Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan segala nikmat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir dengan judul Analisis Praktik Klinik
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) pada Pasien Fraktur
Radius Ulna di RSUP Fatmawati. Laporan penelitian ini diajukan sebagai salah
satu syarat untuk memenuhi tugas Mata Ajar Karya Ilmiah Akhir. Penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan penelitian ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dewi Irawaty, MA., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia;
2. Ibu Riri Maria, SKp., MANP selaku dosen pembimbing yang telah
mencurahkan segala pikiran, tenaga, dukungan, dan masukan yang sangat
berharga dalam penyusunan laporan ini;
3. Ibu Ns. Sri Sasongkowati, S.Kep selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan yang luar biasa selama praktik di
ruang rawat bedah orthopedi GPS Lantai 1 RSUP Fatmawati
4. Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., M.Kep. selaku Penasehat Akademik yang
telah membimbing dan memberi dukungan selama ini kepada penulis;
5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf Fakultas Ilmu Keperawatan yang
telah banyak membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan
laporan;
6. Seluruh staf dan perawat di ruang rawat bedah orthopedi GPS Lantai 1
RSUP Fatmawati
7. Kedua orang tua tercinta yang telah merawat dan mendidik penulis dengan
penuh kasih sayang dan pengorbanan, mendoakan, dan memberikan
dukungan secara moril maupun materiil. Juga kepada adik tercinta yang
selalu memberikan dukungan;
8. Seluruh keluarga besar yang telah memberi dukungan dan doa kepada
penulis;
iv
Akhir kata penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari laporan ini masih memiliki
beberapa kekurangan, oleh karena itu masukan dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga penelitian ini nantinya membawa manfaat bagi masyarakt dan
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan.
Penulis
Masyarakat perkotaan sebagai bagian dari ruang lingkup kerja dari keperawatan
komunitas memiliki ciri khas tersendiri sehingga ia memiliki segmen yang dikenal
dengan keperawatan kesehatan masyarakt perkotaan. Masyarakat perkotaan
memiliki karakteristik yang khas, salah satunya ialah dalam hal masalah
kesehatan yang dialaminya. Padatnya penduduk, tingginya angka pertumbuhan
kendaraan bermotor, serta faktor gaya hidup menyebabkan timbulnya satu
masalah kesehatan yang khas pada masyarakat perkotaan, yaitu kecelakaan lalu
lintas. Kecelakaan lalu lintas menimbulkan banyak kerugian terutama pada korban
kecelakaan itu. Salah satu masalah yang ditimbulkan dari kecelakaan ialah fraktur.
Hasil praktik mahasiswa di ruang rawat bedah orthopedi RSUP Fatmawati
menunjukkan bahwa berbagai macam fraktur dapat disebabkan oleh kecelakaan
lalul lintas. Oleh karena itu penulis menuangkan salah satu kasus fraktur, yaitu
fraktur radius ulna beserta asuhan keperawatan untuk kasus tersebut. Laporan ini
diharapkan dapat menjadi salah satu bahan rujukan dalam menangani masalah
fraktur khususnya fraktur radius ulna.
Kata kunci: masyarakaat perkotaan, kecelakaan lalu lintas, fraktur, radius, ulna
ABSTRACT
Name: Irma Detia Rini
Title : Analyze of Clinical Practice of Urban Nursing on Patient with Radius
Ulna Fracture at Fatmawati Hospital
Urban communities as part of the scope of work of the nursing community has its
own characteristics so it has a segment known as urban nursing. Urban
communities have distinct characteristics, one of which is in terms of health
problems they experienced. Dense population, high rates of growth in motor
vehicles, as well as lifestyle factors causing the health problems typical in urban
communities, the traffic accidents. Traffic accidents cause a lot of damage,
especially to the victims of the accident. One of the problems arising from
accidents are fractures. Result in the student practices at orthopedic surgery ward
of RSUP Fatmawati indicates that a wide range of fracture can be caused by
traffic accidents. Therefore, the author analyzed one case of fracture, the fracture
radius ulna along with nursing care for these case. The report is expected to be
one of the reference materials in dealing with particular fracture, especially
radius ulna fracture.
vii
viii
ix
Lampiran 1 Pengkajian
Bab ini akan menguraikan pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan, dan
manfaat penulisan. Tujuan penulisan terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.
Sedangkan manfaat penulisan terdiri dari manfaat yang bisa didapat dari karya
ilmiah ini untuk penelitian, pendidikan, maupun praktisi keperawatan.
1.1.Latar Belakang
Masyarakat perkotaan merupakan salah satu ruang lingkup dari
keperawatan komunitas yang memiliki segmennya sendiri yaitu keperawatan
kesehatan masyarakat perkotaan. Perawatan kesehatan masyarakat adalah
suatu upaya pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh perawat dengan
mengikutsertakan tim kesehatan lain dan masyarakat untuk memperoleh
tingkat kesehatan yang lebih tinggi dari individu, keluarga dan masyarakat
(Depkes RI, 1996). Masyarakat perkotaan tentunya memiliki perbedaan
dengan masyarakat yang lain. Mereka memiliki ciri dan karakter tersendiri
yang membuat mereka memerlukan ruang lingkup area tersendiri dalam
bidang keperawatan. Termasuk di dalamnya bahwa masyarakat perkotaan
memiliki ciri khas tersendiri mengenai masalah kesehatan yang dialaminya.
Beragamnya masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat perkotaan
pun berbeda-beda sesuai agregat dan setting tempat di mana ia berada.
Misalnya anak-anak usia sekolah yang berada di lingkungan homeless dan
poor biasanya akan lebih berisiko mengalami masalah yang berkaitan dengan
NAPZA. Wanita perkotaan akan lebih berisiko mengalami masalah kesehatan
terkait kanker pada organ reproduksi. Pekerja akan berisiko memiliki masalah
kesehatan yang khas seperti risiko kecelakaan kerja, menghirup gas kimia, dan
lainnya. Orang-orang yang beraktivitas di jalan raya pun memiliki risiko
masalah kesehatan tersendiri seperti stress akan kemacetan, menghirup gas
karbon monoksida, ataupun kecelakaan lalu lintas.
1
Universitas Indonesia
Salah satu aspek yang dipengaruhi oleh kepadatan penduduk ialah aspek
lalu lintas. Bertambah padatnya penduduk meningkatkan konsumsi
masyarakat termasuk dalam penggunaan kendaraan, baik itu kendaraan umum
ataupun pribadi. Hal ini tentunya mempengaruhi kondisi lalu lintas, terlebih
jika ditinjau dari sisi infrastruktur jalan raya yang tidak seimbang dengan
peningkatan jumlah kendaraan. Hal ini terutama terjadi di Jakarta sebagai
pusat kegiatan ekonomi yang didominasi oleh kendaraan pribadi dengan
pertumbuhan sebesar 11% per tahun (Aziz, 2013)
Ketidakseimbangan tersebut tentunya menimbulkan dampak berupa
kemacetan lalu lintas. Kemacetan merupakan suatu masalah yang sering sekali
teramati di kota-kota besar di dunia, seperti di Los Angles dan Jakarta.
Yayasan Pelangi mengungkapkan bahwa kemacetan di DKI Jakarta
mengakibatkan pemborosan hinggan 8,3 triliun rupiah (UTIC, 2010).
Diskominfo DKI Jakarta menyatakan bahwa beberapa faktor yang
menyebabkan kemacetan ialah kepadatan penduduk dan tingginya keinginan
masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi, baik itu kendaraan roda
dua maupun roda empat (Aziz, 2013).
Pertumbuhan kendaraan yang meningkat pesat ini didominasi oleh
kendaraan roda dua. Menurut data BPS (2011) jumlah kendaraan roda dua
mencapai angka 68.839.341 dari jumlah kendaraan total yang mencapai
85.601.351, yaitu sekitar 80% dari total jumlah kendaraan yang ada. Hal ini
dapat disebabkan karena harga sepeda motor yang lebih terjangkau jika
dibandingkan dengan mobil dan dinilai lebih praktis di tengah kondisi ibukota
yang memang sudah padat. Dinas Perhubungan Darat (2013) juga mencatat
bahwa sepeda motor merupakan jenis kendaraan yang mengalami kecelakaan
dalam angka tertinggi.
Tingginya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan sepeda
motor merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan. Dinas Perhubungan
DKI Jakarta (2013) mencatat bahwa pada tahun 2011 kasus kecelakaan
mencapai 22 kasus setiap harinya. Sedangkan korban tewas akibat kecelakaan
lalu lintas jalan sekitar tiga orang per hari. Hal senada juga ditemukan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bab ini akan menguraikan teori yang mendasari analisa kasus, yaitu teori
mengenai keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, kecelakaan lalu lintas,
fraktur radius ulna, keperawatan praoperasi, keperawatan pascaoperasi, serta
tindakan edukasi praoperasi.
6
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
bermotor pada pria. Selain itu, pria juga berisiko dalam hal
penggunaan NAPZA dan alkohol.
3. Orientasi tentang penyakit serta pencegahannya: persepsi umum
masyarakat tentang pria dan kekuatannya mempengaruhi perilaku pria
dalam hal orientasi penyakit serta pencegahannya. Pria akan lebih
mengacuhkan gejala fisik yang dirasakan sehingga seringkali akibat
yang lebih parah tidak dapat dicegah.
4. Perilaku pelaporan kesehatan. Pria lebih tertutup terhadap situasi
kesehatannya saat diwawancara baik itu secara tatap muka atau via
telepon. Hal ini juga dikarenakan pria kurang mengingat riwayat
kesehatan selama ini, baik itu masalah kesehatan yang pernah dialami
hingga tindakan medis yang diterima.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.3.2 Klasifikasi
Fraktur dapat dibagi menurut ada tidanya hubungan antara
patahan tulang denga dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur
terbuka yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk kedalam
luka sampai ke tulang yang patah (Black, 2009). Patah tulang terbuka
dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka
dan berat ringannya patah tulang.
Fraktur juga dapat dibagi menurut garis fraktrunya misanya
fisura, fraktur sederhana, fraktur kominutif ( pengecilan, patah tulang
segmental,patah tulang impaksi ) serta berdasarkan penyebabnya seperti
fraktur kompresi, fraktur impresi, dan fraktur patologis.
Universitas Indonesia
2.3.4 Komplikasi
Komplikasi patah tulang meliputi:
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik dapat terjadi karena kehilangan darah yang
terjadi, baik itu melalui perdarah eksternal maupun internal
(Smeltzer & Bare, 2002).
b. Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak merupakan suatu kondisi terjadinya oklusi
dari pembuluh darah yang kecil oleh globula lemak (LeMone &
Burke, 1996). Hal ini dikarenakan tekanan pada sumsum tulang
yang lebih tinggi dibandingkan pembuluh darah atau akibat
katekolamin yang dilepaskan pada reaksi stress (Smeltzer & Bare,
2002).
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen terjadi ketika pasokan darah tidak
memenuhi kebutuhan perfusi jaringan (Smeltzer & Bare, 2002).
Komplikasi ini dapat terjadi karena penurunan kompartemen otot
yang diakibatkan fasia yang melapisi otot terlalu ketat atau gips
atau balutan yang terlalu kuat. Selain itu disebabkan pula oleh
peningkatan isi kompartemen akibat edema. Komplikasi ini sering
terjadi pada tulang yang panjang dan memiliki manifestasi klinik
adanya keluhan nyeri yang dalam, sensasi kesemutan, hilangnya
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bab ini akan menguraikan asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien
kelolaan. Asuhan keperawatan yang dipaparkan meliputi pengkajian, analisis data,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
3.1 Pengkajian
Klien bernama Tn. I.B., lahir pada tanggal 27 Februari 1978 dengan nomer
RM 01230091. Suku bangsa klien ialah Jawa. Klien masuk GPS lantai 1 pada
tanggal 6 Mei 2013. Sumber informasi pengkajian berasal dari keterangan
klien dan rekam medik. Pengkajian dilakukan pada tanggal 7 Mei 2013.
Tn. I merupakan klien fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Klien dibawa
ke RSUP Fatmawati setelah mengalami kecelakaan di perjalanan pulang ke
rumah pada tanggal 5 Mei 2013. Kecelakaan terjadi pada sekitar pukul 23.00.
Klien mengatakan bahwa saat itu klien sedang mengendarai motor sendiri.
Klien berusaha untuk mendahului sebuah mobil akan tetapi tidak berhasil.
Klien terjatuh dalam posisi miring dengan posisi tangan kiri yang menahan
tubuh. Setelah kejadian klien dibantu warga sekitar dan dibawa ke klinik
terdekat untuk diberikan pertolongan pertama. Klien dibidai di sana untuk
fiksasi sementara. Setelah itu klien dibawa ke IGD Fatmawati.
Klien menjalani pemeriksaan awal. Hasil pengkajian LMF awal
ditemukaan adanya deformitas, edema, serta tidak adanya luka terbuka (look),
klien merasakan nyeri skala 6, sensasi masih terasa di area distal (feel) gerak
fleksi ekstensi elbow terbatas, pronasi supinasi terbatas (move). Klien juga
menjalani pemeriksaan rontgen.
Pengkajian dilakukan oleh penulis pada tanggal 7 Juni 2013. Klien sehari-
harinya bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah perusahaan. Namun
karena kecelakaan yang dialaminya, klien dirawat di rumah sakit dan izin
bekerja. Klien mengatakan beberapa malam di rumah sakit sering terbangun di
malam hari karena merasa nyeri. Jika nyeri masih dapat ditahan klien biasanya
18
Universitas Indonesia
akan diam dan menahannya. Namun, jika nyeri dirasa tidak dapat ditahan, klien
akan memanggil perawat dan meminta obat penghilang nyeri.
Pada sistem kardiovaskuler, ditemukan bahwa bunyi jantung klien BJ I
dan BJ II normal, murmur (-), gallop (-), CRT <3 detik, TD 120/80 mmHg,
nadi teraba kuat dan teratur. Bunyi napas normal vesikuler (+), bronkovesikuler
(+), ronchii (-), wheezing (-), frekuensi napas 16x/ menit, penggunaan otot
bantu napas (-), napas cuping hidung (-). Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-). BAK >5x/hari, warna kekuningan. Sedangkan klien BAB setiap hari
dengan konsistensi lunak dan berwarna kekuningan. Palpasi abdomen tidak
ditemukan masa dan nyeri tekan (-). Bising usus klien 15x/menit.
Aktivitas klien dibantu oleh keluarga. Klien dapat makan sendiri dan
berjalan ke kamar mandi untuk BAK atau BAB. Namun klien perlu bantuan
untuk berpakaian karena tangan kiri klien belum dapat digerakkan. rentang
pergerakan sendi klien optimal kecuali pada ekstrimitas yang sakit, klien hanya
dapat menggerakkan jari tangannya. Hasil uji kekuatan otot klien menunjukkan
pada ekstrimitas yang sehat kekuatan otot klien memiliki nilai 5, sementara itu
kekuatan otot klien tidak dapat dikaji pada ekstrimitas yang sakit dikarenakan
nyeri.
Klien mengatakan nyeri berdenyut pada area fraktur yaitu lengan kiri skala
4-5. Nyeri hilang timbul, dan timbul terutama jika digerakkan. jika nyeri timbul
biasanya klien akan mengistirahatkan dirinya.
Klien direncanakan akan operasi elektif pemasangan internal fiksasi
berupa plat dan screw pada fraktur radius ulna pada tanggal 8 Mei 2013.
Namun posisi klien adalah sebagai cadangan. Klien telah menjalani persiapan
praoperasi seperti penyediaan darah, konsul dokter, dan penandatanganan
lembar persetujuan tindakan. Klien juga telah dipersiapkan untuk operasi
seperti puasa dan huknah. Namun di siang hari klien dikabarkan batal operasi.
Hal ini menambah kecemasan klien di samping kecemasan yang memang telah
ada sebelumnya. Klien sebelumnya merasa cemas menunggu operasi karena
khawatir kalau tidak segera dioperasi lukanya akan semakin parah. Selain itu,
faktor psikososial juga turut mempengaruhi. Klien ingin cepat dioperasi karena
tidak ingin izin bekerja yang menyebabkan gajinya dipotong. Di samping itu
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
yang sakit untuk tetap dalam kondisi immobilisasi. Teknik napas dalam
juga diajarkan pada klien untuk mengurangi nyeri klien. Pada kondisi
postoperasi, intervensi kolaborasi yang dilakukan adalah dengan
pemberian medikasi antianalgetik injeksi ketorolac jika nyeri muncul.
3. Hambatan mobilitas fisik
Diagnosa hambatan mobilitas fisik bertujuan untuk meningkatkan atau
mempertahankan mobilitas secara maksimal. Di sini penulis
membimbing klien untuk melakukan rentang pergerakan sendi secara
mandiri pada bagian tubuh yang tidak sakit. Sementara itu penulis
mengajarkan klien untuk melakukan rentang pergerakan sendi secara
pasif pada ekstrimitas yang sakit. Selain itu, keluarga juga dilibatkan
dalam membantu pemenuhan ADL klien.
4. Risiko gangguan perfusi jaringan perifer
Klien diharapkan tidak menunjukkan terganggunya perfusi jaringan
perifer, yaitu sensasi yang terasa pada bagian distal, tidak adanya
kesemutan, CRT <3 detik, akral tetap hangat, serta tidak ada sianosis
dan pucat pada area distal. Implementasi yang dilakukan ialah dengan
pemantauan sirkulasi jaringan perifer, di antaranya CRT, adanya rasa
kesemutan, sensasi perabaan, suhu akral, warna. Kemudian penulis juga
memposisikan lengan klien dalam elevasi sekitar 30 derajat untuk
memperlancar aliran balik vena sehingga mengurangi edema, selain itu
penulis juga menjaga agar balutan yang digunakan tidak terlalu kencang
serta menyarankan klien untuk melakukan ROM pada jari-jari tangan
untuk memperlancar peredaran darah klien.
5. Risiko infeksi
Diagnosa risiko infeksi ini memiliki tujuan agar infeksi tidak terjadi
pada klien dengan tidak munculnya tanda-tanda infeksi seperti adanya
pus pada luka, penyembuhan luka yang segera, kadar leukosit yang
melebihi normal, dan tidak adanya kenaikan suhu >37,5C. Intervensi
yang dilakukan pada klien adalah kolaborasi pemberian analgetik
ketorolac pada kondisi postoperasi dan edukasi untuk melakukan
perawatan luka saat kontrol. Perawatan luka secara langsung tidak
Universitas Indonesia
3.4 Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk melihat efketivitas implementasi
yang telah diberikan. Evaluasi dilakukan setiap setelah implemetasi
dilakukan.
1. Ansietas
Kecemasan yang dirasakan klien mereda, hal ini dievaluasi dari emosi
klien yang mereda karena pembatalan operasi, selain itu, klien juga dapat
kooperatif dan menghadapi proses operasinya dengan tenang. Klien dapat
melakukan teknik relaksasi napas dalam sesuai yang telah diajarkan.
2. Nyeri akut
Klien menyatakan nyeri masih hilang timbul. Klien dapat melakukan
teknik napas dalam dengan benar dan menyatakan merasa lebih nyaman
setelah melakukan napas dalam. Nyeri baru hilang dengan bantuan obat
pada kondisi postoperasi.
3. Hambatan mobilitas fisik
Klien melakukan latihan rentang pergerakan sendi sesuai dengan apa yang
diajarkan. Klien juga melatih jari tangannya tetap bergerak pada
ekstrimitas yang sakit.
4. Risiko gangguan perfusi jaringan perifer
Masalah gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi. Edema
berkurang, sensasi distal masih berasa, kesemutan hilang, akral hangat,
CRT <3 detik, sianosis dan pucat tidak ada.
5. Risiko infeksi
Masalah infeksi tidak terjadi. Tidak tampak tanda infeksi, suhu klien
normal (tidak lebih dari 37,5C).
Universitas Indonesia
Bab ini akan menguraikan pembahasan kasus berdasarkan fakta yang terjadi dan
teori yang mendasarinya. Uraian pembahasan akan terbagi ke dalam sudut
pandang masalah kesehatan perkotaan serta patofisiologi kasus dan salah satu
intervensi yang diangkat sebagai satu intervensi utama, yaitu pemberian edukasi
praoperasi.
klien dalam menghadapi kondisi jalan, berbeda dengan kelompok usia rentan
yang faktor utamanya ialah ketidakmatangan dan ketidakdisiplinan.
Faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan antara lain faktor kelalaian
atau human error (BIN, 2013), ketidaksiapan fisik tubuh baik itu karena lelah
atau sakit, juga kondisi jalan, suasana, cuaca, dan pengaruh kendaraan (Dirjen
Perhubungan Darat, 2013). Pada kasus ini, klien terjatuh karena tidak berhasil
mengendalikan kendaraannya ketika berusaha menyalip sebuah mobil di
depan klien. Kondisi jalan yang menikung dan suasana yang gelap menjadi
faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan pada klien. Selain itu,
faktor kelelahan dan pengelihatan yang kurang terang di malam hari turut
mempengaruhi klien sebagai pengemudi hingga terjadi kecelakaan.
Universitas Indonesia
area yang luka. Ciri dari terjadinya reaksi inflamasi ialah rubor, dolor, dan
kalor yang terjadi pada klien. Tangan klien tampak membengkak dan
kemerahan serta agak hangat.
Sesaat setelah kejadian klien dilarikan ke klinik terdekat untuk
dilakukan pertolongan pertama, yaitu pemakaian bidai untuk fiksasi posisi
lengan klien. Setelah diberikan pertolongan pertama, klien dilarikan ke RSUP
Fatmawati untuk ditangani lebih lanjut. Sesampainya di RSUP Fatmawati
klien dibawa ke IGD dan dilakukan pemeriksaan awal. Prinsip
penatalaksanaan fraktur terlihat dari klien ini yang terdiri dari rekognisi,
reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Rekognisi ialah langkah awal untuk
mengidentifikasi kondisi fraktur yang meliputi anamnesa riwayat kecelakaan
hingga dibawa ke rumah sakit dan pengkajian awal yang menentukan parah
tidaknya luka serta penentuan area yang mengalami fraktur (Smeltzer & Bare,
2002). Klien dilakukan rekognisi dengan dilakukan anamnesa mengenai
kronologis terjadinya kecelakaan. Klien juga menjalani pemeriksaan fisik,
pengkajian nyeri untuk menentukan kadar keparahan cedera klien. Hasil
pengkajian LFM awal ditemukaan adanya deformitas, edema, serta tidak
adanya luka terbuka (look), klien merasakan nyeri skala 6, sensasi masih
terasa di area distal (feel) gerak fleksi ekstensi elbow terbatas, pronasi
supinasi terbatas (move). Klien juga dianamnesa ttg riwayat kecelakaan dan
dirontegn saat itu. Spalk diganti dengan back slab. Adanya keterbatasan pada
gerak pronasi supinasi dapat dijelaskan karena kekhasan radius ulna yang
dihubungkan oleh otot antar tulang, yaitu otot supinator, pronator teres,
pronator kuadratus yang memuat gerakan pronasi-supinasi yang berinsersi
pada radius dan ulna.
Selanjutnya klien juga menjalani pemeriksaan rontgen ekstrimitas untuk
mengetahui letak dan jenis fraktur yang dialami klien. Berdasarkan hasil
rontgen, klien mengalami fraktur komplit pada area radius ulna. Fraktur
komplit ialah fraktur yang garis patanhya melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang (Smeltzer & Bare, 2002). Sementara itu,
menurut letak segmennya, fraktur klien tergolong ke dalam fraktur displaced,
di mana segmen patahan mengalami pergeseran (Smeltzer & Bare, 2002).
Universitas Indonesia
Selain itu, tindakan reduksi di mana dilakukan reposisi agar letak fragmen
sedekat mungkin yaitu dengan pemasangan spalk untuk sementara waktu
hingga klien menjalani reduksi melalui pembedahan.
Setelah mendapatkan penanganan awal di IGD, klien dibawa ke ruang
perawatan dan persiapan preoperasi. Persiapan operasi yang dilakukan antara
lain ialah pemeriksaan fisik, persiapan nutrisi klien, dan konsul-konsul dokter
(Smeltzer & Bare, 2002). Klien dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
setiap harinya untuk mengetahui kondisi klien. Klien juga menjalani konsul
dokter orthopedi, anastesi, dan penyakit dalam. Setelah mendapatkan
persetujuan operasi dari ketiga dokter tersebut, klien dijadwalkan operasi.
Sebelum operasi klien juga menjalani pemeriksaan darah dan crosstest untuk
menyediakan permintaan darah selama prosedur operasi. Selain itu, klien dan
keluarga juga telah menandatangi surat persetujuan anastesi, tindakan operasi,
dan tindakan pembiusan.
Selama masa menunggu operasi, masalah utama yang teramati dari klien
ialah cemas dan nyeri. Masalah cemas teramati dari respon klien yang
mengatakan sudah tidak betah di rumah sakit, ingin cepat pulang, dan terus
menerus menanyakan kapan klien akan dioperasi. Klien mengatakan klien
tidak bisa berada lama-lama di rumah sakit karena harus bekerja dan ada
banyak hal lainnya yang perlu diurus. Dari kasus ini terlihat bahwa dampak
dari kecelakaan antara lain menurunnya produktivitas seseorang dikarenakan
harus menjalani perawatan di rumah sakit. Terbuangnya waktu dan biaya juga
terlihat di sini karena waktu produktif klien tidak dapat digunakan klien untuk
bekerja. (Dirjen Perhubungsn Darat, 2013). Walaupun klien menggunakan
jaminan kesehatan di sini, biaya dari penunggu klien juga keluar selama
menunggu klien di rumah sakit. Hal ini juga ditambah dengan berkurangnya
kesempatan klien memperoleh pendapatan tambahan jika tidak dirawat di
rumah sakit. Kerugian fisik akibat kecelakaan jelas terlihat karena sebagian
aktivitas klien perlu dibantu akibat tangan kirinya yang masih belum bisa
digerakkan karena sakit. Kondisi cemas ini juga bertambah akibat
tertundanya jadwal operasi klien dan klien merasa informasi yang diberikan
tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Akhirnya klien dijdwalkan
Universitas Indonesia
kembali untuk dioperasi pada tanggal 10 Mei 2013. Sebelum operasi, penulis
melakukan edukasi praoperasi kepada klien dengan menjelaskan tahapan
yang akan klien hadapi dan beberapa latihan seperti latihan napas dalam,
batuk efektif, serta pentingnya mobilisasi dini setelah operasi.
Tatalaksana selanjutnya yang dilakukan pada klien adalah dengan
reduksi dan retensi. Reduksi merupakan suatu tindakan untuk
mempertahankan posisi fragmen sedekat mungkin. Reduksi yang dilakukan
kali ini ialah reduksi terbukan melalui prosedur pembedahan. Selain itu
dilakukan retensi sebagai bentuk fiksasi untuk mempertahankan posisi tulang
selama penyembuhan (Smeltzer & Bare, 2002). Fiksasi yang dilakukan di sini
ialah fiksasi internal dengan pemasangan plate dan screw pada fragmen yang
mengalami fraktur. Kedua tindakan ini terangkum dalam tindakan operasi
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation).
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien terbagi menjadi
diagnosa preoperasi dan postoperasi. Pada kondisi preoperasi, masalah yang
ditemukan antara lain cemas, nyeri akut, dan hambatan mobilitas fisik.
Sementara itu, pada kondisi postoperasi, masalah yang ditemukan antara lain
nyeri akut, hambatan mobilitas fisik, risiko gangguan perfusi jaringan perifer,
dan risiko infeksi.
Cemas yang dialami klien disebabkan proses hospitalisasi, sehingga
diagnosa keperawatan yang diangkat ialah cemas b.d. hospitalisasi. Intervensi
yang dilakukan antara lain menjelaskan setiap prosedur yang akan dijalani
serta melakukan edukasi praoperasi. Evaluasinya klien mengatakan cemas
berkurang setelah dilakukan edukasi preoperasi.
Selain itu masalah yang jelas terlihat ialah nyeri. Nyeri ialah suatu
pengalaman sensoris yang tidak menyenangkan yang dialami oleh klien.
Nyeri yang dirasakan oleh klien tergolong ke dalam nyeri akut karena terjadi
dalam waktu enam bulan atau kurang dari itu (NANDA, 2012). Nyeri
dirasakan klien di area yang fraktur, dengan karakteristik berdenyut, dan
hilang timbul. Oleh karena itu diagnosa yang diangkat adalah nyeri akut b.d.
spasme otot. Intervensi yang dilakukan antara lain latihan tarik napas dalam,
distraksi, dan kolaborasi pemberian analgetik ketorolac pada postoperasi.
Universitas Indonesia
Setelah dilakukan intervensi, skala nyeri klien berkurang menjadi 2-3, klien
lebih tenang, dan dapat melakukan teknik napas dalam ketika nyeri.
Masalah keperawatan yang selanjutnya ditemukan pada klien adalah
hambatan mobilitas fisik. Hambatan mobilitas fisik merupakan kondisi
terbatasnya gerakan tubuh atau satu atau lebih bagian dari tubuh secara
mandiri dan terarah (NANDA, 2012). Hambatan mobilitas fisik yang dialami
klien dikarenakan nyeri yang dialami klien jika ekstrimitas yang sakit
digerakkan. Sehingga diagnosa keperawatan yang diangkat adalah hambatan
mobilitas fisik b.d. nyeri. Intervensi yang sudah dilakukan antara lain melatih
dan memotivasi klien untuk melakukan ROM dan membantu pemenuhan
ADL klien. Latihan ROM yang diterapkan pada klien adalah latihan ROM
aktif pada ekstrimitas yang sehat. Sementara itu latihan ROM pada
ekstrimitas yang sakit dilakukan pada jari-jari tangan saja. Evaluasinya
rentang gerak klien dapat dipertahankan dan ADL klien terbantu.
Kondisi selanjutnya yang terdapat pada klien ialah risiko gangguan
perfusi jaringan perier. Hal ini dikarenakan lokasi fraktur klien pada tulang
panjang yang erat kaitannya dengan komplikasi dari fraktur, yaitu sindrom
kompartemen. Sindrom kompartemen ialah suatu komplikasi dari fraktur
yang disebabkan oleh edema dan pembalutan/ fiksasi yang telalu kencang
sehingga menghambat aliran darah pada satu atau lebih kompartemen
terhambat dan aliran darah ke distal berkurang. Jika terjadi lebih dari enam
atau delapan jam maka terjadilah nekrosis jaringan perifer (LeMone & Burke,
1996). Klien mengalami edema dan sempat mengeluh balutan yang terlalu
kencang serta rasa kesemutan paskaoperasi. Intervensi yang dilakukan adalah
dengan sedikit melonggarkan balutan, melakukan elevasi posisi ekstrimitas
yang sakit, dan memotivasi klien untuk melakukan ROM pada jari tangan.
Namun, evaluasi klien tidak mengalami kesemutan yang berlanjut, sensasi
perifer masih terasa, CRT < 3, ekstrimitas tidak pucat dan tidak sianosis,
serta akral hangat.
Kondisi postoperasi klien tidak dapat memisahkan klien dari adanya luka
operasi, dengan demikian diagnosa risiko infeksi pada klien diangkat.
Intervensi yang diberikan antara lain kolaborasi pemberian antibiotik dan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
mengatakan merasa lebih tenang setelah dijelaskan dan merasa lebih siap
untuk menjalani operasi. Pada kondisi postoperasi pun klien dapat lebih
mengendalikan nyeri. Klien hanya meminta obat penghilang rasa sakit satu
kali pada malam hari dan selebihnya klien mengaku dapat mengendalikan
rasa nyeri dengan tarik napas dalam. Secara mandiri klien juga dapat
mengatur posisi yang baik untuk tangannya dan berlatih menggerakan jari
tangan untuk mengurangi edema klien. Masa rawat klien juga tergolong
pendek, yaitu klien dinyatakan boleh pulang satu hari setelah operasi.
Hasil evaluasi di atas menunjukkan bahwa memang walaupun
merupakan suatu tindakan sederhana, namun proses edukasi praoperasi
menimbulkan dampak yang positif bagi klien. Tantangannya di sini ialah
bagaimana ruangan atau rumah sakit menciptakan dan mempertahakankan
sistem yang formal atau baku mengenai pelayanan edukasi praoperasi yang
menyeluruh, dilakukan secara lengkap dari awal pasien masuk hingga pulang,
dan menggunakan media sehingga proses yang dilakukan lebih optimal.
Kondisi kesulitan ini senada dengan penelitian Kruzik (2009) yang
menyatakan bahwa manfaat edukasi praoperasi ini memang telah disadari
membawa dampak yang baik bagi klien, namun bagi perawat atau instansi
pelayanan masih mengalami kesulitan dalam membangun suatu protokol
yang mengatur pelaksanaan edukasi praoperasi dan menjalankannya secara
berkelanjutan.
Universitas Indonesia
Bab ini akan memaparkan kesimpulan dan saran sebagai hasil akhir dari analisa
kasus yang dikelola oleh penulis.
5.1 Kesimpulan
Dalam penulisan karya ilmiah mengenai analisis praktik keperawatan pada
kasus fraktur radius ulna di GPS lantai 1 RSUP Fatmawati, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Masalah kecelakaan memang merupakan salah satu masalah kesehatan
yang banyak terjadi di perkotaan. Kecelakaan ini timbul sebagai akibat
dari berbagai faktor seperti kondisi jalan, faktor pengemudi, cuaca, dan
kendaraan. Kecelakaan ini menyebabkan kerugian berupa kerugian secara
fisik, waktu, dan material. Hal ini dapat dilihat pada kasus yang dialami
oleh Tn. I.
2. Tn. I mengalami fraktur radius ulna pada tangan kiri. Diagnosa
keperawatan yang dialami klien antara lain cemas, nyeri, dan hambatan
mobilitas fisik. Sementara itu, pada kondisi postoperasi klien mengalami
nyeri, hambatan mobilitas fisik, dan risiko gangguan perfusi jaringan
perifer.
3. Kondisi cemas yang dialami klien sebenarnya dapat diantisipasi dengan
pemberian edukasi preoperasi yang dilakukan sejak awal klien masuk
hingga klien siap dan tenang dalam menjalani prosedur operasinya.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat, maka saran yang dapat diberikan oleh
penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah: pemerintah dapat membuat suatu regulasi yang mengatur
pertambahan jumlah kendaraan bermotor, khususnya kendaraan roda dua
untuk mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas
33
Universitas Indonesia
2. Bagi rumah sakit: pembuatan suatu protokol khusus dan pelaksanaan yang
berkelanjutan terkait prosedur preoperasi hendaknya dijalani dengan lebih
optimal untuk memberikan pelayanan yang lebih optimal pada klien.
Selain itu, sistem reward dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan
motivasi perawat dalam melakukan edukasi praoperasi.
3. Bagi institusi pendidikan: perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai
manfaat edukasi preoperasi pada klien yang akan menjalani operasi.
Universitas Indonesia
Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2010). Community health nursing:
promoting and protecting the publics health. 7th Ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins
Aziz, H.A. (2013). Moda transportasi dalam percepatan MP3EI. Diunduh dari
http://jdih.ristek.go.id
Badan Inteligen Negara. (2013). Kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh
terbesar ketiga. Diunduh dari
http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-
menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga
Biro Pusat Statistik. (2011). Perkembangan jumlah kendaraan bermotor menurut
jenis tahun 1987-2011. Diunduh dari
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=17¬ab=12
Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009) Medicalsurgical nursing. Clinical
management for positive outcomes. Eighth edition. St. Louis : Saunders, an
imprint of Elsevier, Inc.
Budiasmita, F., Heryati, A., & Attamimi, L. (2009). Fraktur radius ulna. Diunduh
dari: http://scribd.com.
Departemen Kesehatan RI. (1996). Pembangunan kesehatan masyarakat di
indonesia. Jakarta: Depkes RI
Dinas Perhubungan Darat. (2013). Dinas perhubungan darat dalam angka.
Diunduh dari http://hubdat.dephub.go.id/data-a-informasi/pdda/tahun-2013.
Dirjen Perhubungan Darat. (2011). Kecelakaan lallu lintas tempati urutan tiga
penyebab kematian. Diunduh dari http://www.dephub.go.id/
read/berita/direktorat-jenderal-perhubungan-darat/5131.
Dishubkominfo NTB. (2013). Pekan nasional keselamatan trasnportasi jalan tahun
2013 di provinsi nusa tenggara barat. Diunduh dari
http://dishubkominfo.ntbprov.go.id/view-berita-79-pekan-nasional-
keselamatan-transportasi--jalan-tahun-2013-di-provinsi-nusa-tenggara-
barat.html
35
Universitas Indonesia
Doenges, ME. (2002). Nursing care plan: guidelines for Planning and
documenting patient care. 3rd ed. FA. Davis
Grossweiler, Heidi. (2012). Preoperative Education: How Effective Impacts
Knowledge with the surgical patient. (Master thesis). University School of
Nursing.
Kemenkokesra. (2013). Rakor dampak kecelakaan lalu lintas darat bagi kesehatan,
sosial, dan ekonomi. Diunduh dari
http://www.menkokesra.go.id/content/rakor-dampak-kecelakaan-lalu-lintas-
darat-bagi-kesehatan-sosial-dan-ekonomi.
Knoerl, D. V., Paice J., Faut-Callahan, M., Shott, S. (1999). Preoperative PCA
teaching program to manage postoperative pain. Research Utilization.
Proquest Journal (8)1, p 25.
Kruzik, Nancy. (2009). Preoperative education for adult-elevtive surgery. AORN
Journal 90(3), 1-6.
LeMone, P., & Burke, K. M. (1996). Critical thinking in client care. California:
Addison-Wesley.
NANDA. (2012). Nursing diagnoses: definition and classification 2012-2014.
Oxford: Willey-Blackwell.
Nies,M.A., & Ewen,M.M, (2001) Community health nursing promoting the health
of population, Washington: WB Saunders Company.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Ed.8. Jakarta: EGC.
Subair, Muhammad. (2008). Reformasi sistem transportasi umum sebagai upaya
peningkatan keselamatan pengangkutan jalan. Diunduh dari
http://bair.web.ugm.ac.id/Reformasi_Sistem_Transportasi_Umum.htm.
UTIC. (2010). Transportasi kota jakarta mengkhawatirkan. Diunduh dari
http://bstp.hubdat.web.id/?mod=detilSorotan&idMenuKiri=345&idSorotan=5
4
Universitas Indonesia
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FIK-UI
INFORMASI UMUM
Universitas Indonesia
TD:120/80 mmHg
Frekuensi nadi: 80x/menit
Tanda Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
(Obyektif) Bunyi napas vesikuler (+), bronkovesikuler (+), regular,
Ronkhi (-), wheezing (-).
Ekstremitas: akral teraba hangat, pucat (-), sianosis (-),
capilary refil <3
Kuku: kuku tidak mengalami penebalan, warna kemerahan.
Penyebaran dan kualitas rambut: rambut tersebar merata,
terlihat sedikit uban, rambut terlihat tebal, berminyak, tidak
mudah dicabut.
Warna-umum: membrane mukosa kemerahan.
Punggung kuku: melengkung baik. Konjungtiva anemis (-).
Sklera ikterik (-). Diaphoresis (+)
Integritas Ego Laporan tentang faktor-faktor stress: masalah keuangan,
Gejala pekerjaan, tanggung jawab sebagai ayah, rencana operasi
(Subyektif) yang tertunda. Masalah finansial: klien termasuk keluarga
kelas menengah (pembayaran menggunakan KJS). Klien
memiliki 2 orang anak yang masih bersekolah.
Status hubungan: Menikah. Agama: Islam.
Perasaan: ingin segera dioperasi agar bisa segera pulang dan
bekerja
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5555 5555
Bicara: jelas.
Tanda Komunikasi verbal/ nonverbal dengan keluarga: baik
(Obyektif) Pola interaksi keluarga: baik.
Penyuluhan/ Bahasa dominan: Indonesia. Melek huruf: ya
pembelajaran Tingkat pendidikan: SMA
Kayakinan tentang kesehatan/ yang dijalankan: klien ingin
sehat sehingga mau memeriksakan diri ke dokter dan
dioperasi
Faktor risiko keluarga TD tinggi: tidak ada
Diabetes: tidak ada Epilepsi : tidak ada
Tuberkulosis : tidak ada Penyakit ginjal : tidak ada
Penyakit jantung: tidak ada Kanker : tidak ada
Stroke: tidak ada
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Analisa Data
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Ansietas b.d hospitalisasi Klien akan: Mandiri: Keluarga mungkin memiliki kesulitan dalam berhadapan
a. Tampak rileks. Bantu keluarga/orang dengan kondisi klien.
\ b. Melaporkan terdekat untuk jujur dengan
ansietas klien mengenai penerimaan.
berkurang Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan
sampai tingkat Kaji tingkat ansietas dan kemampuan individu untuk menghadapinya.
yang dapat sikusikan penyebabnya.
diatasi.
c. Mendemonstras Berikan waktu untuk Cara ini dapat membuat klien merasa diterima, dan
ikan mendengarkan klien berhadapan dengan perasaan mengenai kondisinya.
kemampuan mengenai masalah dan
mengatasi dorong ekspresi perasaan.
masalah dan
menggunakan Kembangkan hubungan Hubungan yang saling mempercayai diantara klien/orang
sumber-sumber klien/perawat. terdekat akan meningkatkan perawatan dan dukungan yang
secara efektif. optimal.
Jelaskan tentang penyakit Informasi tentang penyakit dan nyeri yang dialaminya akan
dan nyeri yang ditimbulkan membuat klien lebih tenang.
pasca pembedahan.
Universitas Indonesia
dan trauma saraf; spasme otot; Klien melaporkan bagian yg sakit dg tirah tegangan jaringan yg cedera.
gerakan fragmen tulang, edema; pengurangan rasa baring, gips, pembebat atau
postoperasi pemasangan ORIF. nyeri/ nyeri traksi.
terkontrol setelah
dilakukan intervensi Tinggikan dan dukung Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema &
ekstrimitas yg terkena. nyeri.
Kriteria hasil :
Klien
menyatakan
nyeri berkurang/ Evaluasi keluhan nyeri/ Mempengaruhi pilihan/ pengawasan keefektivan intervensi.
hilang ketidaknyamanan, perhatikan Tingkat ansietas dpt mempengaruhi persepsi/ reaksi
Klien lokasi & karakteristik, terhadap nyeri.
menunjukkan termasuk intensitas nyeri.
tindakan santai; Perhatikan petunjuk nyeri
mampu nonverbal (perubahan pd
berpartisipasi TTV& emosi/perilaku)
dlam
aktivitas/tidur/ Beri obat sebelum perawatan Meningkatkan relaksasi otot & meningkatkan partisipasi.
istirahat dg tepat aktivitas
Menunjukkan
penggunaan Lakukan & awasi latihan Mempertahankan kekuatan/ mobilitas otot yg sakit &
ketrampilan ROM pasif/ aktif. memudahkan resolusi inflamasi pd jaringan cedera.
relaksasi&
aktivitas Berikan alternatif tindakan Meningkatkan sirkulasi umum; menurunkan area tekan lokal
terapeutik sesuai kenyamanan. Spt perubahan & kelelahan otot.
indikasi untuk posisi.
situasi individual
Dorong penggunaan teknik Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa
manajemen stress, spt kontrol,& dpt meningkatkan kemampuan koping dlm
relaksasi progresif, napas manajemen nyeri, yg mungkin menetap untuk periode lbh
dalam, imajinasi visualisasi, lama.
sentuhan terapeutik
Universitas Indonesia
Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri/ Tujuan : Kaji derajat imobilitas yg Memberi kesempatan mengeluarkan energi, memfokuskan
ketidaknyamanan; terapi restriktif Setelah dilakukan dihasilkan oleh cedera/ kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan
(immobilisasi lengan), kerusakan intervensi selama 4 pengobatan & perhatikan membantu menurunkan isolasi sosial.
rangka neuromuskular hari, klien akan persepsi klien thd
menunjukkan imobilisasi.
kemampuan Meningkatkan aliran darah ke otot& tulang untuk
mobilisasi optimal. Dorong partisipasi pd meningkatkan tonus otot, mempertahanlan gerak sendi,
aktivitas terapeutik/ mencegah kontraktur.
KE : klien akan : relaksasi. Pertahankan
- Menunjukkan rangsang lingkungan.
teknik yg
memampukan Dorong dan Bantu dalam Kontraksi otot isometrik membantu mempertahankan
melakukan latihan RPS kekuatan dan massa otot.
aktivitas.
- Mampu
mempertahankan Dorong penggunaan latihan Memudahkan gerakan selama hygiene/ perawatan kulit dan
posisi fungsional. isometrik, mulai dari penggantian linen, menurunkan ketidaknyamanan dg tetap
- Mampu ekstrimitas yg tidak sakit. datar ditempat tidur. Pasca posisi melibatkan penempatan
melakukan kaki yg tdk sakit datar di tempat tidur dg lutut menekuk
mobilisasi dg alat sementara menggenggam trapeze dan mangangkat tubuh
bantu secara dari tempat tidur.
aman
.
Awasi TD dg melakukan Hipotensi postural adl masalah umum menyertai tirah baring
aktivitas. Perhatikan keluhan lama.
pusing.
Beri diet tinggi protein, KH, Pd cedera musculoskeletal, nutrisi yg diperlukan untuk
vitamin dan mineral. penyembuhan berkurang dg cepat, sering mengakibatkan
Pertahankan penurunan penurunan BB 20-30 pon. Ini dapat mempengaruhi massa,
kandungan protein sampai tonus dan kekuatan otot. Catatan:Makanan berprotein
Universitas Indonesia
Kolaborasi :
Konsul dg ahli okupasi dan Berguna dlm membuat aktivitas individual/ program latihan.
rehabilitasi.
Risiko gangguan perfusi perifer b.d Mempertahankan Evaluasi adanya/ kualitas Penurunan/ tdk adanya nadi dpt menggambarkan cedera
penurunan aliran darah. perfusi jaringan perifer distal terhadap cedera vaskuler dan perlunya evaluasi medik segera terhadap status
melalui palpasi. Bandingkan sirkulasi.
KE : dg yg tidak sakit.
- Terabanya nadi
- Kulit hangat/ Kaji aliran kapiler, warna Kembalinya warna harus cepat (3-5 dtk). Warna kulit putih
kering kulit dan kehangatan distal menunjukkan gangguan arterial. Sianosis diduga ada
- Sensasi normal pd fraktur. gangguan vena.
- TTV stabil
Tes sensasi perifer dg Panjang dan posisi saraf perineal meningkatkan risiko
menusuk pada kedua selaput cedera pada adanya fraktur kaki, edeme/sindrom
antara ibu jari pertama dan kompartemen, atau malposisi alat traksi.
kedua
Universitas Indonesia
Kaji adanya pembengkakan. Peningkatan lingkar ekstremitas yg cedera dpt diduga ada
Ukur ekstremitas yg cedera pembengkakan jaringan tetapi dpt menunjukkan perdarahan.
dan bandingkan dg yg tdk Catatan:peningkatan 1 inci pada paha orang dewasa dapat
cedera sama dengan akumulasi 1 unit darah.
Kaji tanda iskemia Dislokasi fraktur sendi (khususnya lutut) dpt menyebabkan
ekstremitas tiba tiba, fraktur kerusakan arteri yg berdekatan, dg akibat hilangnya
contoh penurunan suhu kulit aliran darah ke distal.
dan peningkatan nyeri.
Universitas Indonesia
Tutup balutan dengan plastik Mencegah kontaminasi pada amputasi tungkai bawah.
bila menggunakan pispot
Kolaborasi
Berikan antibiotik sesuai Antibiotik spectrum luas dapat digunakan secara profilaktik.
indikasi
Universitas Indonesia
CATATAN PERKEMBANGAN
Universitas Indonesia
Diagnosa
Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
relaksasi progresif, napas dalam, imajinasi
visualisasi, sentuhan terapeutik
7/5/13 Gangguan mobilitas - Mengkaji derajat imobilitas yg dihasilkan oleh S: klien tidak merasa kaku
fisik b.d nyeri/ cedera/ pengobatan & perhatikan persepsi klien thd O:
ketidaknyamanan; imobilisasi. - Tidak terjadi kekakuan otot
terapi restriktif - Mendorong partisipasi pd aktivitas terapeutik/ - Klien mampu berlatih ROM secara mandiri
(immobilisasi lengan), relaksasi. Mempertahankan rangsang lingkungan. - ADL klien terbantu
kerusakan rangka - Mendorong dan membantu dalam latihan RPS A: hambatan mobilitas fisik
neuromuskular - Mendorong penggunaan latihan isometrik, mulai dari P: lanjutkan latihan ROM, isometrik, dan bantu ADL
ekstrimitas yg tidak sakit. klien
- Mengawasi TD dg melakukan aktivitas. Perhatikan
keluhan pusing.
- Memberi diet tinggi protein, KH, vitamin dan
mineral.
- Meningkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan
pembentuk gas
- Berkonsultasi dg ahli okupasi dan rehabilitasi.
8/5/13 Cemas b.d. hospitalisasi - Membantu keluarga/orang terdekat untuk jujur S:
dengan klien mengenai penerimaan. - Merasa lebih baik setelah diberi penjelasan
- Mengkaji tingkat kecemasan dan sikusikan O:
penyebabnya. - Wajah tampak tenang
- Memberikan waktu untuk mendengarkan klien - Emosi stabil
mengenai masalah dan dorong ekspresi perasaan. - Klien mampu melakukan teknik relaksasi napas
- Menlaskan tentang penyakit dan nyeri yang dalam
ditimbulkan pasca pembedahan. A: cemas
- Melatih klien teknik relaksasi: napas dalam, guided P: lanjutkan intervensi: mengkaji hal yang menyebabkan
imagery kecemasan,
8/5/13 Nyeri akut b.d cedera - Mempertahankan imobilisasi bagian yg sakit dg tirah S:
fisik/ jaringan dan baring, gips, pembebat atau traksi. - Skala nyeri berkurang menjadi 2-3
Universitas Indonesia
Diagnosa
Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
trauma saraf; spasme - Meninggikan dan dukung ekstrimitas yg terkena. O:
otot; gerakan fragmen - Mengevaluasi keluhan nyeri/ ketidaknyamanan, - Wajah klien tampak tenang
tulang, edema; perhatikan lokasi & karakteristik, termasuk intensitas - TD: 120/80, N 80x/menit, RR 18x/menit,
nyeri. Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal - Klien mampu melakukan napas dalam untuk
(perubahan pd TTV& emosi/perilaku) mengurangi nyeri
- Memberi obat sebelum perawatan aktivitas A: nyeri akut
- Melakukan & mengawasi latihan ROM pasif/ aktif. P: lanjutkan intervensi evaluasi nyeri, meninggikan
- Memberikan alternatif tindakan kenyamanan. Spt ekstrimitas yang sakit, latihan ROM, dan kolaborasi
perubahan posisi. pemberian analgetik jika perlu
- Mendorong penggunaan teknik manajemen stress, spt
relaksasi progresif, napas dalam, imajinasi
visualisasi, sentuhan terapeutik
8/5/13 Gangguan mobilitas - Mengkaji derajat imobilitas yg dihasilkan oleh S: klien tidak merasa kaku
fisik b.d nyeri/ cedera/ pengobatan & perhatikan persepsi klien thd O:
ketidaknyamanan; imobilisasi. - Tidak terjadi kekakuan otot
terapi restriktif - Mendorong partisipasi pd aktivitas terapeutik/ - Klien mampu berlatih ROM secara mandiri
(immobilisasi lengan), relaksasi. Mempertahankan rangsang lingkungan. - ADL klien terbantu
kerusakan rangka - Mendorong dan membantu dalam latihan RPS A: hambatan mobilitas fisik
neuromuskular - Mendorong penggunaan latihan isometrik, mulai dari P: lanjutkan latihan ROM, isometrik, dan bantu ADL
ekstrimitas yg tidak sakit. klien
- Mengawasi TD dg melakukan aktivitas. Perhatikan
keluhan pusing.
- Memberi diet tinggi protein, KH, vitamin dan
mineral.
- Meningkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan
pembentuk gas
- Berkonsultasi dg ahli okupasi dan rehabilitasi.
9/5/13 Cemas b.d. hospitalisasi - Membantu keluarga/orang terdekat untuk jujur S:
dengan klien mengenai penerimaan. - Merasa lebih baik setelah diberi penjelasan
Universitas Indonesia
Diagnosa
Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
- Mengkaji tingkat kecemasan dan sikusikan O:
penyebabnya. - Wajah tampak tenang
- Memberikan waktu untuk mendengarkan klien - Emosi stabil
mengenai masalah dan dorong ekspresi perasaan. - Klien mampu melakukan teknik relaksasi napas
- Menlaskan tentang penyakit dan nyeri yang dalam
ditimbulkan pasca pembedahan. A: cemas
- Melatih klien teknik relaksasi: napas dalam, guided P: lanjutkan intervensi: mengkaji hal yang menyebabkan
imagery kecemasan,
9/5/13 Nyeri akut b.d cedera - Mempertahankan imobilisasi bagian yg sakit dg tirah S:
fisik/ jaringan dan baring, gips, pembebat atau traksi. - Skala nyeri berkurang menjadi 2-3
trauma saraf; spasme - Meninggikan dan dukung ekstrimitas yg terkena. O:
otot; gerakan fragmen - Mengevaluasi keluhan nyeri/ ketidaknyamanan, - Wajah klien tampak tenang
tulang, edema; perhatikan lokasi & karakteristik, termasuk intensitas - TD: 120/80, N 80x/menit, RR 18x/menit,
nyeri. Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal - Klien mampu melakukan napas dalam untuk
(perubahan pd TTV& emosi/perilaku) mengurangi nyeri
- Memberi obat sebelum perawatan aktivitas A: nyeri akut
- Melakukan & mengawasi latihan ROM pasif/ aktif. P: lanjutkan intervensi evaluasi nyeri, meninggikan
- Memberikan alternatif tindakan kenyamanan. Spt ekstrimitas yang sakit, latihan ROM, dan kolaborasi
perubahan posisi. pemberian analgetik jika perlu
- Mendorong penggunaan teknik manajemen stress, spt
relaksasi progresif, napas dalam, imajinasi
visualisasi, sentuhan terapeutik
9/5/13 Gangguan mobilitas - Mengkaji derajat imobilitas yg dihasilkan oleh S: klien tidak merasa kaku
fisik b.d nyeri/ cedera/ pengobatan & perhatikan persepsi klien thd O:
ketidaknyamanan; imobilisasi. - Tidak terjadi kekakuan otot
terapi restriktif - Mendorong partisipasi pd aktivitas terapeutik/ - Klien mampu berlatih ROM secara mandiri
(immobilisasi lengan), relaksasi. Mempertahankan rangsang lingkungan. - ADL klien terbantu
kerusakan rangka - Mendorong dan membantu dalam latihan RPS A: hambatan mobilitas fisik
neuromuskular - Mendorong penggunaan latihan isometrik, mulai dari P: lanjutkan latihan ROM, isometrik, dan bantu ADL
Universitas Indonesia
Diagnosa
Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
ekstrimitas yg tidak sakit. klien
- Mengawasi TD dg melakukan aktivitas. Perhatikan
keluhan pusing.
- Memberi diet tinggi protein, KH, vitamin dan
mineral.
- Meningkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan
pembentuk gas
- Berkonsultasi dg ahli okupasi dan rehabilitasi.
10/5/13 Nyeri akut b.d post - Mempertahankan imobilisasi bagian yg sakit dg tirah S:
operasi ORIF baring, gips, pembebat atau traksi. - Skala nyeri berkurang menjadi 2-3
- Meninggikan dan dukung ekstrimitas yg terkena. O:
- Mengevaluasi keluhan nyeri/ ketidaknyamanan, - Wajah klien tampak tenang
perhatikan lokasi & karakteristik, termasuk intensitas - TD: 120/80, N 80x/menit, RR 18x/menit,
nyeri. Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal - Klien mampu melakukan napas dalam untuk
(perubahan pd TTV& emosi/perilaku) mengurangi nyeri
- Memberi obat sebelum perawatan aktivitas A: nyeri akut
- Melakukan & mengawasi latihan ROM pasif/ aktif. P: lanjutkan intervensi evaluasi nyeri, meninggikan
- Memberikan alternatif tindakan kenyamanan. Spt ekstrimitas yang sakit, latihan ROM, dan kolaborasi
perubahan posisi. pemberian analgetik jika perlu
- Mendorong penggunaan teknik manajemen stress, spt
relaksasi progresif, napas dalam, imajinasi
visualisasi, sentuhan terapeutik
10/5/13 Gangguan mobilitas - Mengkaji derajat imobilitas yg dihasilkan oleh S: klien tidak merasa kaku
fisik b.d nyeri/ cedera/ pengobatan & perhatikan persepsi klien thd O:
ketidaknyamanan; imobilisasi. - Tidak terjadi kekakuan otot
terapi restriktif - Mendorong partisipasi pd aktivitas terapeutik/ - Klien mampu berlatih ROM secara mandiri
(immobilisasi lengan), relaksasi. Mempertahankan rangsang lingkungan. - ADL klien terbantu
kerusakan rangka - Mendorong dan membantu dalam latihan RPS A: hambatan mobilitas fisik
neuromuskular - Mendorong penggunaan latihan isometrik, mulai dari P: lanjutkan latihan ROM, isometrik, dan bantu ADL
Universitas Indonesia
Diagnosa
Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
ekstrimitas yg tidak sakit. klien
- Mengawasi TD dg melakukan aktivitas. Perhatikan
keluhan pusing.
- Memberi diet tinggi protein, KH, vitamin dan
mineral.
- Meningkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan
pembentuk gas
- Berkonsultasi dg ahli okupasi dan rehabilitasi.
10/5/13 Risiko gangguan - Mengevaluasi adanya/ kualitas perifer distal terhadap S:
perfusi perifer b.d cedera melalui palpasi. Bandingkan dg yg tidak sakit. - Klien merasa perasaan semutan berkurang
penurunan aliran darah; - Mengkaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan - Klien mengatakan telapak tangannya masih bisa
cedera vaskuler distal pd fraktur. merasa
langsung. - Mengevaluasi sensasi perifer dg menusuk pada kedua O:
selaput antara ibu jari pertama dan kedua - Edema berkurang
- Memperhatikan perubahan fungsi motor/ sensori. - CRT <3, pucat (-), sianosis (-), akral hangat
Minta klien untuk melokalisasi nyeri/ A: risiko gangguan perfusi jaringan perifer
ketidaknyamanan. P: lanjutkan evaluasi perfusi jaringan perifer, tinggikan
- Mengkaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yg ekstrimitas, jaga balutan tidak terlalu kencang
kasar/ tekanan. Tanyakan keluhan terbakar di bawah
gips.
- Mempertahankan peninggian ekstrimitas yg cedera
kec dikotraindikasikan dg meyakinkan adanya
sindrom kompartemen.
- Mengkaji adanya pembengkakan. Ukur ekstremitas
yg cedera dan bandingkan dg yg tdk cedera
- Mengkaji tanda iskemia ekstremitas tiba tiba,
contoh penurunan suhu kulit dan peningkatan nyeri.
- Mendorong klien untuk secara rutin latihan jari/ sendi
distal cedera. Ambulasi sesegera mungkin.
Universitas Indonesia
Diagnosa
Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
- Menga,wasi TTV. Perhatikan tanda- tanda pucat/
sianosis umum, kulit dingin.
10/5/13 Risiko infeksi b.d - Mertahankan teknik aseptik bila mengganti balutan/ S: -
prosedur invasif, traksi merawat luka. O: suhu 36,7C, leukosit
tulang; trauma jaringan, - Menginspeksi balutan dan luka, perhatikan A: risiko gangguan perfusi jaringan perifer
terpajan pada karakteristik drainase. P: lanjutkan perawatan luka selama kontrol dan edukasi
lingkungan. - Mempertahankan patensi dan pengosongan drainase klien untuk menghabiskan antibiotik yang diberikan
secara rutin.
- Mengawasi TTV
- Memberikan antibiotik sesuai indikasi
11/5/13 Nyeri akut b.d post - Mempertahankan imobilisasi bagian yg sakit dg tirah S:
operasi ORIF baring, gips, pembebat atau traksi. - Skala nyeri berkurang menjadi 2-3
- Meninggikan dan dukung ekstrimitas yg terkena. O:
- Mengevaluasi keluhan nyeri/ ketidaknyamanan, - Wajah klien tampak tenang
perhatikan lokasi & karakteristik, termasuk intensitas - TD: 120/80, N 80x/menit, RR 18x/menit,
nyeri. Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal - Klien mampu melakukan napas dalam untuk
(perubahan pd TTV& emosi/perilaku) mengurangi nyeri
- Memberi obat sebelum perawatan aktivitas A: nyeri akut
- Melakukan & mengawasi latihan ROM pasif/ aktif. P: lanjutkan intervensi evaluasi nyeri, meninggikan
- Memberikan alternatif tindakan kenyamanan. Spt ekstrimitas yang sakit, latihan ROM, dan kolaborasi
perubahan posisi. pemberian analgetik jika perlu
- Mendorong penggunaan teknik manajemen stress, spt
relaksasi progresif, napas dalam, imajinasi
visualisasi, sentuhan terapeutik
11/5/13 Gangguan mobilitas - Mengkaji derajat imobilitas yg dihasilkan oleh S: klien tidak merasa kaku
fisik b.d nyeri/ cedera/ pengobatan & perhatikan persepsi klien thd O:
ketidaknyamanan; imobilisasi. - Tidak terjadi kekakuan otot
terapi restriktif - Mendorong partisipasi pd aktivitas terapeutik/ - Klien mampu berlatih ROM secara mandiri
(immobilisasi lengan), relaksasi. Mempertahankan rangsang lingkungan. - ADL klien terbantu
Universitas Indonesia
Diagnosa
Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
kerusakan rangka - Mendorong dan membantu dalam latihan RPS A: hambatan mobilitas fisik
neuromuskular - Mendorong penggunaan latihan isometrik, mulai dari P: lanjutkan latihan ROM, isometrik, dan bantu ADL
ekstrimitas yg tidak sakit. klien
- Mengawasi TD dg melakukan aktivitas. Perhatikan
keluhan pusing.
- Memberi diet tinggi protein, KH, vitamin dan
mineral.
- Meningkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan
pembentuk gas
- Berkonsultasi dg ahli okupasi dan rehabilitasi.
11/5/13 Risiko gangguan - Mengevaluasi adanya/ kualitas perifer distal terhadap S:
perfusi perifer b.d cedera melalui palpasi. Bandingkan dg yg tidak sakit. - Klien merasa perasaan semutan berkurang
penurunan aliran darah; - Mengkaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan - Klien mengatakan telapak tangannya masih bisa
cedera vaskuler distal pd fraktur. merasa
langsung. - Mengevaluasi sensasi perifer dg menusuk pada kedua O:
selaput antara ibu jari pertama dan kedua - Edema berkurang
- Memperhatikan perubahan fungsi motor/ sensori. - CRT <3, pucat (-), sianosis (-), akral hangat
Minta klien untuk melokalisasi nyeri/ A: risiko gangguan perfusi jaringan perifer
ketidaknyamanan. P: lanjutkan evaluasi perfusi jaringan perifer, tinggikan
- Mengkaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yg ekstrimitas, jaga balutan tidak terlalu kencang
kasar/ tekanan. Tanyakan keluhan terbakar di bawah
gips.
- Mempertahankan peninggian ekstrimitas yg cedera
kec dikotraindikasikan dg meyakinkan adanya
sindrom kompartemen.
- Mengkaji adanya pembengkakan. Ukur ekstremitas
yg cedera dan bandingkan dg yg tdk cedera
- Mengkaji tanda iskemia ekstremitas tiba tiba,
contoh penurunan suhu kulit dan peningkatan nyeri.
Universitas Indonesia
Diagnosa
Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
- Mendorong klien untuk secara rutin latihan jari/ sendi
distal cedera. Ambulasi sesegera mungkin.
- Menga,wasi TTV. Perhatikan tanda- tanda pucat/
sianosis umum, kulit dingin.
11/5/13 Risiko infeksi b.d - Mertahankan teknik aseptik bila mengganti balutan/ S: -
prosedur invasif, traksi merawat luka. O: suhu 36,7C, leukosit
tulang; trauma jaringan, - Menginspeksi balutan dan luka, perhatikan A: risiko gangguan perfusi jaringan perifer
terpajan pada karakteristik drainase. P: lanjutkan perawatan luka selama kontrol dan edukasi
lingkungan. - Mempertahankan patensi dan pengosongan drainase klien untuk menghabiskan antibiotik yang diberikan
secara rutin.
- Mengawasi TTV
- Memberikan antibiotik sesuai indikasi
Universitas Indonesia