Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

Keperawatan Jiwa dan Psikososial

“Asuhan Keperawatan Jiwa Klien HIV AIDS”

(Makalah ini disusun untuk memnuhi salah satu tugas Keperawatan Jiwa dan
Psikososial)

Disusun Oleh:

Kelompok 4

SOSALITA AYU LESTARI 022013986

NI NYOMAN AYU SRI ADNYANA 022013989

DINA ERFIANA 022013991

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAM


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MATARAM
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah
“Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikososial : “Asuhan Keperawatan Jiwa Klien
HIV AIDS” ini dalam waktu yang telah ditentukan.
Dengan adanya penulisan makalah ini semoga dapat membantu dalam
pembelajaran kita dan bisa menyelesaikan masalah-masalah, yang khususnya
dalam ruang lingkup ilmu keperawatan. Disamping itu penulis menyadari bahwa
mungkin terdapat banyak kesalahan baik dari penulisan ataupun dalam
penyusunannya yang tidak penulis ketahui. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini
dapat membantu pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih
belum diungkapkan dalam membahas Keperawatan Kesehatan Jiwa dan
Psikososial: Asuhan Keperawatan Jiwa Klien HIV AIDS.

Mataram, Maret 2023

Penulis Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang sistem
kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami
penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai
macam penyakit lain yang disebut dengan AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) (Kementerian Kesehatan RI, 2017). AIDS adalah sekumpulan
gejala penyakit yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi dari virus HIV (Diatmi and Diah, 2014). Orang yang telah di
diagnosa terinfeksi positif oleh virus HIV dan AIDS maka orang tersebut
disebut dengan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) (Diatmi dan Diah, 2014).
Perkembangan HIV/AIDS pertama kali dikenal pada tahun 1981,
namun kasus

HIV/AIDS secara retrospektif telah muncul selama tahun 1970-an di Amerika


Serikat dan di beberapa bagian di dunia seperti Haiti, afrika, dan eropa. (Dinas
Kesehatan, 2014). UNAIDS (2017) menunjukkan terjadi peningkatan jumlah
orang yang menderita HIV dari 36,1 millyar di tahun 2015 menjadi 36,7 millyar
di tahun 2016. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
memiliki tingkat prevalensi HIV/AIDS yang cukup tinggi. Kasus HIV/AIDS
pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada tahun 1987. Kasus HIV/AIDS
telah menyebar di 407 dari 507 kabupaten/kota (80%) di seluruh provinsi di
Indonesia hingga saat ini (Ditjen P2P, 2016).
Jumlah kasus baru HIV positif yang dilaporkan dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Tahun 2016 jumlah kasus HIV dilaporkan sebanyak
41.250 kasus dan jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sedikit meningkat
dibandingkan tahun 2015 yaitu sebanyak
7.491 kasus. Secara kumulatif, kasus AIDS sampai dengan tahun 2016
sebanyak 86.780 kasus (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Persentase HIV dan
AIDS di Indonesia tahun 2017 tercatat dari triwulan 1 (yaitu dari bulan januari
hingga Maret) dengan jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai
dengan Maret 2017 sebanyak 242.699 orang. Dan jumlah kumulatif AIDS
dari tahun 1987 sampai dengan Maret 2017 sebanyak
87.453 orang (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2017). Salah satu provinsi di
Indonesia yang memiliki prevalensi HIV/AIDS yang cukup tinggi setelah DKI
Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, dan Jawa Tengah adalah provinsi
Bali. Total Kasus HIV dan AIDS pada tahun 2016 di bali tercatat 2581 kasus
baik yang hidup maupun yang telah meninggal. Tahun 2017 yang tercatat
hingga bulan juni, jumlah kasus HIV dan AIDS mencapai 1291 kasus.
Kabupaten/Kota di bali yang memiliki jumlah penderita HIV dan AIDS
terbanyak adalah kota Denpasar dengan jumlah kumulatif yang tercatat dari
tahun 1987 hingga bulan juli 2017 sebanyak 6764 (39,1%) total kasus HIV
dan AIDS yang didominasi oleh kelompok umur (20-29) tahun (Ditjen PP dan
PL Kemenkes RI, 2017). Penyakit HIV/AIDS menimbulkan masalah yang
cukup luas pada individu yang terinfeksi HIV/AIDS yaitu meliputi masalah
fisik, sosial dan masalah emosional. Salah satu masalah emosional terbesar
yang dihadapi ODHA adalah depresi. Depresi adalah penyakit suasana hati,
depresi lebih dari sekadar kesedihan atau duka cita. Depresi adalah
kesedihan atau duka cita yang lebih hebat dan bertahan terlalu lama (Yayasan
Spiritia, 2014). Depresi digambarkan suatu kondisi yang lebih dari suatu
perasaan sedih dan kehilangan gairah serta semangat hidup (Nugroho, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1.2.1 Apa itu HIV/AIDS?

1.2.2 Bagaimana cara penyebaran HIV/AIDS?

1.2.3 Apa saja gejala-gejala orang yang terinfeksi HIV/AIDS ?

1.2.4 Bagaimana hubungan kesehatan mental dengan HIV/AIDS?

1.2.5 Bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi masalah penderita


yang mengalami gangguan kesehatan mental karena
HIV/AIDS?
1.2.6 Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui apa itu HIV/AIDS

1.3.2 Mengetahui bagaimana cara penyebaran HIV/AIDS

1.3.3 Mengetahui apa saja gejala-gejala orang yang terinfeksi HIV/AIDS

1.3.4 Mengetahui bagaimana hubungan kesehatan mental dengan HIV/AIDS


1.3.5 Mengetahui bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi
masalah penderita yang mengalami gangguan kesehatan
mental karena HIV/AIDS
1.3.6 Mengetahui bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien
HIV/AIDS?
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang
keperawatan khususnya di bidang keperawatan anak sehingga dapat lebih
memahami pentingnya HIV/AIDS
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian HIV/AIDS

HIV merupakan singkatan dari HIV merupakan retrovirus yang


menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-
sel dan macrophages– komponen- komponen utama sistem kekebalan sel), dan
menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan
terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan
mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.

Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat


lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang
yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan
terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang
yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan
dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik”
karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang
melemah.

HIV dapat menyebabkan rusaknya system kekebalan tubuh karena Virus


HIV membutuhkan sel-sel kekebalan kita untuk berkembang biak. Secara
alamiah sel kekebalan kita akan dimanfaatkan, bisa diibaratkan seperti mesin
fotocopy. Namun virus ini akan merusak mesin fotocopynya setelah
mendapatkan hasil copy virus baru dalam jumlah yang cukup banyak. Sehingga
lama-kelamaan sel kekebalan kita habis dan jumlah virus menjadi sangat
banyak.

HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang


berpotensial mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina
dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan
virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata dan lain-lain. Human
Immunodeficiency Virus.
AIDS adalah singkatan dari dan menggambarkan berbagai gejala dan
infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV
telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan
timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah
berkembang menjadi AIDS.

2.2 Cara Penybaran HIV/AIDS

1) Melalui jarum suntik bekas orang yang terinfeksi HIV/AIDS

2) Melalui donor darah. Orang yang menerima donor darah dari penderita
HIV/AIDS, maka dia otomatis akan tertular penyakit itu
3) Melakukan hubungan sex dengan orang yang terinfeksi HIV/AIDS

4) Bayi yang lahir dari ibu penderita HIV/AIDS otomatis akan mengidap
penyakit tersebut Acquired Immunodeficiency Syndrome

2.3 Gejala-gejala orang yang terinfeksi HIV/AIDS

Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena


tidak ada gejala yang tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa orang
mengalami gangguan kelenjar yang menimbulkan efek seperti deman i panas
tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan pembengkakan pada limpa), yang dapat
terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah pembentukan antibodi
akibat HIV biasanya terjadi antara enam minggu dan tiga bulan setelah
terjadinya infeksi.

Kendatipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang


terinfeksi HIV sangat mudah menularkan virus tersebut kepada orang la Satu-
satunya cara untuk menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang
adalah melalui tes HIV.

Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan


tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat
menyebabkan berkembangnya AIDS.

Bisa dilihat dari 2 gejala yaitu gejala Mayor (umum terjadi) dan
gejala Minor (tidak umum terjadi):
A. Gejala Mayor :
1) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

2) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

3) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

4) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

5) Demensia/ HIV ensefalopati

B. Gejala Minor :
1) Batuk menetap lebih dari 1 bulan

2) Dermantitis generalisata
3) Adanya Harpes zostermultisegmental dan harpes zoster berulang

4) Kandidias orofaringeal

5) Harpes simpleks kronis progresif

6) Limfadenopati generalisata

7) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

8) Retinitis virus sitomegalo

2.4 Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS
A. Tahap 1 : Periode Jendela
1. HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap
HIV dalam darah
2. Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
3. Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
4. Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu - 6
bulan

B. Tahap 2 : HIV Positif ( Tanpa Gejala) rata-rata selama 5-10 tahun

1. HIV berkembang biak dalam tubuh

2. Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa
sehat
3. Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah
terbentuk antibody terhadap HIV

4. Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan
tubuhnya (rata- rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)
C. Tahap 3 : HIV Positif (Muncul Gejala)
1. Sistem kekebalan tubuh semakin turun
2. Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan
kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
3. Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya
tahan tubuhnya

D. Tahap 4 : AIDS

1. Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah

2. berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah

Seberapa lama HIV dapat berkembang menjadi AIDS, dapat bervariasi


dari satu individu dengan individu yang lain. Dengan gaya hidup sehat,
jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat
berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi
antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan
menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi

2.5 Komplikasi HIV/AIDS

Komplikasi yang dusebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)


adalah memperlemah sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan npenderita
banyak terserang infeksi dan kanker. Infeksi umum yang biasanya terjadi pada
pasien HIV/AIDS (Budhy, 2017) :

A. Tuberculosis (TBC)

Tuberculosis (TBC) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang
bisa menyerang paru-paru dan bagian tubuh lainnya. Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) lebih lemah terhadap adanya bakteri apapun dari luar
termasuk bakteri tuberculosis (TBC).
B. Sitomegalovirus

Herpes yang ditularkan melalui cairan tubuh. Jika kekebalan tubuh melemah
virus muncul kembali dan menyebabkan kerusakan pada mata, saluran
pencernaan, paru-paru, atau organ tubuh lainnya.
C. Kandidiasis
Infeksi yang berhubungan dengan HIV menyebabkan radang dan lapisan putih
tebal diselaput lendir mulut, lidah, kerongkongan, dan vagina.
D. Meningitis kriptokokal
Pembengkakan selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang
belakang. Meningitis kriptokokal adalah infeksi sistem saraf pusat yang umum
yang terkait dengan HIV dan disebabkan oleh jamur.
E. Toksoplasmosis
Infeksi pada manusia yang ditimbulkan oleh parasit Toxoplasma gondii (T.
gondii). Gejala yang muncul pada penderita gangguan sistem kekebalan
tubuh, gejala yang muncul adalah sakit kepala, kebingungan, kurangnya
koordinasi tubuh, kejang, kesulitan bernapas, dan gangguan penglihatan.
F. Kriptosporidiosis
Infeksi yang disebabkan oleh parasit usus yang biasa ditemukan pada hewan.
Kriptoporidiosis bisa masuk kedalam tubuh seseorang ketika menelan
makanan yang terkontaminasi. Parasit tumbuh di usus dan saluran empedu
yang dapat menyebabkan diare kronis yang parah pada pasien dengan AIDS.

G. Kanker

Kanker Sarcoma Kaposi adalah kanker yang menyebabkan lesi pada jaringan
lunak. Lesi tumbuh di kulit, kelenjar getah bening, organ internal, dan selaput
lendir yang melapisi mulut, hidung, dan tenggorokan. Ini sering memengaruhi
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah seperti HIV/AIDS. Selain
itu, limfoma adalah kanker yang berasal dari sel darah putih dan biasanya
pertama kali muncul dikelenjar getah bening. Tanda yang awal yang paling
umum adalah pembengkakan kelenjar getah bening yang tidak menyakitkan di
leher, ketiak, atau pangkal paha.
H. Komplikasi neurologis
AIDS tampak tidak menginfeksi sel-sel saraf, hal itu dapat menyebabkan
gejala neurologis seperti kebingungan, dimensia, depresi, kegelisahan, dan
kesulitan berjalan. Komplikasi neurologis yang umum adalah kompleks
dimensia. AIDS yang menyebabkan perubahan perilaku dan berkurangnya
fungsi mental.
I. Penyakit ginjal
HIV terkait nefropati adalah radang filter kecil di ginjal yang menghilangkan
kelebihan cairan dan limbah dari aliran darah serta meneruskannya ke urin.
Akibat predisposisi genetik, risiko pengembangan HIV/AIDS jauh lebih tinggi
pada orang dengan kulit hitam.
2.6 Cara Pencegahan HIV/AIDS
Pencegahan HIV/AIDS (Keller Dwiyanti, 2019) :
A. Hindari perilaku berisiko seperti melakukan hubungan seksual yang
berisiko atau menggunakan narkoba jarum suntik.
B. Bila sudah melakukan perilaku berisiko tersebut, segera lakukan tes HIV.

