Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PRAKTIK IDK II

Gangguan Sistem Imun HIV

Nama Dosen Pengampu: Ns. Raska Triyani, S.Kep

Disusun Oleh : Kelompok 2

1. Benny Eka Jaya (152210099)


2. Desi Alifa Sukorini (152210044 )
3. Fanny Fadilah (152210071)
4. Hanna Khoirunnisa (152210027)
5. Nining Sumiati (152210079 )
6. Selly Hernawati (152210065 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TINGKAT 1


PROGRAM KEAHLIAN KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN WIJAYA
HUSADA BOGOR 2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji Syukur penulis ucapkan atas rahmat Allah SWT dan berkat karunia-Nya sehingga
makalah yang berjudul “Gangguan sistem imun HIV” ini dapat terselesaikan dengan baik.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas pada bidang studi praktik IDK II.
Makalah ini juga bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pembaca tentang gangguan
sistem imun HIV, sehingga pembaca menambah wawasan mengenai keperawatan.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen Ns. Raska Triyani, S.Kep selaku
guru mata pelajaran Praktik IDK II. Berkat tugas yang diberikan ini membuat wawasan
penulis menjadi bertambah dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang ikut berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, seperti manusia yang pada
hakekatnya tidak luput dari kesalahan. Penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketidak
sempurnaan yang pembaca temukan. Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritik untuk
penulis dalam memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bogor, November 2022

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah...........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
2.1 Pengertian HIV............................................................................................................................3
2.2 Etiologi HIV................................................................................................................................3
2.3 Manifestasi Klinis HIV................................................................................................................4
2.4 Patofisiologi HIV Dan Pathway HIV...........................................................................................5
2.5 Pemeriksaan diagnostik HIV.......................................................................................................7
2.6 Komplikasi HIV........................................................................................................................10
2.7 Terapi HIV……………………………………………………………………….……….……..11

BAB III KESIMPULAN...................................................................................................................12


3.1 Simpulan....................................................................................................................................12
3.2 Saran..........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut
menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah
untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain yang disebut dengan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) (Kementerian Kesehatan RI, 2017). AIDS adalah sekumpulan
gejala penyakit yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi
dari virus HIV (Diatmi and Diah, 2014). Orang yang telah di diagnosa terinfeksi positif oleh
virus HIV dan AIDS maka orang tersebut disebut dengan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)
(Diatmi dan Diah, 2014).

Perkembangan HIV/AIDS pertama kali dikenal pada tahun 1981, namun kasus
HIV/AIDS secara retrospektif telah muncul selama tahun 1970-an di Amerika Serikat dan di
beberapa bagian di dunia seperti Haiti, afrika, dan eropa. (Dinas Kesehatan, 2014). UNAIDS
(2017) menunjukkan terjadi peningkatan jumlah orang yang menderita HIV dari 36,1 millyar
di tahun 2015 menjadi 36,7 millyar di tahun 2016. Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang memiliki tingkat prevalensi HIV/AIDS yang cukup tinggi. Kasus
HIV/AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada tahun 1987. Kasus HIV/AIDS telah
menyebar di 407 dari 507 kabupaten/kota (80%) di seluruh provinsi di Indonesia hingga saat
ini (Ditjen P2P, 2016).

Jumlah kasus baru HIV positif yang dilaporkan dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Tahun 2016 jumlah kasus HIV dilaporkan sebanyak 41.250 kasus dan jumlah kasus AIDS
yang dilaporkan sedikit meningkat dibandingkan tahun 2015 yaitu sebanyak 7.491 kasus.
Secara kumulatif, kasus AIDS sampai dengan tahun 2016 sebanyak 86.780 kasus
(Kementerian Kesehatan RI, 2017). Persentase HIV dan AIDS di Indonesia tahun 2017
tercatat dari triwulan 1 (yaitu dari bulan januari hingga Maret) dengan jumlah kumulatif
infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Maret 2017 sebanyak 242.699 orang. Dan

1
jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Maret 2017 sebanyak 87.453 orang
(Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2017).

Penyakit HIV/AIDS menimbulkan masalah yang cukup luas pada individu yang terinfeksi
HIV/AIDS yaitu meliputi masalah fisik, sosial dan masalah emosional. Salah satu masalah
emosional terbesar yang dihadapi ODHA adalah depresi. Depresi adalah penyakit suasana
hati, depresi lebih dari sekedar kesedihan atau duka cita. Depresi adalah kesedihan atau duka
cita yang lebih hebat dan bertahan terlalu lama (Yayasan Spiritia, 2014). Depresi
digambarkan suatu kondisi yang lebih dari suatu perasaan sedih dan kehilangan gairah serta
semangat hidup (Nugroho, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu definisi HIV?
2. Bagaiman etiologi HIV?
3. Bagaimana manifestasi klinis HIV?
4. Bagaimana patofisiologi HIV?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik HIV?
6. Apa saja komplikasi HIV?
7. Apa saja terapi yang dilakukan untuk penderita HIV?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk memahami tentang definisi HIV
2. Untuk memahami bagaimana etiologi HIV
3. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis HIV
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi HIV
5. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik HIV
6. Untuk mengetahui apa saja komplikasi HIV
7. Untuk mengetahui apa saja terapi yang dilakukan untuk penderita HIV

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi HIV


HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan pathogen yang menyerang sistem
imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penenda CD 4+ dipermukaannya seperti
makrofag dan limfosit T. AIDS (acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu
kondisi immunosupresif yang berkaitan erat dengan berbagai infeksi oportunistik, neoplasma
sekunder, serta manifestasi neurologic tertentu akibat infeksi HIV (Kapita Selekta, 2014).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus yang berarti terdiri
atas untai tunggal RNA virus yang masuk ke dalam inti sel pejamu dan ditranskripkan
kedalam DNA pejamu ketika menginfeksi pejamu. AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) adalah suatu penyakit virus yang menyebabkan kolapsnya sistem imun
disebabkan oleh infeksi immunodefisiensi manusia (HIV), dan bagi kebanyakan penderita
kematian dalam 10 tahun setelah diagnosis (Corwin, 2009). AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai gejala penyakit akibat turunnya
kekebalan tubuh individu akibat HIv (Hasdianah dkk, 2014).

2.2 Etiologi HIV


Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV dari
sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus
(LAV) atau Human T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga disebut Human T-Cell
Lympanotropic Virus (retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA)
menjadi asam deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu (Nurrarif &
Hardhi, 2015).
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu:
a. Periode jendela: lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala
b. Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1 – 2 minggu dengan gejala flu like illness
c. Infeksi asimtomatik: lamanya 1 – 15 atau lebih tahun dengan gejala tidk ada
d. Supresi imun simtomatik: diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, berat
badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut
e. AIDS: lamanya bervariasi antara 1 – 5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi
neurologis .

3
2.3 Manifestasi Klinis HIV
Penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu:

a. Penderita asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi yang berlangsung
antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya
b. Persistent generalized lymphadenophaty (PGL) dengan gejala limfadenopati umum
c. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan gangguan sistem imun atau
kekebalan
d. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang berat berupa diare
kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali, splenomegali, dan kandidiasis oral yang
disebabkan oleh

Infeksi oportunistik dan neoplasia misalnya sarcoma kaposi. Penderita akhirnya meninggal dunia

akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder (Soedarto, 2009).

Stadium klinis HIV/AIDS untuk remaja dan dewasa dengan infeksi HIV terkonfirmasi menurut
WHO:

A. Stadium 1 (asimtomatis)

1) Asimtomatis
2) Limfadenopati generalisata

B. Stadium 2 (ringan)

1) Penurunan berat badan < 10%


2) Manifestasi mukokutaneus minor: dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus oral
3) rekurens, keilitis angularis, erupsi popular pruritik
4) Infeksi herpers zoster dalam 5 tahun terakhir
5) Infeksi saluran napas atas berulang: sinusitis, tonsillitis, faringitis, otitis media

C. Stadium 3 (lanjut)

1) Penurunan berat badan >10% tanpa sebab jelas


2) Diare tanpa sebab jelas > 1 bulan
3) Demam berkepanjangan (suhu >36,7°C, intermiten/konstan) > 1 bulan
4) Kandidiasis oral persisten
5) Oral hairy leukoplakia
6) Tuberculosis paru
7) Infeksi bakteri berat: pneumonia, piomiositis, empiema, infeksi tulang/sendi, meningitis,
bakteremia
8) Stomatitis/gingivitis/periodonitis ulseratif nekrotik akut
9) Anemia (Hb < 8 g/dL) tanpa sebab jelas, neutropenia (< 0,5×109 /L) tanpa sebab jelas, atau
trombositopenia kronis (< 50×109 /L) tanpa sebab yang jelas

4
D. Stadium 4 (berat)

1) HIV wasting syndrome


2) Pneumonia akibat pneumocystis carinii
3) Pneumonia bakterial berat rekuren
4) Toksoplasmosis serebral
5) Kriptosporodiosis dengan diare > 1 bulan
6) Sitomegalovirus pada orang selain hati, limpa atau kelenjar getah bening
7) Infeksi herpes simpleks mukokutan (> 1 bulan) atau visceral
8) Leukoensefalopati multifocal progresif
9) Mikosis endemic diseminata
10) Kandidiasis esofagus, trakea, atau bronkus
11) Mikobakteriosis atripik, diseminata atau paru
12) Septicemia Salmonella non-tifoid yang bersifat rekuren
13) Tuberculosis ekstrapulmonal
14) Limfoma atau tumor padat terkait HIV: Sarkoma Kaposi, ensefalopati HIV, kriptokokosis
ekstrapulmoner termasuk meningitis, isosporiasis kronik, karsinoma serviks invasive,
leismaniasis atipik diseminata
15) Nefropati terkait HIV simtomatis atau kardiomiopati terkait HIV simtomatis (Kapita Selekta,
2014).

2.4 Patofisiologi Dan Pathway HIV


Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar 3 bulan. Seiring pertambahan
replikasi virus dan perjalanan penyakit, jumlah sel limfosit CD 4+ akan terus menurun. Umumnya,
jarak antara infeksi HIV dan timbulnya gejala klinis pada AIDS berkisar antara 5 – 10 tahun. Infeksi
primer HIV dapat memicu gejala infeksi akut yang spesifik, seperti demam, nyeri kepala, faringitis
dan nyeri tenggorokan, limfadenopati, dan ruam kulit. Fase akut tersebut dilanjutkan dengan
periode laten yang asimtomatis, tetapi pada fase inilah terjadi penurunan jumlah sel limfosit CD 4+
selama bertahun – tahun hingga terjadi manifestasi klinis AIDS akibat defisiensi imun (berupa infeksi
oportunistik). Berbagai manifestasi klinis lain dapat timbul akibat reaksi autoimun, reaksi
hipersensitivitas, dan potensi keganasan (Kapita Selekta, 2014).

Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah sel – sel yang terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang.
Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti
berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong (Susanto & Made
Ari, 2013).

Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun – tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200 – 300 per
ml darah, 2 – 3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala – gejala infeksi
(herpes zoster dan jamur oportunistik) (Susanto & Made Ari, 2013).

5
Pathway HIV

6
2.5 Pemeriksaan diagnostik

7
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah adalah jenis pemeriksaan penunjang yang paling umum dilakukan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah pasien untuk kemudian
dianalisis di laboratorium.
Pemeriksaan darah biasanya dilakukan untuk mendeteksi penyakit atau kondisi medis
tertentu, seperti anemia dan infeksi. Melalui pemeriksaan penunjang ini, dokter dapat
memantau beberapa komponen darah dan fungsi organ, meliputi:

 Sel darah, seperti sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit atau keping darah
 Plasma darah
 Zat kimia darah, seperti gula darah atau glukosa, kolesterol, asam urat, zat besi,
dan elektrolit
 Analisis gas darah
 Fungsi organ tertentu, seperti ginjal, hati, pankreas, empedu, dan kelenjar tiroid
 Tumor marker

Sebelum melakukan pemeriksaan darah, tanyakan dulu kepada dokter mengenai persiapan
apa yang harus dilakukan, misalnya apakah perlu berpuasa atau menghentikan pengobatan
tertentu sebelum pengambilan sampel darah.

2. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine adalah jenis pemeriksaan penunjang yang sering kali dilakukan
untuk mengetahui kondisi kesehatan, fungsi ginjal, serta apakah seseorang mengonsumsi
obat-obatan tertentu. Selain itu, pemeriksaan urine juga biasanya dilakukan pada ibu hamil
untuk memastikan kehamilan atau untuk mendeteksi preeklamsia.
Pemeriksaan urine dapat dilakukan sebagai bagian dari medical check-up rutin atau ketika
dokter mencurigai adanya penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal, infeksi saluran kemih,
atau batu ginjal.

3. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan penunjang ini sering digunakan untuk memantau kerja jantung,
khususnya irama detak jantung dan aliran listrik jantung. EKG juga dapat dilakukan untuk
mendeteksi kelainan jantung, seperti aritmia, serangan jantung, pembengkakan jantung,
kelainan pada katup jantung, dan penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan EKG bisa dilakukan di tempat praktik dokter, IGD rumah sakit, atau di ruang
perawatan pasien, seperti di ICU atau di bangsal rawat inap.
Saat menjalani pemeriksaan EKG, pasien akan diminta untuk berbaring dan
melepaskan baju serta perhiasan yang dikenakan, selanjutnya dokter akan memasang
elektroda di bagian dada, lengan, dan tungkai pasien.
Ketika pemeriksaan berlangsung, pasien disarankan untuk tidak banyak bergerak atau
berbicara karena dapat mengganggu hasil pemeriksaan.

8
4. Foto Rontgen
Foto Rontgen merupakan jenis pemeriksaan penunjang yang menggunakan radiasi sinar-
X atau sinar Rontgen untuk menggambarkan kondisi berbagai organ dan jaringan tubuh.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk mendeteksi:

 Kelainan tulang dan sendi, termasuk patah tulang, radang sendi, dan pergeseran sendi
(dislokasi)
 Kelainan gigi
 Sumbatan saluran napas atau saluran cerna
 Batu saluran kemih
 Infeksi, seperti pneumonia, tuberkulosis, dan usus buntu

Pada kasus tertentu, dokter mungkin akan memberikan zat kontras kepada pasien melalui
suntikan atau per oral (diminum), agar hasil foto Rontgen lebih jelas.
Meski demikian, zat kontras ini kadang bisa menimbulkan beberapa efek samping, seperti
reaksi alergi, pusing, mual, lidah terasa pahit, hingga gangguan ginjal.

5. Ultrasonografi (USG)
USG adalah pemeriksaan penunjang yang menggunakan gelombang suara untuk
menghasilkan gambar organ dan jaringan di dalam tubuh.
Pemeriksaan penunjang ini sering dilakukan untuk mendeteksi kelainan di organ dalam
tubuh, seperti tumor, batu, atau infeksi pada ginjal, pankreas, hati, dan empedu.
Tak hanya itu, USG juga umum dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan kehamilan untuk
memantau kondisi janin serta untuk memandu dokter saat melakukan tindakan biopsi.
Sebelum pemeriksaan USG dilakukan, dokter mungkin akan meminta pasien untuk berpuasa
serta minum air putih dan menahan buang air kecil untuk sementara waktu. Pasien kemudian
akan diperbolehkan buang air kecil dan makan kembali setelah pemeriksaan USG selesai
dilakukan.

6. Computed tomography scan (CT Scan)


CT scan adalah pemeriksaan penunjang yang memanfaatkan sinar Rontgen dengan
mesin khusus untuk menciptakan gambar jaringan dan organ di dalam tubuh.
Gambar yang dihasilkan oleh CT scan akan terlihat lebih jelas daripada foto Rontgen biasa.
Pemeriksaan CT scan biasanya berlangsung sekitar 20–60 menit.
Untuk menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik atau lebih akurat dalam mendeteksi
kelainan tertentu, seperti tumor atau kanker, dokter dapat menggunakan zat kontras saat
melakukan pemeriksaan CT scan.

9
7. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI sepintas mirip dengan CT scan, tetapi pemeriksaan penunjang ini tidak
memanfaatkan sinar Rontgen atau radiasi, melainkan gelombang magnet dan gelombang
radio berkekuatan tinggi untuk menggambarkan kondisi organ dan jaringan di dalam tubuh.
Prosedur MRI biasanya berlangsung selama 15–90 menit.
Pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk memeriksa hampir seluruh bagian tubuh,
termasuk otak dan sistem saraf, tulang dan sendi, payudara, jantung dan pembuluh darah,
serta organ dalam lainnya, seperti hati, rahim, dan kelenjar prostat.
Sama seperti CT scan dan foto Rontgen, dokter juga terkadang akan menggunakan zat
kontras untuk meningkatkan kualitas gambar yang dihasilkan pada pemeriksaan MRI.

8. Fluoroskopi
Fluoroskopi adalah metode pemeriksaan radiologis yang memanfaatkan sinar Rontgen
untuk menghasilkan serangkaian gambar menyerupai video. Pemeriksaan penunjang ini
umumnya dikombinasikan dengan zat kontras, agar gambar yang dihasilkan lebih jelas.
Fluorokospi biasanya digunakan untuk mendeteksi kelainan tertentu di dalam tubuh,
seperti kerusakan atau gangguan pada tulang, jantung, pembuluh darah, dan sistem
pencernaan. Fluoroskopi juga bisa dilakukan untuk membantu dokter ketika melakukan
kateterisasi jantung atau pemasangan ring jantung.

9. Endoskopi
Endoskopi bertujuan untuk memeriksa organ dalam tubuh dengan endoskop, yaitu
alat berbentuk selang kecil yang elastis dan dilengkapi kamera di ujungnya. Alat ini
terhubung dengan monitor atau layar TV, sehingga dokter dapat melihat kondisi organ dalam
tubuh.
Pemeriksaan endoskopi biasanya dilakukan untuk memantau kondisi saluran cerna
dan mendiagnosis penyakit tertentu, seperti gastritis atau peradangan pada lambung, tukak
lambung, GERD, kesulitan menelan, perdarahan saluran pencernaan, serta kanker lambung.
Selain beberapa jenis pemeriksaan penunjang di atas, ada beberapa jenis pemeriksaan
penunjang lainnya yang juga sering dilakukan dokter, seperti:

 Ekokardiografi
 Biopsi
 Elektroensefalografi (EEG)
 Pemeriksaan tinja
 Pemeriksaan cairan tubuh, seperti cairan otak, cairan sendi, dan cairan pleura
 Pemeriksaan genetik

10
2.6 Komplikasi HIV
1.Pneumocystis pneumonia (PCP)
Komplikasi HIV dan AIDS bisa memicu terjadinya PCP. Infeksi jamur ini bisa menyebabkan
penyakit parah. Di Amerika Serikat, PCP masih menjadi penyebab pneumonia paling umum
pada orang yang terinfeksi HIV.

2.Kandidiasis
Kandidiasis adalah komplikasi HIV yang terbilang umum. Kondisi Ini menyebabkan
peradangan dan lapisan putih tebal di mulut, lidah, kerongkongan, atau vagina.

3.Tuberkulosis (TB)
Di beberapa negara, TB adalah infeksi oportunistik paling umum yang terkait dengan HIV.
Penyakit ini menjadi penyebab utama kematian di antara orang-orang dengan AIDS.

4.Sitomegalovirus
Virus herpes yang umum ini ditularkan melalui cairan tubuh seperti air liur, darah, urine, air
mani dan ASI. Sistem imun yang sehat akan menonaktifkan virus, sehingga virus tetap tidak
aktif di tubuh.Namun, ketika sistem kekebalan tubuh melemah (akibat AIDS), virus dapat
muncul kembali. Hati-hati, kondisi ini bisa menyebabkan kerusakan pada mata, saluran
pencernaan, paru-paru, atau organ lainnya.

5.Meningitis kriptokokus
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum
tulang belakang (meninges). Sedangkan meningitis kriptokokus adalah infeksi sistem saraf
pusat yang umum terkait dengan HIV. Penyakit ini disebabkan oleh jamur yang ditemukan di
tanah.

11
2.7 Terapi Untuk Penyakit HIV
Terapi antiretroviral adalah pengobatan yang direkomendasikan untuk semua
orang yang terinfeksi HIV. ART tidak bisa menyembuhkan HIV, tapi obat-obatan HIV bisa
membantu pengidap hidup lebih lama dan lebih sehat. ART juga bisa mengurangi
risiko penularan HIV.

ART biasanya merupakan kombinasi dari tiga atau lebih obat dari beberapa kelas obat yang
berbeda. Pendekatan ini efektif untuk menurunkan jumlah HIV dalam darah. Ada banyak
pilihan ART yang menggabungkan tiga obat menjadi satu pil untuk diminum sekali sehari.

Setiap kelas obat memblokir virus dengan cara yang berbeda. Tujuan terapi ini melibatkan
kombinasi obat dari kelas yang berbeda, yaitu:

 Memperhitungkan resistensi obat individu (genotipe virus).

 Menghindari terbentuknya jenis HIV baru yang resisten terhadap obat.

 Memaksimalkan penekanan virus dalam dari.

ART biasanya menggunakan dua obat dari satu kelas ditambah obat ketiga dari kelas dua.

Kelas obat anti-HIV meliputi:

 Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI), yang bermanfaat


mematikan protein yang dibutuhkan HIV untuk membuat duplikat dirinya sendiri.

 Nucleoside atau nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NRTIs) adalah versi yang
salah dari blok bangunan yang dibutuhkan HIV untuk membuat duplikat dirinya
sendiri.

 Protease inhibitor (PI) menonaktifkan protease HIV, protein lain yang dibutuhkan
HIV untuk menggandakan dirinya sendiri.

 Inhibitor integrase bekerja dengan menonaktifkan protein yang disebut integrase,


yang digunakan HIV untuk memasukkan materi genetiknya ke dalam sel T CD4.

 Inhibitor masuk atau fusi, bermanfaat untuk memblokir masuknya HIV ke dalam sel
T CD4.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
HIV/AIDS menjadi masalah serius karena bukan hanya merupakan masalah kesehatan atau
persoalan pembangunan, tetapi juga masalah ekonomi, sosial, dan lain-lain. Berdasarkan sifat dan
efeknya, sangatlah unik karena AIDS mematikan kelompok yang paling produktif dan paling efektif
secara reproduksi dalam masyarakat, yang kemudian berdampak pada mengurangi produktivitas
dan kapasitas dari masyarakat. Dampak yang ditimbulkan AIDS terhadap masyarakat dapat bersifat
permanen atau setidaknya berjangka sangat panjang.

3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang
budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis untuk perbaikan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca yang budiman pada umumnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dr.Kevin Adrian. 2020. “Kenali 9 Jenis Pemeriksaan Penunjang Yang Umum Dilakukan”,
https://www.alodokter.com/kenali-9-jenis-pemeriksaan-penunjang-yang-umum-
dilakukan#:~:text=Pemeriksaan%20penunjang%20atau%20pemeriksaan%20diagnostik,pada
%20pasien%20serta%20tingkat%20keparahannya , diakses pada 25 November 2022 pukul
10.06
Dr.Fadhli Rizal Makarim.2021. “Terapi Antiretroviral (ARL) Untuk Pengidap HIV dan
AIDS ”, https://www.halodoc.com/artikel/terapi-antiretroviral-art-untuk-pengidap-hiv-dan-
aids , diakses pada 25 November 2022 pukul 18.52
Dr.Sartiti Retno Pujiyati Sp.KK(K). 2019. “Mengenal Infeksi Menular Seksual Dan
Manifestasi Klinis AIDS Pada Kulit ”, https://sardjito.co.id/2019/08/28/mengenal-infeksi-
menular-seksual-dan-manifestasi-klinis-aids-pada-kulit/ , diakses pada 26 November 2022
pukul 11.54

14

Anda mungkin juga menyukai