MIKROBIOLOGI FARMASI
Oleh:
KELOMPOK 3
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat nya kami dapat menyelesaikan ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai
salah satu tugas mata kuliah Mikrobiologi Farmasi dan juga untuk menambah
pengetahuan pembaca mengenai penyakit yang disebabkan oleh parasit. Dalam
penyusunan makalah ini, kami selaku penulis mendapatkan banyak bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Terutama dari dosen pengampu dari mata kuliah
Mikrobiologi Farmasi, Ibu Musyirna Rahmah Nst, M.Si. Maka pada kesempatan ini,
kami selaku penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kami selaku penulis menerima kritik dan saran agar
kedepannya bisa lebih baik lagi. Kami harap makalah ini dapat menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PEMNAHASAN
A. SIFILIS
a) Sejarah
Terdapat banyak pendapat dan spekulasi tentang asal usul penyakit sifilis
ini.Salah satu yang memiliki dukungan bukti yang cukup kuat adalah Teori
Columbian atau New World Theory. Sesuai dengan teori ini, penyakit ini belum
dikenal di Eropa sebelum Tahun 1942. Pada tahun ini Christopher Colombus
melakukan suatu pelayaran bersejarah dengan melintasi lautan Atlantik. Para
pelautnya dikatakan telah dijangkiti penyakit sifilis oleh wanita-wanita setempat di
pulau Hispaniola di Hindia Barat. Pada pelayaran kembali ke Eropa penyakit ini terus
berkembang dengan gejala-gejala berupa bercak-bercak berwarna tembaga padasetiap
penderita yang disebut sebagai Indian Measles.Sesudah Tahun 1943 timbulah
epidemi penyakit ini di seluruh Eropa.
Riset yang dilakukan oleh Harper dkk (2008) dengan menggunakan genetika
molekular menyatakan bahwa subspesies kuman treponema (non-seksual) muncul
lebih awal di dunia lama. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa yaws adalah
sebuah infeksi purba pada manusia sementara sifilis venereal muncul relatif baru.
b) Etiologi
Ada tiga macam antigen Treponema pallidum yaitu protein tidak tahan
panas, polisakarida, dan antigen lipoid. Dalam keadaan anaerob pada suhu 25°C,
Treponema pallidum dapat bergerak secara aktif dan tetap hidup selama 4-7 hari
dalam perbenihan cair yang mengandung albumin, natrium karbonat, piruvat, sistein,
ultrafiltrat serum sapi. Kuman ini sukar diwarnaidengan zat warna lilin tetapi dapat
mereduksi perak nitrat menjadi logam perak yang tinggal melekat pada permukaan
sel kuman. Kuman berkembang biak dengan cara pembelahan melintang. Waktu
pembelahan kuman ini kira-kira 30 jam.
Banyak orang terinfeksi sifilis tidak memiliki gejala selama bertahun- tahun,
namun tetap berisiko untuk terjadinya komplikasi akhir jika tidak dirawat.
Gejalagejala yang timbul jika terkena penyakit ini adalah benjolan-benjolan di sekitar
alat kelamin. Timbulnya benjolan sering pula disertai pusing-pusing dan rasa nyeri
pada tulang, mirip seperti gejala flu. Anehnya, gejala-gejala yang timbul ini dapat
menghilang dengan sendirinya tanpa pengobatan.
Sifilis dapat dikatakan sebagai musuh dalam selimut karena selama jangka
waktu 2-3 tahun pertama tidak akan menampakkan gejala mengkhawatirkan. Namun,
setelah 5-10 tahun sifilis baru akan memperlihatkan keganasannya dengan menyerang
sistem saraf, pembuluh darah, dan jantung.
a. Sifilis Dini
1. Sifilis Primer
Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi infeksi.
Lesi pertama berupa makula atau papula merah yang kemudian menjadi ulkus
(chancre), dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanya merah dan tidak sakit bila
dipalpasi. Sering disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Lokalisasi chancre sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat lain seperti bibir,
ujung lidah, tonsil, jari tangan dan puting susu.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa
chancre serta ditemuiTreponema pallidum pada pemeriksaan stadium langsung
dengan mikroskop lapangan gelap. Apabila pada hari pertama hasil pemeriksaan
sediaan langsung negatif, pemeriksaan harus diulangi lagi selama tiga hari berturut-
turut dan bila tetap negatif, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
serologis. Selamadalam pemeriksaan sebaiknya ulkus dibersihkan atau dikompres
dengan larutan garam faal fisiologis.
d) Klasifikasi
Pembagian penyakit Sifilis menurut WHO terdiri dari sifilis dini dan
sifilis lanjut dengan waktu diantaranya 2-4 tahun.Sifilis Dini dapat menularkan
penyakit karena terdapat Treponema pallidum pada lesi kulitnya, sedangkan Sifilis
Lanjut tidak dapat menular karena Treponema pallidum tidak ada. Sifilis Dini
dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
a. Sifilis primer (Stadium I)
b. Sifilis sekunder (Stadium II)
c. Sifilis laten dini
Sifilis Lanjut dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
a. Sifilis laten lanjut
b. Sifilis tertier (Stadium III)
c. Sifilis kardiovaskuler
d. Neurosifilis
Secara klinis ada beberapa stadium sifilis yaitu stadium primer, sekunder,
laten dan tersier. Stadium primer dan sekunder termasuk dalam sifilis early sementara
stadium tersier termasuk dalam sifilis laten atau stadium late latent (CDC, 2010).
e) Diagnosis
Diagnosis terhadap penyakit sifilis sangat penting untuk dilakukan karena
penyakit ini merupakan penyakit yang menular.Studi menyebutkan bahwa diagnosis
dini dapat membantu pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Pada umumnya
dilakukan dengan 3 cara yaitu:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan secara Klinis
c. Pemeriksaan Laboratorium
d. Pemeriksaan Mikroskopik
e. Pemeriksaan Serologis
f) Penularan
Secara umum periode masa inkubasi dari 10 hari sampai 3 (tiga) minggu
dari biasanya. WHO menyatakan ada perbedaan waktu antara sifilis dini dan
sifilis laten yakni selama 2-4 tahun. Sifilis primer terjadi antara 9 sampai 10 hari
setelah terinfeksi dan gejalanya timbul berupa luka nyeri pada alat kelamin.
Penularan Sifilis diketahui dapat terjadi melalui (WHO, 1999) :
a. Penularan secara langsung yaitu melalui kontak seksual, kebanyakan 95%-
98% infeksi terjadi melalui jalur ini, penularan terjadi melalui lesi penderita
sifilis.
b. Penularan tidak langsung kebanyakan terjadi pada orang yang tinggal bersama
penderita sifilis. Kontak terjadi melalui penggunaan barang pribadi secara
bersama-sama seperti handuk, selimut, pisau cukur, bak mandi, toilet yang
terkontaminasi oleh kuman Treponema pallidum.
c. Melalui Kongenital yaitu penularan pada wanita hamil penderita sifilis yang
tidak diobati dimana kuman treponema dalam tubuh ibu hamil akan masuk ke
dalam janin melalui sirkulasi darah.
d. Melalui darah yaitu penularan terjadi melalui transfusi darah dari penderita sifilis
laten pada donor darah pasien, namun demikian penularan melalui darah ini sangat
jarang terjadi.
g) Pencegahan
Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah
penularan sifilis melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Adapun
bentuk pencegahan yang dapa dilakukan sebagai berikut :
a. Pencegahan Primer
Sasaran pencegahan terutama ditujukan kepada kelompok orang yang
memiliki resiko tinggi tertular sifilis. Bentuk pencegahan primer yang dilakukan
adalah dengan prinsip ABC yaitu :
1. A (Abstinensia), tidak melakukan Pengaruh seks secara bebas dan
bergantiganti pasangan.
2. B (Be Faithful), bersikap saling setia dengan pasangan dalam Pengaruh
perkawinan atau Pengaruh perkawinan atau Pengaruh jangka panjang
tetap.
3. C (Condom), cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten
untuk orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B.
4. D (Drug), tidak menggunakan narkoba/napza.
5. E (Education), pemberian informasi kepada kelompok yang memiliki
resiko tinggi untuk tertular sifilis dengan memberikan leaflet,brosur, dan
stiker.
b. Pencegahan Sekunder
Sasaran pencegahan terutama ditujukan pada mereka yang menderita
(dianggap suspect) atau terancam akan menderita. Diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat dapat dilakukan dengan cara mencari penderita sifilis, meningkatkan
usaha surveilans, dan melakukan pemeriksaan berkala kepada kelompok orang
yang memilik resiko untuk terinfeksi sifilis. Bentuk pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan cara :
1. Melakukan cek darah untuk mengetahui infeksi sifilis.
2. Pengobatan injeksi antibiotik benzatin benzil penicilin untuk
menyembuhkan infeksi sifilis.
c. Pencegahan Tersier
B. GONORE
Kencing nanah atau gonore adalah salah satu penyakit menular seksual. Pada
pria, gonoreakan menimbulkan gejala berupa keluarnya nanah dari penis. Selain itu,
penderita gonore akan merasakan perih saat buang air kecil.Berbeda dengan gonore
pada pria, jika terjadi pada wanita gonore bisa tidak menimbulkan gejala. Penyakit
gonore dapat sembuh dalam beberapa hari, jika diberikan pengobatan yang tepat dan
segera.
a) Etiologi Gonore
b) Gejala Gonore
Gonore dapat terjadi pada pria maupun wanita, namun gejala yang muncul
pada pria dan wanita berbeda. Gejala utama gonore yang muncul pada pria
berupa keluarnya nanah dari penis dan rasa sakit saat buang air kecil. Sedangkan pada
wanita, gonore sering kali tidak menimbulkan gejala. Di samping itu, gonore juga
dapat terjadi pada bayi akibat tertular dari ibunya selama proses persalinan. Bayi yang
terkena gonore akan mengalami keluhan pada mata.
c) Diagnosis Gonore
d) Pengobatan Gonore
e) Komplikasi Gonore
Penyakit ini menular melalui hubungan intim, termasuk seks oral atau
anal. Oleh karena itu, cara pencegahan penyakit ini adalah melakukan hubungan
intim yang aman, yaitu dengan menggunakan kondom atau tidak bergonta-ganti
pasangan.
C. CHLAMYDIA
Tanda dan gejala biasanya muncul satu hingga dua minggu setelah terpapar
infeksi. Namun tanda ini pun sering kali ringan dan hilang begitu saja sehingga tak
begitu dihiraukan. Adapun berbagai tanda dan gejala yang biasanya muncul akan
berbeda pada pria dan wanita, berikut selengkapnya:
Gejala klamidia pada wanita
Berbagai gejala ini tidak selalu muncul pada orang yang terinfeksi klamidia.
Ada orang yang bahkan tidak memiliki gejala sama sekali. Jika Anda mengalami satu
atau lebih gejala, termasuk yang tidak disebutkan di atas, segera konsultasikan ke
dokter.Periksakan ke dokter jika Anda mengalami keluarnya cairan tak biasa dari
vagina, penis, atau rektum. Selain itu, segera konsultasikan ke dokter jika Anda
sering merasa sakit ketika buang air kecil.Jangan tunda untuk berkonsultasi ke dokter
jika Anda atau pasangan mengalami berbagai tanda dan gejala klamidia seperti yang
telah disebutkan sebelumnya.
Selain itu, cobalah untuk memeriksakan diri ke dokter jika Anda merasa
berisiko tinggi terkena penyakit kelamin. Tak perlu sungkan atau malu untuk
memeriksakannya karena semakin cepat diketahui akan semakin cepat pula diobati.
b) Penyebab
Jika Anda adalah seorang ibu hamil yang mengidap klamidia, Anda juga
dapat menyebarkan infeksi ini ke bayi saat melahirkan. Penyakit ini nantinya bisa
menyebabkan pneumonia atau infeksi mata serius pada buah hati Anda. Oleh karena
itu, jika seorang ibu memiliki klamidia selama kehamilan, diperlukan tes 3 hingga 4
minggu setelah perawatan untuk memastikan kondisinya.
Namun penting untuk diingat bahwa penyakit kelamin ini tidak dapat
ditularkan melalui:
c) Faktor-faktor risiko
d) Komplikasi
1) Radang panggul
2) Epididimitis
3) Prostatitis
4) Infeksi menular seksual lainnya
5) Infertilitas
6) Arthritis reaktif
e) Pengobatan clamidia
Erythromycin
Levofloxacin
Ofloxacin
Diare
Sakit perut
Masalah pencernaan
Mual
f) Pencegahan
3. Menghindari douching
D. KUTIL KELAMIN
Kutil kelamin adalah benjolan kecil yang tumbuh di sekitar area
kelamin dan dubur.Penyakit ini bisa dialami siapa saja yang aktif secara seksual.
Kutil kelamin berbeda dengan kutil yang tumbuh di bagian tubuh lain, karena kondisi
ini termasuk infeksi menular seksual. Kutil kelamin berukuran kecil dan tidak mudah
terlihat dengan kasat mata. Akan tetapi kutil kelamin menyebabkan rasa gatal, sensasi
seperti terbakar, serta nyeri dan perdarahan saat berhubungan intim.
a. Penyebab Kutil Kelamin
Kutil kelamin tidak perlu diobati jika tidak menimbulkan gejala yang
mengganggu. Bila kutil kelamin menyebabkan gejala dokter dapat
mengobatinya dengan obat-obatan yang mengandung asam trikloroasetat.
Dokter juga dapat mengobati pasien dengan prosedur bedah seperti:
Eksisi
Electrocautery
Krioterapi
Bedah laser
Oleh sebab itu, Anda mungkin memiliki HIV dan masih terlihat sehat dan
bisa berkegiatan secara normal layaknya orang sehat lainnya. Biasanya Anda tidak
dapat mengetahui secara pasti apakah memiliki penyakit HIV/AIDS sampai Anda
diperiksa atau tidak.
HIV tidak akan langsung merusak organ tubuh Anda. Akan tetapi, penyakit
ini akan menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga memungkinkan terjadi berbagai
penyakit lainnya terutama infeksi,untuk kemudian menyerang tubuh.
Demam
Sakit kepala
Kelelahan
Nyeri otot
Kehilangan berat badan secara perlahan
Pembengkakan kelenjar getah bening di tenggorokan, ketiak, atau
pangkal paha
HIV/AIDS adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui kontak dengan luka,
dara, air mani, dan cairan vagina dari orang yang terinfeksi virus tersebut. Sebagai
contoh ketika berhubungan seks tanpa kondom, baik lewat vagina, anal, atau oral
dengan orang yang memiliki. Berisiko tertular virus ini tanpa sadar, Ini karena adanya
pertukaran cairan tubuh antara orang yang terinfeksi dengan orang yang sehat.
Kondisi ini akan meningkat risikonya jika di organ seksual Anda terdapat luka
terbuka.
Biasanya perempuan remaja sangat rentan terhadap infeksi HIV karena
selaput vagina mereka lebih tipis dan lebih rentan luka infeksi dibandingkan wanita
dewasa. Selain kontak seksual, ada berbagai hal lain yang menyebabkan seseorang
terkena penyakit yang melemahkan sistem imun ini, yaitu:
Berbagi jarum suntik dan peralatan obat suntik lainnya dengan orang yang
terkontaminasi dengan Human Immunodeficiency Virus.
Menggunakan peralatan tato dan body piercing (termasuk tinta) yang tidak
disterilkan dan pernah dipakai oleh orang dengan kondisi ini.
Ibu hamil yang memiliki kondisi Human Immunodeficiency Viruskepada
bayinya (sebelum atau selama kelahiran) dan saat menyusui.
Memiliki penyakit menular seksual (PMS) lainnya seperti klamidia atau
gonore karena virus HIV akan sangat mudah masuk saat sistem kekebalan
tubuh lemah.
Adanya kontak dengan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang yang
memiliki infeksi HIV pada luka terbuka yang Anda miliki.
1. Infeksi
Infeksi kuman lain bisa terjadi lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan.
Adapun berbagai infeksi yang biasanya muncul yaitu tuberkulosis, infeksi
sitomegalovirus, kriptokokus meningitis, toksoplasmosis, dan cryptosporidiosis.
2. Kanker
Orang yang mengalami AIDS juga bisa terkena penyakit kanker dengan
mudah. Jenis kanker yang biasanya muncul yaitu kanker paru-paru, ginjal, limfoma,
dan sarkoma Kaposi.
3. Tuberkulosis (TBC)
e. Diagnosis HIV
Mendiagnosis infeksi virus HIV biasanya akan dilakukan dengan tes darah.
Ini adalah cara yang paling memungkinkan untuk dokter memeriksa sekaligus
menentukan apakah Anda terinfeksi virus penyakit Human Immunodeficiency
Virus atau tidak. Keakuratan tes tergantung pada waktu kapan paparan terakhir HIV.
Misalnya kapan terakhir kali berhubungan seks tanpa kondom atau berbagi jarum
suntik. Jika Anda pernah melakukan berbagai tindakan yang berisiko terkena Human
Immunodeficiency Virus, Anda bisa saja benar terinfeksi virus HIV/AIDS.
Oleh karena itu, lebih baik melakukan tes HIV untuk mengetahui status
kesehatan Anda. Butuh waktu sekitar 3 bulan untuk antibodi Human
Immunodeficiency Virus muncul pada tes HIV. Jika hasil tes Anda positif (reaktif),
tandanya Anda memiliki antibodi HIV dan memiliki infeksi penyakit tersebut. Meski
positif HIV, namun belum berarti Anda juga memiliki AIDS. Tidak ada yang tahu
pasti kapan seseorang terinfeksi virus HIV akan mengalami AIDS. Jika hasil tes
Anda negatif, artinya di dalam tubuh Anda tidak memiliki antibodi Human
Immunodeficiency Virus.
f. Pengobatan HIV
Tujuan utama obat ARV adalah mencegah dan mengurangi jumlah Human
Immunodeficiency Virus dalam tubuh dan menghambat virus dalam memperbanyak
diri. Dengan begitu, jumlah virusnya di dalam tubuh tidak terus
bertambah. Berkurangnya virus HIV memberi kesempatan bagi sistem kekebalan
tubuh untuk bisa pulih dan cukup kuat untuk melawan infeksi dan kanker. Selain itu,
ketika jumlah virusnya rendah dan tidak terdeteksi, kemungkinan untuk menularkan
infeksi Human Immunodeficiency Virus ini ke orang lain pun berkurang.
F. KANDIDIASIS VAGINA
Kandidiasis vagina merupakan suatu infeksi jamur Candida yang
menyebabkan iritasi, rasa gatal yang sangat hebat, serta keluarnya cairan
abnormal dari vagina dan vulva. Risiko penularan kandidiasis vagina
meningkat melalui hubungan seksual karena penyebarannya dapat melalui
kontak mulut dan alat kelamin. Jika mengalami kondisi selama empat kali atau
lebih dalam setahun, segera lakukan perawatan.
a. Gejala kandidiasis vagina
Terdapat beberapa gejala yang ditimbulkan oleh
kandidiasis vagina, seperti:
Rasa nyeri atau tidak nyaman pada saat buang air kecil
Rasa nyeri pada saat berhubungan seksual
Keputihan yang tidak normal
Rasa gatal atau nyeri pada vagina
Kemerahan, terasa panas, pembengkakan, dan luka di dinding
vagina pada infeksi yang berat
Lendir atau cairan vagina yang kental dan berwarna keputihan
seperti keju
b. Penyebab kandidiasis vagina
Penyebab kandidiasis vagina adalah infeksi jamur Candida. Secara
alami, jamur tersebut beserta dengan bakteri Lactobacillus memang ada di
vagina dalam kondisi yang berimbang. Keseimbangan tersebut terganggu dan
menjadi penyakit jika salah satunya menjadi lebih banyak, seperti dalam kasus
kandidiasis, di mana keberadaan jamur Candida lebih dominan
dibandingkan Lactobacillus. Infeksi ini dapat disebarkan melalui kontak oral
(mulut) atau kontak seksual. Tumbuhnya jamur yang berlebih dapat disebabkan
oleh beberapa hal, seperti:
Diabetes yang tidak terkontrol
Kehamilan
Gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti pada penderita HIV -
AIDS
Penggunaan antibiotik yang dapat menurunkan jumlah
bakteri Lactobacillus di vagina dan mengubah pH vagina
Kontrasepsi oral atau terapi hormon yang meningkatkan kadar
estrogen
Penggunaan pembersih vagina. Penggunaannya dapat
menyebabkan ketidakseimbangan pH dan bakteri pada vagina
c. Diagnosis penyakit kandidiasis vagina
G. TRICHOMONIASIS
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
parasit Trichomonas vaginalis. Parasit ini paling sering menyerang wanita, namun
pria dapat terinfeksi dan menularkan ke pasangannya lewat kontak seksual. Vagina
merupakan tempat infeksi paling sering pada wanita, sedangkan uretra (saluran
kemih) merupakan tempat infeksi paling sering pada pria.
Pada wanita, yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut
maupun kronik. Pada kasus akut terlihat sekret vagina keruh kental berwarna
kekuning-kuningan, kuning hijau, berbau tidak enak dan berbusa. Dinding vagina
tampak kemerahan dan sembab. Selain itu didapatkan rasa gatal dan panas di vagina.
Rasa sakit sewaktu berhubungan seksual mungkin juga merupakan keluhan utama
yang dirasakan penderita dengan trikomoniasis. Pasien dengan trikomoniasis dapat
juga mengalami perdarahan pasca sanggama dan nyeri perut bagian bawah. Bila
sekret banyak yang keluar, dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar bibir
vagina. Pada kasus yang kronis, gejala lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak
berbusa.
a. Wet Mount
Wet mount adalah metode yang paling umum digunakan untuk
mendiagnosis trikomoniasis. Metode ini menujukkan sensitivitas sebesar
60%. Untuk metode ini, spesimen ditempatkan dalam medium kultur selama
2-7 hari sebelum diperiksa. Jika trichomonads hadir dalam spesimen asli,
mereka akan berkembang biak dan lebih mudah untuk dideteksi. Hal ini baik
sangat sensitif dan sangat spesifik.
b. VPIII Tes Identifikasi Mikroba (BD)
VPIII Tes Identifikasi mikroba (BD) adalah uji yang
mengidentifikasi DNA mikroba yang ada pada kompleks penyakit vaginitis.
Identifikasi spesies Candida, Gardnerella vaginalis, dan Trichomonas
vaginalis dapat ditemukan dari sampel vagina tunggal. Sensitivitas tes untuk
mendeteksi T. vaginalis tinggi, dan dapat memberikan hasil hanya dalam 45
menit.
c. Trichomonas Rapid Test
Trichomonas Rapid Test adalah tes diagnostik yang mendeteksi
antigen untuk trikomoniasis. Dengan memasukkan sampel usap vagina ke
dalam tabung reaksi dengan 0,5 ml buffer khusus dengan beberapa perlakuan
dan kemudian hasilnya dapat dibaca dalam waktu 10 menit. Uji ini lebih
sensitif dibandingkan uji wet mount.
d. Polymerase Chain Reaction
Dalam Polymerase Chain Reaction (PCR), sampel diperlakukan
dengan enzim yang memperkuat daerah tertentu dari DNA T. vaginalis. PCR
telah terbukti sebagai metode diagnostik yang paling akurat dalam studi baru-
baru ini. Namun, PCR saat ini hanya digunakan dalam penelitian, bukan
pengaturan klinis.
e. Kalium Hidroksida (KOH) "Test Whiff"
Uji ini adalah teknik dasar yang dapat digunakan sebagai bagian dari
diagnosis klinis. Pengujian dilakukan dengan mencampurkan usapan cairan
vagina dengan larutan kalium hidroksida 10%, kemudian menciumnya. Bau
amina (amis) yang kuat bisa menjadi indikasi trikomoniasis atau vaginosis
bakteri.
f. Test pH vagina
Trichomonads tumbuh terbaik di lingkungan asam kurang, dan pH
vagina meningkat mungkin merupakan indikasi trikomoniasis. Sebuah
penyedia layanan kesehatan melakukan tes dengan menyentuhkan kertas pH
pada dinding vagina atau spesimen usap vagina, kemudian
membandingkannya dengan skala warna untuk menentukan pH.
g. Pap Smear
Uji Pap Smear adalah pemeriksaan mikroskopis dari spesimen. Hal
ini terutama digunakan sebagai tes diagnostik untuk screening berbagai
kelainan serviks dan infeksi kelamin. Meskipun kadang-kadang dapat
mendeteksi trichomonads, uji diagnosa ini memiliki tingkat kesalahan tinggi
dan tidak cocok untuk screening kecuali digunakan bersamaan dengan tes
yang lebih sensitif.
A. Herpes Genitalis
Herpes merupakan erupsi vasikular yang disebabkan oleh infeksi virus
herpes simpleks. Sedangkan herpes genital merupakan infeksi organ genitalia oleh
virus herpes simpleks (HSV), ini merupakan penyakit hubungan seksual yang
infeksinya dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. Dalam fauzia Andriani
Djojosugito (2016) menjelaskan bahwa infeksi Herpes simplex virus merupakan
salah satu virus penyebab infeksi menular seksual yang meluas di seluruh dunia.
Penyakit herpes genitalis disebabkan oleh HSV anggota keluarga
herpesviridae. Saat ini telah dikenal dua tipe HSV yaitu HSV-1 dan HSV-2. Herpes
Genitalis dapat disebabkan oleh kedua HSV tersebut namun biasanya lebih sering
dikaitkan dengan HSV-2.
HSV tipe 1 dan 2 merupakan virus hominis yang merupakan virus DNA.
Pembagian tipe 1 dan 2 berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur,
antigenic marker, dan lokasi klinis yaitu tempat predileksi (Handoko dkk, 2005).
Terdapat tumpang tindih yang cukup besar antara HSV-1 dan HSV-2, yang
secara klinis tidak dapat dibedakan. HSV-1 Kontak manusia melalui mulut, orofaring,
permukaan mukosa, vagina, dan serviks tampak merupakan sumber penting untuk
tertular penyakit. Tempat lain yang rentan adalah laserasi pada kulit dan konjungtiva.
Biasanya virus mati pada ruangan akibat kekeringan. Saat replikasi virus tidak terjadi
, virus naik ke saraf sensori perifer dan tetap tidak aktif dan ganglia saraf. Wabah lain
terjadi ketika hospes menderita stres. Pada wanita hamil dengan herpes aktif, bayi
yang dilahirkan pervagina dapat terinfeksi oleh virus. Terdapat resiko morbiditas dan
mortalitas janin jika terjadi, karenanya seksio sesarea mungkin dilakukan jika virus
menjadi kambuh mendekati waktu melahirkan.
Pathogenesis
Proses penularan (transmisi) virus hanya membutuhkan kontak secara fisik
antara virus HVS 2 dengan lokasi yang sesuai, umumnya menyerang membrane
mukosa atau kulit yang terluka. Virus akan melekat pada sel epitel, kemudian akan
masuk dengan cara meleburkan diri dengan membrane sel, kemudian akan terjadi
replikasi yang menghasilkan lebih banyak virion yang akan mengakibatkan kematian
sel. Pada waktu yang bersamaan virus akan memasuki ujung saraf sensoris yang
mensarafi saluran genital. Virion kemudian ditransportasi ke inti sel neuron di ganglia
sensorik yaitu ganglia dorsalis sakralis. Virus dalam neuron yang terinfeksi dan
bereplikasi menghassilkan progeni, atau virus akan memasuki keadaan laten tak
bereplikasi. Neuron yang terinfeksi akan mengirim balik virus progeny ke lokassi
kulit tempat dilepaskannya virion sbelumnya dan menginfeksi sel epitel yang
berdekatan dengan ujung saraf sehingga terjadi penyebaran virus.
Wanita hamil yang belum mempunyai antibody terhadap virus HVS 2
sebagian besar akan mengalami infeksi herpes genitalis secara klinis bila terpapar
pasangan seksual yang mempunyai herpes genitalis. Namun wanita hamil yang tidak
mengalami infeksi pada awal kehamilannya namun mempunyai pasangan yang
positip terinfeksi , sebanyak 13% akan menderita herpes genitalis pada saat
persalinan.
Data World Health Organization (WHO) diperkirakan usia 15-49 tahun yang
hidup dengan infeksi HSV-2 di seluruh dunia pada tahun 2003 sejumlah 536 juta.
Wanita lebih banyak yang terinfeksi dibanding pria, dengan perkiraan 315 juta wanita
yang terinfeksi dibandingkan dengan 221 juta pria yang terinfeksi. Jumlah yang
terinfeksi meningkat sebanding dengan usia terbanyak pada 25-39 tahun. Sedangkan,
jumlah infeksi HSV-2 baru pada kelompok usia 15-49 tahun di seluruh dunia pada
tahun 2003 sejumlah 236 juta, di antaranya 12,8 juta adalah wanita dan 10,8 juta
adalah pria.
Infeksi virus herpes genitalis tidak hanya ditularkan melalui hubungan
seksual tetapi juga dapat ditularkan secara aseksual dari permukaan yang basah atau
melalui penularan mandiri (yaitu dengan menyentuh luka dingin dan kemudian
menyentuh area genital). Infeksi awal sangat nyeri dan berlangsung selama satu
minggu. Nyeri pada kekambuhan berkurang dan biasanya menyebabkan gatal dan
rasa terbakar minor. Beberapa pasien mengalami beberapa kekambuhan atau tidak
sama sekali sementara yang lainnya mengalami periode sakit yang sering.
B. Gejala Herpes Genitalis
Infeksi yang disebabkan oleh HVS genitalis primer yang yang simtomatis
dengan periode inkubassi 2-20 hari akan menyebabkan terjadinya kulit melepuh dan
ulserassi pada genitalia eksterna dan serviks serta ditandainya nyeri pada bagian
vulva, dysuria, vaginal dan limfa denopati lokalisata. Selain itu biasanya disertai
dengan demam, nyeri kepala dan myalgia. Walaupun begitu, infeksi HVS seringkali
muncul gejala yang kurang spesifik, sangat ringan, maupun tidak bergejala. Oleh
sebab itu, pemeriksaan sangat penting guna kepentingan diagnostic, konseling dan
menejemen terapi.
Infeksi herpes genitalis berlangsung dalam 3 tingkat.
1. Infeksi primer
2. Fase laten
3. Infeksi rekurens
Infeksi primer
Infeksi primer oleh HSV-2 mempunyai tempat predileksi di daerah
pinggang ke bawah, terutama di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes
meningitis dan infeksi neonatus. Infeksi ini berlangsung lebih lama dan lebih berat,
kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese, dan
anoreksia, serta dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional
Limfadenopati lingual (pembengkakan nodus limfe pada lipat paha), sakit kepala,
mialgia (nyeri pada otot), dan disuria (nyeri saat berkemih) sering dirasakan
(Handoko, at.all 2005).
Kelainan klinis yang dijumpai berupa lesi pada kulit yang berbentuk vesikel
berkelompok dengan dasar eritem. Vesikel ini berisi cairan jernih yang mudah pecah
dalam 1-4 hari dan menimbulkan erosi multipel. Vesikel dapat mengakibatkan gatal
dan sakit, dapat disertai disuria dan sakit pada rektum. Pada perabaan tidak terdapat
indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran
yang tidak jelas dan penyembuhannya memerlukan waktu lebih lama serta
meninggalkan jaringan parut. Umumnya didapati pada orang yang kekurangan
antibodi virus herpes simpleks. Pada infeksi ini, masa pelepasan virus (viral
shedding) terjadi kurang lebih 12 hari. Masa viral shedding ini sangat menentukan
potensi penularan dan pengambilan bahan sediaan untuk pemeriksaan biakan.
Selanjutnya, komplikasi dapat timbul akibat penyebaran ekstragenital,
seperti pada bokong, paha atas, atau bahkan pada mata sebagai akibat menyentuh lesi.
Pasien harus dinasehatkan untuk mencuci tangan mereka setelah kontak dengan lesi.
Masalah potensial lainnya adalah meningitis aseptik dan stres emosional yang berat
yang berhubungan dengan diagnosis.
Fase laten
Infeksi rekurens
Infeksi ini berarti HSV pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak
aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala klinis . mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam,
infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya), trauma psikis (gangguan
emosional dan menstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman
yang merangsang (Handoko dkk, 2005).
Lesi rekurens dapat terjadi dengan cepat atau lambat, sedangkan gejala yang
timbul biasanya lebih ringan dari pada infeksi primer, karena telah ada antibodi
spesifik dan penyembuhan juga akan lebih cepat, masa pelepasan virus (viral
shedding) berlangsung kurang lebih 5 hari.
Pada infeksi ini sering juga ditemukan gejala prodromal lokal sebelum
timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul
pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain/tempat disekitarnya(non loco)
(Handoko dkk, 2005).
D. Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan herpes genitalis, tetapi
pengobatan bisa memperpendek lamanya serangan. Pengobatan yang diberikan dapat
dibagi menjadi 3 bagian :
1. Pengobatan profilaksis, yaitu meliputi penjelasan kepada
pasien tentang penyakitnya, proteksi individual, menghindari factor-faktor
pencetus, psikoterapi.
2. Pengobatan non spesifik, yaitu yang bersifat simtomatis.
3. Pengobatan spesifik, yaitu pengobatan antivirus terhadap virus
herpes.
Tiga obat virus yang efektif yaitu asiklovir, valasiklovir dan famsikolovir.
Valasiklovir. Merupakan derifat ester L-valil dari assiklovir dan diabsorbsi lebih
cepat. Bioavailabilitassnya 3-5 kali lebih tinggi daripada yang dicapai oleh assiklovir
oral dosis tinggi. Famsiklovir, prodrug dari pensiklovir juga mempunyai
bioavailabilitasoral yang tinggi. Efek obat antivirus tersebut mengurangi viral
shedding, memperpendek lama sakit dan memperpendek rekurensi.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Djuanda, A. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Handoko. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
Mulyani, E. 2011. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan dengan Kejadian Penyakit
Dermatomikosis di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan.
Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan. Universitas Muhammadiyah:
Semarang.
Prasetyo, Afiono Agung. 2005. Penyakit Virus yang Berbahaya bagi Kehamilan dan
Cara Pencegahannya. Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta.
Irianto,k. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular & Tidak Menular Panduan Klinis.
Yogyakarta: alfabeta