Skip to content
OLEH :
KELOMPOK V
HUSNUNNISA ABBAS
FATMAWATI
A.MUTMAINNAH JUANNA
SRI SUHATRINA
NIRWANA
RAHMI ARIFIN
RAHMATULLAH
DASMA INDAH
RISKA AWALIAH
MUHAMMAD IQBAL
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Penderita HIV AIDS”
dengan sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mengalami berbagai hal baik suka maupun duka.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat
waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa
syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan terima kasih kepada
pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknik
penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat
diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah
ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………………….
1
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………………………….
2
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang……………………………………………………………………………… 3
2. Rumusan masalah…………………………………………………………………………..
4
3. Tujuan penulisan……………………………………………………………………………
4
BAB II PEMBAHASAN
1. Defenisi……………………………………………………………………………………
…… 5
2. Etiologi……………………………………………………………………………………
…… 6
3. Patofisiologi………………………………………………………………………………
….. 6
4. Tanda dan
gejala……………………………………………………………………………. 8
5. Tahap Perubahan HIV menjadi AIDS…………………………………………….. 10
6. Penularan……………………………………………………………………………………
. 11
7. Komplikasi………………………………………………………………………………….
. 12
8. Pemeriksaan Diagnostik………………………………………………………………….
13
9. Penatalaksanaan Medis……………………………………………………………………
14
10. Pencegahan…………………………………………………………………………………
… 18
1. Pengkajian…………………………………………………………………………………
… 19
2. Diagnosa, Intervensi, Rasional ……………………………………………………… 20
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan…………………………………………………………………………………
. 27
2. Saran………………………………………………………………………………………
….. 27
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………………………… 28
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau
sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada
tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik
ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran
mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani,
cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan
intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu
dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-
cairan tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan
WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali
diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan
pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak
region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta)
hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara
global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2
juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia,
peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember 2011
yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan
jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan
106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak
mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat
estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang
Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus
HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.
1. Rumusan Masalah
2. Apa Defenisi dari HIV dan AIDS?
3. Bagaimanya etiologi dari HIV dan AIDS?
4. Bagaimana patofisiologi dari HIV dan AIDS?
5. Apa tanda dan gejala dari HIV dan AIDS?
6. Bagaimana tahap Perubahan HIV menjadi AIDS dari HIV dan AIDS?
7. Bagaimana cara penularan dari HIV dan AIDS?
8. Apa komplikasi dari HIV dan AIDS?
9. Apa saja pemeriksaan Diagnostik dari HIV dan AIDS?
10. Bagaimana penatalaksanaan Medis dari HIV dan AIDS?
11. Bagaimana pencegahan dari HIV dan AIDS?
1. Tujuan penulisan
2. Untuk mengetahui definisi HIV AIDS.
3. Untuk mengetahui etiologi/penyebab HIV AIDS
4. Untuk mengetahui patofisiologi HIV AIDS
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari HIV dan AIDS
6. Untuk mengetahui tahap Perubahan HIV menjadi AIDS dari HIV dan AIDS
7. Untuk mengetahui cara penularan dari HIV dan AIDS
8. Untuk mengetahui komplikasi dari HIV dan AIDS
9. Untuk mengetahui pemeriksaan Diagnostik dari HIV dan AIDS
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan Medis dari HIV dan AIDS
11. Untuk mengetahui pencegahan dari HIV dan AIDS
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
2. HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang dapat
menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem
kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi Yang
menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.
3. AIDS adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu menurunnya
daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi virus HIV (human
Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif tidak diidentik dengan AIDS, karena
AIDS harus menunjukan adanya satu atau lebih gejala penyakit skibat defisiensi sistem
imun selular.
4. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul Hidayat,
2006)
5. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang ) dan memiliki
antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
6. AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan
imunolegik. (Price, 2000 : 241)
1. ETIOLOGI
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus
limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus
mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk
ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi
penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari
segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang
membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan
infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr
diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum
dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit
klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)
1. PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu
sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala
AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS.
Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang
sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel,
dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam
DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan
sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi
limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang
terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di
permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor
CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi
mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B,
makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas
dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi
kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama
beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300
sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun
sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain
karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan
virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus
di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel
CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi
dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang
beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+
biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi
rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan
antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama
ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak
banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang
bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan
sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer
antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu
penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa
titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun
kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan
gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya
26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita HIV
AIDS yaitu sebagai berikut :
1. Panas lebih dari 1 bulan,
2. Batuk-batuk,
3. Sariawan dan nyeri menelan,
4. Badan menjadi kurus sekali,
5. Diare ,
6. Sesak napas,
7. Pembesaran kelenjar getah bening,
8. Kesadaran menurun,
9. Penurunan ketajaman penglihatan,
10. Bercak ungu kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat merupakan gejala
penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan
penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada
seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka
dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan
sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami
demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5
tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang
paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu
protozoa, infeksi lain termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
Fase I
Individu sudah terpapar dan terinfeksi. Tetapi ciri-ciri terinfeksi belum terlihat meskipun
ia melakukan tes darah. Pada fase ini antibody terhadap HIV belum terbentuk. Fase ini akan
berlangsung sekitar 1-6 bulan dari waktu individu terpapar.
Fase II
Berlangsung lebih lama, yaitu sekitar 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua
ini individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit, tetapi sudah dapat
menularkan pada orang lain.
Fase III
Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit yang disebut dengan penyakit terkait dengan
HIV. Tahap ini belum dapat disebut sebagai gejala AIDS. Gejala-gejala yang berkaitan antara
lain keringat yang berlebihan pada waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar
getah bening, flu yang tidak sembuh-sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah,
serta berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
Fase IV
Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh
sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya. Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan
infeksi oportunistik yaitu kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi
paruparu yang menyebabkan radang paru-paru dan kesulitan bernafas, infeksi usus yang
menyebabkan diare parah berminggu-minggu, dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan
mental dan sakit kepala.
1. PENULARAN HIV/AIDS
1. Media Penularan HIV
Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat menimbulkan luka
yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan dan sebelumnya telah dipakai
orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara ini dapat menularkan HIV karena terjadi kontak
darah.
Melalui transfusi darah yang tercemar HIV
Ibu hamil yang terinfeksi HIV pada bayi yang dikandungnya.
Antenatal yaitu saat bayi masih berada didalam rahim, melalui plasenta
Intranatal yaitu saat proses persalinan, bayi terpapar darah ibu atau cairan vagina
Postnatal yaitu setelah proses persalinan, melalui air susu ibu
Kenyataannya 25-35% dari semua bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sudah terinfeksi di negara
berkembang tertular HIV, dan 90% bayi dan anak yang tertular HIV tertular dari ibunya.
1. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
2. Neurologik
3. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan
dehidrasi.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot,
lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
1. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan
lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4, protein
purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS,
hepatitis, dan pap smear.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka pemeriksaan
diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila
<200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi INH tidak
tergantung pada jumlah CD4.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat
antiretroviral dan memantau hasil pengobatan. Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan
CD4 (mikroskop fluoresensi atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4
= (1/3 x jumlah limfosit total)-8.
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah
Istiqomah : 2009) :
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat
ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat
enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi
virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
Didanosine
Ribavirin
Diedoxycytidine
Recombinant CD 4 dapat larut
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit
khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas
fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan
Suhu 1°C.
Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel
tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan
dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan
rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3)
diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di
anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan
Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus
dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.
Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi
menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi
yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi
thick fluid) dan cair (thin fluid).
Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium, kalium dan
klorida).
Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan
dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien.
Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian makanan
melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.
Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik, maupun
kimia.
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien dengan:
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral, enteral(sonde)
dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin. Bila tidak
mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai
makanan utama.
Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III. Yaitu :
Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi, sariawan,
kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera setelah pasien
dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari
sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan,
makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan cair dan
makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan makanan enteral
komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C.
bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).
Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi. Makanan
diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan
membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral
atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien dengan
infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan
sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemampuan makan melalui
mulut terbatas dan masih terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan
sonde sebagai makanan tambahan atau makanan utama.
1. PENCEGAHAN
BAB III
1. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat.
1. Integritas ego.
Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis.
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal.
1. Makanan / cairan.
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang
buruk, dan edema.
Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat.
1. Nyeri / kenyamanan.
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak, dan
gerak otot melindungi pada bagian yang sakit.
1. Diagnosis Keperawatan :
Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan nyeri,
perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.
Keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi,
Mengindikasikan kebutuhan untuk
intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai
intervensi dan juga tanda-tanda
gejala nonverbal misalnya gelisah,
perkembangan komplikasi.
takikardia, meringis.
Instruksikan pasien untuk menggunakan
Meningkatkan relaksasi dan perasaan
visualisasi atau imajinasi, relaksasi progresif,
sehat.
teknik nafas dalam.
Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit,
Dorong pengungkapan perasaan sehingga persepsi akan intensitas rasa
sakit.
M,emberikan penurunan nyeri/tidak
nyaman, mengurangi demam. Obat yang
Berikan analgesik atau antipiretik narkotik.
dikontrol pasien berdasar waktu 24 jam
Gunakan ADP (analgesic yang dikontrol
dapat mempertahankan kadar analgesia
pasien) untuk memberikan analgesia 24 jam.
darah tetap stabil, mencegah kekurangan
atau kelebihan obat-obatan.
Lakukan tindakan paliatif misal pengubahan
Meningkatkan relaksasi atau menurunkan
posisi, masase, rentang gerak pada sendi
tegangan otot.
yang sakit.
2. Diagnosis keperawatan :
Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan gangguan intestinal
ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus
hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Mmpertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada
tujuan yang diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari tanda-
tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
3. Diagnosa keperawatan :
Mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-
tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi.
4. Diagnosa keperawatan :
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi dan ketidak
seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
5. Diagnose keperawatan :
Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme ditandai dengan
kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan
rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dalam tingkat
kemampuannya.
BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN
1. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
2. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik,
dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
3. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah ( transfuse darah,
penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS), transmisi dari
ibu ke anak yang mengidap AIDS.
1. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit . Jakarta : EGC