Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya Tugas Makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Ibu Hamil dengan Infeksi Maternal (Sifilis) ”. Berkat bimbingan
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak maka Tugas Makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Ibu Hamil dengan Infeksi Maternal (Sifilis) ” ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ns. Ida Ayu Ningrat Pangruating Diyu, S.Kep, MS selaku Pengampu Mata Kuliah
Keperawatan Maternitas 2.

2. Dan semua yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan kekurangan dari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan
untuk perbaikan selanjutnya.

Denpasar,4 Maret 2020

Penyusun
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari
seseorang yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. Penyakit Menular Seksual (PMS)
merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit yang tidak
menyenangkan pada dewasa muda laki- laki dan penyebab kedua terbesar pada
dewasa muda perempuan di negara berkembang (Sarwono, 2011). Menurut World
Health Organization (WHO, 2011) sebanyak 70% pasien wanita dan beberapa pasien
pria yang terinfeksi gonore atau klamidia mempunyai gejala yang asimptomatik.
Antara 10% – 40% dari wanita yang menderita infeksi klamidia yang tidak tertangani
akan berkembang menjadi pelvic inflammatory disease. Penyakit menular seksual
juga merupakan penyebab infertilitas yang tersering, terutama pada wanita.

Prevalensi PMS di negara berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan


di negara maju. Pada perempuan hamil di dunia, angka kejadian gonore 10 – 15 kali
lebih tinggi, infeksi klamidia 2 – 3 kali lebih tinggi, dan sifilis 10 – 100 kali lebih
tinggi jika dibandingkan dengan angka kejadiannya pada perempuan hamil di negara
industri. Pada usia remaja (15 – 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang
aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus PMS
baru yang didapat. Kasus-kasus PMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50% -
80% dari semua kasus PMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan
“screening” dan rendahnya pemberitaan akan PMS (Sarwono, 2011).

Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh


bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki
masa laten, dapat menyerang hampir semua alat tubuh, menyerupai banyak penyakit,
dan ditularkan dari ibu ke jani (Djuanda, 2015). Masa laten pada sifilis tidak
menunjukkan gejala klinis, namun pada pemeriksaan serologis menunjukkan hasil
positif (Sanchez, 2008). Sifilis memiliki dampak besar bagi kesehatan seksual,
kesehatan reproduksi, dan kehidupan sosial. Populasi berisiko tertular sifilis
meningkat dengan adanya perkembangan dibidang sosial, demografik, serta
meningkatnya migrasi penduduk (Kemenkes RI, 2011). Secara global pada tahun
2008, jumlah orang dewasa yang terinfeksi sifilis adalah 36,4 juta dengan 10,6 juta
infeksi baru setiap tahunnya (WHO, 2009). Daerah yang mempunyai tingkat
penularan sifilis tertinggi ialah sub-Sahara Afrika, Amerika Serikat, dan Asia
Tenggara. Beberapa studi yang telah dilakukan di Afrika menunjukkan bahwa
terdapat 30% seropositif sifilis pada antenatal dan 50%-nya mengakibat kematian bayi
pada sifilis kongenital (Lukehart, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definsi dari penyakit menular seksual ?
2. Apa definisi dari penyakit sifilis ?
3. Apa etiologi dari penyakit sifilis ?
4. Apa klasifikasi dari penyakit sifilis ?
5. Bagaimana patofisiologi dari penyakt sifilis ?
6. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit sifilis ?
7. Apa saja komplikasi dari penyakt sifilis pada ibu hamil?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit sifilis ?
9. Bagaimana penatalaksanaan penyakit sifilis ?
10. Bagaimana WOC dari penyakit sifilis ?
11. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari penyakit sifilis ?

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui definsi dari penyakit menular seksual
2. Untuk mengetahui definisi dari penyakit sifilis
3. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit sifilis
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit sifilis
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakt sifilis
6. Untuk mengetahui saja manifestasi klinis dari penyakit sifilis
7. Untuk mengetahui saja komplikasi dari penyakt sifilis pada ibu hamil
8. Untuk mengetahui saja pemeriksaan penunjang penyakit sifilis
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit sifilis
10. Untuk mengetahui WOC dari penyakit sifilis
11. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dari penyakit sifilis
1.4 Manfaat penulisan

Hasil dari tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan
manfaat secara praktis. Secara teori tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
kepada pembaca tentang penyakit menular seksual sifilis . Secara praktis tulisan ini
diharapkan dapat memberikan bimbingan dalam menentukan diagnosa keperawatan serta
intervensi yang dapat diberikan pada ibu dan janin dengan penyakit menular seksuan
sifilis.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Penyakit Menular Seksual


Penyakit Menular Seksual (PMS) atau dalam bahasa Inggris Sexually
Transmitted Disease (STDs), SexuallyTransmitted Infection (STI) or Venereal Disease
(VD). Dimana pengertian dari IMS ini adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat
hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit
kelamin atau penyakit kotor. Namun ini hanya menunjuk pada penyakit yang ada di
kelamin. Istilah IMS lebih luas maknanya, karena menunjuk pada cara penularannya
(Ditjen PPM & PL, 2010). IMS atau Seksually Transmitted Disease adalah suatu
gangguan atau penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak
hubungan seksual. IMS yang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, AIDS.
Menurut Aprilianingrum (2002), IMS didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan
karena adanya invasi virus, bakteri,dan parasit yang sebagian besar menular melalui
hubungan seksual,baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis.

2.2 Definisi Sifilis


Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh
spirochete yaitu treponema pallidum dan di klasifikasikan berdasarkan stadium.
(Copstead, 1995).

Sifilis adalah penyakit kronis dan bersifat sistemik yang menyerang seluruh
organ tubuh. Etiologi sifilis adalah Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Treponema pallidum yang bersifat akut dan kronis ditandai dengan lesi primer
diikuti dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian masuk ke dalam
periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran pencernaan, sistem
saraf pusat dan sistem kardiovaskuler.

Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita
lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah
tertular penyakit ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan
sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan peyakit
kronis dan dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam
kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut
terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan
melahirkan bayinya dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati
akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam
rahim atau menyebabkan sipilis kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4
kehamilan.
Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap
janin sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi
sebelum pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera,
sehingga kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.

2.3 Etiologi
Penyebab sifilis ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales.
T. Pallidum ini ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman pada tahun 1905 (Djuanda,
2010). Organism ini memasuki tubuh pasangan seksual melalui luka pada kulit atau
epitel dan menyebar melalui darah (Patrick).

Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang


umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang
melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis.
ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum
bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti
lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem
peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa

2.4 Klasifikasi
Pembagian penyakit Sifilis menurut WHO terdiri dari sifilis dini dan sifilis
lanjut dengan waktu diantaranya 2-4 tahun.Sifilis Dini dapat menularkan penyakit
karena terdapat Treponema pallidum pada lesi kulitnya, sedangkan Sifilis Lanjut tidak
dapat menular karena Treponema pallidum tidak ada.

Secara klinis ada beberapa stadium sifilis yaitu stadium primer, sekunder,
laten dan tersier. Stadium primer dan sekunder termasuk dalam sifilis early sementara
stadium tersier termasuk dalam sifilis laten atau stadium late latent (CDC, 2010).

a. Stadium Dini atau I (Primer)


 Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema
pallidum. Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-
penonjolan kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih,
merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan.
Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus
berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan
ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah
lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri,
tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai
sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat
pula di bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat
hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar
kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah
sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang
terjadi masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti
nyeri kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului,
kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul
berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung
bernanah. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of
All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit
lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar
getah bening di seluruh tubuh.
c. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma
umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa
sentimeter. Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang
rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam
seperti lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di
bawah kulit, kemerahan dan nyeri.
d. Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan
neurosifilis (pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi
primer. Sejumlah 10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang
kulit berwarna lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan
oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan apabila dapat ditemukan
Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop lapangan gelap
sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer,
dan menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu
treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan
ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR, dan ikatan komplemen
Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam 3-8 bulan
setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan
pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan treponema atau
ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan
TPI. Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap
positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam membantu
diagnosis.

2.5 Patofisiologi
Sebagian besar kasus sifilis dapat ditularkan melalui kontak seksual (vaginal,
anogenital, dan orogenital), tetapi juga dapat menyebar secara kongenital (pada
kehamilan melalui transplasenta atau selama persalinan melalui jalan lahir). Penularan
melalui produk darah juga telah dilaporkan terjadi pada beberapa kasus. Bakteri dapat
masuk melalui mikrotrauma dari kulit atau mukosa. Bakteri bereplikasi, kemudian
menuju ke kalenjar limfe, masuk ke pembuluh darah dan menyebar secara sistemik
dalam waktu 24 jam. Infeksi akan menunjukkan manifestasi klinis dalam rentang waktu
10 – 30 hari setelah T. pallidum masuk dan menimbulkan lesi primer

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala klinis penyakit sifilis menurut klasifikasi WHO sebagai berikut (CDC, 2010) :

a. Sifilis Dini

1. Sifilis Primer Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi
infeksi. Lesi pertama berupa makula atau papula merah yang kemudian menjadi
ulkus (chancre), dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanya merah dan tidak sakit
bila dipalpasi. Sering disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening
regional. Lokalisasi chancre sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat lain
seperti bibir, ujung lidah, tonsil, jari tangan dan puting susu. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa chancre serta ditemuiTreponema
pallidum pada pemeriksaan stadium langsung dengan mikroskop lapangan gelap.
Apabila pada hari pertama hasil pemeriksaan sediaan langsung negatif,
pemeriksaan harus diulangi lagi selama tiga hari berturut-turut dan bila tetap
negatif, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan serologis. Selamadalam
pemeriksaan sebaiknya ulkus dibersihkan atau dikompres dengan larutan garam
faal fisiologis.

2. Sifilis Sekunder (S II) Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus
keadaan S II ini sering masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan gejala
konsistensi seperti anoreksia, demam, athralgia, angina. Pada stasium ini kelainan
pada kulit, rambut, selaput lendir mulut dan genitalia, kelenjar getah bening dan
alat dalam. Kelainan pada kulit yang kita jumpai pada S II ini hampir menyerupai
penyakit kulit yang lain, bisa berupa roseola, papel-papel, papulo skuamosa,
papulokrustosa dan pustula. Pada SII yang dini biasanya kelainan kulit yang khas
pada telapak tangan dan kaki. Kelainan selaput lendir berupa plakula atau plak
merah (mucous patch) yang disertai perasaan sakit pada tenggorokan (angina
sifilitica eritematosa). Pada genitalia sering kita jumpai adanya papul atau plak
yang datar dan basah yang disebut kondilomata lata. Kelainan rambut berupa
kerontokan rambut setempat disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa onikia
sifilitaka, kuku rapuh berwarna putih, suram ataupun terjadi peradangan (paronikia
sifilitaka). Kelainanmata berupa uveitis anterior.Kelainan pada hati bisa terjadi
hepatitis dengan pembesaran hati dan ikterus ringan. Kelainan selaput otak berupa
meningitis dengan keluhan sakit kepala, muntah dan pada pemeriksaan cairan
serebro spinalis didapati peninggian jumlah sel dan protein. Untuk menegakkan
diagnosis, disamping kelainan fisik juga diperlukan pemeriksaan serologis.

3. Sifilis Laten Dini Gejala klinis tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan tes serologi
untuk sifilis positif.Tes yang dilanjutkan adalah VDRL dan TPHA.

b. Sifilis Lanjut (CDC, 2010)

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sikatrik bekas S I pada genitalia atau makula
atrofi bekas papul-papul S II. Pemeriksaan tes serologi sifilis positif.

1. Sifilis Tersier (S III)


Lesi pertama timbul 3-10 tahun setelah S I berupa gumma yang sirkumskrip.
Gumma sering perlunakan dan mengeluarkan cairan seropurulen dan kadang-
kadang disertai jaringan nekrotik sehingga terbentuk ulkus. Gumma ditemukan
pada kulit, mukosa mulut, dan organ dalam terutama hati. Dapat pula dijumpai
kelainan pada tulang dengan keluhan, nyeri pada malam hari. Pada
pemeriksaan radiologi terlihat kelainan pada tibia, fibula, humerus, dan
tengkorak berupa periostitis atau osteitis gummatosa. Pemeriksaan TSS positif.
2. Sifilis Kardiovaskuler
Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar 10%
kasus lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan berdasar gejala klinis, foto sinar X dan pemerikasaan pembantu
lainnya. Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe: Sifilis pada jantung,
pada pembuluh darah, pada pembuluh darah sedang. Sifilis pada jantung
jarang ditemukan dan dapat menimbulkan miokarditis difus atau guma pada
jantung. Pada pembuluh darah besar, lesi dapat timbul di aorta, arteri
pulmonalis dan pembuluh darah besar yang berasal dari aorta. Aneurisma
umumnya terdapat pada aorta asendens, selain itu juga pada aorta torakalis dan
abdominalis. Pembuluh darah sedang, misalnya aorta serebralis dan aorta
medulla spinalis paling sering terkena. Selain itu aorta hepatitis dan aorta
Universitas Sumatera Utara femoralis juga dapat diserang (J Todd, 2001).

3. Sifilis Kongenital Dini


Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervarasi, dan menyerupai sifilis
stadium II.Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai
kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan
timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan sejak lahir. Pada
bayi dapat dijumpai kelainan berupa (Saravanamurthy, 2010):
a. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
b. Kelainan membra mukosa: mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut,
farings, larings dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan
gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer kemudian
menjadi bertambah pekat, purulen dan hemoragik.
c. Kelainan kulit: makula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada
sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan kaki,
makula, papula atau papuloskuamosa tersebar secara generalisata dan
simetris.
d. Kelainan tulang: osteokondritis, periostitis dan osteitis pada tulang- tulang
panjang merupakan gambaran yang khas.
e. Kelenjar getah bening: limfadenitis generalisata.
f. Alat-alat dalam.
g. Mata : koreoretinitis, galukoma dan uveitis.
h. Susunan saraf pusat: meningitis sifilitika akuta.

4. Sifilis Kongenital Lanjut Kelainan umumnya timbul setelah 7–20 tahun. Kelainan
yang timbul :

a. Keratitis interstisial
b. Gumma
c. Neurosifilis
d. Kelainan sendi: yaitu artralgia difusa dan hidatrosis bilateral (clutton’s joint).
5. Stigmata Lesi sifilis kongenital dapat meninggalkan sisa, berupa jaringan parut dan
deformitas yang karakteristik yaitu (Saravanamurthy, 2009) :
1. Muka: saddle nose terjadi akibat gangguan pertumbuhan septum nasi dan
tulang-tulang hidung. Buldog jawakibat maksila tidak berkembang secara
normal sedangkan mandibula tidak terkena.

2. Gigi: pada gigi seri bagian tengah lebih pendek dari pada bagian tepi dan jarak
antara gigi lebih besar (Hutchinson’s teeth).

3. Regade: terdapat disekitar mulut

4. Tulang: osteoperiostitis yang menyembuh akan menimbulkan kelainan klinis


dan radiologis, pada tibia berupa sabre tibia dan pada daerah frontal berupa
frontal bossing.

5. Tuli: kerusakan N.VIII akibat labirintitis progresif

6. Mata: keratitis interstisialis

2.7 Komplikasi
Pada ibu hamil yang menderita sifilis, bakteri Treponema Pallidum tersebut
dapat ditransmisikan dari ibu ke fetus melalui pembuluh darah kapiler plasenta.
Akibatnya, muncul berbagai manifestasi klinis yang berupa Adverse Pregnancy
Outcomes (APOs), terdiri dari stillbirth, kematian dini pada fetus, bayi berat lahir rendah,
prematur, kematian neonatal, infeksi atau penyakit pada bayi baru lahir (bayi dengan
serologi reaktif).

1.  Komplikasi Pada Janin Dan Bayi


         Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature.
Bayi dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan,
pendengaran, gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap
wanita hamil sangat dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang
dikandungnya. Karena pengobatan yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya
penularan penyakit dari ibu ke janin.

2.  Komplikasi Terhadap Ibu


a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-
abuan dan licin
c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin
d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan
cacat.

2.8 Pemeriksaan Penunjang Pada Sifilis


1. Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah
rutin)
a. pemeriksaan T Palidum, cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari
lesi kulit dan dilihat bentuk dan pergerakannya dengan microskop lapangan gelap.
Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut jika pada hasil pada hari 1 dan 2
negatif sementara itu lesi dikompres dengan larutan garam saal bila negative bukan
selalu berarti diagnosisnya bukan sifilis , mungkin kumannya terlalu sedikit.
b. pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :

1. Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik
yaitu kardiolopin yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu
test ini dapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase Positif
(BFP).

Contoh test non treponemal :


a. Test fiksasi komplemen : Wasseman (WR) kolmer
b. Test flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories).
Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan
RST (Reagin Screen Test).
2. tes treponemal
Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau ekstratnya dan
dapat digolongkan menjadi 4 kelompok :

a.Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test)


b. Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement
Fixation Test)
c.Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody
Absorption Test), ada dua : IgM, IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent
treponemal Antibody – Absorption Double Staining)
d. Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum
Haemoglutination Assay),19S IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption
Assay), HATTS (Hemagglutination Treponemal Test for Syphilis),
MHA-TP (Microhemagglutination Assay for Antibodies to Treponema
pallidum).

2. Pemeriksaan Yang Lain


1. Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat
terjadi pada sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskuler, misalnya untuk
melihat aneurisma aorta.
2. Pada neurosifilis,test koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas.
Pemeriksaan jumlah sel dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya
menunjukan adanya tanda inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu
berarti terdapat neurosifilis. Harga normal iyalah 0-3 sel/mm3, Jika limfosit
melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga normal protein total ialah 20-
40 mg/100 mm3, jika melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat peradangan.
3. Histopatologi
Kelainan yang utama pada sifilis ialah proliferasi sel-sel endotel terutama
terdiri atas infiltrate perivaskular tersusun oleh sel-sel limpoid dan sel-sel
plasma.
4. Imunologi
Pada percobaan kelinci yang disuntik dengan T.Pallidium secara intradermal,
yang sebelumnya telah diberi serum penderita sifilis menunjukan adanya
antibody. Terdapat dua antibody yang khas yaitu terhadap T. Pallidum dan
yang tidak khas yaitu yang ditujukan pada golongan antigen protein
Spirochaetales yang pathogen

2.9 Penatalaksanaan
Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum
hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus
diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati
dangan terapi penisilin G injeksi. Penting untuk diketahui dalam pemilihan obat-
obatan untuk ibu hamil perlu memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada
janinya. Sedangkan jenis pinisilin dan eritrosin merupakan obat untuk ibu hamil yang
tidak memberikan efek atau pengaruh buruk terhadap janinnya.

Penatalaksanaan yang dapat diberikan berupa terapi. Terapi yang dapat


digunakan yaitu

berdasarkan pedoman nasional penanganan infeksi menular seksual 2011


(Kementrian Kesehatan RI.2011).

Tabel 1. Penanganan Sifilis


T.pallidum

Benzatin - benzilpenisilin 2,4 juta IU, dosis tunggal, injeksi


intramuskular ATAU

Penisilin - prokain injesi IM 600.000 U/hari selama 10 hari

Sumber : Kementrian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular
Seksual 2011. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Setelah diketahui penyebabnya yaitu T.pallidum, obat yang dapat diberikan


yaitu Benzatin - benzilpenisilin dan Penisilin - prokain dimana pada stadium dini dosis
tunggal dan stadium lanjut dosis dapat ditingkatkan sebanyak tiga kali.

Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi yang alergi penisillin
diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100
mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten.
Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat
absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.
Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15 hari,
Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I
dan S II.
2.10 WOC Sifilis
2.11 Asuhan Keperawatan Teoritis Penyakit Sifilis pada Ibu Hamil

A. Pengkajian
1. Identitas klien
1). Identitas klien meliputi : nama, usia, status perkawinan, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku, bahasa, yang digunakan, sumber biaya, tanggal masuk rumah
sakit dan jam, tanggal pengkajian, alamat rumah.
2). Identitas suami meliputi : nama suami, usia, pekerjaan, agama, pendidikan,
suku.
2. Riwayat kesehatan
1). Keluhan utama
(keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian).
Apakah ada gejala: keputihan tidak biasa jumlah banyak atau terus keluar
warna tidak biasa, rasa gatal, bau busuk amis atau asam.
2). Riwayat kesehatan sekarang
(riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit).
Apakah ada gejala: keputihan tidak biasa jumlah banyak atau terus keluar
warna tidak biasa, rasa gatal, bau busuk amis atau asam. Apakah nyeri saat
BAK, apakah ada pembengkakan kelenjar lipat paha, nyeri perut bagian
bawah (nyeri berkepanjangan, hanya saat haid, hanya saat hubungan seksual),
apakah ada daging atau kutil pada alat kelamin, gangguan menstruasi, kapan
terjadi haid terakhir (sedang haid sekarang atau sedang hamil)
3). Riwayat kesehatan yang lalu
(riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh
pasien). Apakah klien ada riwayat terkena penyakit menular seksual.
Faktor resiko (pasien sendiri bukan pasangannya) lebih dari satu pasangan
seksual dalam satu bulan terakhir, hubungan seksual dengan pekerja seks
dalam 1 bulan terakhir, mengalami 1 atau lebih episode PMS dalam 1 tahun
terakhir, pekerjaan suami beresiko tinggi.
4). Riwayat kesehatan keluarga
(adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain
atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak).
Apakah ada anggota keluarga yang juga pernah terkena penyakit tumor mata,
tumor lain, atau penyakit degeneratif lainnya

3. Pola kebiasaan
1. Bernafas
Mengkaji frekuensi pernafasan klien sebelum dan sesudah terinfeksi penyakit
sifilis, apakah klien mengalami sesak nafas atau kesulitan bernafas saat hamil
dengan infeksi sifilis
2. Nutrisi (makan dan minum)
Mengkaji asupan nutrisi makanan dan minuman ibu sebelum dan sesudah
terinfeksi penyakit sifilis, biasanya klien mengalami anoreksia dan nausea
3. Eliminasi (BAB&BAK)
Mengkaji BAB klien sebelum dan sesudah , apakah lancar atau tidak, warna
dan konsistensi feses. Mengkaji BAK pasien sebelum dan sesudah terkena
infeksi sifilis, frekuensi BAK, warna dan bau urin. Biasanya klien mengalami
gejala: penurunan berkemih, nyeri pada saat kencing, kencing keluar Nanah.
4. Gerak badan
Mengkaji klien apakah sering melakukan gerak badan dan mengikuti kelas ibu
hamil
5. Istirahat dan Tidur
Mengkaji lamanya klien tidur dan apakah ada gangguan saat tidur sebelum dan
sesudah terinfeksi penyakit sifilis dan kaji apakah ada rasa nyeri ataupun tidak
nyaman pada saat ingin tidur
6. Berpakaian
Mengkaji klien apkah menggunakan pakaian yang sopan dan nyaman, apakah
pasien sering mengganti pakaian dalam pasien.
7. Rasa Nyaman
Mengkaji klien apakah pasien mengalami nyeri atau tidak selama terinfeksi
penyakit sifilis.
8. Kebersihan Diri
Mengkaji klien berapa kali pasien mandi dalam satu hari dan berapa kali
melakukan vulva hygine dalam sehari.
9. Rasa Aman
Mengkaji klien apakah selama terinfeksi penyakit sifilis ini mendapat rasa
aman dari keluarga, suami maupun kerabat
10. Pola Komunikasi/ Hubungan dengan Orang Lain
Mengkaji klien apakah selama terinfeksi penyakit sifilis ini mendapat
penolakan dari keluarga atau lingkungan dan kaji apakah klien tetap
berinteraksi dengan baik pada keluarga, suami maupun kerabat dekat.
11. Ibadah
Mengkaji bagaimana pola spiritual klien pada saat terinfeksi penyakit sifilis ini
dalam kepercayaannya. Berapa kali klien melakukan persembahyangan.
12. Produktivitas
Mengkaji klien apakah selama terinfeksi penyakit sifilis klien tetap melakukan
pekerjaannya. Kaji apakah klien cepat merasa lelah atau tidak
13. Rekreasi
Mengkaji klien apakah klien selama terinfeksi tetap sering melakukan rekreasi
atau tidak
14. Kebutuhan belajar
Mengkaji klien apakah klien mengerti dan memahami mengenai penyakit
infeksi yang sedang klien alami.

4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : pastikan keadaan umum pasien dalam keadaan baik.
b. Tanda vital : periksa apakah suhu tubuh, tekanan darah, nadi, respirasi pasien
dalam keadaan normal.
c. Berat badan : tanyakan apakah ada pada penurunan berat badan.
d. Inspeksi :
- Adanya eritem dan papula, macula, postula, vesikula, dan ulkus.
- Timbulnya lesi pada alat kelamin ekstra genital, bibir, lidah, tonsil, jari,
dan anus.
- Kelainan selaput lender dan limfa denitis
- Kelainan pada mata dan telinga.
- Kelainan pada tulang dan gaya berjalan.
e. Palpasi
- Adanya pembesaran limfe, adanya nyeri tekan
f. Aukultasi
- Perubahan suara pada paru – paru, jantung, dan system pencernaan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan suhu tubuh diatas
nilai normal
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peradangan lapisan kulit ditandai
dengan elfloresensi
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
(kerusakan integritas kulit)
5. Pola seksual tidak efektif berhubungan dengan hambatan hubungan dengan
pasangan ditandai dengan mengeluh sulit melakukan hubungan seksual

C. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri

No Tujuan Intervensi Rasional


1 Setelah diberikan O : 1. Untuk mengidentifikasi
asuhan keperawatan 1. Identifikasi skala nyeri skala nyeri pasien
diharapkan nyeri akut 2. Observasi TTV 2. Untuk mengetahui
dapat teratasi dengan N : keadaan umum pasien
kriteria hasil : 3. Berikan tekhnik non 3. Dengan tekhnik non
a) TTV pasien farmakologis untuk farmakologis dapat
dalam batas mengurangi rasa nyeri ( mis. menurun rasa nyeri
normal Tekhnik distraksi dan relaksasi) 4. Agar pasien merasa
b) meringis 4. Kontrol lingkungan yang nyaman dan tidak
berkurang memperberat rasa nyeri ( mis. merasakan nyeri secala
c) Skala nyeri Suhu ruangan, kebisingan) berulang
berkurang E: 5. Agar pasien mengetahui
5. Jelaskan penyebab dan penyebab nyeri yang
pemicu nyeri dirasakan
6. anjurkan memonitor nyeri 6. Agar pasien mengetahui
secara mandiri bagaiamana cara
C: memonitor nyeri
7. kolaborasi dalam pemberian 7. Obat analgetik dapat
analgetik, jika perlu meredakan nyeri

2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan suhu tubuh diatas
nilai normal

No Tujuan Intervensi Rasional


2 Setelah dilakukan O : 1. Suhu diatas 37,2 drajat
asuhan keperawatan 1. Pantau suhu pasien celcius menunjukkan
diharapkan suhu N : proses infeksius
tubuh klien dalam 2. Berikan kompres hangat 2. Membantu
rentang normal mengurangi demam
dengan kriteria 3. Untuk mengganti
hasil : E: cairan tubuh yang
1. Suhu tubuh 3. Anjurkan pasien untuk hilang
normal (36,5- banyak minum 4. Memberikan rasa
37,2 drajat 4. Anjurkan pasien untuk nyaman dan pakaian
celcius) menggunakan pakaian tipis mudah menyerap
2. Akral teraba yang tipis dan mudah keringat dan tidak
hangat, tidak menyerap keringat merangsang
kemerahan C: peningkatan suhu
3. Turgor kulit 5. Kolaborasi dalam tubuh
elastic pemberian cairan 5. Pemberian cairan
4. Mukosa bibir intravena sangat penting bagi
lembab pasien dengan suhu
tubuh yang tinggi
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peradangan lapisan kulit ditandai
dengan elfloresensi

No Tujuan Intervensi Rasional


3 Setelah dilakukan 5. Kaji kerusakan kulit 1. Menjadi data dasar
asuhan keperawatan yang terjadi pada klien untuk memberikan
diharapkan integritas 6. Catat ukuran atau warna, informasi intervensi
kulit membaik secara kedalaman luka dan perawatan luka apa
optimal, dengan kondisi sekitar luka yamg akan dipakai
criteria hasil: 7. Lakukan perawatan luka dan jenis larutan apa
1. Pertumbuhan dengan tehnik steril yang dipakai
jaringan 8. Bersihkan area perianal 2. Memberikan informasi
meningkat dengan membersihan dasar tentang
2. Keadaan luka feses dengan air kebutuhan dan
membaik mengalir petunjuk tentang
3. Luka Kolaborasi dengan tim medis sirkulasi
menutup dalam pemberian obat 3. Perawatan luka
4. Mencapai antibiotikatopikal dengan tehnik steril
penyembuha dapat mengurangi
n luka tepat kontaminasi kuman
waktu masuk kearea luka
4. Mencegah meserasi
dan menjaga perianal
tetap kering, menjaga
kebersihan kulit serta
mencegah komplikasi
Mengurangi tekanan pada
area yang sama
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
(kerusakan integritas kulit)

No Tujuan Intervensi Rasional


4 Setelah diberikan O : 1) Untuk mengetahui
asuhan keperawatan 1. Monitor tanda dan tanda-tanda infeksi
diharapkan risiko gejala infeksi 2) Untuk mengetahui
infeksi dapat teratasi 2. Observasi TTV keadaan umum pasien
dengan kriteria N: 3) Tekhnik aseptic sangat
hasil : 3. Pertahankan tekhnik penting dilakukan
1. TTV dalam aseptic pada pasien pada pasien berisiko
batas normal berisko tinggi tinggi
2. Klien tidak
mengalami 4. Anjurkan intake cairan 4) Meningkatkan output
infeksi yang cukup (2500 – urine sehingga risiko
3. Dapat 3000) sehingga dapat terjadi ISK dan
mencapai menurunkan potensial mempertahankan
waktu infeksi. fungsi ginjal
penyembuha E: 5) Untuk menghindari
n 5. Ajarkan keluarga cara terjadinya infeksi
4. Tidak ada cuci tangan yang benar
tanda-tanda sebelum atau sesudah
infeksi kontak dengan pasien
C:-
No Tujuan Intervensi Rasional
5 Setelah dilakukan O :
1. Identifikasi tingkat
asuhan keperawatan
pengetahuan, masalah
diharapkan pola reproduksi , masalah
seksualita dan penyakit
seksual klien efektif
menular seksual
dengan kriteria hasil : 2. Monitor stress,
kecemasan, depresi dan
disfungsi seksual
N:
3. Fasilitasi komunikasi
antara pasien dan
pasangan
4. Berikan kesempatan
kepada pasangan untuk
menceritakan masalah
seksualnya
5. Berikan pujian terhadap
perilaku yang benar
6. Berikan saran yang sesuai
dengan kebutuhan
pasangan
E:
7. Jelaskan efek pengobatan
terhadap disfungsi
seksual
K:
8. Kolaborasi dengan
spesialis seksologi, jika
perlu
5. Pola seksual tidak efektif berhubungan dengan hambatan hubungan dengan pasangan
ditandai dengan mengeluh sulit melakukan hubungan seksual
Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan implementasi dari rencana asuhan


keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan prioritas yang telah diambil
dimana tindakan yang diberikan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto,
2003).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir proses keperawatan dengan
cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana tercapai atau tidak (Alimul, 2006).
Dalam proses keperawatan berdasarkan permasalahan yang muncul.
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa penyakit Sifilis adalah


penyakit kronis dan bersifat sistemik yang menyerang seluruh organ tubuh. Etiologi
sifilis adalah Treponema pallidum. Sifilis dalam perjalanannya dibagi menjadi tiga
stadium yaitu stadium sifilis primer, stadium sifilis sekunder, dan stadium sifilis
tersier, dimana diantara tiga stadium tersebut terdapat fase laten, yaitu fase dimana
tidak menimbulkan gejala klinis namun dari pemeriksaan laboratorium positif.
Penegakan diagnosis sifilis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang pada sifilis berupa pemeriksaan mikroskopis dan
uji serologik. Pemilihan pengobatan sifilis berdasarkan stadiumnya. Penyakit sifilis
juga menimbulkan beberapa masalah keperawatan seperti nyeri, hipertermi, kerusakan
integritas kulit, dan infeksi.

3.2 Saran

Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan


pengetahuan serta kekurangan dalam penulisan. Hal tersebut terjadi karena penulis
masih dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan untuk kritik dan saran dari
rekan-rekan sekalian untuk dapat membimbing dan membantu pembelajaran lebih
lanjut.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai