PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HIV menyebabkan manusia sakit akibat infeksi lain-lain biasanya
berpengaruh pada orang yang bebas HIV. AIDS adalah sindrom dimana terdapat
sekumpulan penyakit yang diakibatkan penurunan system imunitas lebih lanjut
pada orang dengan HIV. Seperti yang kita ketahui bersama, AIDS adalah suatu
penyakit yang belum ada obatnya dan belum ada vaksin yang bisa mencegah
serangan virus HIV, sehingga penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang
sangat berbahaya. Penyakit HIV/AIDS memang sampai sekarang belum ada
obatnya, namun walaupun tidak ada obatnya bukan berarti para penderita ataupun
kita sebagai manusia tidak dapat melakukan usaha apapun.
Tidak hanya itu saja, sejauh ini penyakit HIV/AIDS terus berkembang,
masyarakat belum juga mengetahui apa itu sebenarnya HIV.AIDS. Sehingga
sampai sekarang, penderita penyakit HIV/AIDS semakin meningkat setiap
tahunnya. Sesungguhnya, banyak yang harus diketahui tentang HIV/AIDS, bukan
hanya pengertian atau gejalanya saja, tetapi masyarakat luas juga perlu
mengetahui siapa saja yang kemungkinan besar tertular AIDS, dan bagaimana
keadaan HIV/AIDS sejauh ini di Indonesia.
Masalah HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari jumlah kasus AIDS
yang dilaporkan setiap tahunnya meningkat secara signifikan. Indonesia
merupakan salah satu negara di Asia dengan epidemik HIV dan AIDS yang
berkembang paling cepat. Kementerian kesehatan memperkirakan, Indonesia pada
tahun 2014 akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan
HIV dan AIDS dibandingkan pada tahun 2008 (dari 277.700 orang menjadi
1
2
813.720 orang). Hal ini dapat terjadi bila tidak ada upaya penanggulangan HIV
dan AIDS yang bermakna dalam kurun waktu tersebut (KPAN, 2010).
Risiko tertinggi penularan HIV dan AIDS salah satunya dengan hubungan
seks tanpa kondom. Hubungan seks anal (melalui dubur) paling berisiko. Karena
lapisan dubur sangat tipis, sangat mudah dirusak saat berhubungan seks.
Kerusakan tersebut memudahkan HIV masuk ke tubuh. Pasangan atas “top”
dalam hubungan seks anal tampaknya kurang berisiko, jika dibandingkan dengan
pasangan yang memasukkan pada hubungan seks vagina. Hubungan seks vagina
menimbulkan risiko tertinggi. Meskipun lapisan vagina lebih kuat dibandingkan
lapisan dubur, tetapi tetap rentan terhadap infeksi. Risiko penularan meningkat
bila adanya peradangan atau infeksi pada vagina (Yayasan Spiritia, 2008).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah adalah
sebagai berikut:
1. Apakah definisi dari HIV/AIDS?
2. Bagaimanakah siklus hidup dari HIV/AIDS?
3. Bagaimana prognosis dari HIV/AIDS?
4. Bagaimana cara penularan HIV/AIDS dari ibu ke anaknya?
5. Bagaimana kandungan ASI dalam konteks penularan HIV/AIDS?
6. Bagaimana cara penatalaksanaan pencegahan HIV/AIDS?
C. Tujuan
1. Menjelaskan dan menggambarkan definisi dari HIV/AIDS
2. Menjelaskan dan menggambarkan bagaimanakah siklus hidup dari
HIV/AIDS.
3. Menjelaskan dan menggambarkan bagaimana prognosis dari HIV/AIDS.
4. Menjelaskan dan menggambarkan bagaimana cara penularan HIV/AIDS dari
ibu ke anaknya.
3
PEMBAHASAN
A. Pengertian HIV/AIDS
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu sejenis
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV akan masuk
kedalam sistem peredaran darah manusia. Virus ini menyerang ke sel darah putih
manusia dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang sebagai pertahanan
infeksi didalam tubuh manusia akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem
kekebelan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit.
AIDS merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrome. Aquired
artinya didapat,bukan keturunan. Immune terkait dengan system kekebalan tubuh
kita. Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit
dengan kumpulan gejala,bukan gejala tertentu. Jadi AIDS merupakan kumpulan
gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang
disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dialihkan sebagai sindrom cacat kekebalan
tubuh dapatan (Siregar, 2014). HIV adalah kependekan dari Human Immuno
Deficiency Virus adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh dan
kemudian menimbulkan AIDS.
Virus ini menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4
sebagai sebuah penanda yang berada dipermukaan sel limfosit. Karena
berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel
darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang
masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik,nilai
CD4 berkisar antara 1400-1500. Pada orang dengan system kekebalan yang
terganggu seperti penderita HIV nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun
(KPAN, 2010).
4
5
Pada saat CD4 semakin menurun tersebut berbagai penyakit yang dibawa
virus,kuman,bakteri dan lain-lain sangat mudah menyerang seseorang yang sudah
terinfeksi HIV (Syaiful, 2015).
yang utuh. Bila inti sel inang ini membelah dan mempersiapkan diri untuk
membuat cloning sel baru, maka secara langsung virus HIV ikut membelah.
Dalam proses pembelahan inti tersebut kemudian diproduksi cetakan perintah
genetik dalam bentuk lembaran RNA yang dikeluarkan ke sitoplasma kembali.
Cetakan ini kemudian dengan aktif mengumpulkan materi protein dari sitoplasma
untuk membuat cloning sel baru dan virus baru. Apabila lembaran inti virus HIV
baru sudah lengkap terbentuk, maka lembaran ini akan berusaha keluar dari badan
sel inang yang sudah didudukinya sehingga sel inang menjadi rusak.
C. Prognosis HIV
Baik pada orang dewasa dengan sistim imun yang sudah mapan maupun
pada anak, infeksi HIV menyebabkan sel sasarannya (limfosit CD4) rusak
sehingga pada saat jumlahnya sedemikian rendah maka sistim imun tubuh
menjadi tidak dapat berfungsi untuk menghalau infeksi yang ringan sekalipun.
Tidak mengherankan bila pada penderita infeksi HIV, infeksi jamur Candida yang
biasanya terjadi lokal dapat menyebabkan sakit berat. Untuk memudahkan, dibuat
peringkat berdasarkan gejala klinisnya yang dikenal dengan stadium I yang ringan
dan hampir tanpa gejala; stadium II yang umumnya muncul dalam bentuk
gangguan di kulit; stadium III dengan aneka infeksi oportunistik dan akhirnya
stadium IV yang kita kenal sebagai AIDS.
Pengklasifikasian juga dapat dilakukan berdasarkan jumlah sel limfosit
CD4. Kalau masih segar bugar, umumnya jumlah atau proporsi limfosit CD4
masih normal, makin berat stadium klinisnya maka makin menurun jumlah sel
limfosit CD4.
plasenta, meskipun plasenta tidak dapat ditembus oleh sel-sel ibu yang terinfeksi
HIV, akan tetapi virus HIV yang bebas masih dapat menembus pertahanan
plasenta. Proses kelahiran merupakan porsi terbesar terjadinya penularan karena
selama proses tersebut ada kemungkinan bayi menelan cairan yang terdapat di
jalan lahir; perlukaan akibat gesekan sehingga memungkinkan terdapatnya luka
terbuka di kulit kepala bayi dan meningkatkan risiko bersinggungan dengan
cairan tubuh ibu. Sedangkan penularan pasca lahir yang paling mungkin adalah
melalui pemberian ASI mengingat di ASI dapat ditemukan virus bebas, atau sel
limfosit CD4 yang sudah terinfeksi oleh virus HIV.
Bila tidak dilakukan upaya pencegahan apapun, besarnya risiko penularan
dari ibu ke bayi sebesar 40%. Bila tidak dilakukan sesuatu maka dalam waktu
singkat akan terdapat banyak anak hidup yang tertular HIV dan akan
menyebabkan beban kesehatan yang nyata di seluruh dunia. Oleh karena itu
dilakukan berbagai cara untuk mengurangi besarnya transmisi perinatal ini dan
WHO menjadikannya sebagai unsur dasar gerakan mengontrol penyebaran infeksi
HIV di dunia.
Sejak tahun 1996 ketika program pencegahan lengkap mulai dipublikasikan,
angka transmisi ini dapat diturunkan lebih dari 50%nya. Yang dikatakan
pencegahan penularan lengkap adalah mengobati ibu saat kehamilan dengan
pemberian anti retroviral (ARV), menghindari jalan lahir normal dengan
melakukan operasi Caesar elektif dan tidak memberikan ASI. Gerakan
pencegahan ini kemudian dilakukan di seluruh dunia.
Akan tetapi langkah lengkap ini tidak mudah diterjemahkan dan diterapkan
pada berbagai kondisi sosial masyarakat. Di Afrika sudah sejak awal tidak
lengkap karena bedah Caesar adalah kemewahan, meskipun pemberian ARV saja
yang sangat sederhana terbukti mampu menurunkan angka penularan HIV.
Namun demikian memilih cara pemberian nutrisi pada bayi tidak sesederhana
yang diperkirakan. Oleh karena itu sekitar tahun 2000 WHO bersamasama
UNICEF membuat panduan untuk pemberian laktasi yang meliputi ASI eksklusif
8
Oleh karena itu syarat tambahan untuk ibu yang diijinkan memberikan ASI adalah
kepatuhan mengikuti program yang diberikan oleh dokter.
Cara apapun yang dipilih selalu ada konsekuensinya. Memberi ASI artinya
tetap memaparkan bayi pada kemungkinan tertular infeksi HIV. Tidak memberi
ASI menyebabkan tujuan menurunkan angka mortalitas tidak tercapai karena
anak-anak yang lahir dari program pencegahan justru meninggal karena berbagai
sebab akibat tidak memperoleh ASI.
Ibu hamil dengan HIV perlu mendapatkan informasi dan edukasi untuk
membantu mereka membuat keputusan apakah ingin memberikan ASI eksklusif
atau susu formula kepada bayinya. Mereka butuh bantuan untuk menilai dan
menimbang risiko penularan HIV ke bayinya. Mereka butuh dukungan agar
merasa percaya diri dengan keputusannya dan dibimbing bagaimana memberi
makanan ke bayinya seaman mungkin. Agar mampu melakukan hal itu, tenaga
kesehatan perlu dibekali pelatihan tentang informasi dasar HIV dan pemberian
makanan untuk bayi.
12
Daftar Pustaka
Kemenkes RI. 2017. Program pengendalian HIV/AIDS dan PIMS Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: P2P
Kurniati, Nia. 2013. Menyusui Pada Ibu HIV. Jakarta. IDAI.
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/menyusui-pada-ibu-hiv
Noviana, Nana. 2016. Konsep HIV/AIDS Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi.
Jakarta: TIM
Masriadi. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Depok. Raja Grafindo Persada
Permenkes RI. 2013. Pedoman Pencegahan dari ibu ke anak. Jakarta. Menteri
Kesehatan Republik Idonesia