Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN TUTORIAL KASUS 1

KEPERAWATAN HIV/AIDS

DOSEN PENGAMPU : Ns. Yosi Oktarina S.Kep., M. Kep

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 1

CIKA OKTAVIA G1B119001


IRA ADELIA G1B119002
HUSNUL HOTIMAH G1B119005
SYIFA INAYATI G1B119023
VINOLA ADIESTY PRATAMI G1B119024
EVA DAYA NABABAN G1B119025
LALA DELVA SANTI G1B119045
MEIKE DWI RATNA GEA G1B119046
MIFTAHUR ROHMAH G1B119047
RANI RIZMA AL FATIHA H G1B119073
INDAH AGUSTIANI G1B119085

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI 2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah laporan tutor dengan kasus skenario 1 tentang
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV”.
Penyusunan laporan ini merupakan salah satu metode pembelajaran pada mata kuliah
Keperawatan HIV/AIDS pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan masukan, dorongan dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun laporan ini
baik dari segi moral dan materil. Ucapan terima kasih tersebut ditujukan kepada:

1. Ibu Ns.Yosi Oktarina,S.Kep.,M.Kep selaku dosen tutor Keperawatan HIV/AIDS


2. Rekan-rekan kelompok 1 Keperawatan HIV/AIDS

Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari masih jauh dari sempurna, untuk itu sangat
diharapkan saran dan kritik yang sifatnya konstruktif dari semua pihak untuk perbaikan makalah
ini. Penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi yang membaca dan bagi
pengembangan Ilmu Keperawatan.

Jambi, April 2021

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................5

1.1. Latar Belakang....................................................................................5

1.2. RumusanMasalah................................................................................6

1.3. TujuanPenulisan.................................................................................7

1.4. Manfaat...............................................................................................7

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………9

2.1. Definisi HIV/AIDS.............................................................................9

2.2. Penyebab HIV/AIDS..........................................................................9

2.3. Tahapan perubahan HIV/AIDS..........................................................10

2.4. Manifestasi klinis................................................................................11

2.5. Patofisiologi HIV/AIDS.....................................................................12

2.6. Tanda dan gejala.................................................................................12

2.7. Pemeriksaan penunjang......................................................................13

2.8. Penatalaksanaan..................................................................................14

2.9. Komplikasi..........................................................................................16

2.10. Asuhan keperawatan.........................................................................17

BAB III ANALISA KASUS...........................................................................25

3.1. STEP 1...........................................................................................26

3.2. STEP 2................................................................................................27

3.3. STEP 3................................................................................................28

3.4. STEP 4................................................................................................36

3
3.5. LEARNING OBJECTIVE.................................................................37

BAB IV PENUTUP.........................................................................................41

4.1. Kesimpulan.........................................................................................41

4.2. Saran...................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................42

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan Aids (Acquired Immune Deficiency
Syndrome) saat ini menjadi masalah darurat global, meskipun kita sadari bersama bahwa
upaya baik itu promotif ataupun preventif yang dilakukan pemerintah sudah demikian besar.
Namun demikian jumlah kasus HIV/Aids dari tahun ke tahun diseluruh bagian dunia terus
meningkat, sehingga tidak ada negara yang tidak terkena dampak penyakit ini.
Hal ini tentu menjadikan penyakit HIV/Aids menjadi pandemi yang mengkhawatirkan
masyarakat dunia. Hal ini disebabkan, disamping belum ditemukan obat ataupun vaksin
untuk upaya pencegahan, penyakit ini juga memiliki “window periode” dan fase
asimptomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya.Penyebaran
HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
dan daerah tempat tinggal penderitanya (Tangadi,1996 & Budiharto,1997 dalam
Desima,2013).
Laporan dari Joint United Nations Programme on HIV and AIDS atau UNAIDS pada
tahun 2015 terdapat 2,1 juta infeksi HIV baru diseluruh dunia, yang banyak tersebar di
wilayah afrika dan asia. Data ini menambah total penderita HIV menjadi 36.7 juta dan
penderita AIDS sebanyak 1,1 juta orang (UNAIDS, 2016).
Laporan perkembangan HIV AIDS dari Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit atau Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI pada tanggal 18 Mei 2016 menyebutkan
bahwa di Indonesia dari bulan Januari sampai dengan Maret 2016 jumlah HIV yang
dilaporkan sebanyak 7.146 orang dan AIDS sebanyak 305 orang. Rasio perbandingan antara
laki-laki dan perempuan yaitu 2:1 (Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI, 2016).
Penyakit HIV menular melalui cairan genitalia (sperma dan cairan vagina penderita
masuk ke orang lain melalui jaringan epitel sekitar uretra, vagina dan anus akibat hubungan
seks bebas tanpa kondom, heteroseksual atau homoseksual. Ibu yang menderita HIV sangat
beresiko menularkan HIV ke bayi yang dikandung jika tida ditangani dengan kompeten
(Nursalam 2011).

5
Menurut laporan Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit atau Ditjen
P2P Kementrian Kesehatan RI tahun 2017 presentase faktor resiko HIV adalah hubungan
seks beresiko pada lelaki seks lelaki ata LSL (28%) heteroseksual (24%), lain lain (9%) dan
penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (2%). Sedangkan untuk presentase faktor
resiko AIDS tertinggi adalah hubunga seks beresiko pada heteroseksual (67%), lelaki suka
lelaki atau LSL (23%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (2%), dan
perinatal (2%).
Orang yang terinfeksi HIV atau mengidap AIDS biasa disebut ODHA. Orang dengan
HIV AIDS (ODHA) beresiko mengalami Infeksi Oportunistik atau IO. Infeksio Oportunistik
adalah infeksi yang terjadi karena menurunnya kekebalan tubuh seseorang akibat virus HIV.
Infeksi ini umumnya menyerang ODHA dengan HIV stadium lanjut menyebabkan gangguan
berbagai aspek kebutuhan dasar, diantaranya gangguan kebutuhan oksigenasi, nutrisi, cairan,
kenyamanan, koping, integritas kulit dan sosial spiritual. Gangguan kebutuhan dasar ini
bermanifestasi menjadi diare, nyeri kronis pada beberapa anggota tubuh, penurunan berat
badan, kelemahan, infeksi jamur,hingga distres dan depresi (Nursalam, 2011).
Penurunan imunitas membuat ODHA rentan terkena penyakit penyerta, menurut hasil
laporan Ditjen P2P kementrian Kesehatan tahun 2016 ada beberapa penyakit penyerta yang
biasa menyertai AIDS diantaranya , Tuberkolosis, Diare, Kandidiasis, Dermatitis, Herpes
simplex, Herpes zooster, Limfadenopati generalisata persisten.
Penyakit HIV AIDS juga memunculkan berbagai masalah psikologi seperti ketakutan,
keputusasaan yang disertai dengan prasangka buruk dan diskriminasi dari orang lain, yang
kemudian menimbulkan tekanan psikologi (Arriza dkk, 2013). Menurut Nursalam (2011) jika
ditambah dengan stres psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV
maka akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan kematian.
Perawat memiliki tugas memenuhi kebutuhan dan membuat status kesehatan ODHA
meningkat melalui asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan merupakan suatu tindakan atau
proses dalam praktek keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien untuk
memenuhi kebutuhan objektif pasien, sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalahnya, yaitu:

6
1. Apa definisi dari penyakit HIV/AIDS?
2. Apa etiologi dari penyakit HIV/AIDS?
3. Bagaimana tahapan perubahan pada penyakit HIV/AIDS?
4. Apa manifestasi klinis dari penyakit HIV/AIDS?
5. Bagaimana patofisiologi dari penyakit HIV/AIDS?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari penyakit HIV/AIDS?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit HIV/AIDS?
8. Apa komplikasi dari penyakit HIV/AIDS?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit HIV/AIDS?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mampu untuk memahami konsep penyakit HIV/AIDS dan
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu memahami :

1. Definisi HIV/AIDS
2. Etiologi HIV/AIDS
3. Tahapan Perubahan HIV/AIDS
4. Manifestasi Klinis HIV/AIDS
5. Patofisiologi HIV/AIDS
6. Pemeriksaan Penunjang HIV/AIDS
7. Penatalaksanaan HIV/AIDS
8. Komplikasi HIV/AIDS
9. Asuhan Keperawatan HIV/AIDS
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Memberikan pengetahuan dan memperkaya pengalaman bagi mahasiswa dalam
memberikan dan menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS.
1.4.2 Bagi Institusi

7
Dapat menjadi bahan bacaan dan referensi untuk institusi dalam pembuatan makalah
selanjutnya

1.4.3 Bagi Masyarakat

Dapat dijadikan bahan bacaan bagi masyarakat mengenai penyakit HIV/AIDS dan dapat
menjadi sumber informasi bagi masyarakat mengenai penyakit HIV/AIDS sehingga
wawasan masyarakat menjadi lebih luas.

8
BAB II

PEMBAHSAN

2.1. Definisi
HIV adalah sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.11 AIDS adalah
kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired berarti didapat, bukan
keturunan. Immuno terkait dengan sistem kekebalan tubuh kita. Deficiency berarti
kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan kumpulan gejala, bukan gejala
tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan sistem
kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir. AIDS muncul setelah virus (HIV)
menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga sepuluh tahun atau lebih.11 HIV
(Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan
cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem
kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau kumpulan
berbagai gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV. Ketika
individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh maka semua penyakit dapat
dengan mudah masuk ke dalam tubuh. Karena sistem kekebalan tubuhnya menjadi sangat
lemah, penyakit yang tadinya tidak berbahaya akan menjadi sangat berbahaya. Orang yang
baru terpapar HIV belum tentu menderita AIDS. Hanya saja lama kelamaan sistem kekebalan
tubuhnya makin lama semakin lemah, sehingga semua penyakit dapat masuk ke dalam tubuh.
Pada tahapan itulah penderita disebut sudah terkena AIDS.
2.2. Penyebab HIV/AIDS
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen, dan sekret
vagina. Setelah memasuki tubuh manusia, maka target utama HIV adalah limfosit CD 4
karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus ini akan
mengubah informasi genetiknya ke dalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi
genetik dari sel yang diserangnya, yaitu merubah bentuk RNA (ribonucleic acid) menjadi
DNA (deoxyribonucleic acid) menggunakan enzim reverse transcriptase. DNA pro-virus
tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk
membentuk gen virus. Setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi
genetik virus juga ikut diturunkan. Cepat lamanya waktu seseorang yang terinfeksi HIV

9
mengembangkan AIDS dapat bervariasi antar individu. Dibiarkan tanpa pengobatan,
mayoritas orang yang terinfeksi HIV akan mengembangkan tanda-tanda penyakit terkait HIV
dalam 5-10 tahun, meskipun ini bisa lebih pendek. Waktu antara mendapatkan HIV dan
diagnosis AIDS biasanya antara 10–15 tahun, tetapi terkadang lebih lama. Terapi
antiretroviral (ART) dapat memperlambat perkembangan penyakit dengan mencegah virus
bereplikasi dan oleh karena itu mengurangi jumlah virus dalam darah orang yang terinfeksi
(dikenal sebagai 'viral load').
2.3. Tahapan perubahan HIV/AIDS
1. Fase 1
Umur infeksi 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah t erpapar dan terinfeksi.
Tetapi ciri-ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes darah. Pada fase ini
antibodi terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-gejala
ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri).
2. Fase 2
Umur infeksi : 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu sudah
positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan pada orang
lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan
sembuh sendiri).
3. Fase 3
Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit. Belum disebut sebagai gejala AIDS. Gejala-
gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu malam, diare terus
menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh-sembuh, nafsu
makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase
ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
4. Fase 4
Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh
sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya. Timbul penyakit tertentu yang disebut
dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru-paru yang menyebabkan radang
paru-paru dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma
kaposi, infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-minggu, dan infeksi otak
yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.

10
WHO menetapkan empat stadium klinis HIV, sebagaimana berikut:

a. Stadium 1 : tanpa gejala.


b. Stadium 2 : penyakit ringan.
c. Stadium 3 : penyakit lanjut.
d. Stadium 4 : penyakit berat
2.4. Manisfestasi klinis
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah
seperti dibawah ini:
a. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri
dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang
diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
b. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti
hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga
mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik.
c. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu
kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem
protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga
karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang
mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
d. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan
kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan
respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan
menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang
kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
e. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air
(herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang
menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan
rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak)
serta Eczema atau psoriasis.

11
Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur
pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih,
menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya
yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang
mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic inflammatory
disease (PID)' dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).

2.5. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa
dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan
banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam
usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman
ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA
ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi
infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali
virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan
oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari
sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu,
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan
untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap
tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini,

12
jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai
sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Ketika sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila
terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS

2.6. Tanda dan gejala


1. Tahap Pertama:
a. Pengidap akan mengalami nyeri mirip, seperti flu, beberapa minggu setelah
terinfeksi, selama satu hingga dua bulan.
b. Dapat tidak menimbulkan gejala apapun selama beberapa tahun.
c. Dapat timbul demam, nyeri tenggorokan, ruam, pembengkakan kelenjar getah bening,
diare, kelelahan, nyeri otot, dan sendi.
2. Tahap Kedua:
a. Umumnya, tidak menimbulkan gejala lebih lanjut selama bertahun-tahun.
b. Virus terus menyebar dan merusak sistem kekebalan tubuh.
c. Penularan infeksi sudah bisa dilakukan pengidap kepada orang lain.
d. Berlangsung hingga 10 tahun atau lebih.
3. Tahap Ketiga:
a. Daya tahan pengidap rentan, sehingga mudah sakit, dan akan berlanjut menjadi
AIDS.
b. Demam terus-menerus lebih dari sepuluh hari.
c. Merasa lelah setiap saat.
d. Sulit bernapas.
e. Diare yang berat dan dalam jangka waktu yang lama.
f. Terjadi infeksi jamur pada tenggorokan, mulut, dan vagina.
g. Timbul bintik ungu pada kulit yang tidak akan hilang.
h. Hilang nafsu makan, sehingga berat badan turun drastis.
2.7. Pemeriksaan penunjang

13
a. Tes untuk diagnosa infeksi HIV:
 ELISA
 Western blot
 P24 antigen test
 Kultur HIV
b. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
 Hematokrit.
 LED
 CD4 limfosit
 Rasio CD4/CD limfosit
 Serum mikroglobulin B2
 Hemoglobulin
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari pengobatan, perawatan/rehabilitasi dan edukasi.
1. Pengobatan
Obat-obatan yang dapat digunakan pada penderita HIV antara lain:
a. Obat Retrovirus
 Zidovudine (AZT)
Berfungsi sebagai terapi pertama anti retrovirus. Pemakaian obat ini dapat
menguntungkan diantaranya yaitu Dapat memperpanjang masa hidup (1-2 tahun),
mengurangi frekuensi dan berat infeksi oportunistik, menunda progresivitas
penyakit, memperbaiki kualitas hidup pasien, mengurangi resiko penularan
perinatal, mengurangi kadar Ag p24 dalam serum dan cairan spinal. Efek samping
zidovudine adalah: sakit kepala, nausea, anemia, neutropenia, malaise, fatique,
agitasi, insomnia, muntah dan rasa tidak enak diperut. Setelah pemakaian jangka
panjang dapat timbul miopati. Dosis yang se006Barang dipakai 200mg po tid, dan
dosis diturunkan menjadi 100mg po tid bila ada tanda-tanda toksik.
 Didanosine ( ddl ), Videx
Merupakan terapi kedua untuk yang terapi intoleransi terhadap AZT, atau bisa
sebagai kombinasi dengan AZT bila ternyata ada kemungkinan respon terhadap

14
AZT menurun. Untuk menunda infeksi oportunistik respon terhadap AZT
menurun. Untuk menunda infeksi oportunistik pada ARC dan asimtomatik
hasilnya lebih baik daripada AZT. Efek samping: neuropati perifer, pankreatitis
(7%), nausea, diare. Dosis: 200mg po bid ( untuk BB >60kg), 125mg po bid
(untuk BB < 60kg) Mulanya hanya dipakai untuk kombinasi denganAZT. Secara
invitro merupakan obat yang paling kuat, tapi efek samping terjadinya neuropati
( 17-31%) dan pankreatitis. Dosis : 0,75mg po tid.
b. Obat-obat untuk infeksi oportunistik
 Pemberian profiklaktik untuk PCP dimulai bila cCD4, 250 mm/mm3. Dengan
kotrimokzasol dua kali/minggu. Dosis 2 tablet, atau dengan aerosol pentamidine
300mg, dan dapsone atau fansidar.
 Prokfilaksis untuk TBC dimulai bila PDD>=5mm, dan pasien anergik. Dipakai
INH 300mg po qd dengan vit.b6, atau rifampisin 600mg po qd bila intolerans
INH.
 Profilaksis untuk MAI (mycobacterium avium intracelulare), bila CD4 ,
200/mm3, dengan frukanazol po q minggu, bila pernah menderita oral
kandidiasis, sebelumnya.
 Belum direkomendasikan untuk profilaksis kandidiasis, karena cepat timbul
resistensi obat disamping biaya juga mahal.
c. Obat untuk kanker sekunder
Pada dasarnya sama dengan penanganan pada pasien non HIV. Untuk Sakorma
Kaposi, KS soliter:radiasi, dan untuk KS multipel:kemoterapi. Untuk limfoma
maligna: sesuai dengan penanganan limfoma paa pasien non HIV.
d. Pengobatan simtomatik supportif
Obat-obatan simtomatis dan terapi suportif sring harus diberikan pada seseorang yang
telah menderita ADIS, antara lain yang sering yaitu: analgetik, tranquiller minor,
vitamin, dan transfusi darah.
e. Rehabilitasi
Rehabilitas ditujukan pada pengidap atau pasien AIDS dan keluarga atau orang
terdekat, dengan melakukan konseling yang bertujuan untuk:
 Memberikan dukungan mental-psikologis

15
 Membantu merekab untuk bisa mengubah perilaku yang tidak berisiko tinggi
menjadi perilaku yang tidak berisiko atau kurang berisiko.
 Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa mempertahankan
kondisi tubuh yang baik.
 Membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan yang berkaitan dengan
penyakitnya, antara lain bagaimana mengutarakan masalah-masalah pribadi dan
sensitif kepada keluarga dan orang terdekat.
f. Edukasi
Edukasi pada masalah HIV/AIDS bertujuan untuk mendidik pasien dan keluarganya
tentang bagaimana menghadapi hidup bersama AIDS, kemungkinan diskriminasi
masyaratak sekitar, bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau
masyarakat lain. Pendidikan juga diberikan tentang hidup sehat, mengatur diet,
menghindari kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan, antara lain: rokok, minuman
keras. Narkotik, dsb.
2.9. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus
(HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi social. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik,
hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan
efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. Infark serebral kornea sifilis
meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis. Neuropati karena
imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
 Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi,
dan dehidrasi

16
 Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
 Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal
dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus,
dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal
nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar,
infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri.
2.10. Askep konsep
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, alamat, penanggung
jawab, tanggal pengkajian, dan diagnose medis.
b. Keluhan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit
Mudah lelah, tidak nafsu makan, demam, diare, infermitten, nyeri panggul, rasa
terbakar saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi jamur di mulut,
pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman penglihatan, kesemutan
pada extremitas, batuk produkti/non.
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan diare,demam
berkepanjangan,dan batuk berkepanjangan.

17
2. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat menjalani tranfusi darah, penyakit herper simplek, diare yang hilang
timbul, penurunan daya tahan tubuh, kerusakan immunitas hormonal (antibody),
riwayat kerusakan respon imun seluler (Limfosit T), batuk yang berdahak yang
sudah lama tidak sembuh.
3. Riwayat Keluarga
Human Immuno Deficiency Virus dapat ditularkan melalui hubungan seksual
dengan penderita HIV positif, kontak langsung dengan darah penderita melalui
ASI.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Aktifitas Istirahat
Mudah lemah, toleransi terhadap aktifitas berkurang, progresi,
kelelahan/malaise, perubahan pola tidur.
2. Gejala subyektif
Demam kronik, demam atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang kali,
lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
3. Psikososial
Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan poa hidup, ungkapkan
perasaan takut, cemas, meringis.
4. Status Mental
Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada
lingkungan sekiar, gangguan proses piker, hilang memori, gangguan atensi dan
konsentrasi, halusinasi dan delusi.
5. Neurologis
Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak seimbangan, kaku kuduk,
kejang, paraf legia.
6. Muskuloskletal
Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
7. Kardiovaskuler
Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
8. Pernafasan

18
Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang – parah), batuk produktif/non
produktif, bendungan atau sesak pada dada.
9. Integument
Kering, gatal, rash dan lesi, turgor jelek, petekie positif.
2. Diagnosa
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu
makan
b. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
c. Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan
d. Perubahan eliminasi BAB
e. Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi
f. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunan respon
imun , kerusakan kulit.
3. Intevensi
No Diagnosa NOC NIC
1 Ketidakseimbangan Tujuan: 4. Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari g. Nutritional Status : makanan
kebutuhan tubuh b.d h. Nutritional Status : food and 5. Monitor adanya
penurunan nafsu Fluid Intake penurunan berat badan
makan i. Nutritional Status: nutrient 6. Monitor adanya mual,
Intake Weight control muntah dan diare
Kriteria hasil: 7. kolaborasi dengan
a. Adanya peningkatan berat dokter untuk
badan sesuai dengan tujuan pemasangan NGT
b. Berat badan ideal sesuai 8. Monitor jumlah nutrisi
dengan tinggi badan dan kandungan kalori
c. Tidak adanya tanda-tanda 9. Monitor kadar albumin,
malnutrisi Hb dan Ht
d. Menunjukan peningkatan 10. Kolaborasi dengan ahli
fungsi menelan gizi untuk menentukan
e. Mampu mengidentifikasi jumlah kalori dan nutrisi

19
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan pasien
11. Berikan substansi gula
12. Berikan makanan yang
sudah dikonsultasikan
dengan ahli gizi.
2 Nyeri akut b.d agen Tujuan: 1. lakukan pengkajian
injuri fisik a. Pain Level, nyeri secara
b. Pain control komprehensif termasuk
c. Comfort leve lokasi, karakteristik,
Kriteria hasil: durasi, frekuensi,
a. pasien dapat mengontrol kualitas dan faktor
nyerinya presipitasi.
b. skala nyeri berkurang dari 2. control lingkungan yang
skala 6 menjadi skala 3 dapat mempengaruhi
c. Klien mengatakan nyeri nyeri, seperti suhu
sudah berkurang ruangan, pencahayaan
d. Dapat mengenali faktor dan kebisingan.
penyebab nyeri 3. ajarkan tentang tehnik
nonfarmakologi.
4. berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
5. ajarkan teknik relaksasi
3 Intoleransi aktivitas Tujuan: 1. Monitoring vital sign
b.d penurunan a. Joint Movement : Active sebelum/sesudah latihan
kekuatan otot b. Mobility level dan lihat respon pasien
c. Self care : ADLs saat latihan
d. Transfer performance 2. Konsultasikan dengan
Kriteria hasil: terapi fisik tentang
a. Klien meningkat dalam rencana ambulasi sesuai
aktivitas fisik dengan kebutuhan
b. Mengerti tujuan dan 3. Bantu klien untuk

20
peningkatan mobilitas menggunakan tongkat
c. Memverbalisasikan perasaan saat berjalan dan cegah
dalam meningkatkan terhadap cedera
kekuatan dan kemampuan 4. Ajarkan pasien atau
berpindah tenaga kesehatan lain
d. Memperagakan penggunaan tentang teknik ambulasi
alat Bantu untuk mobilisasi 5. Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
7. ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
8. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan
9. ADLs pasien. Berikan
alat bantu jika klien
memerlukan.
10. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.
4 Perubahan eliminasi Tujuan : 1. Evaluasi efek samping
BAB a. Bowel elimination pengobatan terhadap
b. Fluid Balance gastrointestinal
c. Hydration 2. Ajarkan pasien untuk
d. Electrolyte and Acid base menggunakan obat
Balance antidiare
KriteriaHasil : 3. Instruksikan
a. Feses berbentuk, BAB sehari pasien/keluarga

21
sekali- tiga hari untukmencatat warna,
b. Menjaga daerah sekitar rectal jumlah, frekuenai dan
dari iritasi konsistensi dari feses
c. Tidak mengalami diare 4. Evaluasi intake
d. Menjelaskan penyebab diare makanan yang masuk
dan rasional tendakan 5. Identifikasi factor
e. Mempertahankan turgor kulit penyebab dari diare
6. Monitor tanda dan
gejala diare
7. Observasi turgor kulit
secara rutin
8. Ukur diare/keluaran
BAB
9. Hubungi dokter jika ada
kenanikan bising usus
10. instruksikan pasien
untukmakan rendah
serat, tinggi protein dan
tinggi kalori jika
memungkinkan
11. Instruksikan untuk
menghindari laksative
12. Ajarkan tehnik
menurunkan stress
Monitor persiapan
makanan yang aman
5 Kelelahan b/d status Tujuan : Energy Management
penyakit, anemia, a. Indurance 1. Observasi adanya
malnutrisi b. Concentration pembatasan klien dalam
c. Energy conservation melakukan aktivitas
d. Nutritional status : energy 2. Dorong anal untuk

22
Kriteria hasil : mengungkapkan
a. Memverbalisasikan perasaan terhadap
peningkatan energi dan keterbatasan
merasa lebih baik 3. Kaji adanya factor yang
b. Menjelaskan penggunaan menyebabkan kelelahan
energi untuk mengatasi 4. Monitor nutrisi dan
kelelahan sumber energi
tangadekuat
5. Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik
dan emosi secara
berlebihan
6. Monitor respon
kardivaskuler terhadap
aktivitas
7. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
6 Risiko tinggi Tujuan : 1. Berikan obat antibiotik
terhadap infeksi a. western blot positif dan evaluasi ke
berhubungan dengan Kriteria hasil : efektifannya
faktor : Penurunan a. temperature dan SDP 2. jamin pemasukan cairan
respon imun , kembalikebatas normal, paling sedikit 2-3 liter
kerusakan kulit. b. keringat malam berkurang sehari.
dan tidak ada batuk, 3. Pelihara kenyamanan
c. meningkatnya masukan suhu kamar. Jaga
makanan , tercapai kebersihan dan
keringnya kulit.
4. Pantau hasil JDL dan
CD4 pantau temperatur
setiap 4 jam

23
5. pantau status umum
(apendiks F) setiap 8
jam

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan,
pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas
perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan
mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan
informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan
menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap
proses keperawatan berikutnya.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan
kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses
keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil.

24
BAB III
ANALISA KASUS
KASUS :

Seorang wanita usia 33 tahun dirawat di rumah sakit dikarenakan batuk sudah lebih dari satu
bulan serta kehilangan berat badan sebanyak 10 kg dalam kurun waktu satu bulan. Hasil
pemeriksaan X-Ray dan sputum pasien menunjukkan bahwa paru-paru pasien terinfeksi
tuberculosis. Hasil pemeriksaan menunjukkan RR : 34 x/m, ronkhi (+) di kedua paru. BB : 35 kg,
TB : 155 cm. Nilai CD4 pasien : 134 sel/ul. Pasien mengatakan tertular HIV dari suaminya.
Pasien sering mengeluhkan sesak nafas dan sesak semakin memburuk pada saat berjalan. Pasien
mengatakan kepada perawat bahwa ia merasa putus asa dengan kondisinya saat ini. Perawat pun
menyarankan kepada pasien untuk berzikir agar pasien merasa tenang.

LO :

1. Bagaimana manajemen perawatan paliatif pada pasien tersebut?


2. Askep terminal illness/paliatif pada pasien tersebut?

25
STEP 1

1. Tuberculosis
Jawab :
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M.
tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri
Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis
yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium
Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan
pengobatan TBC.
Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif,
batuk sering kali bukan merupakan gejala TBC yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus
selalu selama 2 minggu atau lebih.
2. CD 4
Jawab :
CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih
manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel CD4 adalah jenis sel darah putih atau limfosit. Sel
tersebut adalah bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh kita. Sel CD4 kadang kala
disebut sebagai sel-T. CD4 termasuk sel darah putih yang memegang peran penting untuk
sistem kekebalan tubuh. Pemeriksaan CD4 diperlukan untuk mengetahui kondisi sistem imun
pada pasien yang terinfeksi HIV (human immunodeficiency virus)
3. Pemeriksaan X-Ray
Jawab :
Pemeriksaan X-ray adalah salah satu teknik pencitraan medis yg menggunakan radiasi
elektromagnetik untuk mengambil gambar atau foto bagian dalam tubuh. Fungsinya sebagai
pemeriksaan penunjang untuk keperluan penegakan diagnosa yg lebih akurat.

26
4. Ronkhi
Jawab :
Ronkhi adalah suara tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara melalui saluran nafas yang
berisi sekret/ eksudat atau akibat saluran nafas yang menyempit atau oleh oedema saluran
nafas, ronkhi dapat terjadi pada saat inspirasi maupun ekspirasi.
5. Sputum
Jawab :
Kultur dahak (sputum) adalah pemeriksaan dahak untuk mendeteksi adanya bakteri penyebab
infeksi saluran pernafasan, terutama infeksi paru-paru (pneumonia)

STEP 2

1. Apa dampak yang terjadi jika seorang pengidap HIV/AIDS terkena tuberkulosis?
2. Teknik paliatif apa yang di lakukan untuk kasus tersebut?
3. Apa factor yang menyebabkan pasien sesak nafas dan apa tindakan perawat agar sesak
pasien berkurang?
4. Bagaimana cara perawat untuk meningkatkan nafsu makan ataupun menambah BB pasien
agar kembali normal?
5. Apa yang menyebabkan pasien kehilangan BB yang signifikan dalam satu bulan?
6. Selain perwatan paliatif, apa tindakan lain yang bisa direkomendasikan dalam menangani
kasus pasien TBC yang tertular HIV/AIDS?
7. Apa tanda dan gejala seseorang tertular HIV?
8. Apa tujuan utama perawatan paliatif terhadap pasien HIV?
9. Bagaimana pathway dari kasus?
10. Bagaimana sikap perawat dalam menjalankan perawatan paliatif pada pasien hiv/aids yang
sudah putus harapan dan tidak mau mencoba perawatan paliatif?
11. Apakah semua hasil pemeriksaan perawat menyatakan nilai yang normal? Jika tidak, berapa
normalnya?
12. Perawatan paliatif yang seperti apa yang dilakukan perawat untuk pasien yang nilai CD4 nya
sudah rendah?
13. Apa intervensi awal yang dilakukan seorang perawat terhadap kasus tersebut?
14. Apa peran keluarga dalam perawatan paliatif pada pasien di kasus?

27
15. Bagaimana cara penularan HIV sehingga pasien dapat tertular dari suaminya?

STEP 3

1. Dampak TBC pada HIV iyalah ketika kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis)
menyerang pasien dengan HIV, jumlah CD4 menjadi turun yang menyebabkan kemampuan
sistem kekebalan ODHA dalam menyerang virus HIV menjadi berkurang, hal ini
diakibatkan karena sistem kekebalan tersebut harus bekerja juga untuk melawan infeksi
TBC. Sedangkan dampak HIV pada TB ini menyebabkan infeksi menjadi lebih aktif dan
lebih cepat, ODHA yang terserang TBC dapat menyebabkan berbagai penyakit pada bagian
tubuh yang lain diluar paru-paru misalnya kuman TB menyerang sistem persarafan, pada
getah bening dan pada tulang.
2. Perawatan paliatif yg dapat dilakukan yg pertama adalah memperhatikan prinsip dalam
memberikan perawatan paliatif yaitu :
 Melakukan pengkajian secara cermat mendengarkan keluhan dengan sungguh-sungguh
 Menetapkan diagnosis/masalah keperawatan dengan tepat sebelum bertindak
 Melakukan tindakan asuhan keperawatan secara tepat dan akurat
 Mengevaluasi perkembangan pasien secara cermat
Untuk intervensi perawatan paliatif yang bisa kita lakukan adalah :

 Strategi pencapaian asuhan keperawatan


 Memberikan prioritas intervensi keperawatan dan sesuai dengan masalah keperawatan :
nyeri, intake nutrisi, dan lain-lain

28
 Modifikasi tindakan dengan terapi komplementer (hipnoterapi, yoga, healing touch dan
lain-lain)
 Melibatkan keluarga ODHA
Sedangkan intervensi keperawatan pada aspek psiko sosio kultural dan spiitual adalah :

 Berikan informasi dengan tepat dan jujur


 Lakukann komunikasi terapeutik, jadilah pendengar yang aktif
 Tunjukkan rasa empati yang dalam
 Support ODHA, meskipun ODHA akan melewati hari-hari terakhir, pastikan ODHA
sangat berarti bagi keluarganya
 Tetap menghargai ODHA sesuai dengan perannya dalam keluarga
 Selalu melibatkan ODHA dalam proses keperawatan
 Tingkatkan penerimaan lingkungan terhadap perubahan kondisi ODHA
 Lakukan pendampingan spiritual yang intensif.

Dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif pada ODHA terdapat hal-hal yang arus
diperhatikan yaitu :

 Memberikan asuhan keperawatan sesuai masalah keperawatan


 Hak pasien adalah untuk menerima atau menolak tindakan keperawatan
 Rasa empati, support, motivasi dari berbagai pihak khususnya perawat
 Kolaborasi dengan tim perawatan paliatif.
3. TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis,
yang terutama menyerang paru-paru. Bakteri tersebut menyebar dari satu orang ke orang
lain melalui tetesan kecil yang dilepaskan ke udara (droplet), lewat batuk dan bersin. Pada
kasus TBC, gejala sesak napas dialami akibat peradangan pada jaringan paru, sehingga
pertukaran udara menjadi lebih sulit dilakukan. Selain itu, infeksi TBC juga dapat
menyebabkan adanya cairan pada rongga pleura (selaput paru), yang membuat paru-paru
jadi lebih sulit berkembang. Bahkan, pada keadaan sesak napas yang berat, pernapasan
bantuan dengan ventilator diperlukan untuk membantu pasien bernapas.
Dx. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi sekret

29
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
KH  : pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi :
 Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kelemahan dan
penggunaan otot bantu
 Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter, jumlah
sputum, adanya hemoptisis.
 Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi
 Berikan terapi oksigen
 Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan
4. Yang bisa dilakukan perawat dalam menaikkan BB pasien yaitu:
a. Perbanyak Asupan Kalori
Hal pertama yang harus kamu perhatikan adalah memperbanyak asupan kalori yang
masuk dalam tubuh. 
b. Makan Porsi Kecil
Terkadang, mengonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak membuat pencernaan
menjadi kurang nyaman. Untuk itu, makan dengan porsi yang lebih kecil. Namun,
lakukan dengan frekuensi yang lebih sering.
c. Hindari Makanan dengan Rasa yang Kuat
Sebaiknya hindari mengonsumsi makanan dengan rasa yang kuat, seperti pedas, asam,
atau terlalu manis. Konsumsilah makanan dengan rasa yang normal. Selain itu, hindari
makanan yang berlemak, mengandung kafein, dan alkohol.
d. Makanan dengan Tekstur Lembut
Pastikan kamu mengonsumsi makanan dengan tekstur yang lembut. Makanan yang keras
membuat tubuh lebih sulit mengolah. 
e. Perhatikan Kandungan Serat
Jangan lupa untuk memenuhi kebutuhan serat dalam tubuh. Hal ini untuk membantu
meningkatkan fungsi dari bagian pencernaan. 
f. Perbanyak Air Putih

30
HIV/AIDS dapat menyebabkan gangguan pada pencernaan yang menyebabkan diare.
Perbanyak air putih untuk menghindari gangguan kesehatan yang lebih buruk, seperti
dehidrasi.
5. Keberadaan virus sudah yang melemahkan sistem imun. Saat seseorang mengalami infeksi,
sistem imun tubuh mereka harusnya bekerja keras untk melawan penyebab penyakitnya.
Proses perlawanan ini membutuhkan energi yang tidak sedikit. Karena sistem imun ODHA
sudah sangat dilemahkan, maka tubuh mereka butuh asupan energi yang lebih besar lagi. Di
samping itu, infeksi mengganggu kerja metabolisme sehingga menurunkan kemampuan
tubuh untuk menyerap makanan. Virus penyebab infeksi HIV kerap membuat dinding usus
rusak sehingga berbagai nutrisi dari makanan tidak bisa diserap dengan sempurna. Ketika
tidak mendapat cukup asupan makanan, tubuh menggunakan cadangan energi dari lemak
dan protein dari otot. Jika hal ini terjadi terus-menerus, ODHA akan jadi susah gemuk
karena selalu kehilangan massa dan massa ototnya.
6. Pelayanan Kolaborasi TB-HIV dapat dilaukan dengan petugas kesehatan di klinik TB akan
merujuk pasien TB ke Klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing), jika pasien
memiliki resiko terkena HIV & AIDS (misalnya pasien atau pasangannya sering
berhubungan seks berganti-ganti pasangan, atau menggunakan narkoba suntik). Sebaliknya
pasien HIV atau ODHA yang menjalani pengobatan ARV TB oleh dokter, jika ada salah
satu gejala TB maka pasien dirujuk ke klinik TB atau unit DOTS di rumah sakit atau
pelayanan kesehatan. Jika pasien terkena TB dan HIV secara bersamaan maka:
 TB dapat disembuhkan dengan berobat secara teratur sampai tuntas.
 Periksa ke dokter di rumah sakit yang menyediakan ARV(Anti Retro Viral) untuk
memastikan apakah sudah diminum.
 Virus HIV dapa dikendalikan dengan minum ARV secara teratur
 Hidup sehat, istirahat cukup, makan teratur, berolah raga, hindari rokok dan alkohol.
 Saat batuk dan bersin tutup mulut dengan sapu tangan/tissu atau gunakan masker

7. Tanda dan gejala HIV/AIDS disesuaikan dengan fase terjadinya HIV/AIDS tersebut,
diantaranya :
Tahapan perubahan HIV/AIDS

31
a. Fase 1
Umur infeksi 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar dan terinfeksi.
Tetapi ciri-ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes darah. Pada fase ini
antibodi terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-gejala
ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri).
b. Fase 2
Umur infeksi : 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu sudah
positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan pada orang
lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan
sembuh sendiri).
c. Fase 3
Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit. Belum disebut sebagai gejala AIDS. Gejala-
gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu malam, diare terus
menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh-sembuh, nafsu
makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase
ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
d. Fase 4
Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh
sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya. Timbul penyakit tertentu yang disebut
dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru-paru yang menyebabkan radang
paru-paru dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma
kaposi, infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-minggu, dan infeksi otak
yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.

WHO menetapkan empat stadium klinis HIV, sebagaimana berikut:

a) Stadium 1 : tanpa gejala.


b) Stadium 2 : penyakit ringan.
c) Stadium 3 : penyakit lanjut.
d) Stadium 4 : penyakit berat
8. Tujuan perawatan paliatif untuk mengurangi penderitaan pasien, meningkatkan kualitas
hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Perawatan ini mencegah dan

32
mengurangi penderitaan melalui identifikasi awal, penilaian yang benar dan perawatan rasa
sakit dan masalah lain, baik fisik, psikososial atau spiritual. (WHO, 2018) Jadi, tujuan utama
perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit dan yang ditangani bukan hanya
penderita, tetapi juga keluarganya
9.

33
10. Perawat dapat melakukan konseling hiv/aids. Konseling HIV/AIDS bersifat komunikasi
rahasia antara klien dan petugas kesehatan yang bertujuan memungkinkan klien menghadapi
stres dan menentukan pilihan pribadi berkaitan dengan HIV/AIDS. Proses konseling
termasuk melakukan evaluasi risiko penularan HIV pribadi, memberikan fasilitasi perubahan
perilaku, dan melakukan evaluasi mekanisme coping ketika klien dihadapkan pada hasil tes
(+), dan konseling pencegahan dan perubahan perilaku guna mencegah penularan. Diagnosis
HIV mempunyai banyak dampak –psikologik, sosial, fisik dan spiritual. HIV merupakan
penyakit yang mengancam kehidupan.
Tahap pertama: Dimulai dari membina hubungan baik dan membina kepercayaan ,
dengan menjaga rahasia dan mendiskusikan keterbatasan rahasia, melakukan ventilasi
permasalahan, mendorong ekspresi perasaan, diutamakan dapat menggali masalah, terus
mendorong klien menceritakannya.

Tahap kedua : Mendefinisikan pengertian peran, memberikan batasan dan kebutuhan


untuk mengungkapkan peran dan batasan hubungan konseling, mulai dengan memaparkan
dan memperjelas tujuan dan kebutuhan klien, menyusun prioritas tujuan dan kebutuhan
klien, mengambil riwayat rinci – menceritakan hal spesifik secara rinci, menggali keyakinan,
pengetahuan dan keprihatinan klien.

Tahap ketiga : Proses dukungan konseling lanjutan yakni dengan meneruskan ekspresi
perasaan / pikiran , mengidentifikasi opsi, mengidentifikasi ketrampilan, penyesuaian diri
yang telah ada, mengembangkan keterampilan penyesuaian diri lebih lanjut, mengevaluasi
opsi dan implikasinya, memungkinkan perubahan perilaku, mendukung dan menjaga
kerjasama dalam masalah klien, monitoring perbaikan tujuan yang terindentifikasi, dan
rujukan yang sesuai.

Tahap empat : Untuk menutup atau mengakhiri hubungan konseling. Disarankan


kepada klien dapat bertindak sesuai rencana klien menata dan menyesuaiakan diri dengan
fungsi sehari-hari, bangun eksistensi sistem dukungan dan dukungan yang diakses, lalu
mengidentifikasi strategi untuk memelihara hal yang sudah beruhah baik .

11. Pada kasus, hasil pemeriksaan X-ray dan Sputum pasien menunjukkan bahwa pasien
terinfeksi tuberkulosis . Kemudian RR : 34 x/m nt menunjukkan ketidaknormalan dengan
nilai RR normal 12-20 x/mnt . Ronkhi (+) dikedua paru akibat adanya eksudat pada paru-

34
paru pasien. BB 35 kg dengan TB 155 cm, hasil indeks massa tubuh menunjukkan pasien
mengalami kekurangan bobot dengan nilai IMT 14,6 dengan nilai IMT normal adalah
kisaran 18,5 - 22,9 . Selanjutnya nilai CD4 pasien yaitu 134 sel/ul yang menunjukkan
kerusakan berat pada sistem kekebalan tubuh dengan nilai CD4 normal adalah berkisar 500-
1600.
12. Peran perawat yaitu memotivasi untuk melakukan terapi antiretroviral (ART) yang
tujuannya mengembalikan kekuatan kekebalan pada seseorang yang terinfeksi HIV. Dengan
mencegah virus bereplikasi, ART membantu tubuh memulihkan dirinya sendiri, menyusun
kembali populasi CD4 hingga ke tingkat normal. Dengan cara mengkonsumsi obat dengan
teratur dan tepat waktu.

13. Untuk intervensi pada kasus , karena pada kasus pasien mengalami penurunan berat dengan
cukup drastis yaitu 10 kg dalam kurun waktu 1 bulan maka didapatkan diagnose :
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan
sehingga dilakukan intervensi dengan kriteria hasil:
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Tidak adanya tanda-tanda malnutrisi
d. Menunjukan peningkatan fungsi menelan
e. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi dengan perencanaan tindakan:
 Kaji adanya alergi makanan
 Monitor adanya penurunan berat badan
 Monitor adanya mual, muntah dan diare
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan NGT
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Monitor kadar albumin, Hb dan Ht
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
 Berikan substansi gula
 Berikan makanan yang sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi.

35
14. Peran keluarga dalam perawatan paliatif :
Keluarga menghindari sikap terlihat mengasihani dirinya dan tunjukkan bahwa keluarga
tetap mendukung kegiatan yang menyenangkan untuknya, dengan catatan tidak
membahayakan. keluarga meyakinkan pasien bahwa keluarga merawat mereka dengan
dasar penghargaan cinta. Keluarga dapat mendampingi dan merawat anggota keuarga yang
sakit saat ia mengalami perubahan fisik, emosional dan spiritual adalah keluarga yang hebat
walaupun memang tidak mudah. Proses perjalanan saat ada sakit dirasakan oleh seluruh
anggota keluarga. Keluarga di harapkan selalu membimbing dan mengarahkan diri mereka
dan anggota keluarga yang sakit untuk mengevaluasi kembali kehidupan yang telah dijalani,
dalam fase ini, mendekatkan diri ke dalam hal spiritual lebih dianjurkan. Hal yang dapat
dilakukan yaitu mendekatkan diri kepada Yang Kuasa dan mencari arti perjalanan
kehidupan dengan penyakit. Ketika dalam fase ini dapat ditangani maka kematian tidak lagi
menjadi ketakutan terbesar dalam keluarga dan anggota yang sakit.

15. Penularan HIV/AIDS antara lain?


 Pemakaian jarum suntik secara bergantian dengan pengidap HIV.
 Penggunaan peralatan pribadi yang tidak disterilkan dan pernah dipakai oleh pengidap
HIV, misalnya peralatan tato, alat piercing, atau cukur jenggot.
 Melakukan hubungan intim dengan pengidap HIV. Umumnya, hubungan intim yang
dilakukan melalui vagina atau dubur menjadi risiko tertinggi penularan HIV. Hubungan
intim yang dilakukan secara oral nyatanya sangat jarang menyebabkan penularan HIV,
kecuali terdapat luka terbuka pada mulut, misalnya sariawan atau luka pada bagian gusi.
 Mendapatkan transfusi darah dari pengidap HIV juga menyebabkan kamu dapat tertular
virus HIV.
 Virus HIV juga dapat menular dari ibu hamil ke janin dalam kandungan.
 Selain itu, virus HIV dapat ditularkan melalui proses persalinan atau menyusui.

36
STEP 4

Wanita 33 tahun

Dirawat di RS karena batuk sudah lebih 1 bulan dan BB menurun dalam waktu satu bulan

DO :
DS :
 Hasil X-Ray dan sputum
menunjukkan paru – paru  Pasien mengatakan tertular HIV

terinfeksi tuberkulosis dari suaminya

 RR : 34x/i  Pasien sering mengeluh sesak


37 nafas dan memburuk saat
 Rokhi (+) di kedua paru
berjalan
 BB : 35 kg
 Pasien merasa putus asa dengan
 TB : 155 cm
 Nilai CD4 : 132 sel/uL

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HIV

Definisi, tanda dan gejala, etiologi, komplikasi, patofisiologi, pentalaksanan, manifestasi klinis

Konsep asuhan keperawatan

STEP 5

1. Bagaimana manajemen perawatan paliatif pada pasien tersebut?


Jawab :
Manajemen Perawatan Paliatif :Dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif pada
ODHA terdapat hal-hal yang arus diperhatikan yaitu :
a. Memberikan asuhan keperawatan sesuai masalah keperawatan
b. Hak pasien adalah untuk menerima atau menolak tindakan keperawatan
c. Rasa empati, support, motivasi dari berbagai pihak khususnya perawat
d. Kolaborasi dengan tim perawatan paliatif
Prinsip Asuhan Keperawatan Paliatif Berikut ini adalah prinsip yang harus diperhatikan
dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS :

38
a. Melakukan pengkajian secara cermat, mendengarkan keluhan dengan sungguh-sungguh
b. Menetapkan diagnosis/masalah keperawatan dengan tepat sebelum bertindak
c. Melakukan tindakan asuhan keperawatan secara tepat dan akurat
d. Mengevaluasi perkembangan pasien secara cermat Pendekatan model asuhan
keperawatan paliatif diberikan dengan melihat kebutuhan ODHA secara holistik yang
meliputi kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural pada ODHA dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan, meliputi pengkajian keperawatan,
penegakan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
1. Askep terminal illness/paliatif pada pasien tersebut?
Jawab :
1) Pengkajian
Identitas Klien
a. Nama :-
b. Umur : 33 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Status perkawinan : Kawin
e. Tanggal pengkajian : 4 Mei 2021
f. Keluhan Utama :
Batuk sudah lebih dari satu bulan serta kehilangan berat badan sebanyak 10 kg
dalam kurun waktu satu bulan.
g. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien sering mengeluhkan sesak nafas dan sesak semakin memburuk pada saat
berjalan.
h. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Pasien mengatakan tertular HIV dari suaminya.
i. Pemeriksaan Fisik :
RR : 34 x/m, ronkhi (+) di keduaparu,
BB : 35 kg,
TB : 155 cm.
j. Pemeriksaan Penunjang

39
Pemeriksaan X-Ray dan sputum pasien menunjukkan bahwa paru-paru pasien
terinfeksi tuberculosis.
Nilai CD4 pasien : 134 sel/ul
k. Analisa Data

No Data Problem Etiologi


1. DS : Perubahan nutrisi Perubahan nutrisi
 Klien mengataan kurang dari kurang dari
tertular HIV dari kebutuhan tubuh kebutuhan tubuh
suaminya

DO :
 Kehilangan BB
sebanyak 10 kg
dalam 1bulan
 BB : 35 kg
 TB : 155 cm
2. DS : Resiko tinggi pola Resiko tinggi pola
 Pasien sering nafas tidak efektif nafas tidak efektif
mengeluh sesak
nafas dan semakin
buruk pada saat
berjalan

DO :
 Ronkhi (+)
dikedua paru
 RR : 34 x/menit
 Hasil X-ray san
sputum
menjunjukkan

40
bahwa pasien
terinfeksi
tuberculosis
 Klien mengatakan
batuk lebih dari 1
bulan

2) Diagnosa
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
intestinal ditandai dengan penurunan berat bada
2. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi dan
ketidakseimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)

3) Intervensi

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan
kurang dari keperawatan diharapkan klien untuk
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi dapat emmenuhi
berhubungan dengan terpenuhi dengan baik kebutuhan nutrisi
gangguan intestinal ditandai dengan kriteria 2. Informasikan
ditandai dengan hasil : kepada
penurunan berat 1. Nafsu makan klien/keluarga
bada meningkat faktor yang dapat
2. Berat badan meningkat menimbulkan mual
3. Intake nutrisi adekuat dan muntah
4. Klien mandiri dalam 3. Monitor asupan
mengidentifikasi nutrisi dan intake
kebutuhan nutrisi output cairan
4. Pemberian nutrisi
enteral

41
Dukunan Kenaikan
BB
1. Monitor BB klien
sesuai indikasi
2. Sediakan makanan
sesuai dengan
kesukaan klien dan
program diet
3. Bantu klien dalam
makan dan libatkan
keluarga dalam
pemberian makan
Resiko tinggi pola Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor jumlah
nafas tidak efektif keperawatan klien pernafasan
berhubungan dengan diharapkan mampu 2. Monitor tanda-tanda
proses infeksi dan mempertahakan pola nafas vital
ketidakseimbangan agar kembali efektif dengan 3. Jelaskan pada
muskuler kriteria hasil : pasien untuk
(melemahnya otot- 1. Kecepatan dan irama mengurangi
otot pernafasan) pernafasan dalam batas aktivitas
normal 4. Anjurkan pasien
2. Tanda-tanda vital untuk posisi fowler
dalam batas normal agar leher tidak
3. Fungsi paru dalam tertekuk
batas normal 5. Ajarkan teknik
bernafas dan
relaksasi yang benar
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan

42
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS
dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak
sistem kekebalan tubuh manusia.Diagnosis infeksi HIV dan AIDS dapat dilakukan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Penatalaksanaan penderita dengan infeksi HIV atau
AIDS meliputi pengobatan suportif, pengobatan infeksi oportunistik dengan antibiotik,
antijamur, antiparasit, antivirus dan glukokortikoid, pengobatan neoplasma, serta pengobatan
dengan antiretroviral (ARV).
Rencana keperawatan yang disusun tergantung kepada masalah keperawatan yang
ditemukan masing masing pasien rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien HIV
AIDS rencana tindakan yang pada pasien HIV AIDS antara lain, menajemen cairan, monitor
cairan, menajemen saluran cerna, menajemen diare, monitor elektrolit, menajemen nutrisi
monitor nutrisi ,terapi nutrisi, pemberian nutrisi total parenteral, pemberian analgesik
menajemen nyeri, monitor tanda- tanda vital, peningkatan citra tubuh, peningkatan koping,
peningkatan harga diri, pengecekan kulit, pemberian obat, bimbingan antisipatif,
pengurangan kecemasan.
Rencana keperawatan tersebut di implementasikan dengan baik. dan pada tahap evaluasi
menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respons pasien
terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan.
4.2. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami
meminta agar pembaca berkenan memberi kritik dan saran demi kesempurnaan dimasa
mendatang

43
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Sekretaris Jenderal

Kumar,Cotran,Robbins.(2011). Buku Ajar Patologi (Awal Prasetyo,Brahm U.Pandit, Toni Prilino,


Penerjemah). Jakarta: EGC

Bararah dan Jauhar.M, 2103. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional
Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya

Bulechek,Gloria M, Dkk (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). United kingdom:


ELSEVIER
Djoerban Z, Djauzi S. 2009. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V.
Editor: SUdoyo AW, SetyohadiB, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta: Puat Penerbitan IPD
FAKUI.

44

Anda mungkin juga menyukai