C. Bila tes HIV negatif, lakukan perilaku aman untuk mencegah tertular HIV.

D. Bila tes HIV positif, jalani hubungan seksual yang aman,


menggunakan pengaman, serta menghindari penggunaan jarum
suntik bergantian.
E. Minum obat Antiretroviral (ARV) sesuai dengan petunjuk
dokter agar hidup tetap produktif.
2.7 Hubungan Kesehatan Mental dengan HIV/AIDS
Sebuah laporan oleh sekretariat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
telah menarik perhatian pada dampak HIV & AIDS sebagai penyebab utama
kematian dan cacat - salah satu yang terkait erat dengan kesehatan mental. WHO
mendefinisikan kesehatan mental tidak hanya tidak adanya gangguan mental,
tetapi juga kesejahteraan di mana setiap individu dapat bekerja secara produktif,
hidup yang bermanfaat, memberikan kontribusi kepada masyarakat nya agar
menyadari potensi diri, dan merasa mampu mengatasi tekanan normal dari
kehidupan. Hal ini penting untuk dicatat bahwa definisi ini konsisten dengan
pemahaman yang lebih luas diadopsi kesehatan di tingkat internasional
mengandung di dalamnya konseptualisasi multi-faceted kesehatan - aspek-aspek
pribadi, sosial dan komunal yang jelas terkandung dalam definisi ini.
Studi kesehatan mental harus mengambil tanggung jawab gangguan atau
perilaku gangguan yang timbul sebagai akibat dari kondisi psikologis atau
kejiwaan. Penilaian prevalensi seumur hidup kondisi kejiwaan dalam sampel
Afrika Selatan misalnya, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan psikologis
yang ignifikan, dengan 15,8% dari sampel memiliki gangguan kecemasan,
13,4% memiliki gangguan penyalahgunaan zat dan 9,8% mengalami gangguan
mood. Sebuah 30,3% lanjut menu gejala dari sejumlah gangguan lain. Kesehatan
mental dan substansi masalah yalahgunaan telah terbukti sangat marak di daerah
historis yang kurang beruntung.
Dengan menganalisa berbagai teori, Ryff (1989) kemudian menetapkan
dimensi- dimensi psikologi kesehatan mental yaitu: otonomi, penguasaan kungan,
pertumbuhan pribadi,

2.8 Solusi Terbaik untuk Mengatasi Masalah Penderita yang Mengalami


Gangguan Kesehatan Mental Karena HIV/AIDS

A. Menyediakan layanan kesehatan mental bagi penderita HIV/AIDS dan


memberikan mereka pelatihan- pelatihan, agar penderita HIV/AIDS lebih
mempunyai semangat untuk hidup.
B. Penderita HIV/AIDS harus mendapat kasih sayang dari orang-orang
disekitarnya, agar ia tidak merasa dikucilkan.
C. Penderita HIV/AIDS harus mendapatkan dukungan moril dan materil.

D. Kita tidak boleh membeda-bedakan orang normal dengan penderita


HIV/AIDS, jadi kita memperlakukan mereka selayaknya sama seperti
orang normal.
E. Kita harus mengingatkan kepada penderita HIV/AIDS agar mereka lebih
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, karena tidak di lagi bahwa terapi
terbaik bagi keresahan adalah mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
2.9 Respon Adaptif Pasien HIV/AIDS
A. Respons psikologis ( penerimaan diri )
Respon terhadap penyakit Kabler Ross (1974) menguraikan lima tahap
reaksi emosi seseorang terhadap penyakit, yaitu sebagai berikut.
1. Pengingkaran (serial)
Pada tahap pertama pasien menunjukkan karakteristik perilaku
pengingkaran, mereka gagal memahami dan mengalami makna rasional
dan dampak emosional dari diagnosis. Pengingkaran ini dapat
disebabkan karena ketidaktahuan pasien terhadap sakitnya atau wadah
mengetahuinya dan mengancam dirinya. Pengingkaran dapat dinilai
dari ucapan pasien, misalnya, "Saya di sini hanya istirahat”
Pengingkaran dapat berlalu sesuai dengan kemungkinan
memproyeksikan pada apa yang diterima sebagai kesalahan alat
pemeriksaan, kesalahan laporan laboratorium, atau lebih mungkin
perkiraan dokter dan perawat yang tidak kompeten. Pengingkaran diri
yang mencolok tampak menimbulkan kecemasan, pengingkaran ini
merupakan penghambat untuk menerima kondisi yang sebenarnya.
Pengingkaran biasanya bersifat sementara dan segera berubah menjadi
fase lain dalam menghadapi kenyataan (Achir Yani, 1999).

2. Kemarahan (anger)

Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan lagi, maka fase pertama


berubah menjadi kemarahan. Perilaku pasi cara karakteristik
dihubungkan dengan marah dan rasa bersalah. Pasien akan mengalahkan
kemarahan pada segala yang ada di sekitarnya. Biasanya kemarahan
diarahkan pada dirinya sendiri dan timbul penyesalan. Sasaran utama
atas kemarahan pasien adalah perawat, semua tindakan perawat serba
salah pasien banyak memut, cerewet, cemberat, tidak bersahabat, kasar,
menantang, tidak mau bekerja sama, sangat marah, mudah tersinggung,
minta banyak perhatian, dan iri hati ke keluarga mengunjungi maka
menunjukkan siap menolak yang mengakibatkan keluarga segan untuk
datang, hal ini akan menyebabkan bentuk keagresifan (Haddak dan
Galo, 1996)

3. Sikap tawar - menawar ( bargaining )

Setelah marah - marah berlals, pasien akan berpikir dan merasakan


bahwa protesnya tidak ada artinya. Mulai timbul rasa bersalah dan mulai
membina hubungan dengan Tuhan. Ciri yang jelas yaitu pasien meminta
dan menyanggupi akan menjadi lebih baik bila terjadi sesuatu yang
menimpanya atau berjanji lain jika dia dapat sembuh (Achir Yani, 1999).

4. Depresi

Selama fase ini pasien sedih / berkabung mengesampingkan marah dan


pertahanannya serta mulai mengatasi berduka secara konstruktif. Pasien
mencoba perilaku baru yang konsisten dengan keterbatasan bars. Tingkat
minal adalah kesedihan, tidak berdaya, tidak ada harapan bersalah.
penyesalan yang dalam, kesepian dan waktu untuk menangis berguna
pada saat ini . Perilaku fase ini termasuk mengatakan ketakutan akan
masa depan, bertanya peran baru dalam keluarga intensitas deprest
bergantung pada makna dan beratnya penyakit (Nety, 1999).

5. Penerimaan dan partisipasi

Sesuai dengan berlalunya waktu dan pasien beradaptasi, perasaan


berduka mulai berkurang dan bergerak menuju identifikasi sebagai
seseorang yang keterbatasan karena penyakitnya dan sebagai seorang
cacat. Pasien mampu bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak
membutuhkan dorongan melebihi daya tahannya atau terlalu
memaksakan keterbatasan atau ketidakadekuatan (Hudak dan Gallo,
1996).

B. Respon Adaptif Sosial

Aspek psikososial menurut Stewart ( 1997 ) dibedakan menjadi tiga aspek


yaitu sebagai berikut:

1. Stigma sosial memperparah depresi dan pandangan yang negatif tentang


harga diri pasien.

2. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya penolakan


bekerja dan hidup seramah juga akan berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan. Bagi pasien homoseksual penggunaan obat - obat narkotika
akan berakibat terhadap kurangnya dukungan sosial. Hal ini akan
memperparah stres pasien.

3. Lama terjadinya respons psikologis, mulai dari penolakan, marah-


marah, tawar-menawar, dan depresi, berakibat terhadap keterlambatan
upaya pencegahan dan pengobatan. Pasien akhimya mengonsumsi
obat-obat terlarang untuk menghilangkan stres yang dialami.
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit AIDS merupakan tantangan yang
besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran
infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh
komplikasi masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi
penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan
masing-masing pasien (Burnner & Suddarth, 2013). Pengkajian pada pasien HIV
AIDS meliputi :
1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin,


status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
diagnosa medis, No. MR
b. Keluhan utama

Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi


respiratori ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan
utama lainnya ditemui pada pasien HIV AIDS yaitu,
demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare
kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus
menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk
kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan
tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albicans,
pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh,
munculnya Harpes zoster berulang dan bercak-bercak
gatal diseluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatan sekarang

Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan


pasien HIV AIDS adalah : pasien akan mengeluhkan
napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki
manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan
demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta
penurunan berat badan drastis.
d. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang


sama. Adanya riwayat penggunaan narkotika suntik,
hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan
penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh penderita
HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota


keluarga yang menderita penyakit HIV/AIDS.
Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi
HIV. Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada
riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja di
tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (Pekerja
Seks Komersial).

Pola aktivitas sehari-hari (ADL)

f. Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat

Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami


perubahan atau gangguan pada personal hygiene,
misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien
kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien
biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.

1) Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami
penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri
menelan, dan juga pasien akan mengalami
penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu
singkat (terkadang lebih dari 10% BB).
2) Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus
berdarah.
3) Pola Istirahat dan tidur
4) Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur
mengalami gangguan karena adanya gejala seperi demam dan
keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung
oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
5) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya
seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari
lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi
terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
6) Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas,
depresi, dan stres.
7) Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan,
dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami
penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam
respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa
mengalami halusinasi.

8) Pola hubungan peran

Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang


dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu
atau harga diri rendah.
9) Pola penanggulangan stres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,
gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya
waktu perawatan, perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain,
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang kontruksif dan adaptif.
10) Pola reproduksi seksual
Pada pasaaien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu
karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan
seksual.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan
berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai
balasan akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status kesehatan
dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan kepercayaan
pasien dalam kehidupan pasien, dan agama merupakan hal penting
dalam hidup pasien.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.

b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai


terjadi penurunan tingkat kesadaran, apatis, samnolen,
stupor bahkan coma.
c. Vital sign :

TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal

Nadi: Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat

Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan


meningkat

Suhu :Biasanya ditemukan Suhu tubuh


menigkat karena demam.
d. BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan
hingga 10% BB) TB : Biasanya tidak
mengalami peningkatan (tinggi badan tetap)
e. Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering
karena dermatitis seboreika
f. Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis,
sclera tidak ikhterik, pupil isokor, reflek pupil
terganggu,
g. Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.

h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan


adanya bercak-bercak putih seperti krim yang
menunjukkan kandidiasi.
i. Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic
karena infeksi jamur Cryptococcus neoformans),
biasanya ada pembesaran kelenjer getah bening,
j. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan

k. Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat


retraksi dinding dada pada pasien AIDS yang disertai
dengan TB, Napas pendek (cusmaul), sesak nafas
(dipsnea).
l. Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif

m. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek,


terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi sarkoma kaposi).

n. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus


otot menurun, akral dingin.

2. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra
tubuh
perubahan peran sosial dibuktikan dengan menilai diri negatif (mis. tidak
berguna, tidak tertolong), merasa malu/bersalah, melebih-lebihkan penilaian
negatif tentang diri sendiri, menolak penilaian positif tentang diri sendiri,
berbicara pelan dan lirih, menolak berinteraksi dengan orang lain, berjalan
menunduk, postur tubuh menunduk.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan harga diri meningkat dengan
kriteria hasil :
1) Penilaian diri positif meningkat

2) Perasaan memiliki kelebihan atau kemampuan positif

3) Penerimaan penilaian positif terhadap diri sendiri

4) Perasaan malu menurun

5) Perasaan bersalah menurun

6) Perasaan tidak mampu melakukan apapun menurun

Intervensi Keperawatan :

Observasi :

1) Identifikasi budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia


terhadap harga diri
2) Monitor verbalisasi yang merendahkan diri sendiri
Terapeutik :
1) Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif untuk diri sendiri

2) Motivasi menerima tantangan atau hal baru

3) Diskusikan kepercayaan terhadap penilaian diri

4) Diskusikan alasan mengriktik diri atau rasa bersalah

5) Diskusikan bersama keluarga untuk menetapkan harapan


dan batasan yang jelas
6) Berikan umpan balik positif atas peningkatan mencapai tujuan

Edukasi :
1) Jelaskan kepada keluarga pentingnya dukungan dalam
perkembangan konsep diri pasien
2) Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki

3) Latih pernyataan/kemampuan positif

4) Latih meningkatkan kepercayaan pada kemampuan dalam


menangani situasi

Tabel 2.1

Diagnosa dan Intervensi Pada Pasien dengan


HIV AIDS

N Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


O Keperawatan (NOC)
1 Harga diri rendah Setelah dilakukan Peningkatan citra
situasional tindakan tubuh
keperawatan 1) Tentukan
Definisi : diharapkan harapan citra
perkembangan terjadi diri pasien
presepsi negatif peningkatan didasarkan
harga diri dengan
tentang harga diri pada tahap
kriteria hasil :
sebagai respon perkembangan

1) Verbalisasi 2) Tentukan
terhadap situasi
penerimaan perubahan fisik
saat ini (sebutkan)
diri saat ini apakah

2) Penerimaan berkontribusi
Batasan
terhadap pada cita diri
Karakteristik :
keterbatasan pasien
1) Evaluasi diri
diri 3) Bantu pasien
bahwa individu
3) Mempertaha untuk
tidak mampu
mendiskusika
menghadapi nkan posisi n perubahan -
peristiwa tegak perubahan
2) Evaluasi diri 4) Mempertaha (bagian tubuh)
bahwa nkan kontak disebabkan
individu tidak mata adanya
mampu 5) Komunikasi penyakit
menghadapi terbuka dengan cara
situasi yang tepat
3) Perilaku 4) Monitor
bimbang frekuensi dari
4) Perilaku tidak pernyataan
asertif mengkritisi
5) Secara verbal diri
melaporkan 5) Monitor
tentang pernyataan
situasional yang
saat ini mengidentifi
terhadap harga kasi citra
diri tubuh
6) Ekspresi mengenai
ketidakberdaya ukuran dan
an berat badan
7) Ekspresi
ketidak Peningkatan koping :
bergunaan
8) Verbalisas 1) Gunakan

i pendekatan

meniadaka yang tenang

n diri dan
memberikan
Faktor jaminan
Berhubungan : 2) Berikan suasana
1) Perilaku tidak penerimaan

selaras dengan 3) Sediakan

nilai informasi

2) Perubahan aktual

perkembangan mengenai

3) Gangguan diagnosis,

citra tubuh penanganan

4) Kegagalan dan

5) Gangguan prognosis

fungsional Peningkatan harga


6) Kurang diri :
penghargaan 1) Monitor
7) Kehilangan penerimaan
penghargaan pasien
8) Kehilangan mengenai
9) Penilakan harga diri
Perubaha Jangan
n Peran mengkritisi
Sosial pasien secara
negative
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup
dalam tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia.
AIDS (Acguired Immuno– Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala
menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus
HIV pada awalpermulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang
khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung
daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum
maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab
penyakit AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.
3.2 SARAN
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan baik dari segi materi maupun bahasanya. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini
dimasa yang akan datang sehingga penyajian materi yang kami berikan bisa
menjadii lebih baik dan berguna oleh para pembaca serta menambah wawasan
kita mengenai konsep dan asuhan keperawatan jiwa klien HIV AIDS.
DAFTAR PUSTAKA

Acheson, A.G. & Scholefield, J. H., 2017. Management of hemorrhoids.


British medical journal; 336: 380-383

Sudoyo aru, dkk 2017. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3,
edisi keempat. Jakarta: Internal Publishing

Nursalam dkk. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.


Edisi 2. Jakarta: Penerbit Salemba

Anda mungkin juga menyukai