Anda di halaman 1dari 11

FARINGITIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB I (Askep Sistem THT)
Dosen Pengampu : Damon Wicaksi, SST, M.Kes

Oleh :
Fitria Wiwik Andriana

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BONDOWOSO
2017/2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena


dengan rahmat serta hidayah-Nya semata, sehingga tugas mata kuliah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
KMB I (Askep Sistem THT) yang merupakan salah satu mata kuliah yang
diberikan dalam Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Bondowoso.
Mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang wajib dalam ilmu
keperawatan. Penulis yakin tanpa adanya bantuan dari semua pihak, makalah ini
akan mengalami banyak hambatan. Oleh karena itu tidak berlebihan penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Yuana Dwi Agustin, SKM, M. Kes, sebagai Ketua Program Studi DIII
Keprawatan Universitas Bondowoso
2. Domon Wicaksi, SST, M.Kes sebagai dosen pengampu penulisan
makalah ini.
3. Semua pihak yangtelah membantu pengerjaan makalah ini.

Semoga segala sumbangsih yang diberikan kepada penulis mendapatkan


imbalan dari Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk perbaikan langkah penulis selanjutnya.

Bondowoso , September 2017

Penulis
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan
oleh virus (40-60%). Bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan inflamasi
local. Infeksi bakteri grup A Streptokokus β hemolitikus dapat menyebabkan
kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin
ekstraseluler yang dapat menimbulkan demam reumatik. Kerusakan katub
jantung, glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat
terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak
usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun.
Penularan infeksi melalui secret hidung dan ludah (droplet infection).

1.2 Manfaat
2. Menambah wawasan terutama di bidang kesehatan
3. Lebih menjaga dan mensyukuri nikmat Tuhan yang berupa kesehatan
4. Dapat mendalami penyakit faringitis s
5. Dapat melakukan pencegahan dan penanggulanannya
Faringitis
A. Definisi
Faringitis akut merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan semua infeksi
akut pada faring, termasuk tonsillitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14
hari dan merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain
disekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang
terjadi hanya pada tonsillitis namun juga mencakup nasofaringitis, dan
tonsilofaringitis dan ditandai dengan keluhan nyeri tenggorok. Faringitis
Htreptokokus Beta Hemolitikus Group A (SBHGA) adalah infeksi akut orofaring
dan/atau nasofaring oleh SBHGA. (Rahajoe,2012)
1. Faringitis akut
a. Faringitis viral
Tanda dan gejala :
Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada
pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis.
b. Faringitis bacterial
Tanda dan gejala :
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai dengan demam
suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil
hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian
timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher
anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.
c. Faringitis fungal
Tanda dan gejala :
Keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak
putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.
d. Faringitis gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak dengan orogenital.
2. Faringitis kronik
a. Faringitis kronik hiperplastik
Faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring. Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan lateral band
hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata,
bergranular.
Gejala :
Pasien mengeluh mula-mula tenggorokan kering gatal dan akhirnya batuk
yang bereak.
b. Faringitis kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rintis atrofi. Pada
rintis atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya,
sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
Gejala dan tanda :
Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau. Pada
pemeriksaan tampak mukosa faring yang ditutupi oleh lender yang kental
dan bila diangkat tampak mukosa kering.
3. Faringitis spesifik
a. Faringitis leutika
- Stadium primer
Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil
dan dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi
terus berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus
pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga didapatkan pembesaran kelenjar
mandibula yang tidak nyeri tekan.
- Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding faring
yang menjalar kea rah laring.
- Stadium tersier
Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan palatum.
Jarang pada dinding posterior faring. Guma pada dinding posterior faring
dapat meluas ke vertebra servikal dan apabila pecah dapat menyebabkan
kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, bila sembuh akan
terbentuk jaringan parut yang dapat menyebabkan gangguan fungsi
palatum secara permanen.
b. Faringitis tuberculosis
Faringitis tuberculosis merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru.
Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberculosis
faring primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang
mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara.

B. Etiologi
Bakteri dan virus merupakan penyebab dari faringitis dan virus merupakan menjadi
penyebab terbanyak seperti :
a. Virus Epstein Barr (EBV) disertai dengan gejala infeksi mononukleus seperti
splenomegali dan limfadenopati generalisita.
b. Infeksi Virus Campak.
c. Cytomegalovirus (CMV).
d. Virus Rubella.
e. Virus penyakit respiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus Parainfluinza.
Mikroorganisme penyebab faringitis akut
Mikroorganisme Kelainan yang ditimbulkan
Bakteri
Streptokokus, group A Faringitis, tonsillitis, demam scarlet
Streptokokus, group C dan G Faringitis, tonsillitis, scarlatiniform
Campuran bakteri anaerob Vincent’s angina
Neisseria gonorrhoeae Faringitis, tonsillitis
Corunebacterium haemolyticum Difteri
Arconobacterium dipthereae Faringitis, scarlatiniform
Yersinia enterocolitica Faringitis, enterokolitis
Yersinia pestis Plague
Francisella tularensis Tularemia (oropharyngeal form)
Virus
Virus rhino Common cold/rhinitis
Virus corona Common cold
Virus adeno Pharyngoconjunctival fever, IRA
Virus herpes simplex 1 & 2 Faringitis, gingivostomatitis
Virus parainfluenza Cold, croup
Virus coxsackie A Heparangina, hand-foot-and-mount disease
Virus Epstein-barr Infeksi mononucleosis
Virus sitomegalo Mononucleosis Viris Sitomegalo
Human immunodeficiency virus Infeksi HIV Primer
Virus influenza A dan B Influenza
Mikoplasma
Micoplasma pneumonia Pneumonia, bronchitis, faringitis
Klamidia
Clamydia psittaci IRA, Pneumonia

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala gejala faringitis :
1. Awitan akut disertai mual muntah.
2. Faring hiperemis
3. Tonsil bengkak dengan eksudasi
4. Kelenjar getah bening dengan leher anterior bengkak dan nyeri
5. Uvula bengkak dan merah
6. Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder
7. Ruam skarlatina
8. Petekie palatinum mole
9. Nyeri tenggorokan, nyeri telan, sulit menelan, mulut berbau.
10. Demam, tonsil hyperemia, otalgia (sakit ditelinga)
( Price dan Wilson,2006)
Pemeriksaan penunjang ( Sumarmo, 2002)
1. Leukosit : terjadi peningkatan
2. Hemoglobin : terjadi penurunan
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensifitas obat
Penatalaksanaan
1. Tata laksana umum
- istirahat yang cukup dan pemberian nutrisi dan cairan yang cukup.
- Pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak yang lebih besar untuk
mengurangi nyeri tenggorokan.
- Pemberian antipiretik, dianjurkan parasetamol atau ibuprofen.
2. Terapi antibiotic
Pemberian antibiotic harus berdasarkan gejala klinis dugaan faringitis
streptokokus dan diharapkan didukung hasil rapid antigen detection test dan
/atau kultur positif dari usap tenggorokan. Antibiotic empiris dapat diberikan
pada anak dengan klinis mengarah ke faringitis streptokokus, tampak toksik dan
tidak ada fasilitas pemeriksaan laboratorium. Golongan penisilin (pilihan untuk
faringitis streptokokus) yaitu penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/ hari dibagi 2-3
dosis selama 10 hari atau Amoksisilin 50mg/kgBB/ hari dibagi 2 selama 6 hari.
Bila alergi penisilin dapat diberikan
- Eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2,3 atau 4 kali
perhari selama 10 hari.
- Eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari
- Makrolid baru misalnya azitromisin dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari selama 3
hari.
Penanganan faringitis streptokokus persisten antra lain :
- Klindamisin oral 20-30 mg/kgBB/hari (10 hari) atau
- Amoksisilin clavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 10 hari atau
- Injeksi benzathine penicillin G intramuscular, dosis tunggal 600.000 IU
(BB<30 kg) atau 1.200.000 IU (BB>30 kg)
-
D. Masalah yang lazim muncul (Nanda,2015)
1. Hipertermi b.d proses inflamasi pada tonsil.
2. Nyeri aku b.d iritasi jalan napas atas sekunder akibat infeksi atau
pembengkakan.
3. Intoleransi aktifitas.
4. Gangguan menelan b.d abnormalitas orofaring, gangguan neuro muscular
(hilangnya reflek muntah ).

E. Discharge planning
1. Menghindari makanan dan minuman yang bersifat dingin.
2. Menghindari makanan yang memakai perasa dan bahan pengawet.
3. Memakai masker dikawasan yang berdebu dan berpolusi.
4. Minum suplemen dan olahraga secara teratur untuk menjaga daya tahan tubuh.
5. Berkumur-kumur dengan air garam minimal 3-4 kali sehari.
6. Mengkompres dengan air hangat pada leher.
7. Istirahat dan tidur yang cukup.
F. Patofisiologi

Invasi kuman pathogen


Penyebaran limfogen faring dan tonsil
(bakteri/virus)

Tonsillitis akut Proses inflamasi

Edema tonsil Hipertermi Tonsil dan


adenoid
membesar

Nyeri telan

Obstruksi pada
tuba eustaki
Sulit makan dan minum Nyeri

Gangguan menelan Kurangnya pendengaran Infeksi sekunder

Gangguan persepsi atau Otitis media


sensori pendengaran
DAFTAR PUSTAKA

Huda Amin dan Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Yogyakarta :
Penerbit Mediaction.
Prof. Dr. Soepardi Efiaty Arsyad, Sp. THT. 2010. Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
dan Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai