Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ASKEB KEHAMILAN

tentang

pembelajaran interprofesional dan interdisiplin,praktik klinik, promosi, dan kesehatan


antenatal

DISUSUN OLEH:

1. .Sriwahyuni (113418012)
2. Sugiarti (113418013)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) HAMZAR


LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT
Kantor Sekertariat : jl. Raya Lb. Lombok Mamben Daya Kecamatan
Wanasaba,Kabupaten Lombok Timur,NTB
TA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul dan membahas tentang ”Pembelajaran
interfrofesional dan interdisiplin,reflekes, praktik klinik, penurunan resiko, promosi dan
kesehatan antenatal”

. Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan


baik teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen pembimbing. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang
setimpal pada mereka yang memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini
sebagai ibadah, Amin Yaa Robbal ’Alamiin.

28 oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................
C. Tujuan....................................................................................................
D. Manfaat..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian interprofesional...................................................................
B. prinsip interprofesional.........................................................................
C. promo kesehatan....................................................................................
D. Asuhan antenatal....................................................................................
..........................................................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. . Latar Belakang
Tuntutan sistem pelayanan kesehatan mempengaruhi praktik dalam pelayanan kesehatan, di
Amerika Serikat penyebab kematian nomer tiga pada pasien adalah dampak dari kesalahan
tindakan medis (Jemes , 2013). Pada tahun 2001, Institut Kedokteran mendesain ulang
sistem dan mengembangkan tim kesehatan yang efektif untuk mencapai perawatan
berpusat pada pasien dan didukung oleh pengambilan keputusan yang sesuai dengan
praktik.Sistem tersebut juga akan memperhitungkan akan keselamatan pasien, menghindari
cedera, waktu, efisiensi dan keadilan (Crossing the Quality Chiasm: A new health system for the
21st century, 2014).
World Health Organization (2010) mencanangkan untuk mengatasi permasalahan sumber
daya manusia kesehatan serta sistem pelayanan kesehatan dengan menerapkan praktik
kolaborasi diantara tenaga kesehatan. Dalam konsep praktek kolaborasi, tenaga kesehatan
akan bersama–sama berkolaborasi dalam menyediaan pelayanan kesehatan yang
konfrehensif bagi masyarakat, Praktik kolaborasi dilakukan ketika tenaga kesehatan dari
latar belakang profesi yang berbeda secara bersama-sama dengan pasien, keluarga,
perawat, dan komunitas untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi
(WHO,2010).Pendidikan interprofessional dan praktek kolaboratif telah muncul sebagai
pembelajaran dan praktek klinis inisiatif untuk mempromosikan perawatan pasien yang
optimal. Pendidikan interprofessional mengacu pada kesempatan ketika anggota dari dua
atau lebih profesi belajar dengan satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi dan
kualitas pelayanan (CAIPE, 2002). Praktek kolaboratif adalah proses interprofessional
komunikasi dan pengambilan keputusan yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan
penyedia perawatan kesehatan terpisah dan bersama untuk secara sinergis mempengaruhi
perawatan pasien yang disediakan ( Way et al, 2000 ). Interprofessional educationadalah proses
dimana kita melatih atau mendidik praktisi untuk bekerja kolaboratif dan proses yang
kompleks yang menuntut kita untuk melihat pembelajaran berbeda (CIHC, 2009).
Menurut CIHC (2009), manfaat dari Interprofessional Education antara lain meningkatkan
praktik yang dapat meningkatkan pelayanan dan membuat hasil yang positif dalam
melayani klien, meningkatkan pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan yang
memerlukan kerja secara kolaborasi, membuat lebih baik dan nyaman terhadap pengalaman
dalam belajar bagi peserta didik secara fleksibel dapat diterapkan dalam berbagai setting. Hal
tersebut juga dijelaskan oleh WHO (2010) tentang salah satu manfaat dari pelaksanaan praktek
IPE dan kolaboratif yaitu strategi ini dapat mengubah cara berinteraksi petugas kesehatan
dengan profesi lain dalam memberikan perawatan.Praktek kolaborasi dan Interprofessional
Education (IPE) merupakan dua hal yang diperlukan untuk mengatasi beberapa permasalahan
pelayanan kesehatan di Indonesia. Atas dasar pentingnya pendidikan interprofesi bagi
mahasiswa kesehatan, IPE saat ini sudah mulai dirancang oleh beberapa institusi-institusi
pendidikan kesehatan di Indonesia untuk diintergrasikan dalam kurikulum pendidikan
kesehatan. Selain itu, praktek kolaborasi juga telah mulai diinisiasi oleh beberapa institusi
pelayanan kesehatan (A’la, 2012). Dalam pendidikan interprofessional telah diidentifikasi
sebagai kompetensi inti di bidang keperawatan, kedokteran, kedokteran gigi, farmasi, dan
kesehatan masyarakat.
Mahasiswa dan peserta pelatihan yang belajar dengan, dari, dan sekitar satu sama lain dalam
lingkungan belajar interdisipliner mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk
perawatan berbasis tim (Becker et al, 2014). Diharapkan IPE dapat segera
diimplementasikan dan kedepannya dapat memberikan pengaruh pada peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan di Indonesia. Dalam implementasi IPE, dosen sangat berperan penting
pada IPE dalam menjembatani pemberian teori dan praktik sehingga dapat memberikan
pembelajaran yang optimal dalam aspek pengetahuan dan skill (Camsooksai, 2002).
Menurut Undang-Undang No.14 Tahun 2005 mengenai guru dan dosen dijelaskan bahwa
dosen adalah pendidik professional dan ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Salah satu hasil penelitian mengenai persepsi terhadap IPE telah dilakukan oleh Yuliati (2014)
dan Yuniawan (2013) menunjukkan hasil persepsi dosen positif pada IPE. Dosen
merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam pencapaian IPE ke depan. Sejalan dengan
hal ini, penerimaan dosen tentang pemahaman terhadap profesi lain merupakan suatu
pendekatan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan kurikulum IPE ( Yuliati, 2014).Salah
satu outcomeyang diharapkan dalam penerapan IPE adalah terjadinya kerjasama dan
kolaborasi yang kuat antar profesional kesehatan dari disiplin ilmu yang berbeda
(Yuniawan, 2013). Dari persepsi positif dosen dalam penelitian ini mayoritas
mempersepsikan bahwa pembelajaran terintegrasi akan meningkatkan penerapan kolaborasi
interdisipliner dalam tatanan klinik yang akan membantu mahasiswa untuk siap menjadi
tim pelayanan kesehatan yang lebih baik, sehingga dosen menyatakan sangat terbuka dan siap
untuk mengajar pada kelompok belajar mahasiswa dari profesi kesehatan yang berbeda-beda
(Yuniawan, 2013).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dirumuskan masalah di antaranya :
1. apa pengertian ?
2. apa saja factor
3. perubahan
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diungkapkan diatas, maka penelitian ini
bertujuan:
1. Tujuan umum
Menjelaskan dari empat komponen persepsi dosen tentang Interprofessional
Education (IPE).
D. Manfaat Penulisan

1) Sebagai salah satu tugas kelompok dalam mata kuliah.


2) Sebagai bahan masukan dan tambahan pengetahuan untuk penyusun dan teman kelas
3) Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan atau pengetahuan para pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi interprofesional
Interprofesional education adalah pendidikan antar prfesi terjadi ketika pelajar/mahasiswa dari
2atau lebih profesi belajar bersamaan tentang, dari dan dengan satu sama lain untuk mencapai
kolaborasi efektif dan memperbaiki outcome kesehatan.
B. Prinsip interprofesional
Pada tahun 2001 CAIPE mengidentifikasi tujuan prinsip yakni untuk menjadi panduan untuk
provisi dan komisi interprofesional education (IPE) dan untuk membantu perkembangan serta
evaluasinya, di antaranya yaitu:
I. Work to improve the quality of care/ bekerja untuk mengembangkan kualitas pelayanan
IPL (interprofesional lerning) menunjukkan realitas kompleksnya pelayanan kesehatan
II. Focus terhadap kebutuhan pelayanan pasien dan penyediaan layanan,
IPL menempatkan kebutuhan pengguna pelayanan dan penyediaan layanan kesehatan di
tengan pembelajaran dan praktek interprofesi
III. Melibatkan pasien dan penyedia layanan
Lewat partisifasi aktif dan keterlibatan dalam perencaanaan, penyampaian, evaluasi IPL,
pengguna layanan dan penyedia layanan kesehatan dapat memastikan bahwa pelayanan
saling bertemu dengan kebutuhan.
IV. Mendukung profesi yang terlibat untuk belajar dengan, dari, dan mengenai satu dengan
yang lainnya
V. Menghargai integritas dan kontribusi setiap profesi
Setiap partivasi dalam IPL akan melihat satu sama lain sebagai pembelajar yang sesuai
VI. Mengembangkan praktik dalam profesi.
Menurut interprofesional educatin collaborative pada tahun 2016 terdapat 4 domain utama yaitu:
1) Bekerja dengan individu atau provesi lain untuk mempertahankan, saling menghargai,
dan saling berbagi nilai
2) Menggunakan pengetahuan peran individu dan profesi lainnya untuk mengakses dan
mengetahui kebutuhan kesehatan pasien dan untuk mempromosikan kesehatan
3) Berkomunikasi dengan pasien, keluarga, komunitas, dan profesi dalam kesehatan serta
bidang lainnya dengan cara responsive dan bertanggung jawab.
4) Mengaplikasikan nilai dan prinsip dari dinamika tim untuk melakukan performa serta
efektif pada peran yang berbeda-beda dalam tim untuk perencanaan, penyampaian, dan
pengevaliasian.

C. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan merupakan konsep yang berkembang sejak awal kemunculannya. Promosi
kesehatan, awalnya dideskripsikan sebagai kegiatan apapun yang memperbaiki status kesehatan.
Dimana cara yang dilakukan untuk memperbaiki kesehatan adalah memberikan informasi-
informasi kesehatan, atau memberi pendidikan kesehatan. Demikian, pandangan kontemporer
menyatakan bahwa pendidikan kesehatan ialah akar atau basis dari promosi kesehatan (Green &
Tones 2010: 16). Raingruber (2014) membedakan antara health promotion dan health education.
Health education menurut Raingruber (2014) ialah bagaimana memberikan pendidikan atau
mengajarkan kesehatan kepada orang atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang
lebih baik. Sedangkan health promotion ialah sebuah usaha yang mengaitkan lebih dari hanya
pendidikan, yakni determinan kesehatan yang lain seperti sosio-ekonomi dan lingkungan, sosio-
politikal, dan budaya. Menurutnya, Health Promotion adalah sesuatu yang lebih kompleks, dan
pendidikan kesehatan adalah salah satu bagian penyusun dari promosi kesehatan (Raingruber
2014: 2-3).
WHO menyatakan promosi kesehatan ialah “Process of enabling individuals and communities to
encrease control over the determinants of healths and thereby improve their health”. Sedangkan
Notoatmodjo sendiri (2012) menegaskan promosi kesehatan menurutnya ialah sebuah revitalisasi
pendidikan kesehatan : “Promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat atau
pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tetapi juga disertai upaya-upaya
memfasilitasi perubahan perilaku”.Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
promosi kesehatan kini dimaknai sebagai usaha-usaha untuk memberikan kesehatan yang lebih
baik kepada masyarakat, termasuk kepada penyediaan layanan, lingkungan, kebijakan, dan tidak
hanya terbatas pada pendidikan kesehatan. Promosi kesehatan, telah didefinisikan sebagai
kombinasi dari dua level tindakan, yakni edukasi kesehatan dan aksi-aksi lingkungan untuk
mendukung masyarakat berkehidupan sehat (Fertman & Allensworth 2010: 15). Secara
sederhana, Green dan Tones menyebutkan bahwa promosi kesehatan adalah usaha menyeluruh
memperbaiki kesehatan yang mengombinasikan pendidikan dan kebijakan kesehatan. Mereka
membuat formula dari promosi kesehatan, sebagai berikut: Health Promotion = Health Eduction
x Health Public Policy (Green and Tones 2010: 17). Dari formula tersebut, kita mengetahui
bahwasannya pendidikan kesehatan adalah bagian dari promosi kesehatan. Dalam penelitian ini
peneliti akan melihat bagaimana seorang bidan selaku tenaga kesehatan yang bersinggungan
lansung dengan masyarakat, sebagai pihak yang memberikan edukasi kesehatan melalui
penyampaian pesan-pesan kesehatan. Promosi kesehatan sangat berkaitan dengan ilmu perilaku,
karena tujuan akhir dari promosi kesehatan ialah untuk membuat masyarakat menerima atau
mengadopsi perilaku kesehatan. Blum (1974) dalam Notoatmodjo (2005: 21) berpendapat bahwa
perilaku adalah faktor kedua setelah lingkungan, yang memengaruhi kesehatan individu,
kelompok, maupun masyarakat. Menurut Notoatmodjo (2005:26 , 2007: 16, 2012: 18) dituliskan
olehnya bahwa pendektan yang yang digunakan untuk mengintervensi perilaku masyarakat agar
mengadopsi pesan kesehatan dibagi menjadi upaya paksaan dan upaya pendidikan. Upaya atau
pendekatan paksaan juga sering disebut dengan upaya koersi. Dalam upaya ini, promotor
kesehatan berusaha mengubah perilaku kesehatan, atau membuat masyakat mengadopsi sebuah
perilaku kesehatan dengan jalan paksaan. Upaya koersi ini bisa dilakukan dalam bentuk
kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan (law enforcement), instruksi-instruksi, atau sanksi-
sanksi (Notoatmodjo 2005: 15, 2012: 17).
Promosi kesehatan dalam upaya pendidikanbiasa dilakukan atau dijalankan kepada tigajenis
sasaran, yakni sasaran primer, sekunderdan tersier.
1. Sasaran primer, ialah masyarakat yangmenjadi tujuan langsung dari programpromosi
kesehatan.
2. Sasaran sekunder, ialah individu ataukelompok yang memiliki pengaruh terhadap
sasaran primer dalam kaitan dengan program promosi kesehatan.
3. Sedangkan sasaran tersier, adalah para pemangku jabatan dalam kaitan keputusan
pembuatan kebijakan, serta pendanaan. Sasaran tersier, berkaitan dengan promosi
kesehatan yang mencakup kepada kebijakan kesehatan (Notoatmodjo 2012: 41, Wardani
et al. 2016: 5, Mubarak 2011: 12, Novita & Franciska 2011:4)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi khusus yang dilakukan tenaga kesehatan dengan
pasien. Dalam komunikasi terapeutik terdapat beberapa konsep lagi, yakni komunikasi terapeutik
dilakukan dalam komunikasi verbal dan nonverbal, komunikasi terapeutik dilakukan dengan
teknik-teknik khusus, serta komunikasi terapeutik dilakukan dalam empat tahap. Keempat
tahapan komunikasi terapeutik tersebut ialah:
1) Fase Pra-Interaks
Tahap ini merupakan tahap persiapan dari tenaga kesehatan sebelum bertemu atau
melakukan komunikasi dengan pasien.
2) Fase Orientasi
Tahap ini adalah tahap yang dilakukan pertama kali saat tenaga kesehatan bertemu
dengan pasien.
3) Fase Kerja
Dalam tahap ini, adaah inti hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien. Tahap ini
terkait dengan pelaksanaan rencana tindakan.
4) Fase Terminasi
Dalam tahap ini, biasanya hal-hal yang dilakukan adalah evaluasi hasil, tindak lanjut,
juga menetapkan kontrak dari pertemuan yang akan datang. (Stuart dan Sundeen dalam
Damaiyanti 2010: 21-28)

Asuhan Antenatal (Antenatal care


Adalah kunjungan ibu hamil ke bidan tahu dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya
hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pada stiap kunjungan antenatal (ANC),
petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine, serta ada tidaknya
masalah atau komplikasi (Saifudin, 2002).
Kunjungan ibu hamil atau ANC adalah pertemuan antara bidan dengan ibu hamil dangan
kegiatan mempertukarkan informasi ibu dan bidan. Serta observasi selain pemeriksaan fisik,
pemeriksaan umum dan kontak sosial untuk mengkaji kesehatan dan kesejahteraan umumnya
(Salmah, 2006).
Tujuan
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh  kembang
janin.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal dan sosial ibu dan bayi.
c. Mengenal secara dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk
riwayat penyakti secara umum, kebidanan dan pembedahan.
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayinya
dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempesiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Eksklusif.
f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal.
g. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

Menurut Depkes RI(1994) tujuan ANC adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa
kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat
Menurut Hanifa Wiknjosastro (1999) tujuan ANC adalah menyiapkan wanita hamil sebaik-
baiknya fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan, dan
masa nifas, sehingga keadaan mereka pada post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi
juga mental. Sedangkan menurut Manuaba (1998) secara khusus pengawasan antenatal bertujuan
untuk:                                                                                           

1. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat kehamilan,
persalinan, dan nifas.
2. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan, kala nifas.
3. Memberikan nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala
nifas, laktasi, dan aspek keluarga berencana.
4. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinata Perencanaan

Seorang wanita hamil dianjurkan melakukan pemeriksaan jehailan 6 kali kunjungan selama
periode antenatal:
 Trimester 1 ;2X (1X dengan dokter)
 Trimester II : 1X
 Trimester III :3X (1X Dengan dokter)

Walaupun demikian, disarankan kepada ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dengan
jadwal sebagai berikut : sampai dengan kehamilan 28 minggu periksa empat minggu sekali,
kehamilan 28-36 minggu perlu pemeriksaan dua minggu sekali, kehamilan 36-40 minggu satu
minggu sekali (Salmah, 2006).
Sebaiknya tiap wanita hamil segera memeriksakan diri ketika haidnya terlambat sekurang-
kurangnya satu bulan. Pemeriksaan dilakukan tiap 4 minggu sampai kehamilan. sesudah itu,
pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu, dan sesudah 36 minggu (Sarwono, 1999).
a. Pemeriksaan pada ibu hamil
Pemeriksaan fisik pada ibu hamil dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan. Secara
umum meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan kebidanan. (Hidayat, A.Aziz
Alimul, 2008).
b. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan jantung dan paru-paru, refleks serta tanda-
tanda vital seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu dan pernafasan. Pemeriksaan umum
pada ibu hamil bertujuan untuk menilai keadaan umum ibu, status gizi, tingkat kesadaran,
serta ada tidaknya kelainan bentuk badan. (Hidayat, A.Aziz Alimul, 2008).
c. Pemeriksaan Kebidanan
1. Inspeksi
Dilakukan untuk menilai keadaan ada tidaknya Cloasma gravidarum pada muka /
wajah, pucat atau tidak pada selaput mata, dan tidaknya edema. Pemeriksaan
selanjutnya adalah pemeriksaan pada leher untuk menilai ada tidaknya
pembesaran kelenjar gondok atau kelenjar limfe. Pemeriksaan dada untuk menilai
bentuk buah dada dan dan pigmentasi puting susu. Pemeriksaan perut untuk
menilai apakah perut membesar ke depan atau kesamping, keadaan pusat,
pigmentasi linea alba, serta ada tidaknya strie gravidarum. Pemeriksaan
Pemeriksaan vulva untuk menilai keadaan perineum, ada tidaknya tanda chadwick
dan adanya flour. Kemudian pemeriksaan ekstremitas untuk menilai ada tidaknya
varises. (Hidayat, A.Aziz Alimul, 2008).
2. Palpasi
Dilakukan untuk menentukan besarnya rahim dengan menentukan usia kehamilan
serta menentukan letak anak dalam rahim. Pemeriksaan secara palpasi dilakukan
dengan menggunakan metode leopold, yakni : (Hidayat, A.Aziz Alimul, 2008).
a) Leopold I
Leopold I digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan bagian apa yang
ada di fundus, dengan cara pemeriksa berdiri sebelah kanan dan ,menghadap
kemuka ibu, kemudian kaki ibu dibengkokkan pada lutut dan lipat paha,
lengkukan jari-jari kedua tangan untuk mengelilingi bagian atas fundus, lalu
tentukan apa yang ada didalam fundus/ bila kepala sifatnya keras, bundar dan
melenting.
b) Leopold II
Leopold II digunakan untuk menentukan letak punggung anak dan letak
bagian kecil pada anak Caranya    : 
Letakkan kedua tangan pada sisi uterus, dan tentukan dimanakan bagian
terkecil bayi .(Hidayat, A.Aziz Alimul, 2008).
c) Leopold III
Leopold III digunakan untuk menentukan bagian apa yang terdapat dibagian
bawah dan apakah bagian bawah anak sudah atau belum terpegang oleh pintu
atas  panggul.
Caranya :
Tekan dengan ibu jari dan jari tengah pada salah satu tangan secara lembut
dan masuk kedalam abdomen pasien diatas simpisis pubis. Kemudian
peganglah begian presentasi bayi, lalu bagian apakah yang menjadi presentasi
tersebut. (Hidayat, A.Aziz Alimul, 2008).
d) Leopold IV
Leopold IV digunakan untuk menentukan apa yang menjadi bagian bawah dan
seberapa masuknya bagian bawah tersebut kedalam rongga panggul.
         Caranya :
o Letakkan kedua tangan disis bawah uterus lalu
o Tekan kedalam dan gerakkan jari-jari kearah romgga panggul, dimanakah
tonjolan sefalik dan apakah bagian presentasi telah masuk . Pemeriksaan
ini dilakukan bila kepala masih tinggi, pemeriksaan leopold lengkap dapat
dilakukan bila janin cukup besar, kira-kira bulan ke VI le atas. (Hidayat,
A.Aziz Alimul, 2008)
3. Auskultasi
     Dilakukan umumnya dengan stetoskop manoaural untuk mendengarkan bunyi jantung anak,
bising tali pusat, gerakan anak, bisisng rahim, bunyi aorta, serta bising usus. Bunyi jantung anak
dapat didengar pada akhir bulan ke -5, walaupun dengan ultrasonografi dapat diketahui pada
akhir bulan ke – 3. bunyi jantung anak dapat terdengar dikiri dan kanan dibawah tali pusat bila
presentasi kepala. Bila terdengar pada pihak berlawanan dengan bagian kecil, maka anak fleksi
dan bila sepihak maka defleksi.
Dalam keadaan sehat, bunyi jantung antara 120-160 kali permenit. Bunyi jantung dihitung
dengan mendengarkannya selama 1 menit penuh. Bila kurang dari 120 kali per menit atau lebih
dari 160 kali per menit. Kemungkinan janin dalam keadaan gawat janin . selain bunyi jantung
anak, dapat didengarkan bising tali pusat seperti meniup. Kemudian bising rahim seperti bising
yang frekuensinya sama seperti denyut nadi dan bising usus yang sifatnya tidak teratur.(Hidayat,
A.Aziz Alimul, 2008).
i. Kunjungan Ante Natal Care (ANC)
Kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga professional untuk mendapatkan
pelayanan ante natal care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan. Istilah kunjungan disini tidak
hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung  ke fasilitas pelayanan, tapi ialah
setiap kontaktenaga kesehatan baik di posyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah dengan
ibu hamil tidak memberikan pelayanan ante natal care (ANC) sesuai dengan standar dapat
dianggap sebagai kunjungn ibu hamil (Depkes RI, 2001 : 31)
ii. Layanan asuhan Standar Antenatal
Pelayanan asuhan standar antenatal yang termasuk 10 T (Depkes RI, 2009), terdiri dari :
 Timbang Berat Badan Berat badan ibu hamil akan bertambah antara 6,5 kg sampai 10 kg
selama hamil atau terjadi kenaikan BB antar 0,5 kg / minggu.
 Ukur Tekanan Darah Tekanan darah yang normal adalah 110/80 mmHg sampai 140/90
mmhg, hati – hati adanya hipertensi / preeclampsia.
 Nilai Status gizi
 Ukur Tinggi fundus uteri
 Tentukan presentasi dan denyut jantung janin (DJJ)
  Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) lengkap
 Pemberian Tablet Fe zat besi
 Test laboratorium
 Test terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS)
 Temu Wicara dalam rangka persiapan rujukan
iii. Tanda – tanda bahaya selama kehamilan
Tanda bahaya kehamilan adalah keadaan pada ibu hamil yang mengancam jiwa janin yang
dikandungnya (Saifudin, 2006). Tanda – tanda bahaya kehamilan adalah :
i)  Perdarahan pervaginam
ii)  Sakit kepala yang hebat menetap dan tidak menghilang
iii)  Perubahan vital secara tiba – tiba
iv) Nyeri abdomen yang hebat
v)  Bayi kurang bergerak seperti biasa
vi) Pembengkakan wajah dan tangan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Interprofesional education adalah pendidikan antar prfesi terjadi ketika pelajar/mahasiswa
dari 2atau lebih profesi belajar bersamaan tentang, dari dan dengan satu sama lain untuk
mencapai kolaborasi efektif dan memperbaiki outcome kesehatan. tujuan prinsip yakni
untuk menjadi panduan untuk provisi dan komisi interprofesional education (IPE) dan
untuk membantu perkembangan serta evaluasinya.
Dari literature literature pada makalah ini dapat disimpulkan bahwa interprofesional
merupakan suatu muatan yang harus dimasukan kedalam kurikulum untuk mendukung
terjadinya collaboratife antar tenaga kesehatan.
B. Saran
Komunikasi yang efektif dan kolaborasi perlu diberi penekanan yang kuat disemua
program kesehatan professional untuk menjamin kepuasan dan keamanan.

DAFTAR PUSTAKA
World health organization. Framework for action on interprofesional education &
colaborativ practice. Practice [internet]. 2010;1-63.available from:
http://www.who.int/hrh/resources/framework_action/en/

https://www.slideshare.net/robbyCandraPurnama1/kul4-strategi-promosi-kesehatan

http://midwiferyeducator.wordpress.com/2010/01/08/antenatal-care/

Anda mungkin juga menyukai