membandingkan frekuensi paparan pada kedua
kelompok.
3. Penelitian Kohort
Studi Kohort adalah penelitian epidemiologic yang bersifat observasional dimana dilakukan
perbandingan antara sekelompok orang yang terkena (terpapar) dengan sekelompok lainya
yang tidak terkena penyebab (tidak terpapar), kemudian dilihat dari akibat yang ditimbulkan.
Dasar penelitian kohort adalah unsur akibat pada masa yang akan datang.

6
2.2 WHO STEPwise

Surveilans menurut WHO adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interpretasi data yang sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi pada pihak terkait
untuk intervensi. Salah satu tujuan surveilans adalah untuk memberikan informasi mengenai masalah
kesehatan populasi sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi lebih dini sehingga dapat
dilakukan pengendalian dan pencegahan secara cepat dan tepat.

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus-menerus terhadap
penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan
dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Sebagai tindakan antisipasi untuk peningkatan kematian akibat penyakit tidak menular, WHO
mengeluarkan surveilans global untuk faktor risiko penyakit tidak menular yaitu WHO STEPwise.
STEPwise merupakan surveilans untuk mengetahui faktor risiko pada penyakit tidak menular.
Instrumen ini telah dirumuskan oleh WHO dan dapat digunakan di setiap negara dengan penyesuaian
masing – masing kebutuhan negara (WHO, 2003).
Tujuan utama surveilans adalah penggunaan data yang dikumpulkan untuk merumuskan
kebijakan dan program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit (Khatib, 2003). Jabbour (2003)
dalam Workshop on the WHO STEPwise surveillance system (2004) juga menyebutkan bahwa
surveilans berguna untuk mengetahui besaran masalah suatu penyakit, menentukan prioritas
penyakit, serta sebagai implementasi dan evaluasi program. Shah dan Marthur (2010) menjelaskan
bahwa surveilans faktor risiko memiliki beberapa tujuan:

a. Mengidentifikasi kasus beserta wilayah asal, agar dapat diberikan intervensi yang tepat sasaran.
b. Mengidentifikasi kecenderungan penyakit dan faktor risikonya berdasarkan informasi yang telah
dikumpulkan.
c. Memonitor efektifitas kebijakan / program intervensi.
d. Memetakan distribusi kasus dan faktor risiko berdasarkan wilayah dan karakteristik kelompok.
e. Mengidentifikasi isu penelitian baru berdasarkan temuan, yang dapat memperkuat surveilan.
f. Memfasilitasi advokasi, sebagai pedoman kebijakan, dan menentukan prioritas alokasi sumber
daya.
.

7
STEPS dimulai dengan mengumpulkan informasi mengenai faktor risiko dengan menggunakan
kuesioner, selanjutnya pengukuran fisik secara sederhana dan pengumpulan sampel darah untuk
analisis biokimia. Pendekatan STEPwise lebih menekankan terhadap kualitas daripada kuantitas.
STEPwise menggunakan level berbeda pada setiap kuesioner. Hal ini dikategorikan berdasarkan
kompleksitas dalam memperoleh data. Pendekatan STEPwise WHO ini mengunakan instrumen dan
protokol yang telah terstandarisasi untuk memonitor trend penyakit tidak menular di setiap negara.
STEPwise WHO terfokus pada pengumpulan data terkait faktor risiko penyakit tidak menular secara
kontinyu.
Tujuan STEPwise WHO adalah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan informasi terhadap faktor risiko penyakit kronis/penyakit tidak
menular untuk pembuat kebijakan dan perencanaan intervensi
b. Terkumpulnya data faktor risiko yang sesuai standar (dapat disesuaikan dengan
standar masing–masing negara).
c. Menyediakan sistem surveilans penyakit kronis untuk negara dengan pendapatan
rendah–menengah.
d. Membangun kapasitas masing–masing negara untuk monitoring faktor risiko penyakit
tidak menular.
e. Mengintegrasi pendekatan dengan biaya rendah.

• Pendekatan Stepwise untuk surveilans faktor risiko


Khatib (2003) dalam Workshop on the WHO STEPwise surveillance system (2004), menjelaskan
bahwa surveilans merupakan bahan evaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan, melalui
strategi-strategi terstandarisasi sehingga menghasilkan pemetaan trend dan penanganan intervensi
tersebut. Tujuan utama surveilans adalah penggunaan data yang dikumpulkan untuk merumuskan
kebijakan dan program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit (Khatib, 2003). Jabbour (2003)

8
dalam Workshop on the WHO STEPwise surveillance system (2004) juga menyebutkan bahwa
surveilans berguna untuk mengetahui besaran masalah suatu penyakit, menentukan prioritas penyakit,
serta sebagai implementasi dan evaluasi program. Khatib juga menambahkan bahwa surveilans
nasional, epidemiologi faktor risiko, dan program pembangunan berbasis masyarakat termasuk hal-
hal yang penting untuk di perhatikan..
Pendekatan STEPwise menekankan bahwa data dengan jumlah kecil, tapi dengan kualitas
tinggi lebih berharga dibanding data dengan jumlah besar dengan kualitas rendah. Tindakan
surveilans STEPS dikategorikan berdasarkan kompleksitas dalam memperoleh data, yaitu seperti
yang ditunjukkan pada gambar berikut. (WHO, 2003).

Step 3
PemeriksaanLaboratorium

Step 2 Pemeriksaan Fisik

Step 1 Informasi Individ (Pengisian Kuesioner


Minimal Tambahan Opsional

Komponen Pendekatan STEPS Surveilan Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular. (WHO, 2003)

9
STEP 1 merupakan pengisian kuesioner yang berisi tentang informasi umum individu terkait faktor
risiko yaitu data sosio ekonomi, konsumsi tembakau dan alkohol, aktivitas fisik dan pola
makan (konsumsi buah, sayur, garam, dan gula).
STEP 2 merupakan tambahan informasi pada STEP 1 yaitu berupa pengukuran fisik terhadap individu
yang terdiri dari pengukuran tekanan darah, tinggi badan dan berat badan.
STEP 3 merupakan pengukuran klinis/biokimia seperti pengukuran kadar kolesterol dan gula darah.
Setiap level (STEP) tersebut terdapat core (inti) merupakan pertanyaan inti yang terdapat
dalam kuesioner, expanded (tambahan) merupakan pengembangan dari pertanyaan inti, dan
optional (pilihan) merupakan pertanyaan tambahan yang digunakan sesuai kebutuhan
peneliti.
STEPSwise mempunyai beberapa kelebihan diantaranya adalah metode dan kuesioner yang
sudah terstandarisasi, lebih fleksibel untuk diadaptasi oleh masing masing negara (dapat diadaptasi
untuk budaya yang berbeda), lebih sederhana, dapat ditambahkan dalam sistem yang sudah ada.
STEPSwise . STEPwise merupakan flexible tool yang digunakan untuk assessment faktor risiko
penyakit tidak menular, dimana setiap negara pelaksana dapat menyesuaikannya sesuai dengan
kebutuhan masing-masing (WHO, 2003). Pendekatan STEPwise menekankan bahwa data dengan
jumlah kecil, tapi dengan kualitas tinggi lebih berharga dibanding data dengan jumlah besar dengan
kualitas rendah.

10
2.3. PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) MENURUT STEPWISE WHO.
Kata koroner berasal dari Bahasa latin yaitu corona yang artinya mahkota. Disebut mahkota
karena pembuluh koroner atau pembuluh darah memiliki bentuk yang berkelok-kelok seperti
mahkota. Jika pembuluh koroner menyempit atau tersumbat, maka proses transportasi bahan-bahan
energi akan tergangggu. Akibatnya, sel-sel jantung akan melemah bahkan bisa mati. Gangguan
pada pembuluh koroner inilah yang disebut dengan penyakit jantung koroner (PJK). Penyakit
Jantung Koroner merupakan salah satu bentuk utama dari penyakit kardiovaskuler (penyakit
jantung dan pembuluh darah).

● FAKTOR RISIKO
Faktor risiko PJK terbagi menjadi dua bagian yaitu factor risiko yang dapat dihindari dan tidak
dapat dihindari.
A. Factor risiko yang dapat dihindari ialah sebagai berikut:
1. Stress
Stress yang berkepanjangan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Hal ini
terjadi karena tingginya produksi hormon adrenalin dan zat katekolamin pada tubuh.
2. Kurang aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik diidentik dengan terjadinya obesitas. Hal ini akan menyebabkan
otot jantung tidak bias bergerak dengan baik sehingga meningkatkan risiko untuk terkena
penyakit jantung koroner.
3. Merokok
Merokok akan mengakibatkan berkurangnya elatisitas pembuluh darah yang lama-
kelamaan akan berdampak pada pengerasan pembuluh darah.
4. Kolesterol tinggi
Kadar kolesterol jahat dalam darah akan menumpuk di dinding arteri sehingga dapat
menimbulkan plak yang mengakibatkan dindin arteri kaku dan pembuluh darah akan
menyempit.
5. Diabetes melitus
Tingginya gula darah memicu terjadinya penyempitan pembuluh darah.
6. Hipertensi
Hipertensi memaksa jantung untuk bekerja lebih keras. Akibatnya, otot jantung kiri
membesar sehingga pemompaan darah di jantung menjadi tidak efisien sehingga dapat
merusak jantung.
7. Obesitas
Obesitas merupakan factor risiko kuat terjadinya PJK. Obesitas mempengaruhi kadar
lipid plasma yang cenderung memperberat proses aterosklerosis.

11
B. Faktor risiko yang tidak dapat dihindari ialah sebagai berikut:
1. Genetik Riwayat keluarga berptensi besar untuk terkena PJK
2. Usia Risiko terkena PJK akan meningkat seiring bertambahnya usia. Umumnya, risiko
terkena PJK di usia 40 tahun.
3. Jenis kelamin Jenis kelamin laki-laki lebih rentan terkena PJK disbanding jenis kelamin
perempuan. Namun, risiko PJK semakin menigkat pada wanita yang telah menopause atau
berusia diatas 65 tahun.
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu penyakit tidak menular, dan
sebagaimana yang telah dirumuskan WHO mengenai surveilans penyakit tidak menular yaitu
dengan pendekatan WHO STEPwise. STEPwise merupakan flexible tool yang digunakan untuk
assessment faktor risiko penyakit tidak menular, dimana setiap negara pelaksana dapat
menyesuaikannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing (WHO, 2003).

STEP 1, merupakan pengumpulan informasi umum individu terkait faktor risiko dengan pengisian
kuesioner. Faktor risiko tersebut antara lain data sosioekonomi, konsumsi tembakau dan alkohol,
dan data kurang aktivitas fisik serta asupan makanan. Riwayat penyakit keluarga. Kuesioner dibuat
dalam bentuk simple meliputi:

a) Kebiasaan merokok

b) Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol

c) Kebiasaan melakukan aktivitas fisik / olahraga.

d) Frekuensi stres dan keluhan penyakit jantung dan pembuluh darah

e) Gejala penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke

STEP 2, menambahkan informasi pada STEP1. Dilaksanakan dalam bentuk pengukuran


fisik yang sederhana, meliputi :
a) Pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan

b) Pengukuran Lingkar Perut

c) Pengukuran Tekanan Darah

d) Pemeriksaan Lipid Darah,

e) Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu

f) Pemeriksaan EKG (elektrokardiogram)

STEP 3, merupakan gabungan STEP1 dan STEP2, serta menambahkan pengukuran biokimia,
misalnya dengan pengambilan sampel darah untuk pengukuran lipid darah,

12
2.3 DIABETES MELITUS MENURUT STEPWISE WHO.
Kata “Diabetes Melitus” berasal dari Bahasa latin yaitu diabetes yang berarti penerusan, dan
melitus berarti manis. Penyakit Diabetes Melilitus (DM) adalah penyakit kronis yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme
dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut disebabkan karena kurangnya produksi hormon
insulin yang diperlukan tubuh. Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau
penyakit gula darah. Penyakit diabetes merupakan penyakit endokrin yang paling banyak
ditemukan. Menurut WHO, pada tahun 2000 jumlah penderita Diabetes Melitus yaitu 171 juta jiwa
dan akan meningkat 2 kali, 366 juta pada tahun 2030. Di Indonesia, prevalensi penderita Diabetes
Melitus mencapai 8.426.000 dan diperkirakan pada tahun 2030 akan mencapai 21.257.000 jiwa.

● FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS


1. Genetik
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit Diabetes Melitus. Sekitar
50% penderita diabetes tipe 2 mempunyai orang tua yang menderita diabetes, dan lebih dari
sepertiga penderita diabetes mempunyai saudara yang mengidap diabetes. Diabetes tipe 2
lebih banyak kaitannya dengan faktor genetik dibanding diabetes tipe 1.
2. Ras atau etnis
Ras Indian di Amerika, Hispanik dan orang Amerika Afrika, mempunyai risiko lebih besar
untuk terkena diabetes tipe 2. Hal ini disebabkan karena ras-ras tersebut kebanyakan
mengalami obesitas sampai diabetes dan tekanan darah tinggi.
3. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko diabetes yang paling penting untuk diperhatikan. Lebih
dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah orang yang gemuk. Hal disebabkan karena
semakin banyak jaringan lemak, maka jaringan tubuh dan otot akan semakin resisten
terhadap kerja insulin, terutama jika lemak tubuh terkumpul di daerah perut. Lemak ini akan
menghambat kerja insulin sehingga gula tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk
dalam peredaran darah.
4. Metabolic syndrome
Metabolic syndrome adalah suatu keadaan seseorang menderita tekanan darah tinggi,
kegemukan dan mempunyai kandungan gul dan lemak yang tinggi dalam darahnya.
Menurut WHO dan NCEP-ATP III, orang yang menderita metabolic syndrome adalah
mereka yang mempunyai kelainan yaitu tekanan darah tinggi lebih dari 140/90 mg/dl,
kolesterol HDL kurang dari 40 mg/dl, trigliserida darah lebih dari 150 mg/dl, obesitas sentral
dengan BMI lebih dari 30, lingkar pinggang lebih dari 102 cm pada pria dan 88 cm pada
wanita atau sudah terdapat mikroalbuminuria.
5. Pola makan dan pola hidup
Pola makan yang terbiasa dengan makanan yang banyak mengandung lemak dan kalori
tinggi sangat berpotensi untuk meningkatkan resiko terkena diabetes. Adapun pola hidup

13
buruk adalah pola hidup yang tidak teratur dan penuh tekanan kejiwaan seperti stres yang
berkepanjangan, perasaan khawatir dan takut yang berlebihan dan jauh dari nilai-nilai
spiritual. Hal ini diyakini sebagai faktor terbesar untuk seseorang mudah terserang penyakit
berat baik diabetes maupun penyakit berat lainnya. Di samping itu aktivitas fisik yang
rendah juga berpotensi untuk seseorang terjangkit penyakit diabetes.
6. Usia Pada diabetes melitus tipe 2,
Usia yang berisiko ialah usia diatas 40 tahun. Tingginya usia seiring dengan banyaknya
paparan yang mengenai seseorang dari unsur-unsur di lingkungannya terutama makanan.
7. Riwayat endokrinopati.
Riwayat endokrinopati yaitu adanya riwayat sakit gangguan hormone (endokrinopati) yang
melawan insulin seperti peningkatan glukagon, hormone pertumbuhan, tiroksin, kortison
dan adrenalin.
8. Riwayat infeksi pancreas
Riwayat infeksi pancreas yaitu adanya infeksi pancreas yang mengenai sel beta penghasil
insulin. Infeksi yang menimbulkan kerusakan biasanya disebabkan karena virus rubella,
dan lain-lain.

STEP 1, Pengisian kuesioner untuk merupakan pengumpulan informasi umum individu terkait
faktor risiko dengan pengisian kuesioner yang meliputi:

a) Usia
b) Riwayat penyakit keluarga

c) Kebiasaan merokok

d) Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol

e) Kebiasaan melakukan aktivitas fisik / olahraga.

f) Pola Makan (Konsumsi buan dan sayur)

STEP 2, menambahkan informasi pada STEP1. Dilaksanakan dalam bentuk pengukuran


fisik yang sederhana, meliputi :
a) Pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan

b) Pengukuran Lingkar Perut

c) Pengukuran Tekanan Darah

STEP 3, merupakan gabungan STEP1 dan STEP2, serta menambahkan pengukuran


biokimia yaitu Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (Gula darah sebelum, sesudah makan, dan
puasa).

14
2.5 SURVEILANS HIPERTENSI MENURUT STEPWISE WHO.
Hipertensi adalah gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan
nutrisi terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Hipertensi memdapat beri
gejala lanjut ke organ lainnya seperti otak yang menyebabkan stroke, pembuluh darah jantung yang
menyebabkan penyakit jantung koroner dan otot jantung yang menyebabkan hipertropi ventrikel
kanan. Hipertensi merupakan penyakit yang sering muncul tanpa adanya gejala, sehingga hipertensi
disebut juga dengan pembunuh gelap (silent killer). Adapun gejala yang muncul seringkali
dianggap sebagai gangguan biasa sehingga penderita terlambat mengetahui adanya penyakit
tersebut.

● KLASIFIKASI HIPERTENSI
Hipertensi menurut klasifikasi WHO adalah :
1. Hipertensi ringan: TTD (Tekanan darah diastol) 90-110 mmHg.
2. Hipertensi sedang: TTD (Tekanan darah diastol) 110-130 mmHg.
3. Hipertensi berat: >130 mm Hg.
Adapun klasifikasi tekanan darah menurut risiko adalah :
1. Normal: Sistolis < 120 mm Hg. Diastolik < 80 mm Hg
2. Prahipertensi: Sistolis 120-139 mmHg. Diastolik 80-89 mmHg.
3. Hipertensi: Sistolis > 140 mmHg. Diastolik > 90 mmHg

● FAKTOR RISIKO HIPERTENSI


Adapun yang termasuk sebagai faktor risiko hipertensi yaitu sebagai berikut:
1. Umur Hipertensi lebih lazim terjadi pada pria dewasa muda dan paruh baya dibanding
wanita di usia yang sama. Pada usia 60 tahun keatas, hipertensi lebh banyak diderita oleh
kaum wanita.
2. Ras/Suku Orang kulit hitam lebih banyak disbanding ras lainnya. Orang kulit hitam
seperti Afrika jauh lebih peka terhadap natrium dibanding orang berkulit putih. Hal ini
dapat dilihat dari konsumsi makanan mereka dimana orang kulit hitam cenderung
mengonsumsi makanan yang tinggi natrium.
3. Obesitas Orang yang gemuk lebih banyak terkena hipertensi dibandingkan orang yang
kurus. Semakin besar massa tubuh, maka semakin banyak darah yang dibutuhkan.
Obesitas akan meningkatkan jumlah panjangnya pembuluh darah yang akan
meningkatkan resistensi darah. Peningkatan resistensi darah dapat menyebabkan tekanan
darah menjadi tinggi.
4. Stres
Stress mempercepat produksi senyawa berbahaya, meningkatkan kecepatan denyut
jantung dan kebutuhan suplai darah yang akan meningkatkan tekanan darah serta dapat
menimbulkan serangan jantung dan stroke.

15
5. Alkohol Alkohol dapat meningkatkan tekanan darah jika dikonsumsi dalam jumlah
berlebih.
6. Asupan natrium dan garam Natrium merupakan salah satu bentuk mineral atau elektrolit
yang berpengaruh terhadap tekanan darah.
7. Jenis kelamin Wanita lebih cenderung terkena hipertensi dibandingkan lelaki. Wanita
yang memasuki masa menopause lebih berisiko untuk obesitas sehingga rentan untuk
terkena hipertensi.
8. Kurang aktivitas fisik Aktivitas fisik sangat bermanfaat untuk tubuh khususnya jantung
dan paru-paru. Aktivitas fisik juga berguna bagi pembuluh darah dan dapat mencegah
penyakit hipertensi.
9. Urban/Ural Daerah kota lebih banyak risiko hipertensi dari pada daerah desa.
10. Geografis Daerah pantai lebih banyak ditemukan hipertensi dibandingkan daerah
pegunungan.
11. Penderita Diabetes Mellitus
12. Rokok
12. Kopi
13. Pil KB , Pil KB dapat berisiko meninggi ditandai dengan lamanya pemakaian

STEP 1, Pengisian kuesioner untuk merupakan pengumpulan informasi umum individu terkait
faktor risiko dengan pengisian kuesioner yang meliputi:

a) Daerah Tempat Tinggal


b) Usia
c) Riwayat penyakit keluarga, (diabetes)

d) Kebiasaan merokok

e) Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, Kopi, Pil KB.

f) Kebiasaan melakukan aktivitas fisik / olahraga.

g) Pola Makan (Konsumsi buan dan sayur)

h) Asupan Natrium

STEP 2, menambahkan informasi pada STEP1. Dilaksanakan dalam bentuk pengukuran


fisik yang sederhana, meliputi :
a) Pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan

b) Pengukuran Lingkar Perut

c) Pengukuran Tekanan Darah.

STEP 3, merupakan gabungan STEP1 dan STEP2, serta menambahkan pengukuran biokimia,

16
Tabel dibawah ini menggambarkan definisi operasional dari surveilans pengukuran faktor
resiko untuk Penyakit Tidak menular dengan sindrom metabolic, dimana sindrom metabolik
merupakan kumpulan dari faktor risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan diabetes yang
merupakan hasil interaksi antara gangguan genetik dengan perubahan gaya hidup.

17
18
19
20
21
BAB III

PENUTUP

.1 KESIMPULAN
- Sebagai antisipasi untuk peningkatan kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) , WHO
mengeluarkan surveylans global untuk factor risiko penyakit tidak menular yaitu WHO
STEPwise.
- WHO STEPwise merupakan sebuah system surveylans untuk factor risiko penyakit kronis
yang didesain untuk negara dengan pendapatan rendah dan menengah, dapat bermanfaat
dalam menentukan prioritas penyakit, mengetahui besaran suatu penyakit serta untuk
implementasi dan evaluasi program.

- Tujuan STEPwise WHO adalah sebagai berikut :


• Mengumpulkan informasi terhadap faktor risiko penyakit kronis/penyakit tidak
menular untuk pembuat kebijakan dan perencanaan intervensi
• Terkumpulnya data faktor risiko yang sesuai standar (dapat disesuaikan dengan
standar masing–masing negara).
• Menyediakan sistem surveilans penyakit kronis untuk negara dengan pendapatan
rendah–menengah.
• Membangun kapasitas masing–masing negara untuk monitoring faktor risiko
penyakit tidak menular.
• Mengintegrasi pendekatan dengan biaya rendah.

3.2. SARAN
• Kementrian kesehatan perlu melakukan penguatan system web surveilans faktor resiko
PTM, yang digunakan untuk meningkatkan efektifitas program pencegahan dan
pengendalian faktor resiko PTM
• Pemerintah daerah perlu melakukan penguatan system web surveilans melalui peningkatan
kapasitas petugas surveilans di puskesmas dan petugas/kader Posbindu PTM.
• Pemerintah daerah perlu meningkatkan pemanfaatan data hasil surveilans untuk
perencanaan dan evaluasi program P2PTM.
• Pelatihan interpretasi data dan informasi surveilans bagi penanggung jawab program dan
pengalokasian biaya operasional surveilans yang tepat.

22
DAFTAR ISI

1. Adriani ,Loli, Pemetaan Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (FR PJPD) Di
Wilayah Kerja PUSKESMAS Bogor Utara, UI-press, Jakarta, 2012.
2. Mahardini M.D., ANALISIS RISIKO SINDROM METABOLIK DENGAN PENDEKATAN
STEPWISE STEP 1 WHO (STUDI PADA PASIEN RAWAT JALAN POLI PENYAKIT
DALAM DI RSUD KABUPATEN JOMBANG), Universitas Jember, Jember, 2015
3. Susanti,N.,Bahan Ajar Epidemologi Penyakit Tidak Menular, FKM Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara, Medan, 2019
4. Stepwise untuk penanggulangan PTM (rocketpena.com)

23
LAMPIRAN

24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Anda mungkin juga menyukai