PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual
dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. Penyakit Menular
Seksual (PMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit
yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki- laki dan penyebab kedua
terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang (Sarwono, 2011).
Menurut World Health Organization (WHO, 2011) sebanyak 70% pasien wanita
dan beberapa pasien pria yang terinfeksi gonore atau klamidia mempunyai gejala
yang asimptomatik. Antara 10% – 40% dari wanita yang menderita infeksi
klamidia yang tidak tertangani akan berkembang menjadi pelvic inflammatory
disease.
Penyakit menular seksual juga merupakan penyebab infertilitas yang
tersering, terutama pada wanita. Angka kejadian PMS dari 340 juta kasus baru
yang dapat disembuhkan (sifilis, gonore, infeksi klamidia, dan infeksi
trikomonas) terjadi setiap tahunnya pada laki-laki dan perempuan usia 15- 49
tahun. Prevalensi PMS di negara berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan di negara maju. Pada perempuan hamil di dunia, angka kejadian gonore
10 – 15 kali lebih tinggi, infeksi klamidia 2 – 3 kali lebih tinggi, dan sifilis 10 –
100 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kejadiannya pada
perempuan hamil di negara industri.
Pada usia remaja (15 – 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang
aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus
PMS baru yang didapat. Di Indonesia, berdasarkan Laporan Survei Terpadu dan
Biologis Perilaku (STBP) oleh Kementrian Kesehatan RI (2011), prevalensi
penyakit menular seksual (PMS) pada tahun 2011 dimana infeksi gonore dan
klamidia sebesar 179 % dan sifilis sebesar 44 %. Pada kasus Human
immunodeficiency virus (HIV) dan Acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS) selama delapan tahun terakhir mulai dari tahun 2005 – 2012
menunjukkan adanya peningkatan.
Kasus baru infeksi HIV meningkat dari 859 kasus pada 2005 menjadi 21.511
kasus di tahun 2012. Sedangkan kasus baru AIDS meningkat dari 2.639 kasus
pada tahun 2005 menjadi 5.686 kasus pada tahun 2012
(http://www.depkes.go.id). Data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia
terakhir Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
menyebutkan sebanyak 5.912 wanita di umur 15 – 19 tahun secara nasional
pernah melakukan hubungan seksual. Sedangkan pria di usia yang sama
berjumlah 6.578, atau 3,7% pernah melakukan hubungan seks. Tidak adanya
mata pelajaran yang secara khusus yang mengajarkan dan memberikan informasi
bagi murid SMA, juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejadian
penyakit menular seksual di kalangan remaja.
Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya penyuluhan-penyuluhan yang
dilakukan oleh pemerintah dan badan-badan kesehatan lainnya (Surjadi, 2002
dalam Intan Kumalasari dan Iwan Andhyantoro, 2012).
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa
dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Namun tidak dapat
dipungkiri ada kalanya dalam masa kehamilan terjadi hal-hal atau masalah-
masalah yang tidak diinginkan, yang seharusnya tidak terjadi akan tetapi karena
minimnya informasi serta pengetahuan tentang reproduksi utamanya
permasalahan tentang kehamilan (Pudiastiti, 2012). Masalah yang sering muncul
pada saat hamil yaitu emosi seorang ibu yang biasanya berubah-ubah, mulai dari
rasa senang sampai rasa cemas berlebihan. Perubahan lain yang penting untuk
diketahui, yaitu menurunnya sistem kekebalan tubuh yang dapat meningkatkan
resiko janin terhadap berbagai penyakit infeksi. Infeksi bisa ditularkan ibu
kepada janinnya melalui penularan vertikal atau vertical transmission.
Infeksi yang ditularkan melalui penularan vertikal yaitu infeksi kongenital.
Infeksi ini dapat bergerak melalui plasenta untuk menginfeksi janin contohnya
infeksi TORCH yaitu toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan herpes
simpleks (Abidin, 2014). Diperkirakan bahwa 30-50% populasi manusia di dunia
ini telah terinfeksi oleh TORCH. Di berbagai negara TORCH terdapat pada 0,25-
7% dari setiap 1000 kelahiran hidup (Seran, 2015).
Prevalensi TORCH di beberapa daerah di Indonesia bervariasi antara 2-51%,
penelitian yang dilakukan Gandhahusada tahun 1995 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TORCH pada manusia berkisar antara 2-63% (M, Padmavathy, 2013).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas perumusan masalah yang diangkat adalah
“Bagaimanakah konsep dan asuhan keperawatan remaja tentang penyakit
menular seksual dan TORCH ?”
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui apa itu PMS dan TORCH
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui konsep dan asuhan keperawatan remaja tentang penyakit
menular seksual dan TORCH
D. Manfaat
1. Bagi pembaca
Sebagai sumber dan bahan masukan bagi pembaca lain untuk menggali
informasi tentang PMS dan TORCH.
2. Bagi Institusi
a. Dapat memberikan informasi kepada tenaga kesehatan tentang
bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan PMS dan
TORCH.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penyebab PMS dan
TORCH.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Penyakit Menular Seksual
1. Definisi
Penyakit Kelamin (veneral disease) sudah lama dikenal di Indonesia.
Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan istilah tersebut sudah tidak
digunakan lagi dan dirubah menjadi Sexually Transmitted Disease (STD)
atau Penyakit Menular Seksual (PMS). Sejak tahun 1998, istilah STD
berubah menjadi Sexually Transmitted Infection (STI) agar dapat
menjangkau penderita asimptomatik (Daili et al., 2011). Infeksi menular
seksual adalah infeksi yang ditularkan dari satu orang ke orang lainnya
melalui hubungan seksual (Gross & Tyring, 2011).
Meskipun demikian tidak berarti bahwa semuanya harus melalui
hubungan kelamin, tetapi beberapa ada juga yang ditularkan melalui kontak
langsung dengan alat-alat, handuk termometer dan sebagainya. Selain itu
penyakit ini juga dapat ditularkan kepada bayi dalam kandungan (Djuanda,
2011). Remaja dan dewasa muda usia (15-24 tahun) hanya merupakan 25%
dari keseluruhan populasi yang aktif berhubungan seksual namun mewakili
hampir 50% kasus baru IMS.
Wanita usia muda paling beresiko tertular PMS karena para wanita
remaja dan dewasa muda lebih mudah terpengaruh secara tidak proporsional.
Mereka lebih sering terlibat dalam perilaku seksual beresiko, merasa tidak
nyaman membicarakan seksual yang aman dengan pasangan atau meminta
pasangan menggunakan kondom serta kurang percaya diri menolak hubungan
seksual yang tidak aman. Selain itu anatomi organ reproduksi dari kelompok
usia ini belum berkembang secara sempurna sehingga rentan terhadap IMS
(Gross & Tyring, 2011; Urada, Malow, Santos, & Morisky, 2012).
2. Jenis – jenis
1. Gonorrhea
Gonore mencakup semua penyakit yag disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae (Daili et al., 2011). Neisseria gonorrhoeae adalah diplokokus
gram negatif, obligat patogen manusia yang biasanya berdiam dalam
uretra, serviks, faring atau saluran anus wanita. Infeksi terutama
mengenai epitel kolumner atau transisionel saluran kemih dan kelamin.
Gonore bersama IMS lain memfasilitasi transmisi dari human
immunodeficiency virus (HIV) (Benson, 2008; Gross & Tyring, 2011).
Gambaran klinis pada wanita dapat asimptomatik, kadang-kadang
menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah. Pada umumnya wanita
datang berobat kalau sudah ada komplikasi (Daili et al., 2011).
2. Infeksi clamidia
Chlamydia trachomatis adalah mikroorganisme intraseluler obligat
dengan dinding sel yang menyerupai bakteri gram negatif. Tanda-tanda
dan gejala yang terjadi cenderung terlokalisit di tempat yang terinfeksi
misalnya mata atau saluran genital tanpa adanya invasi ke jaringan dalam
(Benson, 2009). Pada wanita gejalanya adalah terdapat duh dari vagina,
disuria, perdarahan postcoital atau intermenstrual, sakit pada abdomen
bawah, atau simptom lain dari uretritis, servisitis, salpingitis, epididymitis
atau konjungtivitis (Handsfield, 2011).
3. Sifilis
Sifilis merupakan penyakit yang disebabkan oleh spirokaeta Treponema
pallidum, merupakan penyakit kronik dan bersifat sistemik, selama
perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten
tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat ditularkan kepada bayi di dalam
kandungan. Periode inkubasi sifilis biasanya 3 minggu. Fase sifilis primer
ditandai dengan munculnya tukak baik tunggal maupun multipel. Lesi
awal biasanya berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras dan
terdapat indurasi.
Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Bagian yang
mengelilingi lesi meninggi dan keras. Infeksi juga dapat terjadi tanpa
ditemukannya chancer (ulkus durum) yang jelas, misalnya kalau infeksi
terjadi di rektum atau serviks. Tanpa diberi pengobatan, lesi primer akan
sembuh spontan dalam waktu 4 hingga 6 minggu. Sepertiga dari kasus
yang tidak diobati mengalami stadium generalisata (sekunder). Timbul
ruam makulo papuler bisanya pada telapak tangan dan telapak kaki diikuti
dengan limfadenopati. Erupsi sekunder ini merupakan gejala klasik dari
sifilis yang akan menghilang secara spontan dalam beberapa minggu atau
sampai dua belas bulan kemudian.
Sifilis sekunder dapat timbul berupa ruam pada kulit, selaput lendir
dan organ tubuh dan dapat disertai demam dan malaise. Pada kulit kepala
dijumpai alopesia yang disebut moth-eaten alopecia yang dimulai di
daerah oksipital. Penularan dapat terjadi jika ada lesi mukokutaneus yang
basah pada penderita sifilis primer dan sekunder.
Penderita stadium erupsi sekunder ini, sepertiga dari mereka yang
tidak diobati akan masuk kedalam fase laten. Fase laten merupakan
stadium sifilis tanpa gejala klinis namun dengan pemeriksaan serologis
yang reaktif. Akan tetapi bukan berarti perjalanan penyakit akan berhenti
pada tingkat ini, sebab dapat terjadi sifilis stadium lanjut berbentuk
gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler (Daili et al.,
2011).
4. Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi yeast yang disebabkan oleh jamur Candida
albicans. Candida albicans merupakan bakteri yang umum terdapat pada
vagina. Pertumbuhan yang berlebihan dapat menimbulkan gejala
peradangan, gatal dan perih di daerah kemaluan. Juga terdapat keluarnya
cairan vagina yang menyerupai bubur (James, Berger, & Elston, 2006).
Kandidiasis dapat ditularkan secara seksual seperti bola pingpong antar
pasangan seks, sehingga dua pasangan harus diobati secara simultan.
Kandidiasis pada pria biasanya berupa kemerahan dan iritasi pada glans
di bawah preputium pada yang tidak disirkumsisi. Disertai rasa gatal
ringan sampai rasa panas hebat (Daili et al., 2011).
5. Ulkus Mole
Ulkus Mole atau yang sering disebut chancroid (chancre lunak)
,disebabkan oleh kuman batang gram negatif Haemophilus ducreyi,
dengan gejala klinis berupa ulkus pada tempat masuk dan seringkali
disertai supurasi kelenjar getah bening regional. Infeksi pada wanita
dimulai dengan lesi papula atau vesikopustuler pada perineum, serviks
atau vagina 3-5 hari setelah terpapar. Lesi berkembang selama 48- 72 jam
menjadi ulkus dengan tepi tidak rata berbentuk piring cawan yang sangat
lunak. Beberapa ulkus dapat berkembang menjadi satu kelompok.
Discharge kental yang dihasilkan ulkus berbau busuk atau infeksius
(Benson, 2008; Djuanda, 2011).
6. Kondiloma akuminata (KA)
Kondiloma akuminata (KA) atau disebut juga venerel warts atau
Genital Warts disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV). Virus
masuk melalui mikrolesi pada kulit sehingga KA sering timbul pada
daerah yang mudah mengalami trauma pada saat hubungan seksual. KA
dapat berbentuk berjonjot-jontot seperti jari, lebih besar seperti kembang
kol, lebih kecil berbentuk papul dengan permukaan yang halus dan licin,
multipel tersebar secara diskret atau lesi terlihat sebagai makula atau tidak
terlihat dengan mata telanjang. Infeksi HPV juga dihubungkan dengan
terjadinya karsinoma serviks (Daili et al., 2011).
7. Herpes genitalis
Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh
herpes simplex virus atau herpes virus hominis. Keluhan biasanya
didahului rasa terbakar dan gatal didaerah lesi beberapa jam sebelum
timbulnya lesi setelah lesi muncul dapat disertai gejala seperti malaise,
demam dan nyeri otot. Lesi yang timbul berbentuk vesikel yang
berkelompok dengan dasar eritem. Vesikel mudah pecah dan
menimbulkan erosi multipel. Bila ada infeksi sekunder akan terjadi
penyembuhan yang lebih lama dan menimbulkan infeksi parut (Daili et
al., 2011).
8. HIV- AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sindrom
dengan gejala penyakit infeksi oportuninistik atau kanker tertentu akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi Human
Immunodefiency Virus (HIV) baik tipe 1 ataupun tipe 2. Human
Immunodefiency Virus ditularkan melalui perantara darah, semen dan
sekret vagina baik melalui hubungan seksual atau cara transmisi yang
lainnya. Penyakit IMS lainnya dapat meningkatkan risiko transmisi HIV
pada seseorang. Human Immunodefiency Virus menyerang sel yang
memiliki antigen permukaan CD4, terutama linfosit T4 yang memegang
peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistemn kekebalan
tubuh.
Virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel
Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelnjar limfe, makrofag
pada 16 alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia
otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan
replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel
limfosit itu sendiri. Gen tat yang terdapat dalam HIV dapat menyebabkan
penghancuran limfosit T4 secara besar-besaran yang menyebabkan sistem
kekebalan tubuh menjadi lumpuh. Kelumpuhan sistem kekebalan tubuh
ini mengakibatkan timbulnya oportunistik dan keganasan yang
merupakan gejala-gejala klinis AIDS (Handsfield, 2011; Daili et al.,
2011).
9. Trichomoiasis
Trichomoniasis atau trich adalah suatu infeksi vagina yang disebabkan
oleh suatu protozoa yang disebut Trichomonas vaginalis. Trichomoniasis
hampir semuanya ditularkan secara seksual. Penyakit ini sering
menyerang pada traktur urogenitalis bagian bawah pada wanita maupun
pria. Pada wanita sering asimptomatik, bila ada keluhan berupa duh tubuh
vagina yang banyak, berbau, bisa berwarna kuning, hijau dan berbusa.
Terdapat perasaan gatal dan terbakar di daerah kemaluan, disertai dengan
perasaan tidak enak di perut bawah. Sewaktu bersetubuh atau kencing
sering terasa agak nyeri di vagina.
Variasi gambaran klinis tricomoniasis sangat luas, berbagai kuman
lain penyebab IMS dapat menimbulkan gejala yang sama sehingga
diagnosis hanya berdasar gambaran klinis tidak dapat dipercaya. Pada
wanita, diagnosis trikomoniasis ditegakkan setelah ditemukannya T.
vaginalis pada sediaan langsung atau pada biakan duh tubuh penderita
(Djuanda, 2011).
3. Komplikasi
Sindrom klinis dan komplikasi dari infeksi menular seksual adalah
(Handsfield, 2011):
1. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)
2. Pelvic inflammatory disease
3. Infertilitas pada wanita dan kehamilan ektopik
4. Infeksi fetus dan neonatus: konjungtivitis, pneumonia, infeksi faring,
encefalitis, defisit neurologis, penurunan fungsi kognitif, imunodefisiensi
5. Komplikasi pada kehamilan dan kelahiran: aborsi spontan, kelahiran
prematur, chorioamnionitis, postpartum endometritis.
6. Neoplasia: displasia dan karsinoma serviks, Kaposi sarkoma,
hepatocellular karsinoma, squamous cell karsinoma anus, vulva, dan penis
7. Infeksi Human papillomavirus dan genital warts
8. Genital ulcer—inguinal lymphadenopathy
9. Infeksi saluran kemih bawah pada wanita: servicitis, urethritis, infeksi
vaginal
10. Urethritis pada laki-laki
11. Hepatitis Viral
12. Neurosyphilis dan sifilis tersier
13. Epididymitis
14. Infeksi gastrointestinal: prostitis, enteritis, kolitis
15. Arthritis akut
4. Pencegahan penyakit menular seks
Penyakit menular seksual dapat dicegah. CDC (Centres for Disease Control
and Prevention) merekomendasikan lima strategi sebagai dasar untuk
program pencegahan yang efektif:
1. Pendidikan dan konseling bagi orang yang beresiko untuk memotivasi
adopsi perilaku seksual yang lebih aman.
2. Identifikasi orang yang terinfeksi baik tanpa gejala atau dengan gejala
untuk mencari layanan diagnostik dan pengobatan.
3. Diagnosis dan pengobatan orang yang terinfeksi dengan cepat dan efektif
4. Evaluasi, pengobatan, dan konseling pasangan seksual terkena.
5. Vaksinasi orang yang berisiko untuk terkena infeksi menular seksual yang
dapat dicegah dengan vaksin.
Berpantang dari hubungan seksual atau hubungan yang saling
monogami dengan pasangan yang tidak terinfeksi adalah cara yang paling
dapat diandalkan untuk mencegah IMS. Pantang harus dianjurkan selama
pengobatan untuk IMS dan untuk siapa saja yang ingin menghindari penyakit
menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan. Kedua pasangan harus
diuji untuk IMS, termasuk HIV, sebelum memulai hubungan seksual
(Goldman & Ausielo, 2008).
5. Pathway
2) Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan
pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus
Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella
berbahaya bila terjadi pada wanita hamil muda, karena dapat
menyebabkan kelainan pada bayinya.jika infeksi terjadi pada bulan
pertama kehamilan maka resiko terjadinya kelainan adalah 50%,
sedangkan jika infeksi terjadi trimester pertama maka resikonya menjadi
25% (menurut America College of Obstatrician and Gvnecologists,1981).
3) Cytomegalovirus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini
termasuk golongan virus keluarga herpes. Seperti halnya keluarga herpes
lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV
merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila
infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu terinfeksi, maka janin yang
dikandung mempunyai resiko tertular sehingga mengalami gangguan
misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian retardasi
mental, dan lain-lain.
4) Herpes
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh herpes
simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten,
menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem
syaraf otonom. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II
biasanya memperlihatkan lepuh pada kuli, tetapi hal ini tidak selalu
muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang
baru lahir dapat berakibat fatal (lebih dari 50 kasus).
2. Etiologi
a. Toxoplasma
Infeksi toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma
gondi. Tokoplasma gondi adalah protozoa yang dapat ditemukan pada
pada hampir semua hewan dan unggas berdarah panas. Akan tetapi kucing
adalah inang primernya. Kotoran kucing pada makanan yang berasal dari
hewan yang kurang masak, yang mengandung oocysts dari toxoplasma
gondi dapat menjadi jalan penyebarannya. Contoh lainnya adalah pada
saat berkebun atau saat membenahi tanaman dipekarangan, kemudian
tangan yang masih belum dibersihkan melakukan kontak dengan mulut.
b. Rubella
Virus ini pertama kali ditemukan di amerika pada tahun 1966, Rubella
pernah menjadi endemic di banyak negara di dunia, virus ini menyebar
melalui droplet. Periode inkubasinya adalah 14-21 hari.
c. Cytomegalovirus
Penularan CMVakan terjadi jika ada kontak langsung dengan ciran
tubuh penderita seperti air seni, air ludah, air mata, sperma dan air susu
ibu. Bisa juga terjadi karena transplatasi organ.Kebanyakan penularan
terjadi karena cairan tubuh penderita menyentuh tangan individu yang
rentan.Kemudian diabsorpsi melalui hidung dan tangan.Teknik mencuci
tangan dengan sederhana manggunakan sabun cukup efektif untuk
membuang virus dari tangan.Golongan sosial ekonomi rendah lebih rentan
terkena infeksi.Rumah sakit juga marupakan tempat penularan virus ini,
terutama unit dialisis, perawatan neonatal dan ruang anak.Penularan
melalui hubungan seksual juga dapat terjadi melalui cariran semen
ataupun lendir endoserviks. Virus juga dapat ditularkan pada bayi melalui
sekresi vagina pada saat lahir atau pada ia menyusu. Namun infeksi ini
biasanya tidak menimbulkan tanda dan gejala klinis.Resiko infeksi
kongenital CMV paling besar terdapat pada wanita yang sebelumnya tidak
pernah terinfeksi dan mereka yang terinfeksi pertama kali ketika
hamil.Meskipun jarang, sitomegalovirus kongenital tetap dapat terulang
pada ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sitomegalovirus
kongenital pada kehamilan terdahulu.Penularan dapat terjadi pada setiap
saat dalam kehamilan tetapi semakin muda umur kehamilan semakin berat
gejala pada janinnya.Infeksi CMV lebih sering terjadi di negara
berkembang dan di masyarakat denga status sosial ekonomi lebih rendah
dan merupakan penyeirus paling signifikan cacat lahir di negara-negara
industri. CMV tampaknya memiliki dampak besar pada parameter pada
kekebalan tubuh di kemudian hari dan dapat menyebabkan peningkatan
morbiditas dan kematian.
d. Herpes
Virus herpes simpleks tipe I dan II merupakan virus horminis DNA.
Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada
media kultur, antigenic, dan lokasi klinis (tempat predileksi)
3. Manifestasi klinis
1.) Toxoplasma
a. Pada ibu
Terkadang Toxoplasma dapat menimbulkan beberapa gejala
seperti gejala influenza, timbul rasa lelah, malaise, dan demam.Akan
tetapi umumnya tidak menimbulkan masalah yang berarti.Pada
umumnya, infeksi Toxoplasma tarjadi tanpa disertai gejala yang
spesifik. Walaupun demikian, ada beberapa gejala yang mengkin
ditemukan pada orang yang terinfeksi toksoplasma, gejala-gejala
tersebut adalah :
1. Pyrexia of unknow origin (PUO)
2. Terlihat lemas dan kelelahan, sakit kepala, rash,myalgia perasaan
umum ( tidak nyaman atau gelisah)
3. Pembesaran kelenjar limfe pada serviks posterior
4. Infeksi menyebar ke saraf, otak, korteks dan juga dapat menyerang
sel retina mata.
5. Infeksi Toxoplasma berbahaya bils terjadi saat ibu sedang hamil
atau pada orang dengan system kekebalan tubuh tergantung
(misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapat
obat penekan respon imun).
b. Pada janin
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat
terjadi pada janinnya adalah abortus spontan atau keguguran, lahir
mati, atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.Pada awal kehamilan
infeksi toksoplasma dapat menyebabkan aborsi dan biasanya terjadi
secara berulang.Namun jika kandungan dapat dipertahankan, maka
dapat mengakibatkan kondisi yang lebih buruk ketika lahir.
Diantaranya adalah :
1. Lahir mati (still birth)
2. Icterus, dengan pembesaran hati dan limpa
3. Anemia
4. Perdarahan
5. Radang paru
6. Penglihatan dan pendengaran kurang
7. Dan juga gejala yang dapat muncul kemudian, seperti kelainan
mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis
selain itu juga dapat merusak otak janin. Resiko terbentuk dari
terjangkitnya infeksi ini pada janin adalah saat infeksi maternal
akut terjadi di trimester ketiga
2.) Rubella
Rubella menyebabkan sakit yang ringan dan tidak spesifik pada orang
dewasa, ditandai dengan cacar-seperti ruam,demam dan infeksi saluran
pernafasan atas. Sebagian besar Negara saat ini memiliki program vaksin
rubella untuk bayi dan wanita usia subur dan hal ini merupakan bagian
dari screening prakonsepsi. Ibu hamil secara rutin diperiksa untuk
antibody rubella dan jika tidak memiliki kekebalan akan segera diberikan
vaksin rubella pada periode postnatal. Fakta-fakta terkini menganjurkan
bahwa kahamilan yang disertai dengan pemberian vaksin rubella tidak
seberbahaya yang dipikirkan.Infeksi terberat terjadi pada trimester
pertama dengan lebih dari 85% bayi ikut terinfeksi.Bayi mengalami
vireamia, yang menghambat pembelahan sel dan menyebabkan kerusakan
perkembangan organ.Janin terinfeksi dalam 8 minggu pertama
kehamilan.Oleh karena itu memiliki resiko yang sangat tinggi untuk
mengalami multiple defek yang mempengaruhi mata, system
kardiovaskuler, telinga, dan system saraf.Arbosi spontan mungkin saja
terjadi. Ketulian neurosensory seringkali dsebabkan oleh infeksi setelah
gestasi 14 minggu dan beresiko kerusakan janin sampai usia 24 minggu.
Pada saat lahir, restriksi pertumbuhan intrauterine biasanya disertai
hepatitis, trombositopenia, dan penyakit nerologis seperti mikrosefali atau
hidrosefali.
3.) Cytomegalovirus
Gejala CMV yang muncul pada wanita hamil minimal dan biasanya
mereka tidak akan sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Namun jika ini
merupakan infeksi primer, maka janin biasanya juga beresiko
terinfeksi.Infeksi tersebut baru dapat di kenali setelah bayi lahir.Diantara
bayi tersebut baru dapat dikenali setelah bayi lahir. Diantara bayi tersebut
hanya ada 30% diketahui terinfeksi di dalam Rahim dan kurang dari 15%
akan menampakan gejala pada saat lahir. Hanya pada individu dengan
penurunan daya tahan dan pada masa pertumbuhan janin sitomegalovirus
menampakan virulensinya pada manusia. Pada wanita normal sebagian
besar adalah asimptomatik atau subkliik, tetapi bila menimbulkan gejala
akan tampak gejala antara lain :Mononucleosis-like syndrome yaitu
demam selama 3 minggu. Secara klinis timbul gejala lethargi, malaise dan
kelainan hematologi yang sulit dibedakan dengan infeksi mononucleosis
(tanpa tonsillitis atau faringitis dan limfadenopati servikal). Kadang-
kadang tampak gambaran seperti hepatitis dan limfositosis atipik. Secara
klinis infeksi sitomegalovirus juga mirip dengan infeksi virus Epstein –
bar dan dibedakan dari hasil tes heterrofil yang negative. Gejala ini
biasanya self limitting tetapi komplikasi serius dapat pula terjadi seperti
hepatitis, peneumonitis, ensefalitis, miokarditis, dan lain-lain. Penting
juga dibedakan dengan tokso plasmosis dan hepatitis B yang juga
mempunyai gejala serupa. Sendroma post transfusi. Viremia terjadi 3-8
minggu setelah transfusi. Tanpak gambaran panas kriptogenik,
splenomegali, kelainan biokimia dan hematologi. Sindroma ini juga dapat
terjadi pada tranplantasi ginjal. Penyakit sistemik luas antara lain
neomonits yang mengancam jiwa yang dapat pasien dengan infeksi kronis
dengan thymoma atau pasien dengan kelainan sekunder dari proses
imonologi ( seperti HIV tipe 1 atau 2)
4.) Herpes
Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil
konsepsi setiap saat dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa
organogenesis (trimester I) atau selama periode pertumbuhan dan
perkembangan aktif (trimester II) dapat terjadi kelainan yang serius. Juga
didapatkan bukti adanya korelasi antara lamanya infeksi intrauterine
dengan embriopati. Pada trimester I infeksi kongenital sitomegalovirus
dapat menyebabkan premature, mikrosefali, IUGR, klasifikasi intracranial
pada ventrikel lateral dan traktus olfaktoris, sebagian besar terdapat
korioretinitis, juga terdapat retardasi mental, hepatosplenomegali, ikterus,
purpora trombositopeni, DIC. Infeksi pada trimester III berhubungan
dengan kelainan yang bukan disebabkan karena kegagalan pertumbuhan
somatic atau pembentukan psikomotor.
4. Klasifikasi
Penularan dapat disebut penularan dari ibu ke anak (mother-to-child
transmission). Infeksi yang dapat ditularkan vertical dapat disebut infeksi
perinatal (perinatal infaction) jika ditularkan pada periode perinatal, yaitu
periode yang dimulai pada masa gestasional 22 minggu sampai 28 ( dengan
variasi regional untuk definisi) dan berakhir tujuh hari penuh setelah
kelahiran. Istilah infeksi kongenital (congenital infection) dapat digunakan
jika infeksi uang ditularkan vertical itu masih terus dialami setelah
melahirkan. Contoh : Beberapa infeksi yang ditularkan vertikel dimasukkan
ke dalam kompleks TORCH, yang merupakan singkatan dari:
T- Toxoplasmosis / toxoplasma gondii
O- Other infections (see below)
R- Rubella
C- Cytomegalovirus
H- Herpes simplex virus-2 atau neonatal herpes simplex
Huruf O nerujuk pada other agentsatau penyebab lain termasuk :
- Coxsackievirus
- Chickenpox atau cacar air disebabkan oleh varicella zoster virus
- Parvovirus
- Chlamydia
- HIV
- Human T-lymphotropic virus
- Syphilis
- Hepatitis B juga dapat digolongkan sebagai infeksi yang ditularkan
vertikal, tetapi virus hepatitis B berukuran besar dan tidak dapat
menembus ke plasenta, sehingga tidak dapat menginfeksi janin kecuali
ada kebocoran pada barier ibu-bayi, misalnya pada pendarahan pada
waktu melahirkan atau amniocentesis
5. Patofisiologi
1.) Toxoplasma
Toxoplasma gondii mempunyai 3 fase dalam hidupnya. Tiga fase ini
terbagi lagi menjadi 5 tingkat siklus : fase proliferatif, stadium kista, fase
schizogoni, gematogoni, dan fase ookista. Siklus aseksual terdiri dari fase
proliferasi dan stadium kista.Fase ini dapat terjadi dalam bermacam-
macam inang, sedangkan siklus seksual secara spesifik hanya terdapat
pada kucing. Kucing menjadi terinfeksi setelah ia memakan mamalia,
seperti tikus yang terinfeksi. Kista dalam tubuh kucing dapat terbentuk
setelah infeksi kronis yang berhubungan dengan imunutas tubuh.Kiista
terbentuk intraseldan kemudian terdapat secara bebas di dalam jaringan
sebagai stadium tidak aktif dan dapat menetap dalam jaringan tanpa
menimbulkan reaksi inflamasi.Kista pada binatang yang terinfeksi
menjadi infeksius, jika termakan oleh kornivora dan toksoplasma tersebut
masuk melalui usus.Infeksi pada manusia dapat terjadi saat makan daging
yang kurang matang, sayur-sayuran yang tidak di masak, makanan yang
terkontaminasi kotoran kucing melalui lalat atau serangga.Juga ada
kemungkinan terinfeksi saat menghirup udara yang terdapat ookista yang
beterbangan. Cara penularang lain yang sangat penting adalah pada jalur
maternofetal. Ibu yang mendapat infeksi akut saat kehamilannya dapat
menularkannya pada janin melalui plasenta.Imunitas maternal tampaknya
memberikan perlindungan terhadap penularan transplasental parasite
tersebut.Dengan demikian, toxoplasmosis kongenital dapat terjadi jika ibu
mendapatkan infeksi tersebut selama kehamilannya.
2.) Rubella
Virus sesudah masuk melalui saluran pernafasan akan menyebabkan
peradangan pada mukosa saluran pernafasan untuk kemudian menyebar
keseluruh tubuh. dari saluran pernafasan inilah virus akan menyerang ke
sekelilingnya. Pada infeksi rubella yang diperoleh post natal virus rubella
akan dieksresikan dari faring. pada rubella yang kongenal saluran
pernafasan dan urin akan tetap mengeksresikan virus sampai usia 2 tahun.
hal ini perlu diperhatikan dalam perawatan bayi di rumah sakit dan di
rumah untuk mencegah terjadinya penularan. Sesudah sembuh tubuh akan
membentuk kekebalan baik berupa antibodi maupun kekebalan seluler
yang akan mencegah terjadinya infeksi ulangan.
3.) Cytomegalovirus
Masa inkubasi CMV:
a. Setelah lahir 3-12 minggu
b. Setelah tranfusi 3-12 minggu
c. Setelah transplatasi 4 minggu – 4 bulan
d. Urin sering mengandung CMV dari beberapa bulan sampai beberapa
tahun setelah infeksi.Virus tersebut dapat tetap tidak aktif dalam tubuh
seseorang tetapi masih dapat diaktifkan kembali. Hingga kini beluum
ada imunisasi untuk mencegah penyakit ini
4.) Herpes
HSV-1 menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa
nyeri pada mukosa mulut, wajah, dan sekitar mata.HSV-2 atau herpes
genital ditularkan melalui hubungan seksual dan menyebabkan vegina
terlihat seperti bercak dengan luka mungkin muncul iritasi, penurunan
kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit (jaundice) dan
kesulitan bernafas atau kejang.Biasanya hilang dalam 2 minggu infeksi,
infeksi pertama HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah masa
inkubasi 4-6 hari.Gejala yang timbul meliputi nyeri, inflamasi dan
kemerahan pada kulit (eritema), dan diikuti dengan pembentukan
gelembung-gelembung yang berisi cairan bening yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi nanah diikuti dengan pembentukan keropeng atau
kerang (scab).Setelah infeksi pertama, HSV memiliki kemampuan unik
untuk bermigrasi sampai pada syaraf sensorik tepi menuju spinal ganglia
dan berdormansi sampai diaktifasi kembali. Pengaktifan virus yang
berdormansi tersebut dapat disebabkan penurunan daya tahan tubuh,
stress, depresi, alergi pada makanan, demam, trauma pada mukosa genital,
menstruasi, kurang tidur, dan sinar ultraviolet.
6. Pemeriksaan diagnostic
1) Urinalisis,kulkur, dan sensitivitas : Bakteriuria asimtomatik mungkin
muncul ; ISK dapat disebabkan oleh GBS, gonore, atau IMS lain.
2) Toksoplasmosis : serum untuk titer antibody dengan riwayat pemajaan;
identifikasi mikroskopik protozoa.
3) Rubella : serum untuk titer antibody.
4) CMV : serologi: titer virus positif; adanya CMV didalam urin
5) HSV : pengkajian riwayat secara seksama tentang gejala atau lesi
dimasalalu; pemeriksaan fisik utuk limfadenopati dan lesi; diagnose
ditegakkan oleh kultur virus dari lesi aktif.
6) Hepatitis A : serologi untuk mendekteksi antibodi imonogloblin M (IgM)
dilakukan guna memastikan infeksi yang dicurigai.
7) Hepatitis B : serologi: semua ibu harus diskrining pada kunjungan
prenatal pertama,yang diulang kemudia pada kehamilan jika mereka
mempunyai perilaku resiko-tinggi atau berasal dari kelompok resiko-
tinggi (misal, Orang Asia, Amerika Tengah, Penduduk Asli Kepulauan
Karibia).
8) HIV : skrining serologi untuk semua ibu yang memiliki perilaku resiko-
tinggi (rujuk kerencana asuhan HIV/AIDS)
9) GBS : semua ibu yang memiliki usia gestasi 36-37 minggu harus dikultur
area anorektal dan vaginanya.
10) Klamidia : jika memungkinkan, kultur serviks, dan faringeal pada
kunjungan prenatal pertama ; ulangi pada trimester ketiga untuk klien
resiko-tinggi.
11) Sifilis : skrining ketika kunjungan prenatal pertama dan ulangi pada akhir
trimester ketiga ; VDRL atau RPR digunakn sebagai uji skrining, namun
dapat memberikan hasil positif-palsu; untuk memastikan hal yang positif:
mikroskopi medan gelap positif untuk Treponema pallidum dari eksudat
syanker atau lesi sekunder; absorbs antibody treponemal fluoresen
(fluorescent treponemal antibody absorbed, FTA-ABS) positif ; dan uji
mikrohemaglutinasi untuk antiodi T. pallidum (MHA-TP).
12) Human papilloma virus (HPV): inpeksi fisik vulva, perineum, anus,
vagina dan serviks bila lesi HPV dicurigai atau tampak pada suatu
tempat; ibu dengan HPV pada vulva atau pasangan dengan HPV harus
menjalani Pap smear.
7. Penatalaksanaan
Adanya infeksi-infeksi ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah.
Biasanya ada 2 petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu
Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya
negatif.
Jika IgG positif dan IgMnya negatif,artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan
tubuh sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati.
Namun, jika IgG negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi dan
harus diobati. Selama pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena ada
kemungkinan infeksi ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda sampai 1 bulan
setelah pengobatan selesai (umumnya pengobatan memerlukan waktu 1
bulan). Jika IgG positif dan IgM juga positif,maka perlu pemeriksaan
lanjutan yaitu IgG Aviditas. Jika hasilnya tinggi,maka tidak perlu
pengobatan, namun jika hasilnya rendah maka perlu pengobatan seperti di
atas dan tunda kehamilan. Pada infeksi Toksoplasma,jika dalam pengobatan
terjadi kehamilan, teruskan kehamilan dan lanjutkan terapi sampai
melahirkan.Untuk Rubella dan CMV, jika terjadi kehamilan saat terapi,
pertimbangkan untuk menghentikan kehamilan dengan konsultasi kondisi
kehamilan bersama dokter kandungan anda.
Pengobatan TORCH secara medis diyakini bisa dengan menggunakan
obat-obatan seperti isoprinocin, repomicine, valtrex, spiromicine, spiradan,
acyclovir, azithromisin, klindamisin, alancicovir, dan lainnya. Namun tentu
pengobatannya membutuhkan biaya yang sangat mahal dan waktu yang
cukup lama. Selain itu, terdapat pula cara pengobatan alternatif yang mampu
menyembuhkan penyakit TORCH ini, dengan tingkat kesembuhan mencapai
90 %.
Pengobatan TORCH secara medis pada wanita hamil dengan obat
spiramisin (spiromicine), azithromisin dan klindamisin misalnya bertujuan
untuk menurunkan dampak (resiko) infeksi yang timbul pada janin. Namun
sayangnya obat-obatan tersebut seringkali menimbulkan efek mual, muntah
dan nyeri perut. Sehingga perlu disiasati dengan meminum obat-obatan
tersebut sesudah atau pada waktu makan.
Berkaitan dengan pengobatan TORCH ini (terutama pengobatan
TORCH untuk menunjang kehamilan), menurut medis apabila IgG nya saja
yang positif sementara IgM negative, maka tidak perlu diobati. Sebaliknya
apabila IgM nya positif (IgG bisa positif atau negative), maka pasien baru
perlu mendapatkan pengobatan.
8. Pathway
B. TORCH
1. Pengkajian
A. Pengkajian Atau Data Fokus
1.) Identitas klien
2.) Riwayat kesehatan sekarang
3.) Sistem saraf pusat
4.) Fontanel yang menonjol
5.) Letargi
6.) Temperature yang tidak stabil
7.) Hipotonia
8.) Tremor yang kuat
9.) System pencernaan
10.) Hilangnya keinginan untuk menyusui
11.) Penurunan intake melalui oral
12.) Muntah
13.) Diare
14.) Distensi abdomen
15.) System integument
16.) Kucing
17.) Adanya lesi
18.) Ruam
19.) System pernapasan
20.) Apnea
21.) Sianosis
22.) Takipnea
23.) Penurunan saturasi oksigen
24.) Nasal memerah, mendengkur, dan retraksi dinding dada
25.) System kardiovarkular
26.) Takikardi
27.) Menurunnya denyut perifer
28.) Pucat
29.) Riwayat kesehatan keluarga
30.) Apakah ada anggota yang menderita sifilis
31.) Data psikologi
32.) Keluhan dan reaksi bayi terhadap penyakitnya
33.) Tingkat adaptasi bayi terhadap penyakitnya
2. Diagnose keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen cidera biologis
2) Hipertermi b.d proses perjalanan penyakit
3) Ketidakefektifan pola nafas b.d meningkatnya sekret saluran napas
4) Kurangnya pengetahuan tentang penyakit b.d terbatasnya informasi
3. Intervensi
N Diagnose Tujuan dan KH Intervensi Rasional
o keperawatan
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan a. Lakukan a. untuk
agen cidera tindakan keperawatan pengkajian melakukan
biologis. selama 3x24 jam nyeri secara tindakan
diharapkan komprehen selanjunya
thermoregulation sif b. untuk
dalam batas normal termasuk menentuka
dengan kriteria hasil: lokasi, n tindakan
a. Mampu mengontrol karakteristi selanjutnya
nyeri k, durasi, c.menciptakan
b. Melaporkan bahwa frekuensi, BSHP
nyeri berkurang kualitas, d. memotivasi
dengan dan factor pasien
menggunakan presipitasi e. memberi
manajemen nyeri b. Observasi kenyamana
c. Mampu mengenali reaksi n
nyeri nonverbal f. membantu
d. Menyatakan rasa dari proses
nyaman setelah ketidaknya penyembuh
nyeri berkurang manan an
c. Gunakan g. memberi
teknik kenyamann
komunikasi a
terapeutik h. membantu
untuk proses
mengetahui penyembuh
pengalaman an
nyeri
pasien
d. Bantu
pasien dan
keluarga
untuk
mencari
dan
menemuka
n dukungan
e. Kontrol
lingkungan
yang dapat
mempenga
ruhi nyeri
seperti
suhu
ruangan,
pencahaya
an dan
kebisingan
Pilih dan
lakuakan
penangana
n nyeri
( farmakol
ogi, non
farmakolo
gi dan inter
personal)
f. Beri
analgetik
untuk
mengurang
i nyeri
g. Tingkatkan
istirahat
h. Kolaborasi
kan dengan
dokter
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35348/5/Chapter%20l.pdfdiakses pa
da 19 Oktober 2013.