Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

MIKROBIOLOGI FARMASI

“INFEKSI MENULAR SEKSUAL”

Oleh:

KELOMPOK 3

E. KALILAH DZAKIRA FALINDY 1801052

FINTOLIN JAYA PUTRI 1801053

SUCI RAMAHI 1801073

WISNU WATI 1801078

DOSEN PENGAMPU : MUSYIRNA RAHMAH NST, M.Si

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV. RIAU

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat nya kami dapat menyelesaikan ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai
salah satu tugas mata kuliah Mikrobiologi Farmasi dan juga untuk menambah
pengetahuan pembaca mengenai penyakit yang disebabkan oleh parasit. Dalam
penyusunan makalah ini, kami selaku penulis mendapatkan banyak bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Terutama dari dosen pengampu dari mata kuliah
Mikrobiologi Farmasi, Ibu Musyirna Rahmah Nst, M.Si. Maka pada kesempatan ini,
kami selaku penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kami selaku penulis menerima kritik dan saran agar
kedepannya bisa lebih baik lagi. Kami harap makalah ini dapat menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan bagi pembaca.

Pekanbaru, 14 Desember 2019

Penulis
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit-peyakit infeksi yang


ditularkan melalui hubungan seksual (Sjaiful, 2010). Infeksi menular seksual dahulu
dikenal sebagai penyakit menular seksual (PMS) tetapi sejak tahun 1998 istilah
Penyakit menular seksual berubah menjadi infeksi menular seksual, agar dapat
mencangkup penderita asimptomatik (Masriadi. 2016).

Infeksi menular seksual sering disebut penyakit kelamin (Venereal disease)


dan pada saat itu infeksi menular seksual baru dikenal penyakit Syphilis dan
Gonorrhea. Organisme penyebab infeks menular seksual meliputi bakteri, virus,
jamur, ektoparasit, protozoa. Penyakit yang termasuk IMS adalah Syphilis,
Gonorrhea, Chlamydia, Trichomoniasis, Infeksi genital nonspesifik, Herpes genitalis,
Ulkus molle, Condilomata acuminata, Bacterial vaginosis, Scabies, Hepatitis B,
infeksi human immunodeficiency virus (Masriadi. 2016).

Infeksi menular seksual merupakan masalah kesehatan yang cukup serius di


dunia karena penyakit ini terus meningkat setiap tahunnya. Epidemiologinya saat ini
berkembang sangat cepat karena erat hubungannya dengan pertambahan, migrasi
penduduk disertai dengan pola perilaku seksual yang semakin bebas, perubahan
demografik dalam bidang agama dan moral, sehingga meningkatkan insidensi dan
prevalensi. Penyakit IMS di Indonesia mulai menjalar dengan perkembangan
penularannya yang cukup cepat. Hal ini tidak lain di picu oleh faktor kurangnya
pendidikan seksual di kalangan remaja dan mata rantai yang penularannya sulit
diputus yaitu peran pekerja seks komersil (Sjaiful, 1998).
Terdapat lebih dari 15 juta kasus didunia dilaporkan pertahun (WHO, 2003).
Kelompok remaja (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko tinggi
untuk tertular dan 2 juta kasus baru tiap tahun adalah dari kelompok ini (CDC, 2004).
Indonesia khususnya Jawa Barat, tahun 2007 jumlah penderita infeksi menular
seksual terdapat sebanyak 4.658 kasus. Tingginya kasus penyakit IMS, khususnya
pada kelompok usia remaja, salah satu penyebabnya adalah akibat pergaulan bebas.
Sekarang ini di kalangan remaja pergaulan bebas semakin meningkat terutama di
kota-kota besar

Pengetahuan IMS dapat ditingkatkan dengan pemberian pendidikan


kesehatan reproduksi yang dimulai pada usia remaja. Pendidikan kesehatan
reproduksi di kalangan remaja bukan hanya pengetahuan tentang organ reproduksi,
tetapi juga mengenai bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual

1.2. Rumusan Masalah


1) Apa itu infeksi menular seksual?
2) Apa saja jenis jenis penyakit menular seksual?
3) Cara penularan penyakit infeksi menular seksual
4) Penobatan yang digunakan untuk terapi penyakit IMS ?
1.3. Tujuan
1) Mengetahui definisi infeksi menular seksual
2) Mengetahui jenis jenis infeksi menular seksual
3) Untuk adapat menghindari penularan infeksi dari penderita
IMS
4) Untuk mengetahui terapi atau pengobatan untuk pasien
penderita IMS
BAB II

PEMNAHASAN

A. SIFILIS

Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema


pallidum yang bersifat akut dan kronis ditandai dengan lesi primer diikuti dengan
erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian masuk ke dalam periode laten
diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran pencernaan, sistem saraf pusat
dan sistem kardiovaskuler.

Menurut Centre of Disease Conrol (CDC) pada tahun 2010 mendefinisikan


sifilis sebagai penyakit sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
Berdasarkan temuan klinis, penyakit dibagi ke dalam serangkaian kumpulan staging
yang digunakan untuk membantu dalampanduan pengobatan dan tindak lanjut.

a) Sejarah

Terdapat banyak pendapat dan spekulasi tentang asal usul penyakit sifilis
ini.Salah satu yang memiliki dukungan bukti yang cukup kuat adalah Teori
Columbian atau New World Theory. Sesuai dengan teori ini, penyakit ini belum
dikenal di Eropa sebelum Tahun 1942. Pada tahun ini Christopher Colombus
melakukan suatu pelayaran bersejarah dengan melintasi lautan Atlantik. Para
pelautnya dikatakan telah dijangkiti penyakit sifilis oleh wanita-wanita setempat di
pulau Hispaniola di Hindia Barat. Pada pelayaran kembali ke Eropa penyakit ini terus
berkembang dengan gejala-gejala berupa bercak-bercak berwarna tembaga padasetiap
penderita yang disebut sebagai Indian Measles.Sesudah Tahun 1943 timbulah
epidemi penyakit ini di seluruh Eropa.

Riset yang dilakukan oleh Harper dkk (2008) dengan menggunakan genetika
molekular menyatakan bahwa subspesies kuman treponema (non-seksual) muncul
lebih awal di dunia lama. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa yaws adalah
sebuah infeksi purba pada manusia sementara sifilis venereal muncul relatif baru.

b) Etiologi

Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo


Spirochaetales dan Genus Treponema spesiesTreponema pallidum. Pada Tahun 1905
penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu Treponema pallidum.
Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron dan diameter 0,009-0,5 mikron,
setiap lekukan gelombang berjarak 1 mikron dan rata-rata setiap bakteriterdiri dari 8-
14 gelombang dan bergerak secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya
dapat dilihat pada mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik
immunofluoresensi. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat patogen
pada manusia

Ada tiga macam antigen Treponema pallidum yaitu protein tidak tahan
panas, polisakarida, dan antigen lipoid. Dalam keadaan anaerob pada suhu 25°C,
Treponema pallidum dapat bergerak secara aktif dan tetap hidup selama 4-7 hari
dalam perbenihan cair yang mengandung albumin, natrium karbonat, piruvat, sistein,
ultrafiltrat serum sapi. Kuman ini sukar diwarnaidengan zat warna lilin tetapi dapat
mereduksi perak nitrat menjadi logam perak yang tinggal melekat pada permukaan
sel kuman. Kuman berkembang biak dengan cara pembelahan melintang. Waktu
pembelahan kuman ini kira-kira 30 jam.

c) Patogenesis dan Gejala Klinis

Treponema dapat masuk (porte d’entrée) ke tubuh calon penderita melalui


selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi. Kemudian masuk ke peredaran darah
dari semua organ dalam tubuh.Penularan terjadi setelah kontak langsung dengan lesi
yang mengandung treponema.3–4 minggu terjadi infeksi, pada tempat masuk
Treponema pallidum timbul lesi primer (chancre primer) yang bertahan 1–5 minggu
dan sembuh sendiri.
Tes serologik klasik positif setelah 1–4 minggu. Kurang lebih 6 minggu (2–
6 minggu) setelah lesi primer terdapat kelainan selaput lendir dan kulit yang pada
awalnya menyeluruh kemudian mengadakan konfluensi dan berbentuk khas.
Penyembuhan sendiri biasanya terjadi dalam 2–6 minggu. Keadaan tidak timbul
kelainan kulit dan selaput dengan tes serologik sifilis positif disebut Sifilis Laten.
Pada seperempat kasus sifilis akan relaps. Penderita tanpa pengobatan akan
mengalami sifilis lanjut (Sifilis III 17%, kordiovaskular 10%, Neurosifilis 8%).

Banyak orang terinfeksi sifilis tidak memiliki gejala selama bertahun- tahun,
namun tetap berisiko untuk terjadinya komplikasi akhir jika tidak dirawat.
Gejalagejala yang timbul jika terkena penyakit ini adalah benjolan-benjolan di sekitar
alat kelamin. Timbulnya benjolan sering pula disertai pusing-pusing dan rasa nyeri
pada tulang, mirip seperti gejala flu. Anehnya, gejala-gejala yang timbul ini dapat
menghilang dengan sendirinya tanpa pengobatan.

Sifilis dapat dikatakan sebagai musuh dalam selimut karena selama jangka
waktu 2-3 tahun pertama tidak akan menampakkan gejala mengkhawatirkan. Namun,
setelah 5-10 tahun sifilis baru akan memperlihatkan keganasannya dengan menyerang
sistem saraf, pembuluh darah, dan jantung.

Gejala klinis penyakit sifilis menurut klasifikasi WHO sebagai berikut:

a. Sifilis Dini

1. Sifilis Primer

Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi infeksi.
Lesi pertama berupa makula atau papula merah yang kemudian menjadi ulkus
(chancre), dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanya merah dan tidak sakit bila
dipalpasi. Sering disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Lokalisasi chancre sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat lain seperti bibir,
ujung lidah, tonsil, jari tangan dan puting susu.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa
chancre serta ditemuiTreponema pallidum pada pemeriksaan stadium langsung
dengan mikroskop lapangan gelap. Apabila pada hari pertama hasil pemeriksaan
sediaan langsung negatif, pemeriksaan harus diulangi lagi selama tiga hari berturut-
turut dan bila tetap negatif, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
serologis. Selamadalam pemeriksaan sebaiknya ulkus dibersihkan atau dikompres
dengan larutan garam faal fisiologis.

2. Sifilis Sekunder (S II)


Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus keadaan S II
ini sering masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan gejala konsistensi seperti
anoreksia, demam, athralgia, angina. Pada stasium ini kelainan pada kulit, rambut,
selaput lendir mulut dan genitalia, kelenjar getah bening dan alat dalam. Kelainan
pada kulit yang kita jumpai pada S II ini hampir menyerupai penyakit kulit yang
lain, bisa berupa roseola, papel-papel, papulo skuamosa, papulokrustosa dan
pustula. Pada SII yang dini biasanya kelainan kulit yang khas pada telapak tangan
dan kaki. Kelainan selaput lendir berupa plakula atau plak merah (mucous patch)
yang disertai perasaan sakit pada tenggorokan (angina sifilitica eritematosa). Pada
genitalia sering kita jumpai adanya papul atau plak yang datar dan basah yang
disebut kondilomata lata. Kelainan rambut berupa kerontokan rambut setempat
disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa onikia sifilitaka, kuku rapuh
berwarna putih, suram ataupun terjadi peradangan (paronikia sifilitaka).
Kelainanmata berupa uveitis anterior.Kelainan pada hati bisa terjadi hepatitis
dengan pembesaran hati dan ikterus ringan. Kelainan selaput otak berupa
meningitis dengan keluhan sakit kepala, muntah dan pada pemeriksaan cairan
serebro spinalis didapati peninggian jumlah sel dan protein. Untuk menegakkan
diagnosis, disamping kelainan fisik juga diperlukan pemeriksaan serologis.
3. Sifilis Laten Dini Gejala klinis tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan tes serologi
untuk sifilis positif.Tes yang dilanjutkan adalah VDRL dan TPHA.
b. Sifilis Lanjut
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sikatrik bekas S I pada genitalia
atau makula atrofi bekas papul-papul S II. Pemeriksaan tes serologi sifilis positif.
1. Sifilis Tersier (S III)
Lesi pertama timbul 3-10 tahun setelah S I berupa gumma yang
sirkumskrip. Gumma sering perlunakan dan mengeluarkan cairan seropurulen
dan kadang-kadang disertai jaringan nekrotik sehingga terbentuk ulkus. Gumma
ditemukan pada kulit, mukosa mulut, dan organ dalam terutama hati. Dapat pula
dijumpai kelainan pada tulang dengan keluhan, nyeri pada malam hari. Pada
pemeriksaan radiologi terlihat kelainan pada tibia, fibula, humerus, dan
tengkorak berupa periostitis atau osteitis gummatosa. Pemeriksaan TSS positif.
2. Sifilis Kardiovaskuler
Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar 10%
kasus lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan berdasar gejala klinis, foto sinar X dan pemerikasaan pembantu
lainnya. Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe: Sifilis pada jantung,
pada pembuluh darah, pada pembuluh darah sedang. Sifilis pada jantung jarang
ditemukan dan dapat menimbulkan miokarditis difus atau guma pada jantung.
Pada pembuluh darah besar, lesi dapat timbul di aorta, arteri pulmonalis dan
pembuluh darah besar yang berasal dari aorta. Aneurisma umumnya terdapat
pada aorta asendens, selain itu juga pada aorta torakalis dan abdominalis.
Pembuluh darah sedang, misalnya aorta serebralis dan aorta medulla spinalis
paling sering terkena. Selain itu aorta hepatitis dan aorta femoralis juga dapat
diserang.
3. Sifilis Kongenital Dini
Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervarasi, dan menyerupai
sifilis stadium II.Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak
dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan
kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pulakelainan sejak lahir.
Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa (Saravanamurthy, 2010):
a. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
b. Kelainan membra mukosa: mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut,
farings, larings dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran
yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer kemudian menjadi
bertambah pekat, purulen dan hemoragik.
c. Kelainan kulit: makula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada sejak
lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan kaki, makula,
papula atau papuloskuamosa tersebar secara generalisata dan simetris.
d. Kelainan tulang: osteokondritis, periostitis dan osteitis pada tulang- tulang
panjang merupakan gambaran yang khas. e. Kelenjar getah bening: limfadenitis
generalisata. f. Alat-alat dalam. g. Mata : koreoretinitis, galukoma dan uveitis. h.
Susunan saraf pusat: meningitis sifilitika akuta.
4. Sifilis Kongenital Lanjut
Kelainan umumnya timbul setelah 7–20 tahun. Kelainan yang timbul :
a. Keratitis interstisial
b. Gumma
c. Neurosifilis
d. Kelainan sendi: yaitu artralgia difusa dan hidatrosis bilateral (clutton’s
joint).
5. Stigmata
Lesi sifilis kongenital dapat meninggalkan sisa, berupa
jaringan parut dan deformitas yang karakteristik yaitu
(Saravanamurthy, 2009) :
1. Muka: saddle nose terjadi akibat gangguan pertumbuhan septum
nasi dan tulangtulang hidung. Buldog jawakibat maksila tidak
berkembang secara normal sedangkan mandibula tidak terkena.
2. Gigi: pada gigi seri bagian tengah lebih pendek dari pada bagian
tepi dan jarak antara gigi lebih besar
3. Regade: terdapat disekitar mulut
4. Tulang: osteoperiostitis yang menyembuh akan menimbulkan
kelainan klinis dan radiologis, pada tibia berupa sabre tibia dan
pada daerah frontal berupa frontal bossing.
5. Tuli: kerusakan N.VIII akibat labirintitis progresif
6. Mata: keratitis interstisialis

d) Klasifikasi
Pembagian penyakit Sifilis menurut WHO terdiri dari sifilis dini dan
sifilis lanjut dengan waktu diantaranya 2-4 tahun.Sifilis Dini dapat menularkan
penyakit karena terdapat Treponema pallidum pada lesi kulitnya, sedangkan Sifilis
Lanjut tidak dapat menular karena Treponema pallidum tidak ada. Sifilis Dini
dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
a. Sifilis primer (Stadium I)
b. Sifilis sekunder (Stadium II)
c. Sifilis laten dini
Sifilis Lanjut dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
a. Sifilis laten lanjut
b. Sifilis tertier (Stadium III)
c. Sifilis kardiovaskuler
d. Neurosifilis
Secara klinis ada beberapa stadium sifilis yaitu stadium primer, sekunder,
laten dan tersier. Stadium primer dan sekunder termasuk dalam sifilis early sementara
stadium tersier termasuk dalam sifilis laten atau stadium late latent (CDC, 2010).
e) Diagnosis
Diagnosis terhadap penyakit sifilis sangat penting untuk dilakukan karena
penyakit ini merupakan penyakit yang menular.Studi menyebutkan bahwa diagnosis
dini dapat membantu pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Pada umumnya
dilakukan dengan 3 cara yaitu:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan secara Klinis
c. Pemeriksaan Laboratorium
d. Pemeriksaan Mikroskopik
e. Pemeriksaan Serologis
f) Penularan
Secara umum periode masa inkubasi dari 10 hari sampai 3 (tiga) minggu
dari biasanya. WHO menyatakan ada perbedaan waktu antara sifilis dini dan
sifilis laten yakni selama 2-4 tahun. Sifilis primer terjadi antara 9 sampai 10 hari
setelah terinfeksi dan gejalanya timbul berupa luka nyeri pada alat kelamin.
Penularan Sifilis diketahui dapat terjadi melalui (WHO, 1999) :
a. Penularan secara langsung yaitu melalui kontak seksual, kebanyakan 95%-
98% infeksi terjadi melalui jalur ini, penularan terjadi melalui lesi penderita
sifilis.
b. Penularan tidak langsung kebanyakan terjadi pada orang yang tinggal bersama
penderita sifilis. Kontak terjadi melalui penggunaan barang pribadi secara
bersama-sama seperti handuk, selimut, pisau cukur, bak mandi, toilet yang
terkontaminasi oleh kuman Treponema pallidum.
c. Melalui Kongenital yaitu penularan pada wanita hamil penderita sifilis yang
tidak diobati dimana kuman treponema dalam tubuh ibu hamil akan masuk ke
dalam janin melalui sirkulasi darah.
d. Melalui darah yaitu penularan terjadi melalui transfusi darah dari penderita sifilis
laten pada donor darah pasien, namun demikian penularan melalui darah ini sangat
jarang terjadi.
g) Pencegahan
Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah
penularan sifilis melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Adapun
bentuk pencegahan yang dapa dilakukan sebagai berikut :
a. Pencegahan Primer
Sasaran pencegahan terutama ditujukan kepada kelompok orang yang
memiliki resiko tinggi tertular sifilis. Bentuk pencegahan primer yang dilakukan
adalah dengan prinsip ABC yaitu :
1. A (Abstinensia), tidak melakukan Pengaruh seks secara bebas dan
bergantiganti pasangan.
2. B (Be Faithful), bersikap saling setia dengan pasangan dalam Pengaruh
perkawinan atau Pengaruh perkawinan atau Pengaruh jangka panjang
tetap.
3. C (Condom), cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten
untuk orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B.
4. D (Drug), tidak menggunakan narkoba/napza.
5. E (Education), pemberian informasi kepada kelompok yang memiliki
resiko tinggi untuk tertular sifilis dengan memberikan leaflet,brosur, dan
stiker.
b. Pencegahan Sekunder
Sasaran pencegahan terutama ditujukan pada mereka yang menderita
(dianggap suspect) atau terancam akan menderita. Diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat dapat dilakukan dengan cara mencari penderita sifilis, meningkatkan
usaha surveilans, dan melakukan pemeriksaan berkala kepada kelompok orang
yang memilik resiko untuk terinfeksi sifilis. Bentuk pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan cara :
1. Melakukan cek darah untuk mengetahui infeksi sifilis.
2. Pengobatan injeksi antibiotik benzatin benzil penicilin untuk
menyembuhkan infeksi sifilis.
c. Pencegahan Tersier

Sasaran tingkat ketiga ditujukan kepada penderita tertentu dengan


tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat/kelainan permanen, mencegah
agar jangan bertambah parah/ mencegah kematian karena penyakit tersebut.
Bentuk pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah :

1. Melakukan pengobatan (injeksi antibiotik) yang bertujuan untuk


menurunkan kadar titer sifilis dalam darah.
2. Melakukan tes HIVuntuk mengetahui status kemungkinan terkena HIV.
Cara paling pasti untuk menghindari penularan penyakit menular seksual,
termasuk sifilis, adalah untuk menjauhkan diri dari kontak seksual atau
berada dalam Pengaruh jangka panjang yang saling monogami dengan
pasangan yang telah diuji dan diketahui tidak terinfeksi. Menghindari
penggunaan alkohol dan obat juga dapat membantu mencegah penularan
sifilis karena kegiatan ini dapat menyebabkan perilaku seksual berisiko.
Adalah penting bahwa pasangan seks berbicara satu sama lain tentang
status HIV mereka dan sejarah PMS lainnya sehingga tindakan
pencegahan dapat diambil.

B. GONORE

Kencing nanah atau gonore adalah salah satu penyakit menular seksual. Pada
pria, gonoreakan menimbulkan gejala berupa keluarnya nanah dari penis. Selain itu,
penderita gonore akan merasakan perih saat buang air kecil.Berbeda dengan gonore
pada pria, jika terjadi pada wanita gonore bisa tidak menimbulkan gejala. Penyakit
gonore dapat sembuh dalam beberapa hari, jika diberikan pengobatan yang tepat dan
segera.

a) Etiologi Gonore

Penyebab gonore adalah infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini


paling sering menular melalui hubungan intim, termasuk seks oral dan seks anal.
Seseorang lebih mudah terkena gonore apabila sering bergonta-ganti pasangan seks
atau bekerja sebagai pekerja seks.

b) Gejala Gonore

Gonore dapat terjadi pada pria maupun wanita, namun gejala yang muncul
pada pria dan wanita berbeda. Gejala utama gonore yang muncul pada pria
berupa keluarnya nanah dari penis dan rasa sakit saat buang air kecil. Sedangkan pada
wanita, gonore sering kali tidak menimbulkan gejala. Di samping itu, gonore juga
dapat terjadi pada bayi akibat tertular dari ibunya selama proses persalinan. Bayi yang
terkena gonore akan mengalami keluhan pada mata.

c) Diagnosis Gonore

Untuk mendiagnosis gonore, dokter akan menanyakan tentang aktivitas


seksual dan melakukan pemeriksaan fisik. Bila diperlukan, dokter juga akan
mengambil sampel cairan tubuh penderita, terutama cairan dari vagina, penis dan
dubur. Cairan ini akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.

d) Pengobatan Gonore

Pengobatan utama untuk penyakit gonore adalah pemberian antibiotik,


karena penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri. Perlu diingat bahwa tidak hanya
penderita saja yang perlu diobati, tetapi pasangan seksual dari penderita juga perlu
diobati, karena kemungkinan besar juga menderita gonore. Setelah sembuh dari
gonore, tidak tertutup kemungkinan seseorang bisa terkena gonore lagi.

e) Komplikasi Gonore

Gonore yang tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan komplikasi.


Wanita lebih mudah terkena komplikasi gonore dibanding pria. Komplikasi gonore
yang dapat muncul pada pria adalah epididimitis dan luka pada saluran kencing.

Sedangkan komplikasi gonore yang dapat muncul pada wanita adalah


penyakit radang panggul dan sumbatan pada saluran telur. Kondisi ini dapat memicu
terjadinya hamil anggur atau kehamilan ektopik.
f) Pencegahan Gonore

Penyakit ini menular melalui hubungan intim, termasuk seks oral atau
anal. Oleh karena itu, cara pencegahan penyakit ini adalah melakukan hubungan
intim yang aman, yaitu dengan menggunakan kondom atau tidak bergonta-ganti
pasangan.

C. CHLAMYDIA

Klamidia atau chlamydia adalah infeksi menular seksual yang disebabkan


oleh bakteri bernama Chlamydia trachomatis. Penyakit ini bisa menyerang baik pria
maupun wanita melalui kontak seksual. Klamidia dapat menginfeksi serviks (leher
rahim), anus, saluran kencing, mata, dan tenggorokan. Penyakit ini termasuk yang
tidak begitu sulit diobati jika langsung ditangani di masa-masa awal kemunculannya.
Namun, jika dibiarkan chlamydia bisa menyebabkan masalah kesehatan serius.
Pasalnya, penyakit kelamin ini bisa menyebabkan kerusakan serius dan permanen
pada sistem reproduksi wanita. Akibatnya, wanita yang terserang chlamydia berisiko
sulit hamil.

a) Tanda-tanda & gejala

Chlamydia termasuk ke dalam infeksi menular seksual yang jarang disadari.


Pasalnya, penyakit ini sering kali tidak menunjukkan tanda dan gejal di awal
kemunculannya.

Tanda dan gejala biasanya muncul satu hingga dua minggu setelah terpapar
infeksi. Namun tanda ini pun sering kali ringan dan hilang begitu saja sehingga tak
begitu dihiraukan. Adapun berbagai tanda dan gejala yang biasanya muncul akan
berbeda pada pria dan wanita, berikut selengkapnya:
Gejala klamidia pada wanita

 Sakit perut bawah


 Keputihan yang jauh lebih banyak dari biasanya dengan warna
yang cenderung kuning berbau busuk
 Perdarahan yang terjadi di antara siklus haid
 Demam ringan
 Sakit saat seks
 Perdarahan setelah berhubungan seks
 Rasa terbakar saat buang air kecil
 Buang air kecil lebih sering
 Pembengkakan di vagina atau sekitar anus
 Iritasi di rektum

Gejala klamidia pada pria

 Rasa sakit dan terbakar saat buang air kecil


 Penis mengeluarkan cairan berupa nanah, cairan yang encer, atau putih
dan kental seperti susu
 Testis bengkak dan nyeri saat ditekan
 Iritasi pada rektum

Berbagai gejala ini tidak selalu muncul pada orang yang terinfeksi klamidia.
Ada orang yang bahkan tidak memiliki gejala sama sekali. Jika Anda mengalami satu
atau lebih gejala, termasuk yang tidak disebutkan di atas, segera konsultasikan ke
dokter.Periksakan ke dokter jika Anda mengalami keluarnya cairan tak biasa dari
vagina, penis, atau rektum. Selain itu, segera konsultasikan ke dokter jika Anda
sering merasa sakit ketika buang air kecil.Jangan tunda untuk berkonsultasi ke dokter
jika Anda atau pasangan mengalami berbagai tanda dan gejala klamidia seperti yang
telah disebutkan sebelumnya.
Selain itu, cobalah untuk memeriksakan diri ke dokter jika Anda merasa
berisiko tinggi terkena penyakit kelamin. Tak perlu sungkan atau malu untuk
memeriksakannya karena semakin cepat diketahui akan semakin cepat pula diobati.

b) Penyebab

Klamidia disebabkan oleh bakteri yang disebut Chlamydia trachomatis.


Infeksi ini dapat menyebar dengan mudah melalui seks vagina, oral, dan anal.Seorang
wanita tetap bisa terkena penyakit ini meski pasangannya tidak ejakulasi saat seks.
Pasalnya, tak hanya lewat air mani, bakteri juga terdapat dalam cairan
praejakulasi.Selain itu, jika sudah pernah memiliki infeksi ini, risiko untuk terkena
kembali sangat mungkin. Hal ini biasanya terjadi ketika Anda melakukan seks tanpa
kondom dengan orang yang terinfeksi.Dikarenakan penyakit ini sering kali tidak
menunjukkan gejala, orang yang telah terinfeksi bisa dengan mudah menularkan ke
pasangannya tanpa disadari.

Jika Anda adalah seorang ibu hamil yang mengidap klamidia, Anda juga
dapat menyebarkan infeksi ini ke bayi saat melahirkan. Penyakit ini nantinya bisa
menyebabkan pneumonia atau infeksi mata serius pada buah hati Anda. Oleh karena
itu, jika seorang ibu memiliki klamidia selama kehamilan, diperlukan tes 3 hingga 4
minggu setelah perawatan untuk memastikan kondisinya.

Namun penting untuk diingat bahwa penyakit kelamin ini tidak dapat
ditularkan melalui:

 Dudukan toilet yang telah digunakan oleh orang yang terinfeksi


 Berbagi sauna dengan orang yang terinfeksi
 Berbagi kolam renang yang sama dengan orang yang terinfeksi
 Berbagi makanan dan minuman yang sama
 Ciuman, pelukan, dan pegangan tangan
 Permukaan yang sebelumnya disentuh oleh orang yang terinfeksi
 Berdiri di dekat orang yang terinfeksi dan menghirup udara setelah
mereka batuk atau bersin

c) Faktor-faktor risiko

 Aktif secara seksual sebelum berusia 25 ahun


 Sering berganti-ganti pasangan seks
 Tidak menggunakan kondom setiap kali berhubungan
seks dengan pasangan yang berbeda
 Memiliki riwayat penyakit kelamin

d) Komplikasi

Selain menyebabkan infertilitas, klamidia juga dapat menyebabkan beberapa


komplikasi penyakit, seperti:

1) Radang panggul
2) Epididimitis
3) Prostatitis
4) Infeksi menular seksual lainnya
5) Infertilitas
6) Arthritis reaktif

e) Pengobatan clamidia

Klamidia dapat diobati dengan antibiotik. Dokter akan menyesuaikan dosis


obat dengan keparahan kondisi. Biasanya antibiotik yang diberikan berbentuk pil.
Dosis yang diberikan bisa satu kali setiap hari atau beberapa kali sehari dalam 5
hingga 10 hari.

Doxycycline menjadi antibiotik yang biasanya diresepkan dokter pada


pasien. Pastikan untuk menghabiskan antibiotik sesuai anjuran dokter. Hal ini
dilakukan untuk mencegah Anda terkena infeksi kembali dan bakteri resisten
terhadap antibiotik. Selain doxycycline, dokter biasanya memiliki beberapa alternatif
antibiotik terutama untuk wanita hamil. Ini karena doxycycline atau tetracycline bisa
menyebabkan masalah perkembangan tulang dan gigi bayi. Azithromycin termasuk
salah satu obat yang terbukti aman dan efektif untuk wanita hamil.

Berikut ini beberapa antibiotik alternatif yang juga direkomendasikan oleh


Centers Disease for Control and Prevention untuk mengobati klamidia, yaitu:

 Erythromycin
 Levofloxacin
 Ofloxacin

Sebagian orang biasanya akan mengalami berbagai efek samping ringan


setelah minum antibiotik, seperti:

 Diare
 Sakit perut
 Masalah pencernaan
 Mual
f) Pencegahan

1. Menggunakan kondom atau alat kontrasepsi

Kondom merupakan salah satu benda yang bisa melindungi Anda


dari penyebaran penyakit kelamin termasuk klamidia. Kondom berfungsi
untuk mencegah perpindahan bakteri melalui cairan vagina dan air mani
antarpasangan. Oleh karena itu, usahakan untuk menggunakannya dengan
benar setiap kali berhubungan seksual.

2. Membatasi jumlah pasangan seks

Memilki banyak pasangan seks membuat Anda sangat berisiko


tertular infeksi kelamin. Untuk itu, cobalah untuk berkomitmen pada diri
untuk hanya setia pada satu pasangan.

3. Menghindari douching

Douching adalah teknik mencuci vagina dengan menyemprotkan


larutan khusus ke dalam saluran vagina. Teknik ini biasanya dilakukan
dengan alat khusus berbentuk kantong dan selang. Larutan yang dipakai
dalam douching ini terbuat dari campuran air, cuka, dan baking soda. Namun,
sekarang ini banyak larutan douche yang mengandung parfum dan bahan
kimia lainnya. Douching sangat tidak dianjurkan karena bisa mengurangi
jumlah bakteri baik yang ada di vagina. Hal ini membuat vagina lebih rentan
terkena infeksi.

D. KUTIL KELAMIN
Kutil kelamin adalah benjolan kecil yang tumbuh di sekitar area
kelamin dan dubur.Penyakit ini bisa dialami siapa saja yang aktif secara seksual.
Kutil kelamin berbeda dengan kutil yang tumbuh di bagian tubuh lain, karena kondisi
ini termasuk infeksi menular seksual. Kutil kelamin berukuran kecil dan tidak mudah
terlihat dengan kasat mata. Akan tetapi kutil kelamin menyebabkan rasa gatal, sensasi
seperti terbakar, serta nyeri dan perdarahan saat berhubungan intim.
a. Penyebab Kutil Kelamin

Kutil kelamin disebabkan oleh human papillomavirus (HPV). Penyebaran


kutil kelamin terjadi melalui hubungan seksual, baik melalui vagina, maupun secara
oral atau anal. Di samping itu, virus juga bisa menular ketika tangan penderita kutil
kelamin menyentuh kelamin sendiri, lalu menyentuh kelamin pasangannya.
Penyebaran kutil kelamin juga dapat terjadi, akibat berbagi penggunaan alat bantu
seks (sex toys). Pada kasus yang jarang terjadi, kutil kelamin dapat menular ke bayi,
dari ibu yang terinfeksi virus. Perlu diketahui, kutil kelamin tidak menular melalui
ciuman, atau media tertentu seperti alat makan, handuk, dan toilet duduk.

b. Pengobatan Kutil Kelamin

Kutil kelamin tidak perlu diobati jika tidak menimbulkan gejala yang
mengganggu. Bila kutil kelamin menyebabkan gejala dokter dapat
mengobatinya dengan obat-obatan yang mengandung asam trikloroasetat.
Dokter juga dapat mengobati pasien dengan prosedur bedah seperti:

 Eksisi
 Electrocautery
 Krioterapi
 Bedah laser

c. Komplikasi Kutil Kelamin


 Memicu terjadinya kanker di daerah kemaluan, mulut dan
tenggorokan.
 Gangguan saat kehamilan.
 Bayi yang terlahir dari ibu dengan kutil kelamin berisiko mengalami
infeksi kutil di ternggorokan.
d. Pencegahan Kutil Kelamin

 Tidak melakukan seks bebas.


 Gunakan kondom setiap berhubungan seks.
 Tidak berbagi alat bantu seks.
 Mendapat imunisasi HPV.
E. HIV

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang dapat


menurunkan sistem kekebalan tubuh secara drastis. Alhasil, infeksi virus
ini memberikan peluang besar untuk berbagai bakteri, virus, dan penyebab infeksi
lainnya menyerang tubuh Anda. HIV adalah kondisi yang bisa menyebabkan
penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merupakan virus
penyakit yang menyerang dan menghancurkan sel CD4. Cell CD4 adalah sel dari
sistem kekebalan tubuh yang melawan infeksi. Hilangnya sel CD4 ini menyulitkan
tubuh untuk melawan infeksi dan kanker yang disebabkan oleh jenis Human
Immunodeficiency Virus tertentu. Tidak seperti virus lainnya, tubuh Anda tidak bisa
menyingkirkan HIV sepenuhnya. Jadi, jika Anda terinfeksi virus Human
Immunodeficiency Virus, Anda akan memilikinya seumur hidup.

a. Tanda dan Gejala HIV dan AIDS

Meskipun tidak menunjukkan gejala apapun, Anda masih dapat menularkan


virus ke orang lain. Ini karena penyakit Human Immunodeficiency Virus adalah
kondisi yang dapat memakan waktu hingga 2 sampai 15 tahun sampai bisa
memunculkan gejala.

Oleh sebab itu, Anda mungkin memiliki HIV dan masih terlihat sehat dan
bisa berkegiatan secara normal layaknya orang sehat lainnya. Biasanya Anda tidak
dapat mengetahui secara pasti apakah memiliki penyakit HIV/AIDS sampai Anda
diperiksa atau tidak.
HIV tidak akan langsung merusak organ tubuh Anda. Akan tetapi, penyakit
ini akan menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga memungkinkan terjadi berbagai
penyakit lainnya terutama infeksi,untuk kemudian menyerang tubuh.

Gejala pertama dari Human Immunodeficiency Virus mirip dengan infeksi


virus lainnya, yaitu:

 Demam
 Sakit kepala
 Kelelahan
 Nyeri otot
 Kehilangan berat badan secara perlahan
 Pembengkakan kelenjar getah bening di tenggorokan, ketiak, atau
pangkal paha

Jika penyakit Human Immunodeficiency Virus dibiarkan, kondisi ini bisa


berubah semakin parah menjadi AIDS. Berikut ini adalah berbagai gejala AIDS yang
dapat muncul, yaitu:

 Sariawan yang ditandai dengan adanya lapisan keputihan dan tebal


pada lidah atau mulut. Sariawan ini disebabkan oleh infeksi jamur
 Infeksi jamur vagina yang parah atau berulang
 Penyakit radang panggul kronis
 Infeksi parah dan sering mengalami kelelahan ekstrem yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya dan mungkin muncul bersamaan
dengan sakit kepala dan atau pusing
 Turunnya berat badan lebih dari 5 kg yang bukan disebabkan karena
olahraga atau diet
 Lebih mudah mengalami memar
 Diare yang lebih sering
 Sering demam dan berkeringat di malam hari
 Pembengkakan atau mengerasnya kelenjar getah bening yang terletak
di tenggorokan, ketiak, atau pangkal paha
 Batuk kering yang terus menerus
 Sering mengalami sesak napas
 Perdarahan pada kulit, mulut, hidung, anus, atau vagina tanpa
penyebab yang pasti
 Ruam kulit yang sering atau tidak biasa
 Mati rasa parah atau nyeri pada tangan atau kaki
 Hilangnya kendali otot dan refleks, kelumpuhan, atau hilangnya
kekuatan otot
 Kebingungan, perubahan kepribadian, atau penurunan kemampuan
mental

Selain itu, ada juga kemungkinan bahwa Anda akan mengalami


berbagai gejala di luar yang telah disebutkan. Jika Anda mempunyai pertanyaan
tentang suatu gejala, silakan berkonsultasi dengan dokter.

b. Penyebab HIV dan AIDS

HIV dan AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh Human


Immunodeficiency Virus. Adapun AIDS adalah kondisi infeksi HIV yang sudah
parah ketika HIV tidak ditangani dengan baik.

c. Faktor Risiko HIV dan AIDS

HIV/AIDS adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui kontak dengan luka,
dara, air mani, dan cairan vagina dari orang yang terinfeksi virus tersebut. Sebagai
contoh ketika berhubungan seks tanpa kondom, baik lewat vagina, anal, atau oral
dengan orang yang memiliki. Berisiko tertular virus ini tanpa sadar, Ini karena adanya
pertukaran cairan tubuh antara orang yang terinfeksi dengan orang yang sehat.
Kondisi ini akan meningkat risikonya jika di organ seksual Anda terdapat luka
terbuka.
Biasanya perempuan remaja sangat rentan terhadap infeksi HIV karena
selaput vagina mereka lebih tipis dan lebih rentan luka infeksi dibandingkan wanita
dewasa. Selain kontak seksual, ada berbagai hal lain yang menyebabkan seseorang
terkena penyakit yang melemahkan sistem imun ini, yaitu:

 Berbagi jarum suntik dan peralatan obat suntik lainnya dengan orang yang
terkontaminasi dengan Human Immunodeficiency Virus.
 Menggunakan peralatan tato dan body piercing (termasuk tinta) yang tidak
disterilkan dan pernah dipakai oleh orang dengan kondisi ini.
 Ibu hamil yang memiliki kondisi Human Immunodeficiency Viruskepada
bayinya (sebelum atau selama kelahiran) dan saat menyusui.
 Memiliki penyakit menular seksual (PMS) lainnya seperti klamidia atau
gonore karena virus HIV akan sangat mudah masuk saat sistem kekebalan
tubuh lemah.
 Adanya kontak dengan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang yang
memiliki infeksi HIV pada luka terbuka yang Anda miliki.

d. Komplikasi HIV dan AIDS

Komplikasi dari infeksi virus Human Immunodeficiency Virus adalah


penyakit AIDS. Artinya, AIDS menjadi kondisi lanjut dari infeksi
HIV.bKondisi Human Immunodeficiency Virus dapat mengurangi sistem kekebalan
tubuh, sehingga bisa menyebabkan berbagai infeksi lainnya. Jika Anda juga memiliki
AIDS, Anda mungkin memiliki beberapa komplikasi kondisi yang cukup parah,
seperti:

1. Infeksi

Infeksi kuman lain bisa terjadi lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan.
Adapun berbagai infeksi yang biasanya muncul yaitu tuberkulosis, infeksi
sitomegalovirus, kriptokokus meningitis, toksoplasmosis, dan cryptosporidiosis.
2. Kanker

Orang yang mengalami AIDS juga bisa terkena penyakit kanker dengan
mudah. Jenis kanker yang biasanya muncul yaitu kanker paru-paru, ginjal, limfoma,
dan sarkoma Kaposi.

3. Tuberkulosis (TBC)

Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi paling umum yang muncul saat


seseorang mengidap HIV. Pasalnya, orang dengan HIV/AIDS tubuhnya sangat rentan
terkena virus. Oleh sebab itu, tuberkulosis menjadi penyebab utama kematian di
antara orang dengan HIV/AIDS.

e. Diagnosis HIV

Mendiagnosis infeksi virus HIV biasanya akan dilakukan dengan tes darah.
Ini adalah cara yang paling memungkinkan untuk dokter memeriksa sekaligus
menentukan apakah Anda terinfeksi virus penyakit Human Immunodeficiency
Virus atau tidak. Keakuratan tes tergantung pada waktu kapan paparan terakhir HIV.
Misalnya kapan terakhir kali berhubungan seks tanpa kondom atau berbagi jarum
suntik. Jika Anda pernah melakukan berbagai tindakan yang berisiko terkena Human
Immunodeficiency Virus, Anda bisa saja benar terinfeksi virus HIV/AIDS.

Oleh karena itu, lebih baik melakukan tes HIV untuk mengetahui status
kesehatan Anda. Butuh waktu sekitar 3 bulan untuk antibodi Human
Immunodeficiency Virus muncul pada tes HIV. Jika hasil tes Anda positif (reaktif),
tandanya Anda memiliki antibodi HIV dan memiliki infeksi penyakit tersebut. Meski
positif HIV, namun belum berarti Anda juga memiliki AIDS. Tidak ada yang tahu
pasti kapan seseorang terinfeksi virus HIV akan mengalami AIDS. Jika hasil tes
Anda negatif, artinya di dalam tubuh Anda tidak memiliki antibodi Human
Immunodeficiency Virus.
f. Pengobatan HIV

Terapi antiretoviral (ARV) merupakan obat yang biasanya digunakan untuk


mengobati infeksi akibat penyakit HIV. Obat ARV tidak dapat menyembuhkan, tetapi
bisa membantu orang dengan HIV hidup lebih lama dan lebih sehat. Selain
itu, ARV juga membantu mengurangi risiko penularan HIV.

Tujuan utama obat ARV adalah mencegah dan mengurangi jumlah Human
Immunodeficiency Virus dalam tubuh dan menghambat virus dalam memperbanyak
diri. Dengan begitu, jumlah virusnya di dalam tubuh tidak terus
bertambah. Berkurangnya virus HIV memberi kesempatan bagi sistem kekebalan
tubuh untuk bisa pulih dan cukup kuat untuk melawan infeksi dan kanker. Selain itu,
ketika jumlah virusnya rendah dan tidak terdeteksi, kemungkinan untuk menularkan
infeksi Human Immunodeficiency Virus ini ke orang lain pun berkurang.

F. KANDIDIASIS VAGINA
Kandidiasis vagina merupakan suatu infeksi jamur Candida yang
menyebabkan iritasi, rasa gatal yang sangat hebat, serta keluarnya cairan
abnormal dari vagina dan vulva. Risiko penularan kandidiasis vagina
meningkat melalui hubungan seksual karena penyebarannya dapat melalui
kontak mulut dan alat kelamin. Jika mengalami kondisi selama empat kali atau
lebih dalam setahun, segera lakukan perawatan.
a. Gejala kandidiasis vagina
Terdapat beberapa gejala yang ditimbulkan oleh
kandidiasis vagina, seperti:
 Rasa nyeri atau tidak nyaman pada saat buang air kecil
 Rasa nyeri pada saat berhubungan seksual
 Keputihan yang tidak normal
 Rasa gatal atau nyeri pada vagina
 Kemerahan, terasa panas, pembengkakan, dan luka di dinding
vagina pada infeksi yang berat
 Lendir atau cairan vagina yang kental dan berwarna keputihan
seperti keju
b. Penyebab kandidiasis vagina
Penyebab kandidiasis vagina adalah infeksi jamur Candida. Secara
alami, jamur tersebut beserta dengan bakteri Lactobacillus memang ada di
vagina dalam kondisi yang berimbang. Keseimbangan tersebut terganggu dan
menjadi penyakit jika salah satunya menjadi lebih banyak, seperti dalam kasus
kandidiasis, di mana keberadaan jamur Candida lebih dominan
dibandingkan Lactobacillus. Infeksi ini dapat disebarkan melalui kontak oral
(mulut) atau kontak seksual. Tumbuhnya jamur yang berlebih dapat disebabkan
oleh beberapa hal, seperti:
 Diabetes yang tidak terkontrol
 Kehamilan
 Gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti pada penderita HIV -
AIDS
 Penggunaan antibiotik yang dapat menurunkan jumlah
bakteri Lactobacillus di vagina dan mengubah pH vagina
 Kontrasepsi oral atau terapi hormon yang meningkatkan kadar
estrogen
 Penggunaan pembersih vagina. Penggunaannya dapat
menyebabkan ketidakseimbangan pH dan bakteri pada vagina
c. Diagnosis penyakit kandidiasis vagina

Ketika berkonsultasi dengan dokter, biasanya dokter akan


melakukan beberapa hal yang akan dilakukan, antara lain:

1. Mengajukan beberapa pertanyaan mengenai gejala riwayat medis


Anda, seperti riwayat keputihan, infeksi vagina atau infeksi
menular seksual yang pernah dialami.
2. Analisis sampel cairan vagina seperti mengambil sampel cairan
vagina untuk menentukan jenis jamur yang menyebabkan
kandidiasis vagina. Setelah itu, dokter akan menentukan obat apa
saja yang tepat digunakan.
3. Melakukan pemeriksaan panggul untuk melihat dan menganalisis
tanda-tanda infeksi dengan memasukkan alat spekulum ke dalam
vagina untuk menjaga dinding vagina terbuka lalu memeriksa
vagina dan leher rahim.
d. Pengobatan kandidiasis vagina
Infeksi ini biasanya dapat diobati dengan obat antijamur yang
dioleskan atau dimasukkan pada bagian dalam vagina, atau melalui obat minum
seperti flukonazol yang biasa digunakan untuk infeksi berat, infeksi yang tidak
kunjung membaik, atau infeksi kambuh setelah perawatan. Jika diperlukan,
dokter juga dapat merekomendasikan kombinasi dari beberapa jenis obat oral
(minum) antijamur.
e. Pencegahan kandidiasis vagina

Infeksi kandidiasis dapat dicegah dengan melakukan beberapa


hal, seperti :

 Hindari mandi atau berendam dengan air yang sangat panas


 Gunakan pakaian dalam berbahan katun
 Segera ganti pakaian yang basah seperti pakaian renang atau
olahraga
 Setelah Buang Air Besar atau Buang Air Kecil, basuh area vagina
dari depan ke belakang
 Jika sedang menstruasi, gantilah pembalut secara rutin
 Jika memiliki diabetes, pastikan kadar gula darah Anda normal
dan terkontrol
 Hindari menggunakan antibiotik yang tidak perlu seperti
untuk pilek atau infeksi virus lainnya
 Hindari memakai celana dan celana dalam terlalu ketat
 Hindari menggunakan cairan pembersih area kewanitaan di dalam
vagina karena dapat mengganggu keseimbangan bakteri dan
jamur. Hindari memakai produk kewanitaan yang mengandung
parfum atau pewangi.
 Konsumsi yogurt mampu membantu menambah jumlah bakteri
baik pada vagina untuk melawan jamur

G. TRICHOMONIASIS
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
parasit Trichomonas vaginalis. Parasit ini paling sering menyerang wanita, namun
pria dapat terinfeksi dan menularkan ke pasangannya lewat kontak seksual. Vagina
merupakan tempat infeksi paling sering pada wanita, sedangkan uretra (saluran
kemih) merupakan tempat infeksi paling sering pada pria.

Trikomoniasis disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis. Parasit ini


menyebar melalui hubungan seksual dengan orang yang sudah terkena penyakit ini.
Trikomoniasis menyerang (uretra) saluran kemih pada pria, namun biasanya tanpa
gejala, sedangkan pada wanita, trikomoniasis lebih sering menyerang vagina. Resiko
untuk terkena penyakit ini tergantung aktivitas seksual orang tersebut.

Pada wanita, yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut
maupun kronik. Pada kasus akut terlihat sekret vagina keruh kental berwarna
kekuning-kuningan, kuning hijau, berbau tidak enak dan berbusa. Dinding vagina
tampak kemerahan dan sembab. Selain itu didapatkan rasa gatal dan panas di vagina.
Rasa sakit sewaktu berhubungan seksual mungkin juga merupakan keluhan utama
yang dirasakan penderita dengan trikomoniasis. Pasien dengan trikomoniasis dapat
juga mengalami perdarahan pasca sanggama dan nyeri perut bagian bawah. Bila
sekret banyak yang keluar, dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar bibir
vagina. Pada kasus yang kronis, gejala lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak
berbusa.

Berbeda dengan wanita, pada pria biasanya tidak memberikan gejala.


Kalaupun ada, pada umumnya gejala lebih ringan dibandingkan dengan wanita.
Gejalanya antara lain iritasi di dalam penis, keluar cairan keruh namun tidak banyak,
rasa panas dan nyeri setelah berkemih atau setelah ejakulasi.

2.2 Etiologi Trichomoniasis

Etiologi dari penyakit trikomoniasis ini adalah Trichomonas vaginalis.


Trichomonas vaginalis ini termasuk dalam domain Eukarya, kingdom Protista, filum
Metamonada yang termasuk dalam protozoa yaitu flagellata, Kelas Parabasilia, ordo
Trichomonadida, genus Trichomonas dan spesies Trichomonas vaginalis.
Sejumlah faktor telah dikaitkan dengan peningkatan risiko terlular
trikomoniasis, antara lain:

a) Multiple Sex Partners (pasangan seks lebih dari satu)


b) Merupakan keturunaan Afrika
c) Sebelumnya atau sedang terinfeksi PMS lain
d) Bakterial vaginosis
e) (derajat keasaman) pH vagina yang tinggi

Parasit Trichomonas vaginalis tersebar melalui hubungan seksual yaitu


hubungan penis dengan vagina atau vulva dengan vulva (daerah kelamin luar vagina)
jika kontak dengan pasangan yang terinfeksi. Wanita dapat terkena penyakit ini dari
infeksi pria atau wanita, tetapi pria biasanya hanya mendapatkan dari wanita yang
terinfeksi. Suatu salah pengertian yang umum adalah infeksi ini dapat ditularkan
melalui toilet duduk, handuk basah atau kolam air panas. Hal ini tidak mungkin
karena parasit tidak bisa hidup lama di benda dan permukaannya.

Sejak ditemukannya trikomoniasis sebagai penyakit menular seksual,


mereka yang kemungkinan besar menyebarkan trikomoniasis adalah orang yang
meningkatkan aktivitas seksual dan memiliki lebih dari pasangan. Trikomoniasis
kadang-kadang disebut “penyakit ping-pong” karena pasangan seksual sering
menyebarkan kembali. Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat kesembuhan
akan meningkat dan tingkat kambuh turun ketika pengobatan dilakukan pada
pasangan seksual dalam waktu yang sama.

Organisme T. vaginalis ada di dalam epitel skuamosa dan sangat sedikit


yang berasal dari endoserviks, sedangkan T. vaginalis yang terdapat di dalam uretra
ditemukan 90% dari kasus Trikomoniasis. Dan sangat sedikit pula ditemukan pada
epididimis dan prostat pada pria. Infeksi T. vaginalis disertai oleh sejumlah besar
polymorphonuclear neutrofil (PMNs) yaitu mekanisme pertahanan diri tubuh yang
bersama-sama dengan makrofag, membunuh organisme tersebut yang disertai atau
ditunjukkan dengan keluarnya cairan dari vagina. Organisme T. vaginalis tidak
invasif, ada yang hidup bebas di dalam rongga vagina atau di dalam epitelnya. Sekitar
50% kasus trikomoniasis terjadi perdarahan mikroskopis (menggunakan teknik yang
sesuai). IgA lokal biasanya terdeteksi, tetapi konsentrasi serum antibodi tersebut
masih rendah.

2.3 Patogenesis Trichomoniasis

Adapun pathogenesis dari trichononiasis adalah sebagai berikut :

 Disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, parasit flagelata berbantuk


fusiformis, mempunyai 4 flagela
 Menyebabkan peradangan dengan cara invasi dinding vagina sampai
mencapai subepitel terbentuk jaringan granulasi –> nekrosis
 Masa inkubasi : 4 hari s/d 3 minggu
 Pada vagina & uretra parasit hidup dari sisa-sisa sel, kuman dan benda
lain dalam secret
 Sering parkir di dinding vagina forniks posterior

2.4 Gejala Klinis Trichomoniasis

Gejala umum yang ditimbulkan oleh trikomoniasis ini antara lain:


1. Peradangan Pada wanita, trikomoniasis dapat menyebabkan vaginitis
(peradangan pada vagina), sedangkan pada pria dapat menyebabkan urethritis
(peradangan pada saluran kencing) di dalam penis.
2. Keluarnya nanah berwarna kuning kehijau-hijauan atau abu-abu dari vagina
(bahkan terkadang berbusa).
3. Bau yang kuat dan rasa sakit pada saat kencing ataupun berhubungan seksual
4. Iritasi atau gatal-gatal di sekitar vagina
5. Sakit perut bagian bawah (jarang ditemukan).Pada pria biasanya keluar nanah
dari penis.

Gejala Klinis Pada Wanita


1. Sekret vagina seropurulen, kuning – kuning hijau – merah, bau tidak enak,
berbusa
2. Dinding vagina merah, sembab, ada jaringan granulasi (strawberry apperance)
3. Dispareunia, perdarahan pascacoital, perdarahan intermenstrual.
4. Iritasi lipat paha dan sekitar genital
5. Uretritis, bartholinitis, skenitis, sistisis

Gejala Klinis Pada Pria


1. Menyerang uretra, prostat, preputium, vesikula seminalis,
2. epididimitissakit saat buang air kecil
3. Pada urine dijumpai benang-benang halus
4. sakit dan pembengkakakn dalam skrotum
2.5 Pemeriksaan Trichomoniasis

Trikomoniasis sering kali tidak terdiagnosis. Tes diagnostik yang paling


umum digunakan adalah yang terbaik 60-70% sensitif menurut Center for Disease
Control. Baik wanita dan pria, penyedia pelayanan kesehatan harus melakukan
pemeriksaan fisik dan uji laboratorium untuk mendiagnosis trikomoniasis, antara lain
sebagai berikut:

a. Wet Mount
Wet mount adalah metode yang paling umum digunakan untuk
mendiagnosis trikomoniasis. Metode ini menujukkan sensitivitas sebesar
60%. Untuk metode ini, spesimen ditempatkan dalam medium kultur selama
2-7 hari sebelum diperiksa. Jika trichomonads hadir dalam spesimen asli,
mereka akan berkembang biak dan lebih mudah untuk dideteksi. Hal ini baik
sangat sensitif dan sangat spesifik.
b. VPIII Tes Identifikasi Mikroba (BD)
VPIII Tes Identifikasi mikroba (BD) adalah uji yang
mengidentifikasi DNA mikroba yang ada pada kompleks penyakit vaginitis.
Identifikasi spesies Candida, Gardnerella vaginalis, dan Trichomonas
vaginalis dapat ditemukan dari sampel vagina tunggal. Sensitivitas tes untuk
mendeteksi T. vaginalis tinggi, dan dapat memberikan hasil hanya dalam 45
menit.
c. Trichomonas Rapid Test
Trichomonas Rapid Test adalah tes diagnostik yang mendeteksi
antigen untuk trikomoniasis. Dengan memasukkan sampel usap vagina ke
dalam tabung reaksi dengan 0,5 ml buffer khusus dengan beberapa perlakuan
dan kemudian hasilnya dapat dibaca dalam waktu 10 menit. Uji ini lebih
sensitif dibandingkan uji wet mount.
d. Polymerase Chain Reaction
Dalam Polymerase Chain Reaction (PCR), sampel diperlakukan
dengan enzim yang memperkuat daerah tertentu dari DNA T. vaginalis. PCR
telah terbukti sebagai metode diagnostik yang paling akurat dalam studi baru-
baru ini. Namun, PCR saat ini hanya digunakan dalam penelitian, bukan
pengaturan klinis.
e. Kalium Hidroksida (KOH) "Test Whiff"
Uji ini adalah teknik dasar yang dapat digunakan sebagai bagian dari
diagnosis klinis. Pengujian dilakukan dengan mencampurkan usapan cairan
vagina dengan larutan kalium hidroksida 10%, kemudian menciumnya. Bau
amina (amis) yang kuat bisa menjadi indikasi trikomoniasis atau vaginosis
bakteri.
f. Test pH vagina
Trichomonads tumbuh terbaik di lingkungan asam kurang, dan pH
vagina meningkat mungkin merupakan indikasi trikomoniasis. Sebuah
penyedia layanan kesehatan melakukan tes dengan menyentuhkan kertas pH
pada dinding vagina atau spesimen usap vagina, kemudian
membandingkannya dengan skala warna untuk menentukan pH.
g. Pap Smear
Uji Pap Smear adalah pemeriksaan mikroskopis dari spesimen. Hal
ini terutama digunakan sebagai tes diagnostik untuk screening berbagai
kelainan serviks dan infeksi kelamin. Meskipun kadang-kadang dapat
mendeteksi trichomonads, uji diagnosa ini memiliki tingkat kesalahan tinggi
dan tidak cocok untuk screening kecuali digunakan bersamaan dengan tes
yang lebih sensitif.

2.6 Penatalaksanaan Trichomoniasis

Trikomoniasis boleh diobati dengan Metronidazole 2 gr dosis tunggal, atau 2


x 0,5 gr selama 7 hari. Mitra seksual turut harus diobati. Pada neonatus lebih dari 4
bulan diberi metronidazole 5 mg/kgBB oral 3 x /hari selama 5 hari.
Prognosis penyakit ini baik yaitu dengan pengambilan pengobatan secara
teratur dan mengamalkan aktivitas seksual yang aman dan benar
Pencegahan bagi trikomoniasis adalah dengan penyuluhan dan pendidikan
kepada masyarakat yang dimulai pada tahap persekolahan. Mendiagnosis dan
menangani penyakit ini dengan benar. Pencegahan primer dan sekunder trikomoniasis
termasuk dalam pencegahan penyakit menular seksual. Pencegahan primer adalah
untuk mencegah orang untuk terinfeksi dengan trikomoniasis dan pengamalan
perilaku koitus yang aman dan selamat. Pencegahan tahap sekunder adalah memberi
terapi dan rehabilitasi untuk individu yang terinfeksi untuk mencegah terjadi
transmisi kepada orang lain.
2.7 Pencegahaan Trichomoniasis

Karena trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual, cara terbaik


menghindarinya adalah tidak melakukan hubungan seksual. Beberapa cara untuk
mengurangi tertularnya penyakit ini antara lain:

1. Pemakaian kondom dapat mengurangi resiko tertularnya penyakit ini.


2. Tidak pinjam meminjam alat-alat pribadi seperti handuk karena
parasit ini dapat hidup di luar tubuh manusia selama 45 menit.
3. Bersihkan diri sendiri segera setelah berenang di tempat pemandian
umum.
4. Melakukan ANC selama masa kehamilan utuk skrining IMS (Infeksi
Menular Seksual)
5. Meningkatkan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan
6. Seks yang aman dan dengan satu pasangan
7. Peningkatan status sosial ekonomi
8. Tidak berhubungan seksual dengan penderita
9. Tidak bergonta-ganti pasangan seksual
10. Memakai kondom
11. Jika merasa ada gejala, segera konsultasi ke dokter

A. Herpes Genitalis
Herpes merupakan erupsi vasikular yang disebabkan oleh infeksi virus
herpes simpleks. Sedangkan herpes genital merupakan infeksi organ genitalia oleh
virus herpes simpleks (HSV), ini merupakan penyakit hubungan seksual yang
infeksinya dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. Dalam fauzia Andriani
Djojosugito (2016) menjelaskan bahwa infeksi Herpes simplex virus merupakan
salah satu virus penyebab infeksi menular seksual yang meluas di seluruh dunia.
Penyakit herpes genitalis disebabkan oleh HSV anggota keluarga
herpesviridae. Saat ini telah dikenal dua tipe HSV yaitu HSV-1 dan HSV-2. Herpes
Genitalis dapat disebabkan oleh kedua HSV tersebut namun biasanya lebih sering
dikaitkan dengan HSV-2.

A. Etiologi, Pathogenesis dan Epidemiologi Herpes Genitalis.


Etiologi

HSV tipe 1 dan 2 merupakan virus hominis yang merupakan virus DNA.
Pembagian tipe 1 dan 2 berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur,
antigenic marker, dan lokasi klinis yaitu tempat predileksi (Handoko dkk, 2005).

Terdapat tumpang tindih yang cukup besar antara HSV-1 dan HSV-2, yang
secara klinis tidak dapat dibedakan. HSV-1 Kontak manusia melalui mulut, orofaring,
permukaan mukosa, vagina, dan serviks tampak merupakan sumber penting untuk
tertular penyakit. Tempat lain yang rentan adalah laserasi pada kulit dan konjungtiva.
Biasanya virus mati pada ruangan akibat kekeringan. Saat replikasi virus tidak terjadi
, virus naik ke saraf sensori perifer dan tetap tidak aktif dan ganglia saraf. Wabah lain
terjadi ketika hospes menderita stres. Pada wanita hamil dengan herpes aktif, bayi
yang dilahirkan pervagina dapat terinfeksi oleh virus. Terdapat resiko morbiditas dan
mortalitas janin jika terjadi, karenanya seksio sesarea mungkin dilakukan jika virus
menjadi kambuh mendekati waktu melahirkan.

Pathogenesis
Proses penularan (transmisi) virus hanya membutuhkan kontak secara fisik
antara virus HVS 2 dengan lokasi yang sesuai, umumnya menyerang membrane
mukosa atau kulit yang terluka. Virus akan melekat pada sel epitel, kemudian akan
masuk dengan cara meleburkan diri dengan membrane sel, kemudian akan terjadi
replikasi yang menghasilkan lebih banyak virion yang akan mengakibatkan kematian
sel. Pada waktu yang bersamaan virus akan memasuki ujung saraf sensoris yang
mensarafi saluran genital. Virion kemudian ditransportasi ke inti sel neuron di ganglia
sensorik yaitu ganglia dorsalis sakralis. Virus dalam neuron yang terinfeksi dan
bereplikasi menghassilkan progeni, atau virus akan memasuki keadaan laten tak
bereplikasi. Neuron yang terinfeksi akan mengirim balik virus progeny ke lokassi
kulit tempat dilepaskannya virion sbelumnya dan menginfeksi sel epitel yang
berdekatan dengan ujung saraf sehingga terjadi penyebaran virus.
Wanita hamil yang belum mempunyai antibody terhadap virus HVS 2
sebagian besar akan mengalami infeksi herpes genitalis secara klinis bila terpapar
pasangan seksual yang mempunyai herpes genitalis. Namun wanita hamil yang tidak
mengalami infeksi pada awal kehamilannya namun mempunyai pasangan yang
positip terinfeksi , sebanyak 13% akan menderita herpes genitalis pada saat
persalinan.

Epidemiologi Herpes Genitalis

Data World Health Organization (WHO) diperkirakan usia 15-49 tahun yang
hidup dengan infeksi HSV-2 di seluruh dunia pada tahun 2003 sejumlah 536 juta.
Wanita lebih banyak yang terinfeksi dibanding pria, dengan perkiraan 315 juta wanita
yang terinfeksi dibandingkan dengan 221 juta pria yang terinfeksi. Jumlah yang
terinfeksi meningkat sebanding dengan usia terbanyak pada 25-39 tahun. Sedangkan,
jumlah infeksi HSV-2 baru pada kelompok usia 15-49 tahun di seluruh dunia pada
tahun 2003 sejumlah 236 juta, di antaranya 12,8 juta adalah wanita dan 10,8 juta
adalah pria.
Infeksi virus herpes genitalis tidak hanya ditularkan melalui hubungan
seksual tetapi juga dapat ditularkan secara aseksual dari permukaan yang basah atau
melalui penularan mandiri (yaitu dengan menyentuh luka dingin dan kemudian
menyentuh area genital). Infeksi awal sangat nyeri dan berlangsung selama satu
minggu. Nyeri pada kekambuhan berkurang dan biasanya menyebabkan gatal dan
rasa terbakar minor. Beberapa pasien mengalami beberapa kekambuhan atau tidak
sama sekali sementara yang lainnya mengalami periode sakit yang sering.
B. Gejala Herpes Genitalis
Infeksi yang disebabkan oleh HVS genitalis primer yang yang simtomatis
dengan periode inkubassi 2-20 hari akan menyebabkan terjadinya kulit melepuh dan
ulserassi pada genitalia eksterna dan serviks serta ditandainya nyeri pada bagian
vulva, dysuria, vaginal dan limfa denopati lokalisata. Selain itu biasanya disertai
dengan demam, nyeri kepala dan myalgia. Walaupun begitu, infeksi HVS seringkali
muncul gejala yang kurang spesifik, sangat ringan, maupun tidak bergejala. Oleh
sebab itu, pemeriksaan sangat penting guna kepentingan diagnostic, konseling dan
menejemen terapi.
Infeksi herpes genitalis berlangsung dalam 3 tingkat.
1. Infeksi primer
2. Fase laten
3. Infeksi rekurens

Infeksi primer
Infeksi primer oleh HSV-2 mempunyai tempat predileksi di daerah
pinggang ke bawah, terutama di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes
meningitis dan infeksi neonatus. Infeksi ini berlangsung lebih lama dan lebih berat,
kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese, dan
anoreksia, serta dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional
Limfadenopati lingual (pembengkakan nodus limfe pada lipat paha), sakit kepala,
mialgia (nyeri pada otot), dan disuria (nyeri saat berkemih) sering dirasakan
(Handoko, at.all 2005).
Kelainan klinis yang dijumpai berupa lesi pada kulit yang berbentuk vesikel
berkelompok dengan dasar eritem. Vesikel ini berisi cairan jernih yang mudah pecah
dalam 1-4 hari dan menimbulkan erosi multipel. Vesikel dapat mengakibatkan gatal
dan sakit, dapat disertai disuria dan sakit pada rektum. Pada perabaan tidak terdapat
indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran
yang tidak jelas dan penyembuhannya memerlukan waktu lebih lama serta
meninggalkan jaringan parut. Umumnya didapati pada orang yang kekurangan
antibodi virus herpes simpleks. Pada infeksi ini, masa pelepasan virus (viral
shedding) terjadi kurang lebih 12 hari. Masa viral shedding ini sangat menentukan
potensi penularan dan pengambilan bahan sediaan untuk pemeriksaan biakan.
Selanjutnya, komplikasi dapat timbul akibat penyebaran ekstragenital,
seperti pada bokong, paha atas, atau bahkan pada mata sebagai akibat menyentuh lesi.
Pasien harus dinasehatkan untuk mencuci tangan mereka setelah kontak dengan lesi.
Masalah potensial lainnya adalah meningitis aseptik dan stres emosional yang berat
yang berhubungan dengan diagnosis.

Fase laten

Setelah menimbulkan penyakit primer virus akan menuju ganglion dorsalis.


Fase ini berarti HSV pada penderita tidak ditemukan gejala klinis , tetapi HSV dapat
ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis (Handoko dkk, 2005).

Infeksi rekurens

Infeksi ini berarti HSV pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak
aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala klinis . mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam,
infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya), trauma psikis (gangguan
emosional dan menstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman
yang merangsang (Handoko dkk, 2005).

Lesi rekurens dapat terjadi dengan cepat atau lambat, sedangkan gejala yang
timbul biasanya lebih ringan dari pada infeksi primer, karena telah ada antibodi
spesifik dan penyembuhan juga akan lebih cepat, masa pelepasan virus (viral
shedding) berlangsung kurang lebih 5 hari.
Pada infeksi ini sering juga ditemukan gejala prodromal lokal sebelum
timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul
pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain/tempat disekitarnya(non loco)
(Handoko dkk, 2005).

C. Pencegahan Herpes Genitalis


Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah HSV.
Kondom dapat menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan masih dapat terjadi
pada daerah yang tidak tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus. Spermatisida
yang berisi surfaktan nonoxynol-9 menyebabkan HSV menjadi inaktif secara invitro.
Di samping itu yang terbaik, jangan melakukan kontak oral genital pada keadaan
dimana ada gejala atau ditemukan herpes oral.
Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genital yaitu :
1. Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes
genitalis dan PMS lainnya untuk mengurangi transmisi penularan.
2. Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau
asimptomatik.
3. Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan
follow up dengan tepat.
4. Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang
terinfeksi.
5. Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat
berperan dalam pencegahan.

D. Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan herpes genitalis, tetapi
pengobatan bisa memperpendek lamanya serangan. Pengobatan yang diberikan dapat
dibagi menjadi 3 bagian :
1. Pengobatan profilaksis, yaitu meliputi penjelasan kepada
pasien tentang penyakitnya, proteksi individual, menghindari factor-faktor
pencetus, psikoterapi.
2. Pengobatan non spesifik, yaitu yang bersifat simtomatis.
3. Pengobatan spesifik, yaitu pengobatan antivirus terhadap virus
herpes.
Tiga obat virus yang efektif yaitu asiklovir, valasiklovir dan famsikolovir.
Valasiklovir. Merupakan derifat ester L-valil dari assiklovir dan diabsorbsi lebih
cepat. Bioavailabilitassnya 3-5 kali lebih tinggi daripada yang dicapai oleh assiklovir
oral dosis tinggi. Famsiklovir, prodrug dari pensiklovir juga mempunyai
bioavailabilitasoral yang tinggi. Efek obat antivirus tersebut mengurangi viral
shedding, memperpendek lama sakit dan memperpendek rekurensi.
BAB III

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Adhi, Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Djuanda, A. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Handoko. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Kemenkes RI, 2011. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010.

Mulyani, E. 2011. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan dengan Kejadian Penyakit
Dermatomikosis di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan.
Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan. Universitas Muhammadiyah:
Semarang.

Prasetyo, Afiono Agung. 2005. Penyakit Virus yang Berbahaya bagi Kehamilan dan
Cara Pencegahannya. Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 82 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan Penyakit


Menular.

Irianto,k. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular & Tidak Menular Panduan Klinis.
Yogyakarta: alfabeta

Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit menular. Jakarta: Gramedia

Noer, Sjaifoellah. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta

Ronald. 2005. Gejala Penyakit dan Pencegahannya. Bandung: Yrama Widya

P.S. Saravanamurthy, et al. 2010. A Cross-sectional study of sexual practices, Sexually


Transmitted Infections and Human Immunodeficiency Virus among male to female
transgender people, American Medical Journal 1 (2):87-93.

Anda mungkin juga menyukai