Anda di halaman 1dari 82

ASKEP HIV / AIDS

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada
Penderita AIDS dengan sebaik-baiknya.
Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
ilmu keperawatan dasar III serta sebagai syarat menempuh ujian semester.
Dalam penyusunan makalah ini,penulis telah mengalami berbagai hal baik suka
maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai
dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari
berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus
penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik
pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan
dengan judul makalah ini.

Pangkajene, Oktober 2013

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus
yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan
menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun
penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun
penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui
kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah,
dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina,
cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim

(vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara
ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya
dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta
jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu
epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan
antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa
diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari
setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta
orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi
dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari
2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31
Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari
2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus
yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan
5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan
ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar
antara 80.000 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga,
setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.
2. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi AIDS.
2. Untuk mengetahui etiologi/penyebab AIDS
3. Untuk mengetahui cara penularan AIDS
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS
5. Untuk mengetahui patofisiologi AIDS
6. Untuk mengetahui pathway AIDS

7.
8.
9.

Untuk mengetahui komplikasi klien dengan AIDS


Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS
Untuk mengetahui penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain:
1. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang )dan
memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
2. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir
dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)
B. ETIOLOGI
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau
virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili
lentivirus.

Retrovirus

mengubah

asam

ribonukleatnya

(RNA)

menjadi

asam

deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah
lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus
hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa
protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein
Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan
duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga
senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang
patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)
1.

Cara Penularan
Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :
a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b. Melalui darah, yaitu:
Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%
Transmisi dari ibu ke anak :
a. Selama kehamilan
b. Saat persalinan, risiko penularan 50%
c. Melalui air susu ibu(ASI)14%

C. PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV
akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam
sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel
target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih
yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel

serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel
yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem
kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya
membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV
menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh
dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3
tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4
sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV,
jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa
menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam
darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan
infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar
yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan
penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar
limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang
beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit
CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka
penderita menjadi rentan terhadap infeksi.

Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai
infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit
CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh
dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut periode jendela (window
period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20
bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini
disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang
lengkap

(merupakan

sindrom/kumpulan

gejala).

Perjalanan

penyakit

infeksi

HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang
lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita
AIDS :
Panas lebih dari 1 bulan,
Batuk-batuk,
Sariawan dan nyeri menelan,
Badan menjadi kurus sekali,
Diare ,
Sesak napas,
Pembesaran kelenjar getah bening,

Kesadaran menurun,
Penurunan ketajaman penglihatan,
Bercak ungu kehitaman di kulit.

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala
panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa
gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku
yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 2 minggu pasien akan
merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien
akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare,
neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi
1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi
opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia
interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis,
kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam
berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang
kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

2.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala


Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
akan diperoleh hasil positif.
3.Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral
akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan
penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD 4.
( Arif Mansjoer, 2000 )
1. Infeksi retroviral akut
Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan
demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti
morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien
mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain Barre, atau
psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2. Masa asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati
umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window
period).
3. Masa gejala dini
Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat
infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia,
ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC)
4. Masa gejala lanjut
Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko
tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan

.
F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain :
1. Pneumonia pneumocystis (PCP)
2. Tuberculosis (TBC)
3. Esofagitis
4. Diare
5. Toksoplasmositis

6.
7.
8.
9.

Leukoensefalopati multifocal prigesif


Sarcoma Kaposi
Kanker getah bening
Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah
1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait.
Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD 4,
protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus,
serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka
pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang
tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii.
Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah CD4.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian
obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.
Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD 4 (mikroskop fluoresensi atau
flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD 4 = (1/3 x jumlah limfosit
total)-8.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah
Istiqomah : 2009) :
a.
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan,

dan

pemulihan

infeksi

opurtunistik,

nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c.
Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini
adalah :
Didanosine
Ribavirin
Diedoxycytidine
Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi
AIDS.
2.

Diet

Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah

a.
Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek

dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.


Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang diharapkan,

terutama jaringan otot (Lean Body Mass).


Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.
b. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada: pasien
dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra

pengecap dan kesulitan menelan.


Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).
Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai dengan

kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.


c.
Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas
fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan

Suhu 1C.
Protein tinggi, yaitu 1,1 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel

tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
Lemak cukup, yaitu 10 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan
dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan
ikatan rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak

omega 3) diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.


Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di
anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan
Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis

harus dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.


Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.

Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi
menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi
yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental

(semi thick fluid) dan cair (thin fluid).


Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium,

kalium dan klorida).


Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya
dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi
pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian

makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.
Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik, maupun
kimia.
d. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien

dengan:
a. Infeksi HIV positif tanpa gejala.
b. Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan,
sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
c. Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
d. Infeksi HIV dengan TBC.
e. Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,
enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi
secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau
parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS
yaitu Diet AIDS I, II dan III.
1)

Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi,

sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau

segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu,
diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap
3 jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam
bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat
sendiri

atau menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi.

Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak
energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).
2) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut
teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan
ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat
gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan
utama.
3)

Diet AIDS III


Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada
pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan
dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral.
Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi penurunan berat
badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde sebagai makanan tambahan atau
makanan utama.

I.

ASUHAN KEPERAWATAN

1.

Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah
1. Aktivitas / istirahat.
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise
2. Sirkulasi.
Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
3. Integritas ego.
Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis.
4. Elimiinasi.
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal.
5. Makanan / cairan.

Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi
yang buruk, dan edema.
6. Neurosensori.
Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat.
7. Nyeri / kenyamanan.
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak,
dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit.
8. Pernafasan.
Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.

2. Diagnosa, Intervensi dan Rasional Tindakan Keperawatan.


Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah
1.

Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan

ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot
dan gelisah.
Hasil yang diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat
tidur atau beristirahat secara adekuat.

INTERVENSI KEPERAWATAN
Kaji keluhan nyeri, perhatikan

RASIONAL
Mengindikasikan kebutuhan untuk

lokasi, intensitas, frekuensi dan

intervensi dan juga tanda-tanda

waktu. Tandai gejala nonverbal

perkembangan komplikasi.

misalnya gelisah, takikardia,


meringis.
Instruksikan pasien untuk

Meningkatkan relaksasi dan perasaan

menggunakan visualisasi atau

sehat.

imajinasi, relaksasi progresif,


teknik nafas dalam.
Dorong pengungkapan perasaan

Dapat mengurangi ansietas dan rasa


sakit, sehingga persepsi akan intensitas

Berikan analgesik atau antipiretik

rasa sakit.
M,emberikan penurunan nyeri/tidak

narkotik. Gunakan ADP (analgesic

nyaman, mengurangi demam. Obat

yang dikontrol pasien) untuk

yang dikontrol pasien berdasar waktu

memberikan analgesia 24 jam.

24 jam dapat mempertahankan kadar


analgesia darah tetap stabil, mencegah
kekurangan atau kelebihan obat-

Lakukan tindakan paliatif misal


pengubahan posisi, masase,
rentang gerak pada sendi yang
sakit.
2.

obatan.
Meningkatkan relaksasi atau
menurunkan tegangan otot.

Diagnosis keperawatan : perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh


dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan,
penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk
makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan

: mempertahankan berat badan atau memperlihatkan

peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan,


mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari tanda-tanda malnutrisi
dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.

INTERIVENSI KEPERAWATAN
Kaji kemampuan untuk mengunyah,

RASIONAL
Lesi mulut, tenggorok dan

perasakan dan menelan.

esophagus dapat menyebabkan


disfagia, penurunan
kemampuan pasien untuk
mengolah makanan dan
mengurangi keinginan untuk

Auskultasi bising usus

makan.
Hopermotilitas saluran intestinal
umum terjadi dan dihubungkan
dengan muntah dan diare, yang
dapat mempengaruhi pilihan

diet atau cara makan.


Rencanakan diet dengan orang terdekat, Melibatkan orang terdekat
jika memungkinakan sarankan

dalam rencana member

makanan dari rumah. Sediakan

perasaan control lingkungan dan

makanan yang sedikit tapi sering

mungkin meningkatkan

berupa makanan padat nutrisi, tidak

pemasukan. Memenuhi

bersifat asam dan juga minuman

kebutuhan akan makanan

dengan pilihan yang disukai pasien.

nonistitusional mungkin juga

Dorong konsumsi makanan berkalori

meningkatkan pemasukan.

tinggi yang dapat merangsang nafsu


makan
Batasi makanan yang menyebabkan

Rasa sakit pada mulut atau

mual atau muntah. Hindari

ketakutan akan mengiritasi lesi

menghidangkan makanan yang panas

pada mulut mungkin akan

dan yang susah untuk ditelan

menyebabakan pasien enggan


untuk makan. Tindakan ini akan
berguna untuk meningkatakan

3.

Tinjau ulang pemerikasaan

pemasukan makanan.
Mengindikasikan status nutrisi

laboratorium, misal BUN, Glukosa,

dan fungsi organ, dan

fungsi hepar, elektrolit, protein, dan

mengidentifikasi kebutuhan

albumin.
Berikan obat anti emetic misalnya

pengganti.
Mengurangi insiden muntah dan

metoklopramid.

meningkatkan fungsi gaster

Diagnosa keperawatan

: resiko tinggi kekurangan volume cairan

berhubungan dengan diare berat


Hasil yang diharapkan

: mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane

mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara
pribadi.
INTERVESI KEPERAWATAN
Pantau pemasukan oral dan

RASIONAL
Mempertahankan keseimbangan

pemasukan cairan sedikitnya 2.500

cairan, mengurangi rasa haus dan

ml/hari.
Buat cairan mudah diberikan pada

melembabkan membrane mukosa.


Meningkatkan pemasukan cairan

pasien; gunakan cairan yang mudah

tertentu mungkin terlalu

ditoleransi oleh pasien dan yang

menimbulkan nyeri untuk

menggantikan elektrolit yang

dikomsumsi karena lesi pada mulut.

dibutuhkan, misalnya Gatorade.


Kaji turgor kulit, membrane mukosa

Indicator tidak langsung dari status

dan rasa haus.

cairan.

Hilangakan makanan yang potensial

Mungkin dapat mengurangi diare

menyebabkan diare, yakni yang


pedas, berkadar lemak tinggi, kacang,
kubis, susu. Mengatur kecepatan atau
konsentrasi makanan yang diberikan
berselang jika dibutuhkan
Nerikan obat-obatan anti diare

Menurunkan jumlah dan keenceran

misalnya ddifenoksilat (lomotil),

feses, mungkin mengurangi kejang

loperamid Imodium, paregoric.

usus dan peristaltis.

4.

Diagnosa keperawatan

: resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan

dengan proses infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot


pernafasan)
Hasil yang diharapkan

: mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami

sesak nafas.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Auskultasi bunyi nafas, tandai

RASIONAL
Memperkirakan adanya

daerah paru yang mengalami

perkembangan komplikasi atau

penurunan, atau kehilangan ventilasi,

infeksi pernafasan, misalnya

dan munculnya bunyi adventisius.

pneumoni,

Misalnya krekels, mengi, ronki.


Catat kecepatan pernafasan, sianosis,

Takipnea, sianosis, tidak dapat

peningkatan kerja pernafasan dan

beristirahat, dan peningkatan

munculnya dispnea, ansietas

nafas, menuncukkan kesulitan


pernafasan dan adanya kebutuhan
untuk meningkatkan pengawasan

Tinggikan kepala tempat tidur.

atau intervensi medis


Meningkatkan fungsi pernafasan

Usahakan pasien untuk berbalik,

yang optimal dan mengurangi

batuk, menarik nafas sesuai

aspirasi atau infeksi yang

kebutuhan.
Berikan tambahan O2 Yng

ditimbulkan karena atelektasis.


Mempertahankan oksigenasi

dilembabkan melalui cara yang sesuai efektif untuk mencegah atau


misalnya kanula, masker, inkubasi

memperbaiki krisis pernafasan

atau ventilasi mekanis


5.

Diagnose keperawatan

: Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan

produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau
berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan,
dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Hasil yang diharapkan
: melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Kaji pola tidur dan catat perunahan

RASIONAL
Berbagai factor dapat meningkatkan

dalam proses berpikir atau

kelelahan, termasuk kurang tidur,

berperilaku

tekanan emosi, dan efeksamping

Rencanakan perawatan untuk

obat-obatan
Periode istirahat yang sering sangat

menyediakan fase istirahat. Atur

yang dibutuhkan dalam

aktifitas pada waktu pasien sangat

memperbaiki atau menghemat

berenergi

energi. Perencanaan akan membuat


pasien menjadi aktif saat energy
lebih tinggi, sehingga dapat

memperbaiki perasaan sehat dan


Dorong pasien untuk melakukan

control diri.
Memungkinkan penghematan

apapun yang mungkin, misalnya

energy, peningkatan stamina, dan

perawatan diri, duduk dikursi,

mengijinkan pasien untuk lebih aktif

berjalan, pergi makan

tanpa menyebabkan kepenatan dan

Pantau respon psikologis terhadap

rasa frustasi.
Toleransi bervariasi tergantung pada

aktifitas, misal perubahan TD,

status proses penyakit, status nutrisi,

frekuensi pernafasan atau jantung

keseimbangan cairan, dan tipe

Rujuk pada terapi fisik atau okupasi

penyakit.
Latihan setiap hari terprogram dan
aktifitas yang membantu pasien
mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan tonus
otot

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1.

AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena

rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.


2.

Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik,

dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.


3.

Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah ( transfuse

darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS),
transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.
.
B. SARAN
Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah :
1. Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS.
2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien AIDS.

DAFTAR PUSTAKA

Heri.Asuhan Keperawatan HIV/AIDS,(Online),(http://mydocumentku.blogspot.


com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)
Istiqomah, Endah.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV/AIDS,(Online) ,
(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-kliendengan.html, diakses 20 Oktober 2012)
Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius
Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit . Jakarta : EGC
UGI.2012.Diet Penyakit HIV/AIDS,(Online),(http://ugiuntukgiziindonesia.
blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

Subyek: Asuhan Keperawatan dan Laporan Pendahuluan HIV 30th


January 2014, 5:34 pm
ASUHAN KEPERAWATAN
HIV AIDS
by: Muh. Saipul Zohri
A. DEFINISI
1.
HIV
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut
sel T-4 atau disebut juga sel CD-4.
(www.medicastore.com)
Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa dirinya
telah terinfeksi. Segera setelah terinfeksi, beberapa orang mengalami gejala
yang mirip gejala flu selama beberapa minggu. Selain itu tidak ada tanda
infeksi HIV. Tetapi, virus tetap ada di tubuh dan dapat menularkan orang
lain.
(http://www.caaip.net/v3/view-article-22-59.html)
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak
langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah,
dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan
vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik
yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
(http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS.)
HIV merupakan suatu virus yang material genetiknya adalah RNA (asam
ribonukleat) yang dibungkus oleh suatu matriks yang sebagian besar terdiri
atas protein. Untuk tumbuh, materi genetik ini perlu diubah menjadi DNA
(asam deoksiribonukleat), diintegrasikan ke dalam DNA inang, dan
selanjutnya mengalami proses yang akhirnya akan menghasilkan protein.
Protein-protein yang dihasilkan kemudian akan membentuk virus-virus baru.
Daur Hidup Hiv
Obat-obatan yang telah ditemukan pada saat ini menghambat pengubahan
RNA menjadi DNA dan menghambat pembentukan protein-protein aktif.

Enzim yang membantu pengubahan RNA menjadi DNA disebut reverse


transcriptase, sedangkan yang membantu pembentukan protein-protein aktif
disebut protease.
Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang
tersimpan pada RNA virus harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA.
Reverse transcriptase membantu proses pengubahan RNA menjadi DNA.
Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses pembentukan protein
juga menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembentukan virus-virus yang baru
menjadi berjalan dengan lambat. Jadi, penggunaan obat-obatan penghambat
enzim reverse transcriptase tidak secara tuntas menghancurkan virus yang
terdapat di dalam tubuh. Penggunaan obat-obatan jenis ini hanya
menghambat proses pembentukan virus baru, dan proses penghambatan ini
pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru secara total.
Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah
penggunaan penghambat enzim protease. Dari DNA yang berasal dari RNA
virus, akan dibentuk protein-protein yang nantinya akan berperan dalam
proses pembentukan partikel virus yang baru. Pada mulanya, protein-protein
yang dibentuk berada dalam bentuk yang tidak aktif. Untuk
mengaktifkannya, maka protein-protein yang dihasilkan harus dipotong pada
tempat-tempat tertentu. Di sinilah peranan protease. Protease akan
memotong protein pada tempat tertentu dari suatu protein yang terbentuk
dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan protein yang nantinya akan
dapat membentuk protein penyusun matriks virus (protein struktural)
ataupun protein fungsional yang berperan sebagai enzim.
(http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/berita/adakah_obat_untuk_hivaids_saat_ini/.)
2. AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang
merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh
makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan
sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS
disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang
tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak
oleh Virus HIV.
(http://japanwatergirl.blogspot.com/2008/07/pengertian-definisi-dan-carapenularan.html)
AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. HIV, virus
yang menyebabkan penyakit ini, merusak sistem pertahanan tubuh (sistem
imun), sehingga orang-orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk
mempertahankan dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang.
Seseorang yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS. Banyak
kasus di mana seseorang positif mengidap HIV, tetapi tidak menjadi sakit
dalam jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh
seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan
bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena
rusaknya sistem imun tubuh.

Karena ganasnya penyakit ini, maka berbagai usaha dilakukan untuk


mengembangkan obat-obatan yang dapat mengatasinya. Pengobatan yang
berkembang saat ini, targetnya adalah enzim-enzim yang dihasilkan oleh
HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk berkembang. Enzim-enzim ini
dihambat dengan menggunakan inhibitor yang nantinya akan menghambat
kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat
pertumbuhan virus HIV.
(http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/berita/adakah_obat_untuk_hivaids_saat_ini/.)
B. ETIOLOGI
PenyebabAIDSadalahsejenisvirusyangtergolongRetrovirusyangdisebut
HumanImmunodeficiencyVirus(HIV).Virusinipertamakalidiisolasioleh
MontagnierdankawankawandiPrancispadatahun1983dengannama
LymphadenopathyAssociatedVirus(LAV),sedangkanGallodiAmerika
Serikatpadatahun1984mengisolasi(HIV)III.Kemudianataskesepakatan
internasionalpadatahun1986namafirusdirubahmenjadiHIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang
atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel
Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut
CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti
retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan
inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu
dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama
hidup penderita tersebut.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core)
dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas
dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan
beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein
(gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4)
yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan
kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan
seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai
disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya,
tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar
tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia
jaringan otak.

1. MasaInkubasiAids
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus

HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang


dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun
dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit.
Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini
terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan
laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal
dengan masa wndow periode.
Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan
virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi
virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV
tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan
penularan terjadi pada fase inkubasi ini.

1. CaraPenularan
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang
rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (portd entre).
Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel
otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati
diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar
tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh.
Cairan tubuh yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina
atau servik dan darah penderita.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga
kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
a.
TransmisiSeksual
PenularanmelaluihubunganseksualbaikHomoseksualmaupun
HeteroseksualmerupakanpenularaninfeksiHIVyangpalingseringterjadi.
Penularaniniberhubungandengansemendancairanvaginaatauserik.
InfeksidapatditularkandarisetiappengidapinfeksiHIVkepadapasangan
seksnya.ResikopenularanHIVtergantungpadapemilihanpasanganseks,
jumlahpasanganseksdanjenishubunganseks.PadapenelitianDarrow
(1985)ditemukanresikoseropositiveuntukzatantiterhadapHIVcenderung
naikpadahubunganseksualyangdilakukanpadapasangantidaktetap.
Orangyangseringberhubunganseksualdenganbergantipasangan
merupakankelompokmanusiayangberisikotinggiterinfeksivirusHIV.
1)
Homoseksual
Diduniabarat,AmerikaSerikatdanEropatingkatpromiskuitashomoseksual
menderitaAIDS,berumurantara2040tahundarisemuagolonganrusial.
Carahubunganseksualanogenetalmerupakanperilakuseksualdengan

resikotinggibagipenularanHIV,khususnyabagimitraseksualyangpasif
menerimaejakulasisemendariseseorangpengidapHIV.Halini
sehubungandenganmukosarektumyangsangattipisdanmudahsekali
mengalamipertukaranpadasaatberhubungansecaraanogenital.
2)
Heteroseksual
DiAfrikadanAsiaTenggaracarapenularanutamamelaluihubungan
heteroseksualpadapromiskuitasdanpenderitaterbanyakadalahkelompok
umurseksualaktifbaikpriamaupunwanitayangmempunyaibanyak
pasangandanbergantiganti.
b.
TransmisiNonSeksual
1)
Transmisiparentral
Yaituakibatpenggunaanjarumsuntikdanalattusuklainnya(alattindik)
yangtelahterkontaminasi,misalnyapadapenyalahgunaannarkotiksuntik
yangmenggunakanjarumsuntikyangtercemarsecarabersamasama.
Disampingdapatjugaterjadimelauijarumsuntikyangdipakaiolehpetugas
kesehatantanpadisterilkanterlebihdahulu.Resikotertularcaratransmisi
parentalinikurangdari1%.
Transmisimelaluitransfusiatauprodukdarahterjadidinegaranegarabarat
sebelumtahun1985.Sesudahtahun1985transmisimelaluijalurinidi
negarabaratsangatjarang,karenadarahdonortelahdiperiksasebelum
ditransfusikan.Resikotertularinfeksi/HIVlewattrasfusidarahadalahlebih
dari90%.
2)
Transmisitransplasental
PenularandariibuyangmengandungHIVpositifkeanakmempunyairesiko
sebesar50%.Penularandapatterjadisewaktuhamil,melahirkandan
sewaktumenyusui.Penularanmelaluiairsusuibutermasukpenularan
denganresikorendah.
(http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah4.pdf.)
Cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ :
1. Air liur / air ludah / saliva
2.
Feses / kotoran / tokai / bab / tinja
3. Air mata
4. Air keringat
5. Air seni / air kencing / air pipis / urin / urine
(http://japanwatergirl.blogspot.com/2008/07/pengertian-definisi-dan-carapenularan.html)
C. PATOFISIOLOGI
HIV tergolong dalam retro virus ini menyebabkan membawa genetic dalam
RNA ( Ribonukleat acid) bukan DNA ( Deoxiribonukleat acid). Virions
HIV( partikel virus yang lengkap dibungkus oleh selubung pelindung )
mengandung RNA dalam inti bentuk peluru yang terpancing dimana P24
merupakan komplikasi structural utama . Tombd(knod) yang menonjol lewat
dinding virus terdiri dari protein gp120 yang terkait pada procing p41.
bagian yang secara selektif berkaitan dengan sel CD4 positif (D4 + ) adalah

gp 120 dari HIV. Sel Cd4 mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4
helper ( yang dinamakan sel CD4 kalau dikaitkan dengan infeksi HIV),
limfosit T4 helper merupakan sel terbanyak, sesudah terikat dengan
membrane sel T4 helper HIV akan menginjeksikan dua utas bengan RNA
yang identik kedalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim reverse
transcriptase HIV melakukan pemograman ulang materi genetic sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double-strandet DNA ( DNA utas gonad. DNA
akan disatukan ke nukleus T4 sebagai sebuah pro virus dan terjadi infeksi
permanent siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang
terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dilaksanakan antigen,
mitogen sitokin CTNF alfa atau interleukin V atau produk gen virus seperti :
cytomegalovirus (Cm V ), epsten Bam Virus, Herpes simplek atau hepatic,
akibatnya sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan
tunas HIV terjadi sel T4 dapt dihancurkan HIV baru dibentuk dan dilepaskan
dari darah dan menginfeksi sel Cd4+ lainnya.
Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung persisiten dan tidak
mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel ini menjadi reservoir
HIV sehingga virus dapat bersembunyi dan sisitem imun yang terangkut ke
seluruh tubuh lewat system ini dan menginfeksi jaringan tubuh. Sebagian
besar jaringan ini mengandung molekul CD4 + yang lain. Siitem imun pada
infeksi HIV lebih aktif dari yang diperkirakan sebelumnya dan
terproduksikan sebesar 2 milyar limfosit CD4+ yang lain. Keseluruhan
populasi sel Cd4+ perifer akan mengalami pergantian ( turn over) tiap 15
hari sekali.
Kecepatan produksi HIV terkait dengan status kesehatan orang yang
terjangkit infeksi tersebut jika orang tersebut tidak sedang terperangi
melawan infeksi HIV lain, reproduksi HIV akan alambat. Reproduksi HIV
akan dipercepat kalau penderita sedang menghadapi infeksi lain/ system
imun terstimulasi. Reaksi ini dapat menjelaskan periode laten yang
diperlihatkan sebagian penderita yang terinfeksi HIV simtomatik 10 tahun
sesudah terinfeksi. Dalam respon imun, limfosit T4 berperan penting
mengenali antigen asing mengaktifkan limfosit B yang memproduksi
antibody, menstimulasi limfosit sitotoksik, memproduksi limfokin
pertahanan tubuh terhadap infeksi, T4 terganggu mikroorganisme yang
menimbulkan penyakit akan berkesempatan menginvasi dan menyebabakan
sakit seirus. Injeksi dan melignasi timbul akibat gangguan system imun
( infeksi oportunistik ).
D. PATHWAY
Terlampir
E. MANIFESTASI KLINIS
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1
2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi
imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat

dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi
AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan
terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic
Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa,
infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, atipikal.
1.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas
dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu
mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah
bening, dan bercak merah ditubuh.
2.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala Diketahui
oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
akan diperoleh hasil positif.
3.
Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3
bulan.
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan
indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3
atau B3 dianggap menderita AIDS. Ada beberapa klasifikasi tanda/keadaan
klinis seseorang dikatakan menderita AIDS yaitu :
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa
keadaan dalam kategori klinis B dan C yaitu :
a.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
b.
Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent
Generalized Limpanodenophaty )
c.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan
sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang akut.

1. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
a.
Angiomatosis Baksilaris
b.
Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya
jelek terhadap terapi

c.
Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
d.
Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1
bulan.
e.
Leukoplakial yang berambut
f.
Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada
lebih dari satu dermaton saraf.
g.
Idiopatik Trombositopenik Purpura
h.
Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii.
1. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
a.
Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
b.
Kanker serviks inpasif
c.
Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
d.
Kriptokokosis ekstrapulmoner
e.
Kriptosporidosis internal kronis
f.
Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
g.
Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
h.
Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
i.
Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
j.
Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
k.
Isoproasis intestinal yang kronis
l.
Sarkoma Kaposi
m. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
n.
Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata /
ekstrapulmoner
o.
M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
p.
Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
q.
Pneumonia Pneumocystic Cranii
r.
Pneumonia Rekuren
s.
Leukoenselophaty multifokal progresiva
t.
Septikemia salmonella yang rekuren
u. Toksoplamosis otak
v. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
(http://asuhan-keperawatan.blogspot.com/2006/05/aids.html)
F. KOMPLIKASI
1.
Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2.
Neurologik

a.
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
b.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
c.
Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
d.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
3.
Gastrointestinal
a.
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
b.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
c.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit,
nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4.
Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5.
Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6.
Sensorik
a.
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b.
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
a.
Serologis
1) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes

positif, tapi bukan merupakan diagnosa


2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3)
Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4)
Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper
( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
6)
P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
7)
Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
8)
Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
9) Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2.
Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
(http://asuhan-keperawatan.blogspot.com)
3. Tes Lainnya
a.
Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau
adanya komplikasi lain
b. Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c.
Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
d.
Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e.
Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paruparu
4. Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[51]
Kurang dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual
telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di
pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang
mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS,
menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan
lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.[51] Dengan demikian,
darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk

pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIVnya.


Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western
blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan
mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara
infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi
(window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya
mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan
hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen
HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk
mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat
terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus
untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negaranegara maju.
(www.wikipedia.org)

ADMIN
COMMANDER

Subyek: Re: Asuhan Keperawatan dan Laporan Pendahuluan HIV 30th


January 2014, 5:35 pm

H. PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human
Jumlah posting:
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1559
1.
Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan
Join date: 20.10.10 pasangan yang tidak terinfeksi.
Age: 21
2.
Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks
Lokasi: Lamongan terakhir yang tidak terlindungi.
3.
Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak
jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5.
Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya
yaitu :
1.
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human

Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik


traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

3. Terapi Antiviral Baru


Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a.
Didanosine
b.
Ribavirin
c.
Diedoxycytidine
d.
Recombinant CD 4 dapat larut
e.
Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian
dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman
dan keberhasilan terapi AIDS.
a.
Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makanmakanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun.
b.
Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T
dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
I.
PENCEGAHAN
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui
hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh
yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar
kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur,
air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus
infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian resiko
infeksinya secara umum dapat diabaikan.
1.
Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung
antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual
adalah modus utama infeksi HIV di dunia. Selama hubungan seksual, hanya
kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti
terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim
mengurangi resiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka
panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan
benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki berbahan lateks, jika
digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satusatunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi
HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen

kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin,


mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena
bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom
berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan
pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan
dengan kondom poliuretan.
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari
poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas
berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom lakilaki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain
untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian
dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina untuk memasukkan
kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini
kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk
sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan
tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara
keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung
sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan
bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV
terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun.
Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju.
Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika
Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap
melakukan kegiatan beresiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang
HIV/AIDS, sehingga mengabaikan resiko yang mereka hadapi atas infeksi
HIV. Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah
menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di
negara-negara maju.
Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak
terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan resiko infeksi
HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan
pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling
parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu
sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat.
Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV
pada laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual beresiko
sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.
Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan
menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan resiko terkena HIV
melalui hubungan seksual. Adapun rumusannya dalam bahasa Indonesia:

Anda jauhi seks,


Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.

2.
Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003. Pekerja kedokteran
yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan
lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu
mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk
tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk
mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola,
sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu
menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan.
Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan
oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara
maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau
tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan
kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan
dari apotek tanpa perlu resep dokter.
3.
Penularan dari ibu ke anak
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan
pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke
anak (mother-to-child transmission, MTCT). Jika pemberian makanan
pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau,
berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui
anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi,
pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama
dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun 2005, sekitar
700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui
penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika. Dari
semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%)
tinggal di Afrika Sub Sahara.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Fokus pengkajian
Pengkajian umum pasien AIDS
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur.
Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis terhadap
aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernafasan.
b.
Sirkulasi
Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat; perdarahan lama pada
cedera.
Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi

perifer, pucat atau sianosis; parpanjangan pengisian kapiler.


c.
Integritas ego
Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan (keluarga,
pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan (menurunyya berat
badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya,putus asa, tidak
berguna, rasa bersalah, dan depresi.
Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku marah,
menangis, kontak mata yang kurang.
d.
Eliminasi
Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa disertai
kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat
yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal.
Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.
e.
Makanan/cairan
Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan,
mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. penurunan berat
badan yang progresif.
Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising usus
hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput puih
dan perubahan warna, edema.
f.
Hygiene
Gejala :tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda :memperlihatkan penampilan yang tidak rapih. Kekurangan dalam
banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
g.
Neurosensori
Gejala :pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental, kehilangan
ketajaman/ kemampuan diri untukmengawasi masalah, tidak mampu
mrngingat/ konsentrasi menurun.kelemahan otot, tremor, dan perubahan
ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan pada ekstremiats(kaki
menunjukkan perubahan paling awal).
Tanda : perubahan status mental, dngan rentang antara kacau mental
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran menurun,
apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid, ansietas yang
berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul reflek tidak normal,
menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia.tremor pada motorik
kasar/halus, menurunnya motorik fokalis. Hemoragi retina dan eksudat.
h.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri umu /local, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit kepala,
nyeri dada pleuritis.
Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan.
Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot
melindungi yang sakit.
i.
Pernapasan
Gejala : ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif. Batuk
(mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum.

Bendungan atau sesak pada dada.


Tanda : takipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi napas
adventius. Sputum :kuning
j.
Keamanan
Gejala : riwayat jath, terbakar, pingsan, luka yang lambat
penyembuhannya. Riwayat menjalani tranfusi darah yang sering atau
berulang. Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut.
Demam berulang: suhu rendah, peningkatan suhu intermitetn/memuncak;
berkeringat malam.
Tanda : perubahan integritas kulit : terpotong, ram, mis. Eczema,
eksantem, psoriasis, perubahan warna, perubahan ukuran/ mola warna mla,;
mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Rectum, lukaluka perianal/abses,.timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar linfe pada
dua area tubuh/lebih (leher, ketiak, paha).menurunnya kekebalan imim,
tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
k.
Seksualitas
Gejala : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan
seksual deang pasangan yang positif HIV, pasangan seksual mltipel,
aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal. Menurunnya libido,
terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks.penggunaan kondom yang
tidak konsisten. Menggunakan pil pencegah kehamilan.
Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil. Genetalia : manifestasi
kulit(mis. Kutil, herpes)
l.
Interaksi social
Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan
karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan
pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan yang meninggal
karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak
mampu membuat rencana.
Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas yang
tak terorganisasi.
m. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :kegagalan untuk mengikuti perwatan, melanjutkan perilaku
beresiko tinggi(seksual/penggunaan obat-obatan IV). Penggunaan/
penyalahgunaan obat-obatan IV, sast ini merokok, penyalahgunaan alcohol.
Pertinbangan rencana pemulangan: memerlukan bantuan keuangan,
obat-obatan/tindakan, perawatan kulit/luka, peralatan/bahan, transpotasi,
belanja makanan dan persiapan ; perawatan diri, prosedur perawatan
teknis,dll.
B. Diagnos Keperawatan
a.
RESTI infeksi berhubungan dengan respon imunitas yang berkurang
( Immuno supresi).
b.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara pencegahan penularan

HIV.
c.
Isolasi social berhubungan dengan mudahnya transmisi atau proses
penularan penyaki

No
1

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
Resiko tinggi infeksi
Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan
keperawatan, infeksi bisa pada
respon imunitas yang
klien bisa diatasi dengan kriteria
berkurang ( Immuno
hasil :
supresi).
Tidak ada demam dan
bebas dari pengeluaran / sekresi
purulen dan tanda-tanda lain dari
kondisi infeksi.
Bisa mencapai masa
penyembuhan luka / lesi.

( demam, menggi
diaporesis, batuk,
nyeri oral atau ny
bercak berwarna
oral, sering berke
kemerahan, bengk
dari lkua, lesi ves
diwajah, bibir, are
hati, disfagia, sak
pada waktu mene
peningkatan kejan
diare hebat.

lokasi alat invasif


tanda-tanda inflam
lokal.

Kurang pengetahuan
berhubungan dengan
cara pencegahan
penularan HIV, dan

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan. Klien diharapkan
bisa mengetahui bagaimana
pencegahan penularan HIV, dan

pemberi perawata
perlunya melapor
kemungkinan infe
keluarga, teman,
penularan HIV.

kebutuhan pengobatan.

juga pasien bisa memulai


perubahan gaya hidup yang perlu,
dan ikut serta dalam aturan
perawatan.

penatalaksanaan g
melengkapi atura
pada diare interm
lomotil sebelum p
kekegiatan sosial

latihan pada tingk


ditoleransi pasien

melanjutkan pera
kesehatan dan eva

Isolasi social
berhubungan dengan
mudahnya transmisi
atau proses penularan
penyakit.

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan Klien bisa
menunjukkan peningkatan
perasaan harga diri dan
berpartisifasi dalam aktivitas atau
program pada tingkat
kemampuan/hasrat.

istirahat yang ade


yang lazim.

hubungan yang ak
orang terdekat

verbal/nonverbal,
menarik diri, putu
perasaan kesepian
kepada klien apak
berfikir untuk bun
ADMIN
COMMANDER

Subyek: Re: Asuhan Keperawatan dan Laporan Pendahuluan HIV 30th


January 2014, 5:37 pm

ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS


Tn W dirawat diruang medikal bedah karena diare sudah sebulan tak
Jumlah posting:
sembuh-sembuh meskipun sudah berobat ke dokter. Pekerjaan Tn W adalah
1559
supir truk dan dia baru saja menikah dua tahun yang lalu. Tn W mengatakan
Join date: 20.10.10 bahwa dia diare cair 15 x hari dan BB menurun 7 kg dalam satu bulan serta
Age: 21
sariawan mulut tak kunjung sembuh meskipun telah berobat dan tidak nafsu
Lokasi: Lamongan makan. Hasil foto thorax ditemukan pleural effusi kanan,hasil laboratorium
sebagai berikut : Hb 11 gr/dL, leukosit 20.000/Ul, trombosit 160.000/UL,
LED 30 mm, Na 8 mmol/L, K 2,8 mmol/L, Cl 11o mmol/L, protein 3,5.
Hasil pemeriksaan ditemukan TD 120/80 mmHg, N 120x/mnt, P 28x/menit,
S 390C, konjungtiva anemis, sklera tak ikterik, paru-paru : ronchi +/+ dan
wheezing +/-.
Diagnosa Medis pada kasus diatas adalah AIDS

AIDS
Pengertian
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan
gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang
disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai
Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit
Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA
( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacammacam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun
lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.

AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau


kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar
( bukan dibawa sejak lahir )

AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus
menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency
Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare )

AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai
dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang
nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi
infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan
malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and

Prevention )

1. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II,
LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus
( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang
ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
1. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah selsel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan
terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi
virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk
membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus
sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV
sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak
dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali
antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang
serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah
secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala

(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4


dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai
sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat
timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya
terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila
jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi
infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
1. Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan
indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3
atau B3 dianggap menderita AIDS.
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa
keadaan dalam kategori klinis B dan C.
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent
Generalized Limpanodenophaty )
3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan
sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV) yang akut.

1. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya
jelek terhadap terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1
bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada
lebih dari satu dermaton saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

1. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2. Kanker serviks inpasif
3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
5. Kriptosporidosis internal kronis
6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV)

9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )


10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11. Isoproasis intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata /
ekstrapulmoner
15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
18. Pneumonia Rekuren
19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
20. Septikemia salmonella yang rekuren
21. Toksoplamosis otak
22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
5. Gejala Dan Tanda
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1
2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi
imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat
dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi
AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan
terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic
Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa,
infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, atipikal :

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti
demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit
leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala

Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV)


dalam darah akan diperoleh hasil positif.

Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan


gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama
lebih dari 3 bulan.

6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
1. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia,
dan isolasi social.
2. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek :
sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik,
dan maranik endokarditis.
4. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal

1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,


limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
3. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik

Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan


pendengaran dengan efek nyeri.

7. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan
pasangan yang tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan
seks terakhir yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak

jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.


4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
pengendaliannya yaitu :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
1. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
1. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah :
1. Didanosine
2. Ribavirin
3. Diedoxycytidine

4. Recombinant CD 4 dapat larut

1. Vaksin dan Rekonstruksi Virus


Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian
dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman
dan keberhasilan terapi AIDS.
1. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makanmakanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obatobatan yang mengganggu fungsi imun.
2. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T
dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan
imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens.
Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum
berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang
berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia
aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit
seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status
imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta
terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :

Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )

Terapiradiasi,defisiensinutrisi,penuaan,aplasia
timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik
congenital.

Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)

Limfositik leukemia kronis,mieloma,hipogamaglobulemia


congenital,protein liosing enteropati (peradangan usus)
b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
- Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola
tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas
( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
- Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat /
sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
- Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan,
mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
- Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram
abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan
sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan
jumlah,warna,dan karakteristik urine.
- Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang
buruk, edema
- Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
- Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status
indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan
gerak,pincang.
- Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada
dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya

sputum.
- Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit
defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul,
pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
-Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya
libido,penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
- Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya
trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
- Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko
tinggi,penyalahgunaan obat-obatan IV,merokok,alkoholik.
c. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
1. Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes
positif, tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper
( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
- Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

2. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka,
sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit,
protozoa, jamur, bakteri, viral.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paruparu
4. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus
tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 12 minggu setelah infeksi, atau bisa
sampai 6 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi
awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak
efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan
evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi
tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua
pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
1. Tes Enzym Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa
AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam
darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut
seropositif.
2. Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
c. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus
(HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut
disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat
spesifik untuk HIV 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya
kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.
Pengkajian

Data dasar :
Nama
:
Tn. W
Umur
:
40 tahun
Jenis kelamin
:
Laki-laki
Alamat
:
Jakarta
Analisa Data
DS : diare sudah 1 bulan tak sembuh-sembuh meskipun sudah berobat
kedokter.
Tn. W mengatakan bahwa dia diare cair kurang lebih 15x/hari
DO : - hasil foto thorax, pleural effusion kanan
Hasil LAB :
Hb 11 gr/dl
Leukosit 20.000/uL
Trombosit 160.000/uL
LED 30 mm
Na 98 mmoL/L
K 2,8 mmol/L
Cl 110 mmol/L
2. Diagnosa keperawatan
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang
berlebih
2.
Resiko terhadap infeksi b.d imunodefisiensi
Analisa data
No Data
Etiologi
Masalah
1
DS :
Output yang berlebih
Kekurangan volume
diare sudah 1 bulan tak sembuhcairan
sembuh meskipun sudah berobat
kedokter.
Tn. W mengatakan bahwa dia diare
cair kurang lebih 15x/hari
DO :
Na 98 mmoL/L
K 2,8 mmol/L
Cl 110 mmol/L
2
DS :
Imunodefisiensi
Resiko infeksi
Tn.W mengatakan BB menurun 7 kg
dalam 1 bulan serta sariawan mulut
tak kunjung sembuh.
DO :
Leukosit 20.000/uL
Trombosit 160.000/uL
LED 30 mm
Rencana asuhan keperawatan
Dx :
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang
berlebih
Tujuan : mempertahankan hidrasi cairan yang dibuktikan oleh normalnya

kadar elektrolit
Kriteria hasil : Terpenuhinya kebutuhan cairan secara adekuat
- Defekasi kembali normal, maksimal 2x sehari
Intervensi
Rasional
Mandiri

Kaji turgor kulit,membran mukosa,


dan rasa haus

Pantau masukan oral dan


memasukkan cairan sedikitnya 2500
ml/hari

Hilangkan makanan yang potensial


menyebabkan diare, yakni yang
pedas/ makanan berkadar lemak
tinggi, kacang, kubis, susu.

Berikan makanan yang membuat


pasien berselera.

Indikator tidak langsung dari status


cairan.

Mempertahankan keseimbangan cairan


mengurangi rasa haus, melembabkan
mukosa.

Mungkin dapat mengurangi diare.

Meningkatkan asupan nutrisi secara


adekuat.

Mengurangi insiden muntah, menurun


jumlah keenceran feses mengurangi
kejang usus dan peristaltik.

Mewaspadai adanya gangguan elektrol


dan menentukan kebutuhan elektrolit.

Diperlukan untuk mendukung volume


sirkulasi, terutama jika pemasukan ora
tidak adekuat.

Kolaborasi

Berikan obat-obatan sesuai indikasi :


antiemetikum, antidiare atau
antispasmodik.

Pantau hasil pemeriksaan


laboratorium.

Berikan cairan/elektrolit melalui


selang makanan atau IV.

Dx : Resiko infeksi b.d imunodefisiensi


Tujuan :
Mengurangi resiko terjadinya infeksi
- Mempertahankan daya tahan tubuh
Kriteria hasil:
Infeksi berkurang
- Daya tahan tubuh meningkat

Intervensi
Mandiri

Rasional

Deteksi dini terhadap infeksi penting


untuk melakukan tindakan segera.
Infeksi lama dan berulang memperber
kelemahan pasien.

Berikan deteksi dini terhadap infeksi.

Pantau adanya infeksi : demam,


mengigil, diaforesis, batuk, nafas
pendek, nyeri oral atau nyeri menelan.

Ajarkan pasien atau pemberi perawatan


tentang perlunya melaporkan
kemungkinan infeksi.

Pantau jumlah sel darah putih dan


diferensial

Peningkatan SDP dikaitkan dengan


infeksi

Pantau tanda-tanda vital termasuk


suhu.

Awasi pembuangan jarum suntik dan


mata pisau secara ketat dengan
menggunakan wadah tersendiri.

Memberikan informasi data dasar,


peningkatan suhu secara berulang-ula
dari demam yang terjadi untuk
menunjukkan bahwa tubuh bereaksi p
proses infeksi ang baru dimana obat
tidak lagi dapat secara efektif mengon
infeksi yang tidak dapat disembuhkan

Mencegah inokulasi yang tak disenga


dari pemberi perawatan.

Menghambat proses infeksi. Beberapa


obat-obatan ditargetkan untuk organis
tertentu, obat-obatan lainya ditargetka
untuk meningkatkan fungsi imun

Kolaborasi

Beriakan antibiotik atau agen


antimikroba, misal : trimetroprim
(bactrim atau septra), nistasin,
pentamidin atau retrovir.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM


IMMUNITAS HIV / AIDS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
AIDS dapat diartikan sebagai sindrom dengan gejala penyakit infeksi opotunistik/ kanker
tertentu

akibat

penurunan

system

kekebalan

tubuh

oleh

infeksi

HIV.

Jumlah orang yang terinfeksi HIV AIDS di Indonesia belum dapat dipastikan. Terdapat dua
pendapat yaitu pendapat yang mengemukakan infeksi HIV di Indonesia sudah mengkhawatirkan
dan mereka memperkirakan sudah lebih dari beribu orang yang terinfeksi HIV. Pendapat lain
yang lebih optimis beranggapan infeksi di Indonesia berjalan lambat.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah yaitu :
1. Jelaskan Defenisi dan Etiologi HIV / AIDS ?
2. Jelaskan Manifestasi Klinis dan Patofisiologi HIV / AIDS ?
3.

Jelaskan Penatalaksanaan dan Komplikasi HIV / AIDS ?

4.

Jelaskan Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien HIV / AIDS ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan kami menyusun makalah ini yaitu :
1. Menjelaskan Defenisi dan Etiologi HIV / AIDS.

2. Menjelaskan Manifestasi Klinis dan Patofisiologi HIV / AIDS.


3. Menjelaskan Penatalaksanaan dan Komplikasi HIV / AIDS.
4. Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien HIV / AIDS.
D. Manfaat Hasil Penulisan
Adapun harapan kami dengan adanya hasil penulisan makalah ini mudah-mudahan bisa berguna
sebagai berikut :
1. Bahan pelajaran bagi Mahasiswa Poltekes Makassar.
2. Bahan bacaan di perpustakaan Poltekes Makassar.
3. Pengalaman berharga bagi penyusun.
4.
Sebagai bahan masukan bagi Mahasiswa yang ingin lebih memahami materi tentang
Asuhan Keperawatan HIV / AIDS.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi HIV / AIDS
HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS.
Sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam
waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi
imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang
sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus
yang disebut HIV yang di tandai dengan menurunnya system kekebalan tubuh sehingga pasien
AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker. ( Djauzi dan Djoerban,2003).
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan
dengan infeksi human immunodetciency virus HIV. (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare).

AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam
respon imun tanpa dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan
berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang
terjadi ( Center For Disease Control And Prevention).
Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( Orang Dengan HIV
/AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang
biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan
meninggal.

B. Etiologi
Penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yakni sejenis virus RNA yang
tergolong retrovirus. Dasar utama penyakit infeksi HIV ialah berkurangnya jenis sel darah putih
(Limfosit T helper) yang mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 mempunyai pusat dan
sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi kebanyakan
fungsi-fungsi kekebalan, sehingga kelainan-kelainan fungsional pada sel T4 akan menimbulkan
tanda-tanda gangguan respon kekebalan tubuh. Setelah HIV memasuki tubuh seseorang, HIV
dapat diperoleh dari limfosit terutama limfosit T4, monosit, sel glia, makrofag dan cairan otak
penderita AIDS.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1.

Periode jendela : Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.

2.

Fase infeksi HIV primer akut : Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.

3.

Infeksi asimtomatik : Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

4.

Supresi imun simtomatik : Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, BB

menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.


5.

AIDS : Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.

Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi
neurologist.

HIV dapat ditemukan pada semua cairan tubuh penderita, tetapi yang terbukti penularannya
adalah melalui darah, air mani dan cairan serviks/vagina saja. Cara penularan HIV/AIDS ini
dapat melalui :
1.

Hubungan seksual

2.

Penerimaan darah atau produk darah melalui transfusi darah

3.

Penggunaan alat suntik, alat medis dan alat tusuk lain (tato, tindik, akupuntur, dll.) yang

tidak steril
4.

Penerimaan organ, jaringan atau air mani

5.

Penularan dari ibu hamil kepada janin yang dinkandungnya.

6.

Sampai saat ini belum terbukti penularan melalui gigitan serangga, minuman, makanan atau

kontak biasa dalam keluarga, sekolah, kolam renang, WC umum atau tempat kerja dengan
penderita AIDS.
C. Manifestasi Klinis
Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat dari penampilan luar. Orang yang
terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun dalam jangka waktu yang relatif lama (7-10
tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut masa laten. Orang tersebut masih tetap sehat dan
bisa bekerja sebagaimana biasanya walaupun darahnya mengandung HIV. Masa inilah yang
mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat, karena orang terinfeksi secara tidak disadari dapat
menularkan kepada yang lainnya. Dari masa laten kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan
gejala sebagai berikut:
Gejala Mayor:
1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5. Demensia/ HIV ensefalopati
Gejala Minor:
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis generalisata
3. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang

4. Kandidias orofaringeal
5. Herpes simpleks kronis progresif
6. Limfadenopati generalisata
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
8. Retinitis virus sitomegalo
Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS:
1. Tahap 1: Periode Jendela
a)

HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam darah

b)

Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat

c)

Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini

d)

Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu 6 bulan

2. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun


a)

HIV berkembang biak dalam tubuh

b)

Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat

c)

Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibody

terhadap HIV
d)

Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (rata-rata

8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)


3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)
a)
b)

Sistem kekebalan tubuh semakin turun


Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di

seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll


c)

Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya

4. Tahap 4: AIDS
a)

Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah

b)

Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah

D. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum
tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel

T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang
materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan
disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai
antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper.
Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah
mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap
infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit
yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per
ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik )
muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila
jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik,
kanker atau dimensia AIDS.
E. Penatalaksanaan
Belum

ada

penyembuhan

untuk

AIDS,

jadi

perlu

dilakukan

pencegahan

Human

Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus


(HIV), bisa dilakukan dengan rumusan ABCDE yaitu:

1. A= Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan hubungan seksual
sebelum menikah
2. B = Being faithful, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti pasangan
seksual
3. C = Condom, bagi yang beresiko dianjurkan selalu menggunakan kondom secara benar
selama berhubungan seksual
4. D = Drugs injection, jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik dengan jarum tidak steril
atau digunakan secara bergantian
5. E = Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
HIV/AIDS
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu:
a) Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau
sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b) Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat
enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
c)

Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi
virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

Didanosine

Ribavirin

Diedoxycytidine

Recombinant CD 4 dapat larut

d) Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit
khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari

stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat

reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

F. Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
2. Neurologik

Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus

(HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi social.

Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan

elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total /
parsial.

Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.

Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus

(HIV)
3. Gastrointestinal

Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma

Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.

Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.

Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai

akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot,
lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik

Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan


Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek

nyeri.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
ELISA
Western blot
P24 antigen test
Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun :

Hematokrit.
LED
CD4 limfosit
Rasio CD4/CD limfosit
Serum mikroglobulin B2
Hemoglobulin

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIV / AIDS
A. Pengkajian
1. Riwayat Penyakit

Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis
pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang
sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus
dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan
dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa
penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang
saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta
terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
a) Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapiradiasi, defisiensinutrisi, penuaan, aplasiatimik, limpoma, kortikosteroid, globulin anti
limfosit, disfungsi timik congenital.
b) Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein liosing
enteropati (peradangan usus)
2.

Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)

Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas (Perubahan TD,
frekuensi Jantun dan pernafasan ).
Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan
pengisian kapiler.
Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari
doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri
panggul, rasa terbakar saat miksi.
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan
abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.

Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia.
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS.
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan
otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda

Perubahan

status

mental,

ide

paranoid,

ansietas,

refleks

tidak

normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam
berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar
limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil pencegah
kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi, penyalahgunaan obat-obatan


IV, merokok, alkoholik.
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem imunologis HIV / AIDS
adalah:
1.
2.

Resiko tinggi terhadap infeksi b/d pertahanan primer tidak efektif


Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan yang berlebihan, diare

berat
3. Resiko tinggi terhadap tidak efektifnya pola nafas b/d ketidakseimbangan muscular
4. Resiko tinggi terhadap perubahan faktor pembekuan b/d penurunan absorpsi VitaminK
5. Perubahan nutrisi kurang dari tubuh b/d perubahan pada kemampuan untuk mencerna b/d
penurunan berat badan
6. Nyeri kronik b/d inflamasi, keluhan nyeri
7. Kerusakan integritas kulit b/d efisit imunologi, lesi kulit
8. Perubahan membran mukosa oral b/d defisit imunologi, candidiasis
9. Kelelahan b/d perubahan produksi energi metabolisme, kekurangan energi
10. Perubahan proses pikir b/d hipoksemia, perubahan lapang perhatian
11. Ansietas b/d ancaman pada konsep pribadi, peningkatan tegangan
12. Isolasi sosial b/d perubahan status kesehatan, perasaan ditolak
13. Ketidakberdayaan b/d perubahan pada bentuk tubuh, bergantung pada orang lain untuk
perawatan
14. Kurang pengetahuan mengenai penyakit b/d tidak mengenal sumber informasi, permintaan
informasi
C.
D
x
1

Perencanaan Keperawatan.
Kriteria Hasil

Intervensi

Rasionalisasi

Mengidentifikasi /

a) Cuci tangan sebelum dan sesudah - Mengurangi resiko

ikut serta dalam

seluruh kontak perawatan dilakukan

perilaku yang

instruksikan pasien / orang terdekat

megurangi resiko

untuk mencuci tangan sesuai indikasi


b) Berikan lingkungan yang bersih

infeksi mencapai
masa penyembuhan
luka / lesi tidak
demam dan bebas
dari pengeluaran /
sekresi purulen dan

dan berventilasi baik periksa


pengunjung / staf terhadap tanda
infeksi dan mempertahankan
kewaspadaan sesuai indikasi

terkontaminasi silang
- Mengurangi patogen
pada sistem imun dan
mengurangi
kemungkinan pasien
mengalami infeksi
nosokomial
- Meningkatkan kerja

tanda-tanda lain dari

c) Diskusikan tingkat dan rasional

sama dengan cara

kondisi infeksi

isolasi pencegahan dan

hidup dan berusaha

mempertahankan kesehatan pribadi

mengurangi rasa

d) Pantau tanda-tanda vital termasuk

terisolasi
- Memberikan

suhu

informasi dasar awitan


/ peningkatan suhu
secara berulang-ulang
dari demam yang
terjadi untuk
menunjukkan bahwa
tubuh bereaksi pada
proses infeksi yang
baru dimana obat
tidak lagi dapat secara

e) Bersihkan kulit / membran


mukosa oral terdapat bercak putih /
lesi

efektif mengontrol
infeksi yang tidak
dapat disembuhkan
- Kandidiasis oral,
herpes, CMV dan

f) Periksa adanya luka / lokasi alat


infasif,perhatikan tanda-tanda
inflamasi / infeksi lokal

crytocolus adalah
penyakit yang umum
terjadi dan
memberikan efek pada
membran kulit
- Identifikasi /

g) Bersihkan percikan cairan tubuh /


darah dengan larutan pemutih 1 : 10

perawatan awal dari


infeksi sekunder dapat
mencegah terjadinya
sepsis
- Mengontrol mikro
organisme pada

Mempertahankan

a) Pantau tanda-tanda vital

permukaan keras
- Indikator dari

hidrasi dibuktikan

termasuk CVP, bila terpasang, catata

volume cairan

oleh membran

hipertensi termasuk perubahan

sirkulasi

mukosa lembab,

postural
b) Kaji turgor kulit, membran

turgor kulit baik,


haluaran urine

mukosa dan rasa haus

adekuat secara

c) Pantau pemasukan oral dan

pribadi

masukan cairan sedikitnya 2500 ml /


hari

- Indikator tidak
langsung dari status
cairan
- Mempertahankan
keseimbangan cairan,
mengurangi rasa haus,
dan melembabakan

Mempertahankan

a) Tinggikan kepala tempat tidur

membran mukosa
- Meningkatkan

pola pernapasan

usahakan pasien untuk berbalik,

fungsi pernafasan

efektif membran

batuk, menarik nafas sesuai

yang optimal dan

mukosa tidak

kebutuhan

mengurangi aspirasi /

mengalami sesak

infeksi yang

nafas / sianosis

ditimbulkan karena

dengan bunyi nafas

atelektasis
- Nyeri dada

dan sinar x bagian

b) Selidiki tentang keluhan nyeri

dada yang bersih /

dada

pleuritis dapat
menggambarkan

meningkat dan AGD

adanya pnemonia non

dalam batas normal

spesifik / efusi pleura

pasien

berkenaan dengan
keganasan
- Menurunkan
c) Berikan periode istirahat yang

konsumsi O2

cukup diantara waktu aktivitas


4

Menunjukkan

pertahankan lingkungan yang tenang


a) Lakukan pemeriksaan darah pada

homosatis yang

cairan tubuh untuk mengetahui

deteksi adanya

Mempercepat

ditunjukkan dengan

adanya darah pada urine, feses dan

perdarahan /

tidak adanya

cairan muntah

penentuan awal dari

perdarahan mukosa

therapi mungkin dapat

dan bebas dari

mencegah perdarahan

ekimosis

b) Pantau perubahan tanda-tanda


vital dan warna kulit

kritis
- Timbulnya
perdarahan / hemoragi
dapat menunjukkan
kegagalan sirkulasi /

c) Pantau perubahan tingkat


kesadaran dan gangguan penglihatan

syok
- Perubahan dapat
menunjukkan adanya

Mempertahankan BB

a) Kaji kemampuan untuk

perdarahan otak
- Lesi mulut,

atau memperlihatkan

mengunyah, merasakan dan menelan

tenggorokan, dan

peningkatan BB yang

esofagus dapat

mengacu pada tujuan

menyebabkan

yang diinginkan

dispagia, penurunan
kemampuan pasien
untuk mengolah
makanan dan
b) Timbang BB sesuai kebutuhan,
evaluasi BB dalam hal adanya BB

mengurangi keinginan

yang tidak sesuai. Gunakan

untuk makan
- Indikator

serangkaian pengukuran BB dan

kebutuhan nutrisi /

antropometrik
c) Jadwalkan obat-obatan diantara

pemasukan yang
adekuat

makan dan batasi pemasukan cairan


dengan makanan, kecuali jika cairan
memiliki nilai gizi

Lambung yang

penuh akan
mengurangi nafsu

d) Dorong pasien untuk duduk pada


waktu makan

makan dan pemasukan


makanan

e) Catat pemasukan kalori

Mempermudah

proses menelan dan


mengurangi resiko
aspirasi
- Mengidentifikasi
kebutuhan terhadap
suplemen atau
alternatif metode

Keluhan hilangnya /

a) Kaji keluhan yeri, perhatikan

pemberian makanan
- Mengindikasikan

terkontrolnya rasa

lokasi, intensitas (skala 1 10),

kebutuhan untuk

sakit

frekuensi dan waktu menandai gejala

intervensi dan juga

non verbal

tanda-tanda
perkembangan /

b) Dorong pengungkapan perasaan

resolusi komplikasi
- Dapat mengurangi
ansietas dan rasa
takut, sehingga
mengurangi persepsi
akan intensitas rasa

c) Lakukan tindakan pariatif mis:


pengubahan posisi, masase, rentang
gerak pada sendi yang sakit
d) Berikan kompres hangat / lembab
pada sisi infeksi pentamidin / IV

sakit
- Meningkatkan
relaksasi / menurunka
tegangan otot
- Infeksi diketahui
sebagai penyebab rasa

selama 20 menit setelah pemberian


7

Menunjukkan

sakit dan abses steril


a) Kaji kulit setiap hari, catat warna, - Menentukan garis

tingkah laku / teknik

turgor, sirkulasi dan sensasi.

dasar dimana

untuk mencegah

Gambarkan lesi dan amati perubahan

perubahan pada status

kerusakan kulit /

dapat dibandingkan

meningkatkan

dan melakukan

kesembuhan

intervensi yang tepat

Friksi kulit

b) Pertahankan sprei bersih, kering

disebabkan oleh kain

dan tidak berkerut

yang berkerut dan


basah yang
menyebabkan iritasi
dan potensial terhadap
infeksi
- Dapat mengurangi
kontaminasi bakteri,

c) Tutupi luka tekan yang terbuka


dengan pembalut yang steril atau
8

meningkatkan proses
penyembuhan

Menunjukkan

barrier produktif
a) Kaji membran mukosa / catat

membran mukosa

seluruh lesi oral. Perhatikan keluhan

membran mukosa oral

Edema, lesi,

utuh, berwarna merah nyeri, bengkak, sulit mengunyah /

dan tenggorok kering

jambu, basah dan

menyebabkan rasa

menelan

bebas dari inflamasi /

sakit dan sulit

ulserasi

mengunyah / menelan
- Mengurangi rasa
b) Berikan perawatan oral setiap hari
dan setelah makan, gunakan sikat
gigi halus, pasta sisi non abrasif, obat
pencuci mulut non alkohol dan
pelembab bibir

tidak nyaman,
meningkatkan rasa
sehat dan mencegah
pembentukan asam
yang dikaitkan dengan
partikel makanan yang
tertinggal
- Mengurangi
penyebaran lesi dan
krustasi dari

c) Cuci lesi mukosa oral dengan

kandidiasis dan

menggunakan hidrogen peroksida /

meningkatkan

salin atau larutan soda kue

kenyamanan

Merangsang saliva

untuk menetralkan
d) Anjurkan permen karet / permen

asam dan melindungi

tidak mengandung gula

membran mukosa
- Rokok akan
mengeringkan dan
mengiritasi membran

e) Dorong pasien untuk tidak


9

mukosa

Melaporkan

merokok
a) Kaji pola tidur dan catat

peningkatan energi

perubahan dalam proses berpikir /

dapat meningkatkan

perilaku

kelelahan, termasuk

Berbagai faktor

kurang tidur, penyakit


ssp, tekanan emosi
dan efek samping
obat-obatan /
kemoterapi
- Periode istirahat
yang sering sangat
b) Rencanakan perawatan untuk
menyediakan fase istirahat. Atur
aktivitas pada waktu pasien sagat
berenergi. Ikut sertakan pasien /
orang terdekat pada penyusunan
rencana

dibutuhkan dalam
memperbaiki /
menghemat energi.
Perencanaan akan
membuat pasien
menjadi aktif pada
waktu dimana tingkat
energi lebih tinggi,
sehingga dapat
memperbaiki perasaan
sehat dan kontrol diri
- Mengusahakan
kontrol diri dan

perasaan berhasil,
mencegah timbulnya
c) Tetapkan keberhasilan aktivitas

perasaan frustasi

yang realitas dengan pasien

akibat kelelahan
karena aktivitas

10

Mempertahankan

a) Kaji status mental dan neurologis

berlebihan
- Menetapkan

orientasi realita

dengan menggunakan alat yang

tingkat fungsional

umum dan fungsi

sesuai. Catat perubahan orientasi,

pada waktu

kognitif optimal

respon terhadap rangsang,

penerimaan dan

kemampuan untuk mencegah

mewaspadakan

masalah, ansietas, perubahan pola

perawat pada

tidur, halusinasi dan ide paranoid

perubahan status yang


dapat dihubungkan
dengan infeksi /
kemungkinan
penyakit ssp yang
makin buruk, stressor
lingkungan, tekanan
fisiologis, efek
samping terapi obatobatan
- Gejala ssp
dihubungkan dengan

b) Pantau adanya tanda-tanda infeksi


ssp, mis: sakit kepala, kekakuan
nukal, muntah, demam

meningitis / ensefalitis
diseminata mungkin
memiliki jangkauan
dari perubahan
kepribadian yang
tidak kelihatan sampai
kekacauan mental,
peka rangsangan,

mengantuk, pingsan,
kejang dan demensia
- Memberikan
waktu tidur,
emngurangi gejala
kognitif dan kurang
tidur
- Mendapatkan
informasi bahwa A2T
telah muncul untuk
c) Susun batasan pada perilaku mal
adaptif / menyiksa, hindari pilihan
pertanyaan terbuka

memperbaiki kognisi
dapat memberikan
harapan dan kontrol
terhadap kehilangan

d) Diskusikan penyebab / harapan di


masa depan dan perawatan jika
demensia telah terdiagnosa. Gunakan
11

Menyatakan

istilah yang kongkret


a) Jamin pasien tentang kerahasiaan

kesadaran tentang

dalam batasan situasi tertentu

penentraman hati

Memberikan

perasaan dan cara

lebih lanjut dan

sehat untuk

kesempatan bagi

menghadapinya

pasien untuk
memecahkan masalah
pada situasi yang
diantisipasi
- Dapat mengurangi
b) Berikan informasi akurat dan
konsiste mengenai prognosis, hindari
argumentasi mengenai persepsi
pasien terhadap situasi tersebut

ansietas dan
ketidakmampuan
pasien untuk membuat
keputusan / pilihan
berdasarkan realita
- Membantu pasien

untuk merasa diterima


c) Berikan lingkungan terbuka

pada kondisi sekarang

dimana pasien akan merasa aman

tanpa perasaan

untuk mendiskusikan perasaan atau

dihakimi dan

menahan diri untuk berbicara

meningkatkan
perasaan harga diri
dan kontrol
- Menciptakan
interaksi personal
yang lebih baik dan

d) Berikan informasi yang dapat


dipercaya dan konsisten, juga
12

menurunkan ansietas
dan rasa takut

Menunjukkan

dukungan untuk orang terdekat


a) Tentukan persepsi pasien tentang

peningkatan perasaan

situasi

dapat mempengaruhi

harga diri

Isolasi sebagian

diri saat pasien takut


penolakan / reaksi
orang lain
- Mengurangi
b) Batasi / hindari penggunaan
masker, baju dan sarung tangan jika
memungkinkan mis: jika berbicara
dengan pasien

perasaan pasien akan


isolasi fisik dan
menciptakan
hubungan sosial yang
positif yang dapat
meningkatkan rasa
percaya diri
- Partisipasi orang
lain dapat
meningkatkan rasa

c) Dorong kunjungan terbuka,

kebersamaan
hubungan telepon dan aktivitas sosial - Membantu
dalam tingkat yang memungkinkan
d) Dorong adanya hubungan yang

menetapkan

aktif dengan orang terdekat

partisipasi pada
hubungan sosial dapat
mengurangi
kemungkinan upaya

13

Menyatakan perasaan

a) Kaji tingkat perasaan tidak

bunuh diri
- Menentukan

dan cara yang sehat

berdaya, mis: ekspresi verbal / non

status individual

untuk berhubungan

verbal yang mengindikasikan kurang

pasien dan

dengan mereka

kontrol, efek daftar kurangnya

mengusahakan

komunikasi

intervensi yang sesuai


pada waktu pasien
imobilisasi karena

b) Dorong peran aktif pada

14

perencanaan aktivitas, menetapkan

perasaan depresi
- Memungkinkan

keberhasilan harian, yang realitas /

peningkatan perasaan

dapat dicapai dorong kontrol pasien

kontrol dan

dan tanggung jawab sebanyak

menghargai diri

mungkin, identifikasi hal-hal yang

sendiri dan tanggung

dapat dan tidak dapat dikontrol

jawab

Mengungkapkan

pasien
a) Tinjau ulang proses penyakit dan

pemahamannya

apa yang menjadi harapan di masa

pengetahuan dasar

tentang kondisi /

depan

dimana pasien dapat

Memberikan

proses dan perawatan

membuat pilihan

dari penyakit tertentu

berdasarkan informasi
- Mengoreksi mitos
dan kesalahan
b) Tinjau ulang cara penularan
penyakit

konsepsi,
meningkatkan
keamanan bagi
pasien / orang lain
- Memberikan
pasien kontrol

mengurangi resiko
c) Berikan informasi mengenai

rasa malu dan

penatalaksanaan gejala yang

meningkatkan

melengkapi aturan medis, mis: pada

kenyamanan
- Memberi

diare intermiten, gunakan lomotil


sebelum pergi kegitan sosial
d) Tekankan perlunya melajutkan
perawatan kesehatan dan evaluasi

kesempatan untuk
mengubah aturan
untuk memenuhi
kebutuhan perubahan /
individual
- Memudahkan
pemindahan dari
lingkungan perawatan

e) Identifikasi sumber-sumber
komunitas, mis: rumah sakit / pusat
perawatan tempat tinggal (bila ada)

akut, mendukung
pemulihan dengan
kemandirian

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
HIV adalah suatu virus yang hidup dalam tubuh manusia, dan dan dapat menyebabkan timbulnya
AIDS, yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah terserang penyakit
dan lam kelamaan akan meninggal, sudah menjadi sifat manusia yang selalu ingin merasakan
kenikmanatan tanpa mempedulikan akibatnya, misalnya : melakukan perzinahan, penggunaan
narkotika suntikan, dan sebagainya. Kits umat manusia sudah mengetahui bahwa perbuatanperbuatan tersebut sangat dilarang,baik menurut ajaran agama masing-masing maupun aturan
hukum yang berlaku. Tetapi dari sebagian kita tetap saja melakukan hal-hal tersebut, misalnya :
WTS, Homoseks,Biseks, Mucikari, dan orang-orang yang sering berganti-ganti pasangan dan
melakukan hubungan seksual diluar nikah. Dan berbahaya, dan sampai saat ini belum ditemukan
obatnya.

Adapun gejala-gejala yang dapat kita lihatpada penderita AIDS yaitu demam yang
berkepanjangan di sertai keringat malam, batuk dan sariwan yang terus menerus,berat badan
turun dengan drastis, dsb, yang akan di akhiri dengan kematian.
AIDS merupakan cobaan atau bahkan hukuman daru Tuhan,yang tidak pernah di duga oleh umat
manusia.
B.
a)

Saran
Hendaknya kita selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berusaha

menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa menyebabkan AIDS.


b) Bagi para generasi muda, jauhilah obat-obatan terlarang terutama narkotika melalui alat
suntik, alat-alat tato, anting tindik, dan semacamnya yang bisa saja menularkan AIDS, karena
alat-alat aeperti itu tidak ada gunanya.dan hindarkan diri dari pergaulan bebas yang bersifat
negatif.
c) Apabila ada seminar-seminar, penyuluhan-penyuluhan, iklan ataupun brosur-brosur, yang
mengimpormasikan tentang AIDS, sebaiknya kita memperhatikan dengan baik, agar segala
sesuatu tentang AIDS dapat diketahui, sehingga kita bisa menghindarkan diri sejak dini dari
AIDS.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta, 2000.
Suzanne C Smeltzer, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 2001.
Djausi, Samsu Rizal. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Duarsa, N. Wirya. 2003. Penyakit Menular seksual Edisi kedua. Jakarta :FKUI

PATHWAY HIV AIDS

Anda mungkin juga menyukai