Disusun oleh:
KELOMPOK 1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya kai dapat menyelesaikan makalah mengenai Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Kasus HIV/AIDS ini dengan baik.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ns. Maria Ulfah S.kep., Ns
dan Ns. Huriati S.Kep., Ns., M. Kes selaku dosen dan pembimbing kami yang
telah memberikan saran dan masukan dalam proses pembuatan makalah ini.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Daftar Isi..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................
A. Definisi.................................................................................................
B. Etiologi ................................................................................................
C. Manifestasi Klinis.................................................................................
D. Patofisiologis.......................................................................................
E. Komplikasi ..........................................................................................
F. Pemeriksaan diagnostic......................................................................
G. Penatalaksanaan.................................................................................
H. Pengkajian...........................................................................................
I. Diagnose Keperawatan.......................................................................
J. Rencana Keperawatan........................................................................
K. Penyimpangan KDM...........................................................................
A. Kesimpulan..........................................................................................
B. Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan diatas maka
tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui etiologi dari HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi Klinis HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui Patofisiologis HIV/AIDS
5. Untuk mengetahui apa saja komplikasi yang dapat muncul akibat
HIV/AIDS
6. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostic HIV/AIDS
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan HIV/AIDS
8. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian HIV/AIDS
9. Untuk mengetahui Diagnose Keperawatan HIV/ AIDS
10. Untuk mengetahui Rencana Keperawatan HIV/AIDS
11. Untuk mengetahui Penyimpangan KDM HIV/AIDS
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFISI HIV/AIDS
Penyebab terjadinya AIDS berasal dari infeksi virus HIV. Virus ini dahulu
disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (Human T Lympotrophic Virus III /
HTLVIII) atau virus limfadenopati, adalah suatu retrovirus manusia dari famili
lentivirus (Price & Wilson, 2006). Terdapat dua tipe virus HIV yang sudah
teridentifikasi berdasarkan susunan genom dan hubungan filogeniknya, yaitu
HIV-1 dan HIV-2 yang keduanya memiliki penyebaran epidemiologis yang
berbeda. Virus HIV-1 merupakan tipe yang paling umum dan virulen menginfeksi
manusia dimana 12 sebanyak 90% kejadian infeksi HIV yang terjadi di dunia
berasal dari HIV-1 (Phangkawira, dkk., 2019).
b) Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1 – 2 minggu dengan gejala flu like
illness
Infeksi HIV dapat terjadi melalui hubungan seks baik melalui vagina
maupun dubur (anal). Meskipun sangat jarang, HIV juga dapat menular
melalui seks oral. Akan tetapi, penularan lewat seks oral hanya akan
terjadi bila terdapat luka terbuka di mulut penderita, misalnya seperti gusi
berdarah atau sariawan.
Penularan HIV dapat terjadi saat seseorang menerima donor darah dari
penderita HIV.
HIV juga dapat terjangkit pada bayi melalui ibunya yang telah terinfeksi
sebelumnya. Hal ini dapat terjadi selama kehamilan, persalinan, hingga
saat menyusui. Seorang ibu yang telah positif mengidap HIV dan telah
mendapatkan pengobatan untuk gangguan tersebut, risiko untuk bayinya
akan menurun secara signifikan. (Phangkawira, dkk., 2019).
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu keji, dan
suatu jalan yang buruk.”
Infeksi HIV dapat terjadi melalui hubungan seks baik melalui vagina maupun
dubur (anal). Meskipun sangat jarang, HIV juga dapat menular melalui seks oral.
Akan tetapi, penularan lewat seks oral hanya akan terjadi bila terdapat luka
terbuka di mulut penderita, misalnya seperti gusi berdarah atau sariawan. (Nur
Sofiyah,2020)
1. Penderita asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi yang
berlangsung antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya
4. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang
berat berupa diare kronis, pneumonitis interstisial, opularisy, opularisy,
dan kandidiasis oral yang disebabkan oleh infeksi oportunistik dan
neoplasia misalnya sarcoma opula. Penderita akhirnya meninggal dunia
akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder (Phangkawira, dkk., 2019).
Fase-Fase HIV/AIDS untuk remaja dan dewasa dengan infeksi HIV terkonfirmasi
menurut WHO:
a) Fase 1
b) Fase 2
Umur infeksi: 2 – 10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini
individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah
dapat menularkan pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala –
gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan sembuh sendiri).
c) Fase 3
Mulai muncul gejala – gejala awal penyakit. Belum disebut gejala AIDS.
Gejala – gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada
waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah
bening, flu yang tidak sembuh – sembuh, nafsu makan berkurang dan
badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase
ketiga ini opula kekebalan tubuh mulai berkurang.
d) Fase 4
Sudah masuk fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan
tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Timbul penyakit
tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru –
paru yang menyebabkan radang paru – paru dan kesulitan bernafas,
kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma opula, infeksi
usus yang menyebabkan diare parah berminggu – minggu, dan infeksi
otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala
(Phangkawira, dkk., 2019).
Stadium klinis HIV/AIDS untuk remaja dan dewasa dengan infeksi HIV
terkonfirmasi menurut WHO:
a) Stadium 1 (asimtomatis)
Stadium 1 adalah fase ketika gejala HIV awal sudah mulai hilang atau
disebut sebagai infeksi HIV asimtomatik. Fase ini belum dikategorikan
sebagai AIDS. Pada stadium ini, penderita tidak menunjukkan gejala. Jika
ternyata ada gejala, biasanya hanya berupa pembesaran kelenjar getah
bening di berbagai bagian tubuh, misalnya leher, ketiak, dan lipatan paha.
Periode tanpa gejala dapat terjadi selama bertahun-tahun sekitar 5-10
tahun tergantung daya tahan tubuh penderita. Rata-rata, para penderita
HIV (ODHA) akan berada di stadium I selama 7 tahun. ODHA pun kerap
masih tampak normal layaknya orang sehat pada umumnya.
(Phangkawira, dkk., 2019).
b) Stadium 2 (ringan)
Pada gejala HIV stadium II, daya tahan tubuh ODHA umumnya sudah
mulai turun. Meski gejala yang muncul masih beragam, gejalnya masih
belum khas atau spesifik. Biasanya, hal ini terjadi pada pasien yang
memiliki gaya hidup tidak berisiko tinggi dan masih belum mengetahui
bahwa dirinya sudah terinfeksi. Akibatnya, mereka tidak melakukan
pemeriksaan darah dan otomatis tidak memperoleh pengobatan dini
untuk mencegah stadium infeksi HIV berikutnya. (Phangkawira, dkk.,
2019).
Tanda dan gejala HIV stadium II berupa:
1. Penurunan berat badan pengidap HIV bisa mencapai kurang dari 10%
berat badan sebelumnya.
c) Stadium 3 (lanjut)
Stadium III HIV disebut juga fase simptomatik yang umumnya sudah
ditandai dengan adanya gejala-gejala infeksi primer. Gejala yang timbul
pada stadium III ini cukup khas sehingga bisa mengarah pada dugaan
diagnosis infeksi HIV/AIDS. Virus HIV menghancurkan sel CD4 (sel T),
yaitu sel darah putih yang bertugas untuk melawan infeksi. Penderita HIV-
AIDS biasanya akan merasa lemah dan menghabiskan waktu 50% di
tempat tidur. Rentang waktu dari gejala HIV stadium III hingga mengalami
AIDS rata-rata 3 tahun. (Phangkawira, dkk., 2019).
1. Penurunan berat badan melebihi 10% dari berat badan sebelumnya tanpa
penyebab yang jelas.
3. Demam terus menerus atau hilang timbul selama lebih dari 1 bulan tanpa
penyebab yang jelas.
5. Oral hairy leukoplakia, yakni munculnya bercak putih pada lidah yang
permukaannya kasar, tampak berombak, dan berbulu.
d) Stadium 4 (berat)
Stadium IV penyakit HIV disebut juga stadium akhir AIDS. gejala AIDS
ditandai dengan rendahnya kadar sel CD4 dalam tubuh, yaitu di bawah
angka 200 sel/mm3. Pada orang dewasa normal, kadar sel CD4 idealnya
berkisar antara 500-1600 sel/mm3. Tanda dan gejala AIDS pada stadium
HIV akhir ini berupa munculnya pembesaran kelenjar limfa di seluruh
tubuh. Pengidapnya juga dapat merasakan beberapa infeksi oportunistik.
Infeksi oportunistik adalah infeksi pada sistem kekebalan tubuh yang
lemah akibat jamur, virus, bakteri, maupun parasit lainnya. (Phangkawira,
dkk., 2019).
1. HIV wasting syndrome, saat penderita menjadi kurus kering dan tidak
bertenaga. Penyakit HIV berjalan terus ke fase akhir dan letal yang
disebut AIDS dimana terjadi destruksi seluruh jaringan limfoid perifer,
jumlah sel T CD4+ dalam darah kurang dari 200 sel/mm3 dan viremia HIV
meningkat drastis. Pasien AIDS menderita infeksi oportunistik,
neoplasma, kaheksia (HIV wasting syndrome), gagal ginjal (nefropati
HIV), dan degenerasi susunan saraf pusat (ensefalopati HIV). (Retno
Budiarti, 2018)
Tahap ini sudah masuk pada AIDS gejala yang dialami sudah
semakin parah, badan sudah sangat kurus, kulit berjamur, mulut
berjamur, kuku berjamur. Wasting syndrome artinya hanya tinggal kulit
dan tulang. (Dewi Aminah, 2020)
7. Sarcoma Kaposi, yakni salah satu jenis kanker yang disebabkan oleh
infeksi virus human herpesvirus 8 (HHV8).
Sistem Imun
Merupakan respon imun yang didapat (acquired), yang timbul akibat dari
rangsangan antigen tertentu, sebagai akibat tubuh pernah terpapar sebelumnya.
Respons imun spesifik dimulai dengan adanya aktifitas makrofag atau antigen
precenting cell (APC) yang memproses antigen sedemikian rupa sehingga dapat
menimbulkan interaksi dengan sel-sel imun . Dengan rangsangan antigen yang
telah diproses tadi, sel-sel system imun berploriferasi dan berdiferensiasi
sehingga menjadi sel yang memiliki kompetensi imunologik dan mampu bereaksi
dengan antigen (Phangkawira, dkk., 2019).
Tes CD4 adalah tes darah untuk menentukan seberapa baik kondisi
sistem imun orang yang telah didiagnosis terinfeksi HIV (human
immunodeficiency virus).Tes ini berfungsi untuk mengukur jumlah sel CD4 positif
(CD4+).Sel CD4 positif (CD4+) adalah jenis sel darah putih dalam sistem imun.
Sel darah putih berperan penting untuk melawan infeksi kuman penyebab
penyakit, salah satunya virus HIV. (Phangkawira, dkk., 2019).
D. Patofisiologi
Virus HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting
dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus juga dapat
menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler
pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan
sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya
mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan
sel limfosit itu sendiri (Pasek, dkk., 2018)
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral
akut atau Acute Retroviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan jumlah
CD4 dan peningkatan kadar RNA HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan
menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat
pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load
(jumlah virus HIV dalam darah) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan
pada fase akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian
diikuti timbulnya infeksi 13 oportunistik, berat badan turun secara cepat dan
muncul komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan ARV, rata-rata
kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun (Pasek,
dkk., 2018)
E. Komplikasi HIV/AIDS
Komplikasi pada pasien HIV/AIDS yang dapat terjadi menurut Dr. Bahrudin
2019 yaitu:
1. Pneumonia pneumocystis (PCP)
2. Esofagitis
3. Diare
4. Toksoplasmositis
5. Leukoensefalopati multifocal prigesif
6. arcoma Kaposi
7. Kanker getah bening
8. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)
F. Pemeriksaan Diagnostic HIV/AIDS
G. Pentalaksanaan HIV/AIDS
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori
ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui
pada pasien penyakit HIV AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan
(lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun
terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis
lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan disebabkan oleh
jamur candida albikans, pembekakan kelenjar getah bening diseluruh
tubuh, munculnya herpes zooster berulang dan bercak- bercak gatal
diseluruh tubuh. (Feroniken, 2019)
3. Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasannya disampaikan pasien HIV
AIDS adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi
pasien yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada,
dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta
penurunan berat badan drastis. (Feroniken, 2019)
4. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya
riwayat penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau
berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh
penderita HIV/AIDS. (Feroniken, 2019)
5. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang
menderita penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang
tua yang terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada
riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja ditempat hiburan
malam, bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial). (Feroniken,
2019)
6. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :
a. Pola persepsi dan tata laksanaan hidup sehat.
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi,
ganti pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang
lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien
biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.
(Feroniken, 2019)
b. Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan
mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis dalam
jangka waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB). (Feroniken,
2019)
c. Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mukus
berdarah. (Feroniken, 2019)
d. Pola istrihat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur
mengalami gangguan karena adanya gejala seperti demam dan
keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung
oleh perasaan cemas dan depresi terhadap penyakit. (Feroniken,
2019)
e. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat
melakukanaktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka
menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja,
Karendepresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh
yang lemah. (Feroniken, 2019)
f. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah,
cemas, depresi dan stres. (Feroniken, 2019)
g. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan
pengecapan dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya
mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi,
kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang
terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi. (Feroniken, 2019)
h. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran
yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien
merasa malu atau harga diri rendah. (Feroniken, 2019)
i. Pola penanggulangan stres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,
gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya
waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan
lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif dan adaptif.
(Feroniken, 2019)
j. Pola reproduksi seksual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu
karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui
hubungan seksual. (Feroniken, 2019)
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan
berubah, karena mereka menganggap hal yang menimpa mereka
sebagai balasan perbuatan mereka. Adanya status perubahan
kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai
kepercayaan pasien dalam kehidupan mereka dan
agamamerupakan hal penting dalam hidup pasien. (Feroniken,
2019)
Biologis
Psikologis
Reaksi Psikologis Pasien HIV
Reaksi Proses psikologis Hal-hal yang biasa di jumpai
b. Mengucilkan diri, Merasa cacat dan tidak berguna, menutup diri, Khawatir
menginfeksi orang lain, murung
c. Membuka status secara terbatas, Ingin tahu reaksi orang lain, pengalihan
stres, ingin dicintai Penolakan, stres, konfrontasi
d. Mencari orang lain yang HIV positif Berbagi rasa, pengenalan, kepercayaan,
penguatan, dukungan sosial Ketergantungan, campur tangan, tidak percaya
pada pemegang rahasia dirinya
Sosial
Interaksi social
Dampak social
3. Selama Status HIV tidak Diketahui, ODHA Belum Merasakan Stigma dan
Diskriminasi
Spiritual
Kultural
Faktor budaya berkaitan juga dengan fenomena yang muncul dewasa ini
dimana banyak ibu rumah tangga yang “baik-baik” tertular virus HIV /AIDS
dari suaminya yang sering melakukan hubungan seksual selain dengan
istrinya. Hal ini disebabkan oleh budaya permisif yang sangat berat dan
perempuan tidak berdaya serta tidak mempunyai bargaining position (posisi
rebut tawar) terhadap suaminya serta sebagian besar perempuan tidak
memiliki pengetahuan akan bahaya yang mengancamnya.
Kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menanggulangi
masalah HIV /AIDS Selama ini adalah melaksanakan bimbingan sosial
pencegahan HIV /AIDS, pemberian konseling dan pelayanan sosial bagi
penderita HIV /AIDS yang tidak mampu. Selain itu adanya pemberian
pelayanan kesehatan sebagai langkah antisipatif agar kematian dapat
dihindari, harapan hidup dapat ditingkatkan dan penderita HIV /AIDS dapat
berperan sosial dengan baik dalam kehidupannya. (Dr. Bahrudin, 2019)
Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik
Demam umum pada orang yang terinfeksi HIV, bahkan bila tidak ada
gejalalain. Demam kadang-kadang bisa menjadi tanda dari jenis
penyakit infeksi tertentu atau kanker yang lebih umum pada orang yang
mempunyai sistem kekebalan tubuh lemah . Dokter akan memeriksa
suhu Anda pada setiap kunjungan. (Dr. Bahrudin, 2019)
b. Berat
Pemeriksaan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan. Kehilangan
10% atau lebih dari berat badan Anda mungkin akibat dari sindrom
wasting, yang merupakan salah satu tanda-tanda AIDS , dan yang
paling parah Tahap terakhir infeksi HIV. Diperlukan bantuan tambahan
gizi yang cukup jika Anda telah kehilangan berat badan. (Dr. Bahrudin,
2019)
c. Mata
Cytomegalovirus (CMV) retinitis adalah komplikasi umum AIDS. Hal ini
terjadi lebih sering pada orang yang memiliki CD4 jumlah kurang dari
100 sel per mikroliter (MCL). Termasuk gejala floaters, penglihatan
kabur, atau kehilangan penglihatan. Jika terdapat gejala retinitis CMV,
diharuskan memeriksakan diri ke dokter mata sesegera mungkin.
Beberapa dokter menyarankan kunjungan dokter mata setiap 3 sampai
6 bulan jika jumlah CD4 anda kurang dari 100 sel per mikroliter (MCL).
(Dr. Bahrudin, 2019)
d. Mulut
Infeksi Jamur mulut dan luka mulut lainnya sangat umum pada orang
yang terinfeksi HIV. Dokter akan akan melakukan pemeriksaan mulut
pada setiap kunjungan. pemeriksakan gigi setidaknya dua kali setahun.
Jika Anda beresiko terkena penyakit gusi (penyakit periodontal), Anda
perlu ke dokter gigi Anda lebih sering. (Dr. Bahrudin, 2019)
e. Kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) tidak selalu
disebabkan oleh HIV. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening yang
semakin membesar atau jika ditemukan ukuran yang berbeda, Dokter
akan memeriksa kelenjar getah bening Anda pada setiap kunjungan.
(Dr. Bahrudin, 2019)
f. Perut
Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukkan hati yang membesar
(hepatomegali) atau pembesaran limpa (splenomegali). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh infeksi baru atau mungkin menunjukkan kanker. Dokter
aka melakukan pemeriksaan perut pada kunjungan setiap atau jika
Anda mengalami gejala-gejala seperti nyeri di kanan atas atau bagian
kiri atas perut Anda. (Dr. Bahrudin, 2019)
g. Kulit
h. Ginekologi terinfeksi
Perempuan yang HIV-memiliki lebih serviks kelainan sel daripada wanita
yang tidak memiliki HIV. Perubahan ini sel dapat dideteksi dengan tes
Pap. Anda harus memiliki dua tes Pap selama tahun pertama setelah
anda telah didiagnosa dengan HIV. Jika kedua pemeriksaan Pap Smear
hasilnya normal, Anda harus melakukan tes Pap sekali setahun. Anda
mungkin harus memiliki tes Pap lebih sering jika Anda pernah memiliki
hasil tes abnormal. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh akan
memberikan informasi tentang keadaan kesehatan Anda saat ini. Pada
Pemeriksaan selanjutnya dokter akan menggunakan informasi ini untuk
melihat apakah status kesehatan Anda berubah. (Dr. Bahrudin, 2019)
I. Diagnose Keperawatan
a. Masalah Fisik
1) Sistem pernafasan (dyspnea, TBC, pneumonia)
2) Sistem pencernaan (nausea, vomiting, disfagia, BB turun
10% 3 bulan)
3) Sistem persarafan (nyeri sendi, encephalopathy )
4) Sistem integumen (edema yang disebabkan sarkoma
kaposi Lesi di kulit, atau mukosa alergi)
5) Lain-lain (demam risiko menularkan infeksi)
6) Hipertermi
7) Defisit nutrisi
8) Gangguan pertukaran gas
9) Bersihan jalan nafas tidak efektif
10) Pola nafas tidak efektif d
11) Defisit perawatan diri
12) Intoleransi aktivitas
13) Nyeri kronis (Nursalam,2018)
b. Masalah Psikis
Faktor psikis dan fisik memiliki hubungan yang sangat erat.
Kehidupan fisik yang stabil sangat mempengaruhi kestabilan jiwa
dan jika fisik dalam kondisi sakit maka akan mempengaruhi
kejiwaan seseorang.Pardeck et.al.(1998: 29) menyatakan,“Health
is a state of holistic well-being. It means being connected in a
fulfilling way with the natural and human world.”(Sehat adalah
suatu keadaan sejahterasecara menyeluruh. Ini berarti terkait
dengan cara pemenuhan kehidupan dengan dunia yang alami
dan manusiawi). Dalam Jurnal Psikologi Kesehatan mengatakan,
kesehatan seseorang tak hanya diukur dari kebugaran fisik, tetapi
juga dari kewarasan psikis, serta kelancaran interaksi sosial.
Bukan hanya itu, WHO (1984) telah menyempurnakan batasan
sehat dengan menambahkan elemen spiritual. Dengan demikian,
sekarang ini yang dimaksud sehat bukanlah hanya sehat dalam
arti fisik, psikologik, dan sosial, tetapi juga sehat dalam arti
spiritual. Dengan kata lain, merujuk kepada WHO, terdapat empat
dimensi sehat, yakni bio-psiko-sosial-spiritual. (Ardani,Dkk.2017)
Virus HIV/AIDS menimbulkan dampak yang sangat luas
dan serius bagi si penderita, masyarakat dan keselamatan
bangsa, baik psikis, fisik maupun sosial. Kondisi ini seringkali
mempengaruhi proses kesembuhan yang harus dilakukan oleh
ODHA. Tekanan-tekanan psikologis yang dialami oleh ODHA
merupakan faktor utama penyebab kondisi menjadi lemah
kembali. Seperti yang dikemukakan oleh Richard D. Muma dan
kawan-kawan (1997: 279) yang engatakan bahwa dampak
yandialami oleh penderita HIV adalah:
1) Kecemasan: rasa tidak pasti tentang penyakit yang diderita,
perkembangan dan pengobatannya, merasa cemas dengan
gejala-gejala baru, prognosis, dan ancaman kematian,
hiperventilasi, serangan panik.
2) Depresi: merasa sedih, tidak berdaya, rendah diri, merasa
bersalah, tidak berharga, putus asa, berkeinginan untuk bunuh
diri, menarik diri, memberikan ekspresi pasrah, sulit tidur, dan
hilang nafsu makan.
3) Merasa terisolasi dan berkurangnya dukungan sosial, merasa
ditolak oleh keluarga, dan orang lain. Sedikitnya orang yang
menjenguk pada saat ODHA dirawat semakin memperkuat
perasaan ini.
4) Merasa takut bila ada orang yang mengetahui atau akan
mengetahui penyakit yang dideritannya.
5) Merasa khawatir dengan biaya perawatan, khawatir kehilangan
pekerjaan, pengaturan hidup selanjutnya dan transportasi.
6) Merasa malu dengan adanya stigma sebagai
penderita AIDS, penyangkalan terhadap kebiasaan seksual.
7) Penyangkalan hidup riwayat penggunaan obat-obatan
terlarang. (Ardani,Dkk.2017)
Diagnose yang bisa muncul menurut Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia adalah: Ansietas, harga diri rendah, dll.
c. Masalah sosial
Adanya stigma terhadap ODHA berdampak terhadap
program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Kelompok
yang berisiko akan takut melakukan test HIV karena takut apabila
status HIV mereka positif maka mereka akan dikucilkan. ODHA
cenderung menunda pengobatan karena adanya ketakutan untuk
mengungkapkan status HIV mereka. Stigma terhadap ODHA
dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
HIV/AIDS. Apabila masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai faktor risiko, transmisi, pencegahan dan pengobatan
HIV/AIDS maka stigma terhadap ODHA dapat berkurang.
Stigma mempengaruhi kehidupan ODHA dengan
menimbulkan depresi dan kecemasan rasa sedih, rasa bersalah,
dan perasaan kurang bernilai. Selain itu stigma dapa menurunkan
kualitas hidup, membatasi akses dan penggunaan layanan
kesehatan, dan mengurangi kepatuhan terhadap antiretroviral
(ARV) Stigma merupakan atribut, perilaku, atau reputasi sosial
yang mendiskreditkan dengan cara tertentu. Menurut Corrigan
dan Kleinlein stigma memiliki dua pemahaman sudut pandang,
yaitu stigma masyarakat dan stigma pada diri sendiri (self stigma).
Stigma masyarakat terjadi ketika masyarakat umum setuju
dengan stereotipe buruk seseorang (misal, penyakit mental,
pecandu, dll) dan self stigma adalah konsekuens dari orang yang
distigmakan menerapkan stigma untuk diri mereka sendiri
(Rahakbauw,2018)
Diagnose yang bisa muncul menurut Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia (SDKI) yaitu: isolasi sosial
d. Masalah ketergantungan
Perasaan membutuhkan pertolongan orang lain (Nursalam,dkk.
2018)
Diagnose yang bisa muncul menurut Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia (SDKI) yaitu: ketidakberdayaan
J. Rencana Asuhan Keperawatan
DIAGNOSA INTERVENSI
-Observasi
-Observasi
-Observasi
-Observasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspeoran,mukoliti
k .Jika perlu
Intoleransi aktivitas Menggunakan aktivitas
fisik,kongnitif,sosial dan spiritual
tertentu untuk memulihkan
keterlibatan,frekuensi,atau durasi
aktivitas individu atau kelompok
-Observasi
-Observasi
Mengidentivikasi penurunan
tingkat energy,ketidak mampuan
berkosentrasi atau gejala lain
yang di menganggu kemampuan
kongnitif
Identifikasi teknik relaksasi yang
pernah efektif di gunakan
Periksa ketegangan
otot ,frekuensi nadi,tekanan
darah,dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
Monitor respon terhadap terapi
relaksasi
-Terapiotik
-Observasi
-Observasi
Observasi
Edukasi
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan terhadap kondisi
dengan realistis.
- Anjurkan mempertahankan
hubungan terapeutik dengan
orang lain.
- Latih menyusun tujuan yang
sesuai dengan harapan.
- Motivasi meningkatkan
keterlibatan dalam suatu
hubungan.
- Diskusikan kekuatan dan
keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan orang
lain.
- Berikan umpan balik positif
dalam perawatan diri.
Edukasi
K. Penyimpangan KDM
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Saran untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan lanjutan.
Adapun saran- saran yang dapat kami sampaikan sebagai berikut:
1. Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan
klien pada saat itu.
2. Dalam perumusan diagnosis, harus diprioritaskan sesuai dengan
kebutuhan kegawatan dari masalah.
3. Selalu mendokumentasikan semua tindakan baik yang kritis maupun
yang tidak.
Amin, Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1. Jogjakarta:
MediAction.
Dewi Aminah, 2020. Studi Literatur: Asuhan Keperawatan pada Pasien HIV/AIDS
dengan Masalah Keperawatan Defisiensi Pengetahuan Tentang Infeksi
Oportunistik. Universitas Muhammadiyah Ponogoro
Nicholas Prata,a, dkk. 2020. Gambaran Dampak Psikologis, Sosial dan Ekonomi
Pada ODHA di Yayasan Spirit Paramacitta Denpasar. Journal Intisari
Medis. Vol. 11, Number 1: 81-91. P-ISSN: 2503-3638, E-ISSN: 2089-
9084
Nur Sofiyah, 2020. Studi Tafsiran Ayat Al-Qur’an Surat Al-Isra’ Ayat 32 Menurut
Para Mufassir. UIN Sunan Ampel Surabaya
Rizky, Atiek, dkk. 2020. Pengaruh Pemberian Terapi Dzikir Terhadap Tingkat
Depresi Pasien Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Yayasan Sahabat Sehat Mitra
Sebaya (YASEMA) Sukoharjo. Journal HIV/AIDS. Universitas Kusuma
Wusada Surakarta.
Wilson, Price . 2016. Sehat Dan Sukses Dengan HIV-AID. Jakarta : Indonesia
Publishing House.
LAMPIRAN
2. Abdul Rahman :-
4. Nurfadilla : Komplikasi
6. Sakina :Pengkajian