Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN HARGA DIRI RENDAH


Dosen Pengampu: Hasrima.,S.Kep Ns., M.Kep

Oleh Kelompok 6 :
 Andrew Sesedago Lalundu (012023142)
 Desy Fatmawati (012023144)
 Milen Tedora Acirik Nahuway (012023227)
 Nurul Ilmi (012023153)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS KURNIA JAYA PERSADA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Kasus Harga Diri Rendah pada pasien HIV-AIDS.

Maksud dan tujuan pembuatan Asuhan Keperawatan ini untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Jiwa II yang diberikan oleh Ibu Hasrima, S.Kep., Ns., M.Kep.,
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Asuhan Keperawatan ini masih banyak
terdapat kesalahan mulai dari penulisannya begitupun dengan isi.

Kami berharap Asuhan Keperawatan Jiwa ini bermanfaat bagi para pembaca
begitupula dari kelompok kami sendiri. Semoga dengan adanya Asuhan Keperawatan Jiwa
bisa menambah pengetahuan kita dalam menangani dan menghadapi kasus Harga Diri
Rendah pada pasien HIV-AIDS.

Tidak lupa kritik dan saran yang membangun untuk saya, agar dalam pembuatan
Asuhan Keperawatan selanjutnya menjadi lebih baik dan tertata rapi dari segi penulisan
maupun isi. Saya ucapkan terima kasih.

Palopo, 16 Januari 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................
BAB II KONSEP TEORI.................................................................................
A. Definisi.................................................................................................
B. Etiologi.................................................................................................
C. Patofisiologi..........................................................................................
D. Manifestasi Klinis.................................................................................
E. Penatalaksanaan ...................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................
A. Pengkajian.............................................................................................
B. Diagnosa...............................................................................................
C. Intervensi..............................................................................................

BAB IV PENUTUP..........................................................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia yang
menjadi wabah internasional sejak pertama kehadirannya (Arriza, Dewi, Dkk,
2011). Penyakit ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan
tubuh (Kemenkes, 2015).

Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan


ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam
penyakit lain (Kemenkes, 2015). Meskipun telah ada kemajuan dalam
pengobatannya, namun infeksi HIV dan AIDS masih merupan masalah
kesehatan yang penting di dunia ini (Smeltzer dan Bare, 2015).

Penyakit AIDS diartikan sebagai sekumpulan gejala yang menunjukkan


kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar
dan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan
dalam respon imun dan tanpa gejala yang nyata, hingga keadaan imunosupresi
yang berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian
(Padila,2012).

Proporsi orang yang terinfeksi HIV, tetapi tidak mendapat pengobatan anti HIV
dan akhirnya akan berkembang menjadi AIDS diperkirakan mencapai lebih dari
90%. Karena tidak adanya pengobatan anti HIV yang efektif, Case Fatality Rate
dari AIDS menjadi sangat tinggi, kebanyakan penderita di negara berkembang
(80-90%) mati dalam 3 sampai 5 tahun sesudah di diagnosa terkena AIDS
(Kunoloji,2012).

Penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,


pekerjaan, status perkawinan, dan daerah tempat tinggal penderitanya
(Tangadi,1996 & Budiharto,1997 dalam Desima,2013). Laporan dari Joint
United Nations Programme on HIV and AIDS atau UNAIDS pada tahun 2015
terdapat 2,1 juta infeksi HIV baru diseluruh dunia, yang banyak tersebar di
wilayah afrika dan asia. Data ini menambah total penderita HIV menjadi 36.7
juta dan penderita AIDS sebanyak 1,1 juta orang (UNAIDS, 2016).

Laporan perkembangan HIV AIDS dari Direktorat Jendral Pencegahan dan


Pengendalian Penyakit atau Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI pada tanggal
18 Mei 2016 menyebutkan bahwa di Indonesia dari bulan Januari sampai dengan
Maret 2016 jumlah HIV yang dilaporkan sebanyak 7.146 orang dan AIDS
sebanyak 305 orang. Rasio perbandingan antara laki-laki dan perempuan yaitu
2:1 (Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI, 2016).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian adalah bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian adalah mendeskripsikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan HIV AIDS.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada pasien dengan HIV
AIDS
b. Mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
HIV AIDS
c. Mendeskripsikan rencana keperawatan atau intervensi pada pasien
dengan HIV AIDS

d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan atau implementasi pada pasien


dengan HIV AIDS
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP HIV AIDS

1. Pengertian
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit
kekurangan sistem imun yang disebabkan oleh retrovirus HIV tipe 1 atau HIV
tipe 2 (Copstead dan Banasik, 2012). Infeksi HIV adalah infeksi virus yang
secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV biasanya
berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama
pada orang dewasa) (Bararah dan Jauhar. 2013). Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang
merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia & Lorraine, 2012).

Definisi Kasus Surveilans untuk infeksi HIV dari CDC menurut Sylvia dan
Lorraine (2012) yaitu: Kriteria yang direvisi pada tahun 2000 untuk pelaporan
tingkat nasional, mengombinasikan infeksi HIV dan AIDS dalam satu definisi
kasus. Pada orang dewasa , remaja, atau anak berusia 18 bulan atau lebih,
definisi kasus surveilans infeksi HIV dipenuhi apabila salah satu kriteria
laboratorium positif atau dijumpai bukti klinis yang secara spesifik
menunjukkan infeksi HIV dan penyakit HIV berat (AIDS).

Bukti laboratorium untuk infeksi HIV mencangkup reaksi positif berulang


terhadap uji-uji penapisan antibodi yang dikonfirmasi dengan uji suplementer
(misal,ELISA, dikonfirmasi dengan uji Western blot) atau hasil positif atau
laporan terdeteksinya salah satu uji nonantibodi atau virologi HIV: uji antigen
p24 HIV dengan pemeriksaan netralisis, biakan virus HIV, deteksi asam
nukleat (RNA atau DNA) HIV (misalnya, reaksi berantai polimerase atau RNA
HIV-1 plasma, yang berinteraksi akibat terpajan pada masa perinatal).
Kriteria klinis mencangkup suatu diagnosa infeksi HIV yang didasarkan pada
daftar kriteria laboratorium yang tercatat dalam rekam medis oleh dokter atau
penyakit-penyakit yang memenuhi kriteria yang tercakup dalam definisi kasus
untuk AIDS. Kriteria untuk definisi kasus AIDS adalah :
a. Semua pasien yang terinfeksi oleh HIV dengan :
1) Hitungan sel T CD4+ <200/μI atau
2) Hitungan sel T CD4+ <14% sel T total, tanpa memandang kategori
klinis, simtomatik atau asimtomatik
b. Adanya infeksi-infeksi oportunistik terkait HIV, seperti :
1) Kondidiasis bronkus, trakea, atau paru
2) Kondidiasis esofagus
3) Kanker serviks, invasif
4) Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstraparu
5) Kriptokokus, ekstraparu
6) Kriptosporidiosis, usus kronik (lama sakit lebih dari 1 bulan)
7) Penyakit sitomegalovirus (selain di hati,limpa, atau kelenjer getah
bening)
8) Retnitis sitomegalovirus (disertai hilangnya penglihatan)\
9) Ensafalopati, terkait HIV
10) Harpes simpleks; ulkus (-ulkus kronik lebijh dari 1 bulan; atau
bronkitis, pneumonitis, esofagitis
11) Histoplasmosis, diseminata atau ekstraparu
12) Isosporiasis, usus kronik (lama sakit lebih dari 1 bulan)
13) Sarkoma Kaposi (SK)
14) Limfoma, Burkitt (atau ekivalen)
15) Limfoma, imunoblastik (atau yang ekivalen)
16) Limfoma, primer, otak
17) Mycobacterium avium complex atau Mycobacterium kansasi,
diseminata atau ektra paru
18) Mycobacterium tuberkulosis, semua tempat, paru-paru atau ekstraparu
19) Mycobacterium, spesies lain atau spesies yang belum teridentifikasi,
diseminata atau ekstraparu
20) Pneumonia Pneumicytis carinii (PPC)
21) Pneumonia, rekuren
22) Leukoensefalopati multifokus progresif
23) Septikemia salmonela, rekuren
24) Toksoplasmosis otak
25) Sindrom pengurusan yang disebabkan oleh HIV

2. Etiologi
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termasuk
dalam keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisinsi pada kucing,
virus imunodefisiensi pada kera, visna virus pada domba, dan virus anemia
infeksiosa pada kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi
berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang telah berhasil
diisolasi dari penderita AIDS. Sebagian besar retrovirus, viron HIV-1
berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk kerucut yang padat elektron
dan dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran se penjamu. Inti
virus tersebut mengandung kapsid utama protein p24, nukleokapsid protein p7
atau p9, dua sirina RNA genom, dan ketiga enzim virus (protease, reserve
trancriptase, dan integrase). Selain ketiga gen retrovirus yang baku ini, HIV
mengandung beberapa gen lain (diberi nama dengan tiga huruf, misalnya tat,
rev, vif, nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintetis serta perakitan partikel virus
yang infeksius. (Robbins dkk, 2011)

Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam
cara penularan, yaitu :
a. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan sesual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual
berlangsusng, air mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai
selaput lendir, penis, dubur, atau muluh sehingga HIV yang tedapa dalam
cairan tersebut masuk ke aliran darah (PELEKSI,1995 dalam
Nursalam,2007 ). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada
dinding vagina, dubur dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk
ke aliran darah pasangan seksual

b. Ibu pada bayinya


Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).
Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke
bayi adalah 0.01% sampai 7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada
gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%,
sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50%
(PELKESI,1995 dalam Nursalam, 2007). Penularan juga terjadi selama
proses persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit
atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan.(Lili V, 2004 dalam Nursalam, 2007). Semakin lam proses
melahirkan, semakin besar resiko penularan. Oleh karena itu, lama
persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectio caesaria (HIS dan
STB,2000 dalam Nursalam, 2007). Transmisi lain terjadi selam periode
post partum melaui ASI. Resiko bayi tertular melalui ASI dai Ibu yang
positif sekitar 10%

c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS


Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh
darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril


Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat
lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinveksi
HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV,
dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa
menular HIV

e. Alat-alat untuk menoreh kulit


Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang,
membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV
sebab alat tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.

f. Menggunakan jarum suntik secara bergantian


Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang
digunakan oleh para pengguna narkoba (Injecting Drug User-IDU) sangat
berpotensi menularkan HIV. Selain jarun suntik, pada para pemakai IDU
secara bersama-sama juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan
gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV.

HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan,
hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan
sosial yang lain.

3. Patofisiologi

Gambar 2.1 Perjalanan infeksi HIV AIDS


Menurut Robbins, Dkk (2011) Perjalanan infeksi HIV paling baik dipahami
dengan menggunakan kaidah saling memengaruhi antara HIV dan sistem imun.
Ada tiga tahap yang dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi antara
virus dan penjamu. (1) fase akut pada tahap awal; (2) fase kronis pada tahap
menengah; dan (3) fase krisis, pada tahap akhir.

Fase akut menggambarkan respon awal seseorang dewasa yang


imunokompeten terhadap infeksi HIV. Secara klinis, hal yang secara khas
merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang terjadi pada 50% hingga 70%
dari orang deawasa selama 3-6 minggu setelah infeksi; fase ini ditandai dengan
gejala nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, mialgia, demam, ruam, dan
kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan produksi virus
dalam jumlah yang besar, viremia dan persemaian yang luas pada jaringan
limfoid perifer, yang secara khas disertai dengan berkurangnya sel T CD4+.
Namum segera setelah hal itu terjadi, akan muncul respon imun yang spesifik
terhadap virus, yang dibuktikan melalui serokonversi (biasanya dalam rentang
waktu 3 hingga 17 minggu etelah pejanan) dan muali munculnya sel T sitoksik
CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia mereda, sel T CD4+
kembali mendekati jumlah normal. Namun, berkurangnya virus dalam plasma
bukan merupakan penanda berakhirnya replikasi virus, yang akan terus
berlanjut di dalam makrofag dan sel T CD 4+ jaringan.

Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukkan tahap penahanan relatif virus.
Pada fase ini, sebagian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus
berlanjut hingga beberapa tahun. Pada pasien tidak menunjukkan gejala
ataupun menderita limfadenopati persisten, dan banyak penderita yang
mengalami infeksi oportunistik “ringan” seperti ariawan (Candida) atau harpes
zoster selama fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut.
Pergantian virus yang meluas akan disertai dengan kehilangan sel CD4+ yang
berlanjut. Namun, karena kemampuan regenerasi sistem imun besar, sel CD4+
akan tergantikan dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu penurunan sel
CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah
melewati periode yang panjang dan beragam, pertahanan penjamu mulai
berkurang, jumlah sel CD4+ mulai menurun, dan jumlah sel CD4+ hidup
yang terinfeksi oleh HIV semakin meningkat. Limfadenopati persisten
yang disertai dengan kemunculan gejala konstitusional yang bermakna
(demam, ruam, mudah lelah) mencerminkan onset adanya dekompensasi
sistem imun, peningkatan replikasi virus, dan onset fase “krisis”.

Tahap terakhir, fase krisis, ditandai dengan kehancuran ppertahanan


penjamu yang sangat merugikan peningkatan viremia yang nyata, serta
penyakit klinis. Para pasien khasnya akan mengalami demam lebih dari 1
bulan, mudah lelah, penurunan berat badan, dan diare. Jumlah sel CD4+
menurun dibawah 500 sel/μL. Setelah adanya interval yang berubah-ubah,
para pasien mengalami infeksi oportunistik yang serius, neoplasma
sekunder, dan atau manifestasi neurologis (disebut dengan kondisi yang
menentukan AIDS), dan pasien yang bersangkutan dikatakan telah
menderita AIDS yang sesungguhnya. Bahkan jika kondisi lazim yang
menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yang digunakan saat ini
menentukan bahwa seseorang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel
CD4+ kurang atau sama dengan 200/μL sebagai pengidap AIDS.

4.Manifestasi Klinis

Menurut Burnner dan Suddarth (2013) Manifestasi klinis penyakit AIDS


menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem organ.
Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat
infeksi, malignasi dan atau efek langsung HIV pada jaringan tubuh,
pembahasan berikutini dibatasi pada manifestasi klinis dan akibat infeksi HIV
berat yang paling sering ditemukan.
a. Respiratori
Pneumonia Pneumocytis carini. Gejala nafas yang pendek, sesak nafas
(dispnea), batuk-batuk, nyeri dada dan demam akan menyertai berbagai
infeksi oportunistik seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium avium
intracellulare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan Legionella. Walaupun
begitu, infeksi yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah
Pneumonia Pneumocytis Carinii (PCP) yang merupakan penyakit
oportunistik pertama yang dideskripsikan berkaitan dengan AIDS.

b. Gastrointerstinal
Manifestasi gastrointerstinal penyakit AIDS mencangkup hilagnya selera
makan, mual, vomitus, kondisiasis oral, serta esofagus, dan diare kronis.
Bagi pasien AIDS, diare dapat membawa akibat yang serius sehubungan
dengan terjadinya penurunan berat badan yang nyata (lebih dari 10% berat
badan), gangguan keseimbnagan cairan dan elektrolit, ekskoriasis kulit
perianal, kelemahan dan ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan
yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Kanker
Sarkoma Kaposi yaitu kelainan malignasi yang berkaitan dengan HIV yang
paling sering ditemukan merupakan penyakit yang melibatkan lapisan
endotel pembuluh darah dan limfe.Kaposi yang berhubungan dengan AIDS
memperlihatkan penyakit yang lebih agresif dan beragam yang berkisar
mulai dari lesi kutaneus setempat hingga kelainan yang menyebar dan
mengenai lebih dari satu sistem organ. Lesi Kutaneus yang dapat timbul pada
setiap bagian tubuh biasanya bewarna merah mudah kecoklatan hingga ungu
gelap. Lesi dapat datar atau menonjol dan dikelilingi oleh ekimosis (bercak-
bercak perdarahan) serta edema. Lokasi dan ukuran beberapa lesi dapat
menimbulkan statis aliran vena, limfadema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi
akan merusak integritas kulit dan meninggalkan ketidaknyamanan pasien
serta kerentanannya terhadap infeksi.

d. Neurologik

Manifestasi dini mencangkup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan


berkonsentrasi, konfusi progresif, pelambatan psikomotorik, apatis dan
ataksia. Stadium lanjutmencangkup ganggua kognitif global kelambatan
dalam respon verbal, gagguan afektif seperti pandangan yang
kosong,hiperrefleksi paraparesis spastik, psikologis, halusiansi, tremor,
inkontenensia, serangan kejang, mutisme dan kematian.
e. Struktur integrumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunistik serta
malignansi yang mendampinginya, Infeksi oportunistik seperti harpes
zoster dan harpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang
nyeri yang merusak integritas kulit. Moloskum kontagiosum merupakan
infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas.
5. Penatalaksanaan
Menurut Burnnner dan Suddarth (2013) Upaya penanganan medis meliputi
beberapa cara pendekatan yang mencangkup penanganan infeksi yang
berhubungan dengan HIV serta malignansi, penghentian replikasi virus HIV
lewar preparat antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem imun melalui
pengguanaan preparat immunomodulator. Perawatan suportif merupakan
tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan penyakit AIDS yang
sangat menurunkan keadaan umum pasien utamaanya pada pasien harga diri
rendah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin,
status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
diagnosa medis, No. MR.

b.Keluhan Utama : Merasa diri tidak berharga lagi

c.Riwayat Kesehatan sekarang

d.Riwayat Kesehatan dahulu

e.Riwayat Kesehatan Keluarga

f.Pola Aktifitas sehari-hari (ADL)

2.Pemeriksaan Fisik :

a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.


b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai
terjadi penurunan tingkat kesadaran, apatis, samnolen,
stupor bahkan coma.
c. Vital sign :
TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal
Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi
nadi meningkat Pernafasan :Biasanya
ditemukan frekuensi pernafasan
meningkat
Suhu :Biasanya ditemukan Suhu tubuh
menigkat karena demam.
d. BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan
hingga 10% BB) TB : Biasanya tidak mengalami
peningkatan (tinggi badan tetap)
e. Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena
dermatitis seboreika
f. Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera
tidak ikhterik, pupil isokor, reflek pupil terganggu,
g. Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.
h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya
bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukkan
kandidiasi.
i. Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena
infeksi jamur Cryptococcus neoformans), biasanya ada
pembesaran kelenjer getah bening,
j. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan
k. Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi
dinding dada pada pasien AIDS yang disertai dengan TB,
Napas pendek (cusmaul), sesak nafas (dipsnea).
l. Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif
m. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek,
terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi sarkoma kaposi).

n. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot


menurun, akral dingin.

3.Diagnosa Keperawatan :

Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh

4.Intervensi Keperawatan (NIC)

Peningkatan citra tubuh

1) Tentukan harapan citra diri pasien didasarkan pada tahap perkembangan


2) Tentukan perubahan fisik saat ini apakah berkontribusi pada cita diri pasien
3) Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan - perubahan (bagian tubuh) disebabkan
adanya penyakit dengan cara yang tepat
4) Monitor frekuensi dari pernyataan mengkritisi diri
5)Monitor pernyataan yang mengidentifikasi citra tubuh mengenai ukuran dan berat badan
Peningkatan koping :
1) Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan
2) Berikan suasana penerimaan
3) Sediakan informasi aktual mengenai diagnosis, penanganan dan prognosis
Peningkatan harga diri :
1) Monitor penerimaan pasien mengenai harga diri
2) Jangan mengkritisi pasien secara negative.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan harga diri


dengan kriteria hasil (NOC) :

1) Verbalisasi penerimaan diri


2) Penerimaan terhadap keterbatasan diri
3) Mempertahankan posisi tegak
4) Mempertahankan kontak mata
5) Komunikasi terbuka
BAB IV

PENUTUP

A.Kesimpulan
Setelah dilakukan seluruh rangkaian asuhan keperawatan dari pengkajian,
intervennsi, implementasi dan evaluasi maka penulis dapat menarik kesimpulan dan
saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi klien dan dapat meningkatkan mutu
asuhan keperawatan dengan Harga Diri Rendah.

B.saran
Diharapkan untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan Pendidikan kesehatan yang
lebih berkualitas dan professional sehingga dapat menciptakan perawat yang
professional, terampil, inovatif, dan bermutu yang mampu memberikan asuhan
keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Arriza, Beta Kurnia., dkk. (2011). Memahami Rekonstruksi


Kebahagiaan Pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Jurnal
Psikologi Undip. http://download.portalgaruda.org/article. (Diakses
pada tanggal 13 Januari 2017)

Bararah dan Jauhar.M, 2103. Asuhan Keperawatan Panduan


Lengkap Menjadi Perawat Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya

Bulechek,Gloria M, Dkk (2013). Nursing Interventions


Classification (NIC). United kingdom: ELSEVIER

Desima,Dkk. (2013). Karakteristik Penderita HIV/AIDS Di Klinik VCT


Rumah Sakit Umum HKBP Balige Tahun 2008-2012.
http://download.portalgaruda.org/article. (Diakses pada tanggal 12
Januari 2017)

Dinas Kesehatan Kota Padang. (2015). Profil Kesehatan Kota


Padang Tahun 2014.
https://dinkeskotapadang1.files.wordpress.com/2015/07/profil-
tahun-2014-edisi- 2015.pdf (Diakses Pada Tanggal 11 Januari
2017).

Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI, (2016). Laporan


Perkembangan HIV AIDS triwulan 1 Tahun 2016. Jakarta.
http://www.yaids.com/materi/M-5780- Final%20Laporan
%20HIV%20AIDS%20TW%201%202016.pdf . (Diakses
pada tanggal 12 Januari 2017)

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia


2014. Jakarta: Sekretaris Jenderal

Kumar,Cotran,Robbins.(2011). Buku Ajar Patologi (Awal


Prasetyo,Brahm U.Pandit, Toni Prilino, Penerjemah). Jakarta:
EGC

Kunoli, F.J.,(2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: TIM


Mardalis. (2010). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal.

Jakarta: Bumi Aksara Moorhead,Sue, Dkk. (2013). Nursing

Outcomes Classification (NOC). United


Kingdom: ELSEVIER

NANDA International. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta.
EGC

Nurasalam. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Terinfeksi HIV AIDS, Jakarta : Salemba Medika

Nursalam dan Kurniawati,Ninuk Dian. 2011. Asuhan


Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai