Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi cacing merupakan penyakit yang umum menyerang penduduk di
negara-negara berkembang. Menurut data dari Badan Kesehatan Dunia WHO,
60.000 kasus kematian di seluruh dunia terutama pada anak-anak diakibatkan oleh
infeksi cacing gelang atau Ascaris lumbricoides. Kasus penyakit cacingan lebih
sering terjadi di negara-negara berkembang dengan iklim tropis seperti Indonesia,
juga di daerah-daerah dengan level sanitasi yang buruk. Anak-anak balita dan usia
sekolah, yakni 3-8 tahun lebih sering terinfeksi dibanding orang dewasa.
Sudah seharusnya Ibu mewaspadai dan menjauhkan si kecil dari risiko
terserang penyakit cacingan. Infeksi dari cacing gelang Ascaris lumbricoides
berawal dari kontak anak terhadap tanah atau kotoran hewan yang mengandung
telur cacing ini. Jika tertelan, telur akan menetas menjadi larva di usus dan
akhirnya berkembang dewasa di saluran cerna dan juga paru-paru. Setelah tumbuh
dewasa di saluran cerna atau paru-paru (cacing gelang dewasa bisa tumbuh hingga
sepanjang 30 cm!), cacing kembali berpindah ke kerongkongan melalui saluran
darah. Pada tahap ini, anak dapat merasakan gejala infeksi seperti batuk, bersin,
susah bernapas, demam, hingga nyeri di perut.
Prevalensi angka kecacingan di Indonesia masih cukup tinggi, antara 45
– 65%, bahkan pada daerah –daerah tertentu yang kondisi lingkungannya buruk
bisa mencapai 80%, angka tersebut tergolong tinggi. Di beberapa daerah di
Indonesia terutama di daerah pedalam belum semua mendapatkan pelayanan
kesehatan yang layak, kasus infeksi cacing yang kronik banyak ditemukan di
daerah pedalaman yang secara latar belakang pengetahuan kesehatan dan
pendidikan rendah.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi tingginya angka kecacingan
pada masyarakat Indonesia selain karena kondisi lingkungan geografis, juga
karena factor kersadaran untuk melakukan pola hidup bersih dan sehat, rendahnya
pengetahuan kesehatan, dan kurangnya penyuluhan kepada masyarakat terutama
di daerah terpencil memberi kontribusi tingginya angka kecacingan di Indonesia.
Apabila dicermati lebih lanjut, infeksi cacing ini sepele, tetapi
pengaruhnya bisa sangat mengganggu terutama pada anak-anak yang dalam masa
pertumbuhan, infeksi ringan mengakhibatkan anemia dengan berbagai manifestasi
kilinis, baik yang terlihat secara nyata maupun yang tidak terlihat. Kasus infeksi
yang sedang sampai berat bisa mengakhibatkan adanya gangguan penyerapan
pada usus dan gangguan beberapa fungsi organ dalam. Apabila hal ini terjadi pada
masa anak-anak terutama disekolah, maka akan sangat mengganggu proses belajar
mengajar, secara nyata anak bisa mengalami kemunduran prestasi, yang disadari
atau tidak hal tersebut mempengaruhi masa depan mereka. Kasus infeksi pada
orang dewasa biasanya tidak disadari, contoh kasus pada infeksi filaria,
membutuhkan waktu yang cukup panjang dari infeksi sampai terjadinya
elephantiasis (Kaki gajah) beberapa kasus menunjukkan bahwa orang yang
terinfeksi mengetahui bahwa dirinya terkena elephantiasis setelah kakinya
membesar.
Sekitar 60 persen orang Indonesia mengalami infeksi cacing. Kelompok
umur terbanyak adalah pada usia 5-14 tahun. Angka prevalensi 60 persen itu, 21
persen di antaranya menyerang anak usia SD dan rata-rata kandungan cacing per
orang enam ekor. Data tersebut diperoleh melalui survei dan penelitian yang
dilakukan di beberapa provinsi pada tahun 2006
Penanganan untuk mengatasi infeksi cacing dengan obat-obatan
merupakan pilihan yang dianjurkan. Obat anti cacing Golongan Pirantel Pamoat
(Combantrin dan lain-lain) merupakan anti cacing yang efektif untuk mengatasi
sebagian besar infeksi yang disebabkan parasit cacing.

1. Intervensi berupa pemberian obat cacing ( obat pirantel pamoat 10 mg / kg


BB dan albendazole 10 mg/kg BB ) dosis tunggal diberikan tiap 6 bulan
pada anak SD dapat mengurangi angka kejadian infeksi ini pada suatu
daerah
2. Paduan yang serasi antara upaya prevensi dan terapi akan memberikan
tingkat keberhasilan yang memuaskan, sehingga infeksi cacing secara
perlahan dapat diatasi secara maksimal, tuntas dan paripurna.
1.2 Rumusan Masalah

a. Pengertian Penyakit Cacingan

b. Gejala Umum yang Sering terjadi pada Pasien Penderita Penyakit Cacingan

c. Penyebab Cacingan di Tubuh

d. Pemeriksaan Fisik Dan Diagnostik Pasien Cacingan

e. Terapi Medis Penyakit Cacingan

f. Penatalaksanaaan Medis Penyakit Cacingan

g. Pengobatan Cacingan Pada Anak Dan Orang Tua

h. Pengendalian Penyakit Cacingan

1.3 Tujuan

1. Apa itu Pengertian Penyakit Cacingan

2. Apa Gejala Umum yang Sering terjadi pada Pasien Penderita Penyakit
Cacingan

3. Jelaskan Penyebab Cacingan di Tubuh

4. Bagimana Pemeriksaan Fisik Dan Diagnostik Pasien Cacingan

5. Apa Terapi Medis Penyakit Cacingan

6. Bagaimana Penatalaksanaaan Medis Penyakit Cacingan

7. Apa Pengobatan Cacingan Pada Anak Dan Orang Tua

8. Bagaimana Pengendalian Penyakit Cacingan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyakit Cacingan


Cacingan merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya merugikan,
manusia merupakan hospes (inang) beberapa nematoda usus. Sebagian besar
daripada nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Beberapa jenis cacing yang menyerang manusia yaitu; cacing gelang, cacing
cambuk, cacing kremi, dan cacing tambang (Gandahusada, 2000, h.8).
Penyakit cacingan bisa menyerang siapa saja, tanpa mengenal usia.
Biasanya penularan penyakit cacingan terdapat 2 jenis yaitu (Ali, 2007):
1. Buang air besar sembarangan – feses yang mengandungi telur cacing
mencemari tanah – telur menempel di tangan atau kuku ketika mereka
sedang bermain – ketika makan atau minum, telur cacing masuk ke dalam
mulut – tertelan – kemudian orang akan cacingan dan seterusnya.
2. Buang air besar sembarangan – feses yang mengandung telur cacing
mencemari tanah – dikerumuni lalat – lalat hinggap di makanan atau
minuman – makanan atau minuman yang mengandung telur cacing masuk
melalui mulut – tertelan – dan selanjutnya orang akan cacingan.

Kecacingan, atau cacingan dalam istilah sehari-hari, adalah kumpulan


gejala gangguan kesehatan akibat adanya cacing parasit di dalam tubuh.
Perut anak yang buncit sering dikatakan anak itu cacingan. Kadang-
kadang hal itu memang benar, tetapi adakalanya juga tidak benar. Anak-anak
paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari-jari tangan mereka
dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci tangan, namun sesekali
orang dewasa juga perutnya berisi cacing.
Penyebab terjadinya kecacingan adalah semua cacing masuk ke dalam
perut, kecuali cacing tambang anak cacingnya menembus kulit kaki. Semua jenis
cacing bertelur di usus dan telur yang sudah matang dikeluarkan bersama-sama
tinja. Berak (tinja) yang dibuang di hutan, di sawah, di pantai dan sungai, bila
kering telur cacing akan tertiup angin, lalu masuk ke dalam makanan yang
dimakan manusia.
Telur cacing itu sesampainya diperut, lalu menetas menjadi anak cacing
(larva). Anak cacing lalu menembus dinding usus masuk ke dalam aliran darah,
terus ke paru-paru, kemudian menembus dinding kerongkongan. Seampainya di
dalam kerongkongan larva menimbulkan perasaan gatal itu yang selanjutnya
masuk kembali kedalam usus untuk tumbuh menjadi dewasa dan mengeluarkan
telur kembali ke dalam berak.
Selanjutnya terulang lagi siklus diatas. Kecuali cacing tambang yang
menetas ditempat yang lembab, lalu anak menjadi cacing (larva) dan bila ada
lewat yang memakai sepatu, maka larva menmbus kulit kaki masuk ke darah, ke
paru-paru lalu menembus dinding kerongkongan masuk ke dalam usus dan
menjadi dewasa. Cacing yang paling sering ditemui pada penderita kecacingan
ialah cacing gelang, cacing tambang, cacing benang, cacing pita, dan cacing
keremi.
Jadi pengendalian kecacingan harus dilakukan di seluruh lapisan
masyarakat di Indonesia yaitu untuk menekan, mengurangi, atau menurunkan
angka kecacingan agar tidak membahayakan kehidupan masyarakat.

2.2 Gejala Umum yang Sering terjadi pada Pasien Penderita Penyakit
Cacingan
Penyakit cacing umumnya ialah penyakit yang didapat oleh tubuh begitu
terjangkit oleh cacing baik melewati makanan yang dikonsumsi manusia atau
melewati pori-pori kulit tubuh manusia.

Cacing biasanya akan betah dan bertahan hidup di bagian usus manusia
karena cacing dapat mendapatkan sumber makanan berupa nutrisi yang terdapat
pada usus manusia. Terdapat beberapa gejala umum yang dapat dirasakan oleh
para pasien penderita penyakit cacingan seperti dibawah ini :

1) Badan yang cenderung kurus


2) Berat badan yang sulit naik walau sudah makan banyak
3) Bagian perut yang buncit atau besar
4) Perasaan tidak nafsu makan
5) Tubuh merasa lemas, mual dan muntah
6) Timbulnya rasa nyeri perut
7) Diare dan feses yang berdarah
8) Batuk kering disertai wajah yg pucat
9) Mudah mengantuk
10) Terdapat cacing pada muntahan atau pada feses

Sedangkan Gejala Khusus Cacingan :


Yang dimaksud dengan gejala khusus cacingan ialah berdasarkan fakta bahwa
setiap jenis cacing yang masuk ke dalam tubuh manusia akan membawa gejala
dan dampaknya tersendiri bagi tubuh manusia. Ini semua didasarkan pada jenis
cacing apa yang menjangkiti tubuh manusia tersebut.
(Menteri Kesehatan, 2006)

2.3 Penyebab Cacingan di Tubuh


Penyebab cacingan pada diri seseorang berbeda-beda tergantung dari jenis
cacing apa yang masuk ke dalam tubuh. Beberapa jenis cacing yang paling umum
menyebabkan penyakit cacingan pada manusia, yaitu:

A. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

Cacing gelang adalah cacing yang paling umum menginfeksi manusia.


Cacing gelang dewasa berukuran 10 – 30 cm dengan tebal sebesar pensil dan
dapat hidup hingga 1 sampai 2 tahun.

Siklus hidup cacing gelang:


Cacing gelang menular melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
telurnya. Ketika sekelompok telur cacing tertelan dan memasuki usus, mereka
menetas menjadi larva. Larva kemudian beredar melewati dinding usus, menuju
paru-paru melalui aliran darah. Selama tahap ini, gejala seperti batuk (bahkan
batuk cacing) dapat terjadi. Dari paru-paru, larva memanjat melalui saluran
bronkial ke tenggorokan, di mana mereka kemudian tertelan melalui ludah. Larva
lalu kembali ke usus kecil hingga tumbuh menjadi dewasa, kawin, dan bertelur
dalam 2 bulan setelah telur menetas.
Seekor cacing betina dapat memproduksi hingga 200.000 - 240.000 telur
dalam sehari, yang kemudian dibuang ke dalam tinja dan menetas di dalam tanah.
Anak-anak sangat rentan terhadap infeksi cacing gelang karena mereka cenderung
meletakkan segala sesuatu di mulut mereka, termasuk tanah, dan sering kurang
bisa menjaga kebersihan dibandingkan orang dewasa.
Cacingan ringan biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala baru muncul
pada cacingan yang parah. Anak-anak lebih mungkin dibanding orang dewasa
untuk mengalami gangguan gastrointestinal dan gejala kurang gizi, karena cacing
gelang ini dapat mengisap 0,14 gr karbohidrat setiap hari. Perut buncit dan
lesu/kurang semangat bisa menjadi pertanda anak terkena infeksi cacing gelang
yang parah.

B. Cacing kremi (Enterobius vermicularis)

Seperti halnya cacing gelang, cacing kremi atau cacing kerawit hanya
menginfeksi manusia, Anda tidak bisa tertulari cacing ini dari hewan peliharaan.

Siklus hidup cacing kremi:


Telur cacing kremi dapat menempel pada tangan melalui kotoran manusia.
Ketika tangan yang tercemar masuk ke mulut, telur dapat masuk ke dalam tubuh,
menetas dalam usus kecil dan bergerak turun ke usus besar. Di sana cacing kremi
melekat pada dinding usus dan makan. Ketika mereka siap bertelur, cacing pindah
dan bertelur pada kulit berlipat di sekitar dubur. Saat itulah mungkin curiga
terkena cacingan karena merasakan gatal-gatal di sekitar anus (pruritus) yang
biasanya lebih intens di malam hari. Dibutuhkan waktu sekitar satu bulan dari
menelan telur cacing ke merasakan gatal-gatal di anus. Cacing kremi dewasa
berukuran 3-10 mm sehingga bisa dilihat dengan mata telanjang.
Telur cacing kremi dapat bertahan hidup hingga tiga minggu. Karena
bentuknya yang sangat kecil, Anda tidak dapat melihatnya sehingga bisa tanpa
sengaja tertulari ketika menggunakan baju, kasur, bantal, mainan anak, uang
kertas, peralatan makan, atau peralatan mandi/toilet.
Untuk memastikan apakah gatal-gatal disebabkan oleh cacing kremi, dapat
diletakkan sepotong selotip di anus. Semua cacing atau telur akan menempel ke
selotip. Lalu bawalah selotip itu ke dokter untuk diperiksa.

C. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

Cacing tambang bisa menginfeksi manusia maupun mamalia lain seperti


kucing dan anjing.
Siklus hidup cacing tambang:
Cacing tambang dewasa berada dalam usus kecil manusia, di mana mereka
melekatkan diri di dinding usus dengan mulut mereka. Mereka makan darah dan
menyebabkan perdarahan di usus yang ditempati.
Cacing betina memproduksi telur cacing, yang dikeluarkan lewat tinja. Jika
tinja jatuh ke tanah, dan cuaca hangat, telur cacing akan menetas menjadi larva
dalam waktu sekitar dua hari. Larva kemudian menjadi dewasa dalam seminggu,
dan dapat bertahan untuk waktu yang lama jika kondisi mendukung. Larva yang
mendapatkan kontak dengan kaki telanjang manusia akan menembus kulit kaki
dan masuk ke paru-paru melalui sirkulasi darah. Larva kemudian bergerak ke
saluran udara menuju tenggorokan dan tertelan. Mereka menuju ke usus kecil.
Larva lalu melekat pada dinding usus dan berkembang menjadi cacing dewasa.
Pada sekitar usia lima bulan, cacing mulai memproduksi telur.
Infeksi cacing tambang biasanya tidak memberikan gejala spesifik. Anemia
(kekurangan darah) dan keluhan terkait peradangan usus seperti mual, sakit perut
dan diare adalah beberapa gejala yang mungkin timbul.

D. Cacing cambuk (trichinella spiralis)

Cacing cambuk ditularkan melalui konsumsi daging hewan yang


mengandung larva cacing ini. Cacing cambuk dewasa mencapai panjang sekitar 1-
2 mm.
Siklus hidup cacing cambuk:
Manusia terinfeksi karena memakan daging mentah atau setengah matang
dari hewan yang terinfeksi, terutama babi, babi hutan, dan beruang. Larva lalu
masuk ke usus kecil, menembus mukosa, dan menjadi dewasa dalam 6-8 hari.
Cacing betina dewasa melepaskan larva yang bisa bertahan hidup sampai 6
minggu. Larva yang baru lahir bermigrasi melalui aliran darah dan jaringan tubuh,
tetapi akhirnya hanya bertahan di sel otot rangka lurik. Larva mengkista (encyst)
sepenuhnya dalam 1-2 bulan dan tetap hidup hingga beberapa tahun sebagai
parasit intraselular. Larva yang mati akhirnya diserap kembali tubuh. Siklus ini
terus berlanjut hanya jika larva mengkista dicerna oleh karnivora lain.
Gejala awal infeksi cacing cambuk termasuk edema, nyeri otot, dan demam.
E. Cacing pita (Taenia saginata dan Taenia solium)
Cacing pita adalah parasit manusia dan hewan ternak. Ada dua jenis cacing
pita yang menjadikan manusia sebagai inang antara maupun inang permanen:
1) Cacing pita sapi (Taenia saginata)
Taenia saginata adalah raksasa di antara semua cacing parasit. Panjang
taenia saginata bisa mencapai 8 meter, hampir sepanjang saluran pencernaan
manusia dewasa. Cacing pita ini berwarna putih pucat, tanpa mulut, tanpa anus
dan tanpa saluran pencernaan. Badannya tidak berongga dan terdiri dari segmen-
segmen berukuran 1x1,5 cm. Taenia saginata bisa hidup sampai 25 tahun di
dalam usus inangnya.
Siklus hidup Taenia saginata:
Cacing pita sapi memiliki siklus yang rumit dan berakhir pada manusia
sebagai inang tetapnya. Cacing pita dewasa melepaskan telur-telurnya bersama
segmen badannya. Segmen ini bila mengering di udara luar akan melepaskan
telur-telur cacing yang dapat termakan oleh sapi saat merumput. Enzim
pencernaan sapi membuat telur menetas dan melepaskan zigot yang kemudian
menembus lapisan mukosa saluran pencernaan untuk memasuki sirkulasi darah.
Dari pembuluh darah, zigot akan menetap di otot membentuk kista, seperti
pada cacing cambuk. Bila daging sapi berisi kista tersebut dimakan manusia
dalam keadaaan mentah atau setengah matang, enzim-enzim pencernaan akan
memecah kista dan melepaskan larva cacing. Selanjutnya, larva cacing yang
menempel di usus kecil akan berkembang hingga mencapai 5 meter dalam waktu
tiga bulan. Selain masalah gizi, kehadiran cacing pita umumnya menyebabkan
gejala perut ringan sampai sedang (mual, sakit, dll).
2) Cacing pita babi (Taenia solium)
Taenia solium adalah kerabat dekat Taenia saginata yang memiliki siklus
hidup hampir sama, namun inang perantaranya adalah babi. Manusia terinfeksi
dengan memakan daging babi berisi kista Taenia solium. Cacing ini sedikit lebih
kecil dari Taenia saginata (3-4 m panjangnya), tetapi lebih berbahaya. Berbeda
dengan Taenia saginata yang hanya membentuk kista di daging sapi, Taenia
solium juga mengembangkan kista di tubuh manusia yang menelan telurnya. Kista
tersebut dapat terbentuk di mata, otak atau otot sehingga menyebabkan masalah
serius. Selanjutnya, jika tubuh membunuh parasit itu, garam kalsium yang
terbentuk di tempat mereka akan membentuk batu kecil di jaringan lunak yang
juga mengganggu kesehatan.

2.4. Pemeriksaan Fisik Dan Diagnostik Pasien Cacingan


Gejala cacingan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada
permulaan mungkin ada batuk-batuk dan eosinofilia. Anak yang menderita
cacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan kurang konsentrasi belajar.
Pada anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak
buncit, perut sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Biasanya anak masih
dapat beraktivitas walau sudah mengalami penuruanan kemampuan belajar dan
produktivitas. Pemeriksaan tinja sangat diperlukan untuk ketepatan diagnosis
yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur
juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi (Menteri
Kesehatan, 2006)
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan mikroskopis pada hapusan tinja dan dihitung dengan metode
apus tebal kato. Infeksi biseksual menyebabkan ekskresi telur fertil
matang, sedangkan telur infertil ditemukan pada individu yang terinfeksi
hanya dengan cacing betina.
2. Ditemukan larva pada lambung atau saluran pernafasan pada penyakit
paru.
3. Pada pemeriksaan darah ditemukan periferal eosinofilia.
b. Pemeriksaan foto
1. Foto thorak menunjukkan gambaran opak pada lapang pandang paru
seperti pada sindrom Loeffler.
2. Penyakit pada saluran empedu
a) Endoscopic retrogade cholangiopancreatography (ERCP) memiliki
sensitifitas 90 % dalam membantu mendiagnosis biliary ascariasis.
b) Ultrasonography memiliki sensitivitas 50 % untuk membantu
membuat diagnosis biliary ascariasis.

2.5 Terapi Medis Penyakit Cacingan


a) Pada anak dengan infeksi berat garam piperazin (sitrat, adipat, atau fosfat)
diberikan secara oral dengan dosis per hari 50-75 mg/kg selama 2 hari.
Dosis tunggal lebih efektif dari pada regimen 2, dalam mengurangi beban
cacing pada anak yang terinfeksi. Karera piperazin menyebabkan paralisis
neuromuskuler parasit dan pengeluaran cacing relatif cepat , maka obat ini
adalah obat plihan untuk obstruksi usus atau saluran empedu (Berhman,
1999).
b) Obat ascariasis usus tanpa komplikasi dapat digunakan albendazole (400
mg P.O. sekali untuk segala usia), mabendazole (10 mg P.O. untuk 3 hari
atau 500 mg P.O. sekali untuk segala usia).

2.6 Penatalaksanaaan Medis Penyakit Cacingan


a. Pengkajian
Identitas klien
1. Nama
2. Usia
3. Alamat
4. Jenis kelamin
5. Agama
6. Status

Dasar data pengkajian menurut Doenges (1999) adalah :


1. Aktivitas dan istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia, tidak tidur
semalam karena diare. Merasa gelisah dan ansietas.
2. Sirkulasi
Tanda : tachikardia ( respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi
dan nyeri)
3. Nutrisi / cairan
Gejala : mual, muntah, dan anoreksia.
Tanda : hipoglikemia, pot belly, dehidrasi, BB turun.
4. Eliminasi
Tanda : diare, penurunan haluaran urin.
5. Nyeri
Gejala : nyeri epigastrik, nyeri daerah pusat, kolik.
6. Integritas ego
Gejala : ansietas.
7. Keamanan
Tanda : kulit kemerahan, kering, panas, suhu meningkat

2.7 Pengobatan Cacingan Pada Anak Dan Orang Tua

Obat cacing atau pengobatan cacingan bisa dilakukan menggunakan obat-


obat dipasaran, namun lebih baik anda menggunakan obat-obatan herbal alami,
sebab dalam proses pengobatan cacingan pada anak relatif lebih aman.
Cara mengobati anak cacingan bisa menggunakan : Minyak Zaitun,
Minyak kelapa murni, Parutan kelapa.Cara membuat ramuan : Gunakan parutan
kelapa atau minyak kelapa yang dicampur dengan minyak zaitun. Apabila
kesulitan mendapatkan minyak Zaitun cukup dengan kelapa atau minyak kelapa
saja. Dan perlu anda ketahui metode pengobatan dengan menggunakan minyak
kelapa tidak bisa mematikan cacing, akan tetapi hanya mengusir atau
mengelurkan cacing disaat berak atau diluar berak saja.

Obat Cacingan Alami.


1. Mengobati Cacingan Dengan Wortel.
Jika anda ingin membasmi cacing dalam perut anda juga bisa menggunakan
ramuan dari air perasan wortel, caranya campurkan air perasan wortel dengan
santan kental masing-masing berukuran 1 cangkir, beri sedikit garam aduk sampai
rata, kemudian minumkan pada anak yang menderita cacingan. Ramuan ini bisa
memberantas cacing yang menyerang anak-anak maupun orang dewasa.

2. Mengobati Cacingan Dengan Kulit Mangga.


Kulit mangga yang biasanya dibuang begitu saja ternyata dapat dijadikan
sebagai obatcacing. Daya antelmintik pada kulit mangga akan membantu
mencegah penyakit cacing terutama untuk anak-anak, antelmintik juga sangat
ampuh untuk membunuh kuman dan bakteri yang ada di dalam perut.
Cara membuatnya : Selama kurang lebih 15 menit rebuslah kulit mangga,
hal ini akan menjadikan zat antelmintik di kulit mangga keluar. Ambil dan
taruhlah dalam gelas air rebusan kulit mangga tersebut kemudian minumlah
dengan penuh semangat. Ternyata rebusan kulit mangga ini cukup ampuh
membunuh bakteri jahat di dalam perut dan juga larva cacing.

3. Mengobati Cacingan Dengan Kelapa.


Bahan yang diperlukan 1/4 butir kelapa dan 1 buah wortel.
Cara membuat ramuan : Semua bahan diatas cucilah hingga bersih sebelum
diparut, campur parutan dengan segelas air matang. Peras, saring dan minumlah
sebelumtidur.

4. Mengobati Cacingan Dengan Akar Delima.


Bahan yang diperlukan ambil 7 gram akar delima saja.
Cara membuat ramuan: Akar delima dicuci bersih lalu dipotong kecil. Rebuslah
dengan segelas air matang selama 15 menit. Saring kemudian minum airnya
sampaihabis.

5. Mengobati Cacingan Dengan Biji Jeruju.


Bahan yang diperlukan biji jeruju 4-6 butir.
Cara membuat ramuan : Tumbuklah biji jeruju hingga halus, kemudian seduhlah
dengan setengah gelas air panas. Dinginkan sebentar lalu minum saja sampai
habis.

6. Mengobati Cacingan Dengan Krokot.


Bahan yang diperlukan Krokot Segar. Cara membuat ramuan : Krokot
dicuci sampai bersih. Langkah selanjutnya adalah merebusnya dengan 600cc air,
hingga tersisa 300 cc. Minum air rebusannya selagi masih hangat, dan krokotnya
juga dimakan. tapi pancinya jangan. Lakukan secara teratur 2 kali dalam sehari.

7. Mengobati Cacingan Dengan Biji Pepaya untuk Cacing Gelang.


Bahan yang diperlukan 2 sendok makan biji pepaya dan Madu
Cara membuat ramuan : Biji pepaya dikeringkan, kemudian ditumbuk hingga
halus. Seduh dengan setengah gelas air dan tambahkan dengan sedikit madu.

8. Mengobati Cacingan Dengan Daun Pepaya Untuk Cacing Kremi.


Bahan yang diperlukan 1 lembar daun pepaya dan 15 gram akar pohon
bunga melati. Cara membuat ramuan : Selain biji pepaya, daun pepaya juga bisa
digunakan mengobati cacing terutama cacing kremi. Cucilah semua bahan hingga
bersih. Rebus semuanya dengan 600cc air, hingga tersisa 300 cc. Minum air
rebusannya selagi masih hangat. Lakukan secara teratur 2 kali sehari.

9. Mengobati Cacingan Dengan Bawang Putih Untuk Cacing Kremi.


Bahan yang diperlukan bawang putih 3 butir, 30 gram akar pepaya, gula
merah secukupnya. Cara membuat ramuan : Selain untuk mengusir vampire,
bawang putih juga efektif untuk mengobati cacing kremi. Caranya gula merah
dipotong dan semua bahan dicuci bersih. Lalu rebus semuanya dengan 600cc air,
hingga tersisa 300 cc. Minum air rebusannya selagi hangat..

10. Mengobati Cacingan Dengan Bangle.


Bahan yang diperlukan : 25 gram bangle, 25 gram temu hitam, 10 gram
biji ketumbar, 5 buah tangkai daun sirih (diiris-iris tipis).
Cara membuat ramuan : Rebuslah keseluruhan bahan dengan 600 cc air hingga
tersisa 300 cc kemudian diminum selagi hangat, untuk 2 kali minum. Lakukan
mengkonsumsi ramuan ini secara teratur 2 kali sehari.

11. Mengobati Cacingan Dengan Putri Malu.


Caranya cukup mudah, cuci 15 – 30 gram tanaman putri malu, rebuslah
dalam 3 gelas airsampai hanya tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring kemudian air
saringannya diminum pada malam hari sebelum berangkat tidur.
Peringatan penggunaan ramuan dengan Putri malu :
a. Ingat !! akar putri malu dalam dosis tinggi dapat menyebabkan keracunan juga
muntah-muntah.
b. Wanita hamil dilarang meminun rebusan tanaman obat ini karena dapat
menyebabkan kematian pada janin yang dikandungnya bahkan bisa
menggugurkan kandungan.
Pengobatan pada kasus cacingan bisa menimbulkan efek yang berbeda.
bisa jadi setelah diobati, cacing akan mati dan keluar bersama kotoran. Jika cacing
tidak mati maka akan meyebabkan mencret atau diare (baca artikel Cara
mengobati diare) kejadian ini akibat dari kerusakan yang ditimbulkan oleh
sicacing yang sedang marah maupun karena obatnya yang kurang cocok.
Kemungkinan lain adalah cacing akan keluar dalam keadaan masih hidup, baik
saat berak atau saat tidak berak (seperti pengobatan dengan kelapa atau minyak
Makanan yang dapat dikonsumsi oleh anggota keluarga untuk
penanggualangan infeksi cacing:

1. Buah bit dan delima

Kandungan anti-bakteri di dalam buah bit dan delima tak hanya berkhasiat
membantu mengurangi risiko infeksi akibat cacing, tapi juga membersihkan racun
yang ada di dalam tubuh karena adanya kandungan tinggi antioksidan di
dalamnya.

2. Bawang putih, bawang bombay dan kelapa

Ketiganya diketahui dapat meningkatan aktivitas antiprotozoa di dalam tubuh


sehingga mengurangi komplikasi pencernaan akibat infeksi cacing.
Kandungan inulin dalam bawang putih juga berkhasiat sebagai prebiotik,
membentuk produksi bakteri baik dalam usus.

3. Pepaya dan nanas

Buah pepaya dan nanas kaya akan enzim pencernaan, sehingga mengonsumsi
kedua buah ini secara rutin dapat membantu memperlancar kerja sistem
cerna tubuh. Selain itu, buah nanas juga memiliki kandungan tinggi vitamin C dan
zat anti-radang yang dapat melindungi usus dari dampak infeksi virus, bakteri
maupun parasit seperti cacing.

Jangan lupa, sebelum mengonsumsi makanan tersebut Anda harus


memperhatikan kebersihannya. Cuci buah-buahan hingga bersih agar tak ada telur
maupun larva cacing yang menempel dan tertelan masuk ke perut. Jika buah yang
dikonsumsi terkontaminasi cacing kemudian menginfeksi tubuh, maka gejala
seperti sakit perut, diare, dan muntah bisa muncul.

2.8 Pengendalian Penyakit Cacingan

A. Konsep Dasar Pengendalian Cacingan


1. Harus dapat mengurangi angka kecacingan
2. Tidak membahayakan bagi manusia
3. Tidak mengganggu keseimbangan lingkungan yang ada

B. Tujuan Pengendalian Cacingan


1. Mencegah penyakit cacingan pada anak-anak dengan melakukan
pemeriksaan tinja serta terapi obat pada penderita cacingan.
2. Mencegah penyakit cacingan yang memicu pertumbuhan terganggu karena
penyerapan gizi oleh cacing menyebabkan mal nutrisi.

C. Cara Pengendalian Cacingan


1. Usaha pencegahan (prevention)
a. Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang kebersihan perorangan:
cuci tangan sebelum makan atau sebelum menyiapkan makanan, jaga
kebersihan kuku, kuku sebaiknya dipotong pendek, jangan mengaruk-
garuk daerah sekitar anus, dan tinggalkan kebiasaan mengigit-gigit kuku.
b. Menghilangkan sumber infeksi dengan cara memberi pengobatan terhadap
penderita secara tuntas.
c. Mandi setiap pagi dengan air mengalir “shower” atau mandi dengan
berendam dalam bak mandi.
d. Gantilah pakaian dalam, baju tidur dan sprei setiap hari, sebaiknya
dilakukan setelah mandi.
e. Bersihkan rumah dan sedot dengan penyedot vakum setiap hari selama
beberapa hari setelah pengobatan kasus.
f. Kurangi jumlah penghuni rumah yang ada penderita cacing kremi untuk
menghindari penularan.
g. Anjurkan masyarakat menggunakan jamban keluarga yang sesuai standar
dan selalu merawat kebersihan jamban tersebut.
h. Penggunakan alas kaki agar anak cacing tidak masuk lewat kulit kaki.

2. Usaha Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar


(suppression)
a. Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Tidak diperlukan laporan
formal untuk tindak lanjut kasus tersebut (lihat pelaporan tentang penyakit
menular).
b. Isolasi: Tidak perlu.
c. Desinfeksi serentak: Ganti sprei dan pakaian dalam pasien yang terinfeksi
setiap hari, dilakukan beberapa hari setelah pengobatan, dilakukan dengan
hati-hati agar telur cacing tidak beterbangan di udara, gunakan baju tidur
yang tertutup. Telur cacing akan mati jika dipanaskan dengan suhu 55ºC
(131°) dalam beberapa detik; rebus sprei atau gunakan mesin cuci yang
baik untuk mencuci kain tersebut pada suhu panas. Bersihkan dan gunakan
penyedot debu untuk membersihkan tempat tidur dan ruang keluarga
setiap hari, dilakukan selama beberapa hari setelah pengobatan.
d. Karantina: Tidak perlu.
e. Imunisasi kontak: Tidak perlu.
f. Investigasi kontak dan sumber infeksi: periksa semua anggota keluarga
yang terinfeksi di rumah, atau semua penghuni asrama yang terinfeksi
dengan dengan pemeriksaan sediaan yang dibuat dari usap dubur (anal
swab) yang diambil dengan cara melekatkan “Scotch adhesive tape” pada
dubur. Dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk melihat adanya telur
cacing. Pengambilan usap dubur sebaiknya dilakukan pada pagi hari
sebelum mandi dan buang air besar. Pemeriksaan diulang sebanyak tiga
kali atau lebih sebelum menyatakan hasilnya negatif. Kadang telur cacing
ditemukan pada pemeriksaan tinja atau urin. Cacing betina ditemukan
dalam tinja dan disekitar dubur pada saat dilakukan pemeriksaan rectum
dan vagina.
g. Saat salah satu anggota keluarga terkena cacingan, maka semua orang di
rumah harus dirawat. Seprai, handuk dan pakaian yang dipakai pada dua
hari sebelumnya harus dicuci dengan air hangat dan detergen.
h. Pengobatan spesifik: Pyrantel pamoate (Antiminth®, Combantrin®,
mebendazole (Vermox®) atau albendazole (Zantel®). Pengobatan diulang
setelah 2 minggu. Pengobatan dilakukan terhadap seluruh anggota
keluarga jika ada beberapa orang yang terinfeksi cacing kremi tersebut.
Menekan populasi cacing agar tidak membahayakan bagi tubuh dengan
membuang feses pada jamban agar tidak dihinggapi vektor yang
mengkontaminasi makanan.

3. Usaha Penanggulangan Wabah (eradication)


a. Jika ditemukan banyak kasus di sekolah atau institusi lain maka upaya
pemberantasan paling baik adalah dengan cara memberikan pengobatan
yang sistematik kepada mereka yang terinfeksi dan kepada anggota
keluarga yang kontak dengan mereka yang terinfeksi.
b. Membasmi populasi cacing didalam tubuh dengan melakukan tes
pemeriksaan keberadaan cacing pada tubuh terlebih dahulu serta
melakukan terapi dengan dengan piperazin yang dapat melumpuhkan
cacing secara temporer pada penderita cacingan oleh cacing keremi
(Enterobius vermicularis) dan cacing gelang (Ascaris lumbricoides) untuk
anak dengan dosis 15 ml dan dewasa 30 ml dalam bentuk sirup ataupun
tablet. Cacing kremi harus diberi obat 3 kali sehari selama 7 hari dengan
perincian 5 ml pagi, 5 ml siang, dan 5 ml malam. Pada cacing tambang
diberi pyrantel pamoat 11 mg per kilogram berat badan anak sehari. Serta
pemberian mebendazole dan albendazole yang menghalangi nutrisi
cacing, pemberian tetramisol pada Ascaris lumbricoides, oxantel pamoat
pada Trichuris trichiura, dan privinium pamoat pada cacing kremi.
c. Obat anti cacing Golongan Pirantel Pamoat merupakan anti cacing yang
efektif untuk mengatasi sebagian besar infeksi yang disebabkan parasit
cacing.Intervensi berupa pemberian obat cacing (obat pirantel pamoat 10
mg/kg BB dan albendazole 10 mg/kg BB) dosis tunggal diberikan tiap 6
bulan pada anak SD dapat mengurangi angka kejadian infeksi ini pada
suatu daerah. Paduan yang serasi antara upaya prevensi dan terapi akan
memberikan tingkat keberhasilan yang memuaskan, sehingga infeksi
cacing secara perlahan dapat diatasi secara maksimal.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Cacingan merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya merugikan,
manusia merupakan hospes (inang) beberapa nematoda usus. Sebagian besar
daripada nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Beberapa jenis cacing yang menyerang manusia yaitu; cacing gelang, cacing
cambuk, cacing kremi, dan cacing tambang (Gandahusada, 2000, h.8).
Penyebab terjadinya kecacingan adalah semua cacing masuk ke dalam
perut, kecuali cacing tambang anak cacingnya menembus kulit kaki. Semua jenis
cacing bertelur di usus dan telur yang sudah matang dikeluarkan bersama-sama
tinja. Berak (tinja) yang dibuang di hutan, di sawah, di pantai dan sungai, bila
kering telur cacing akan tertiup angin, lalu masuk ke dalam makanan yang
dimakan manusia.
Penyakit cacing umumnya ialah penyakit yang didapat oleh tubuh begitu
terjangkit oleh cacing baik melewati makanan yang dikonsumsi manusia atau
melewati pori-pori kulit tubuh manusia.

Cacing biasanya akan betah dan bertahan hidup di bagian usus manusia
karena cacing dapat mendapatkan sumber makanan berupa nutrisi yang terdapat
pada usus manusia.
Gejala cacingan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada
permulaan mungkin ada batuk-batuk dan eosinofilia. Anak yang menderita
cacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan kurang konsentrasi belajar.
Pada anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak
buncit, perut sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Biasanya anak masih
dapat beraktivitas walau sudah mengalami penuruanan kemampuan belajar dan
produktivitas. Pemeriksaan tinja sangat diperlukan untuk ketepatan diagnosis
yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur
juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi (Menteri
Kesehatan, 2006)

3.2. Saran
Agar masyarakat lebih memperhatikan kesehatan tubuhnya dan tahu akibat
bahaya dari kecacingan dan cara penanggulangan yang baik jika anak-anak di
lingkungan msyarakat terkena wabah cacingan. Cacingan bukan masalah sepele
tapi polemik yang bisa menjadi masalah besar jika tidak diatasi atau diberi
penangnan yang benar.

Anda mungkin juga menyukai