Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)

ASUHAN KEPERAWATAN SIFILIS

Dosen pembimbing :

Ns. Yuhana Damantalm,M.Erg

Disusun oleh kelompok 2 :

AYU DIANTI, Amd.kep


DIANA AGNES BELEMAU, Amd.kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIDYA NUSANTARA PALU

TAHUN 2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan reproduksi merupakan keadaan seksualitas yang sehat yang berhubungan dengan
fungsi dan proses sistem reproduksi. Seksualitas dalam hal ini berkaitan erat dengan anatomi dan
fungsional alat reproduksi atau alat kelamin manusia dan dampaknya bagi kehidupan fisik dan
biologis manusia. Termasuk dalam menjaga kesehatannya dari gangguan seperti Penyakit Menular
Seksual (PMS) dan Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immuno Deficiency
Syndrome (AIDS) (Herbaleng dalam Handayani, 2010).
PMS merupakan salah satu penyakit saluran reproduksi yang cara penularan utamanya
adalah melalui hubungan kelamin tetapi juga dapat ditularkan melalui transfisi darah atau kontak
langsung dengan cairan darah atau produk darah, dan dari ibu ke anak selama kehamilan atau
sesudah bayi lahir. PMS dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit (Pinem, 2009).
World Health Organization (WHO) dalam Widoyono (2008) memperkirakan angka
kesakitan PMS di dunia sebesar 250 juta orang setiap tahunnya. Penyakit sifilis merupakan salah
satu penyakit menular seksual (PMS) yang banyak terjadi pada laki-laki yang sering berganti -
ganti pasangan. Sifilis atau yang disebut dengan ‘raja singa’ disebabkan oleh sejenis bakteri yang
bernama Treponema pallidum. Bakteri yang berasal dari famili spirochaetaceae ini, memiliki
ukuran yang sangatkecil dan dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh. Spirochaeta penyebab
sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-genital
(kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang
ibu kepada bayinya selama masa kehamilan namun tidak dapat ditularkan melalui handuk,
pegangan pintu atau tempat duduk WC.
Insiden sifilis telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, dilaporkan 53.000 kasus pada
tahun 1996, sedangkan pada tahun 1992 113.000 kasus. Namun, jumlah kasus sifilis primer dan
sekunder meningkat pada tahun 2000-2007. Pada tahun 2007, 11.466 kasus dilaporkan kepada US
Centers for Disease Control and Prevention.Sebagian besar dari peningkatan ini terjadi pada pria,
terutama pada pria yang berhubungan seks dengan pria lain. Keseluruhan kasus yang dilaporkan
pada wanita menurun. Lebih dari 80% kasus yang dilaporkan di selatan Amerika Serikat.
Kecenderungan untuk kasus sifilis kongenital terjadi penurunan selama sepuluh tahun terakhir. Di
Indonesia kasus sifilis pada kelompok resiko tinggi cenderung mengalami peningkatan 10%
sedangkan kelompok resiko rendah meningkat 2% sifilis juga merupakan faktor terjadinya infeksi
HIV, sehingga peningkatan kasus sifilis dapat memungkinkan terjadinya peningkatan kasus
infeksi HIV/AIDS (Farida, 2002).
Herpes adalah salah satu penyakit menular seksual yang paling umum. Diperkirakan bahwa
satu dari setiap lima remaja akan terinfeksi oleh penyakit ini. Penelitian telah menunjukkan bahwa
wanita lebih rentan untuk tertular infeksi ini daripada pria. Hal ini akan merusak penyakit alat
kelamin atau anus baik laki-laki dan perempuan yang terinfeksi.
Ini adalah penyakit menular yang disebabkan oleh penularan virus yang disebut Herpes
Simplex Virus (HSV). Virus ini akan ditularkan selama hubungan intim atau selama kontak antara
kedua alat kelamin pria dan wanita. Genital herpes membuktikan bahwa penyakit ini terutama
mulut mempengaruhi organ dan alat kelamin HSV 1 mempengaruhi bibir berupa lepuh dan luka
dingin, sedangkan HSV 2 menginfeksi alat kelamin manusia.
Namun pada abad modern seperti sekarang ini sudah ditemukan obat dari sifilis dan herpes
sehingga penderita sifilis dan herpes dapat berkurang secara signifikan, namun tidak hilang.
Selama penderita melakukan kontak langsung (seks) dengan pasangan-pasangannya sifilis tidak
dapat dikatakan sudah tertangani sepenuhnya. Dari pembahasan diatas maka penulis mencoba
memberikan pemahaman lebih mengenai konsep medis dan konsep keperawatan penyakit sifilis
dan herpes mulai dari definisi, tanda terkena penyakit (gejala), diagnosis, dan khususnya cara
penularannya yaitu dengan kontak langsung.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Sifilis dan herpes?
2. Bagaimana Etiologi Sifilis dan herpes?
3. Bagaimana Patofisiologi Sifilis dan herpes?
4. Bagaimana Klasifikasi Sifilis dan herpes?
5. Bagaimana Gejala Klinis dan herpes?
6. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang dan herpes?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Sifilis dan herpes?
8. Bagaimana Komplikasi Sifilis dan herpes ?
9. Bagaimana Penatalaksanaan Sifilis dan herpes?
10. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan Sifilis dan herpes ?
1.3 Manfaat
1. Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari Asuhan Keperawatan penyakit sifilis dan
herpes.
2. Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan Asuhan Keperawatan penyakit sifilis dan
herpes.
BAB 2
PEMBAHASAN

I. Konsep Dasar Sifilis


A. Konsep Medis
2.1 Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan Treponema palllidum,sangat kronik dan
bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir semua tubuh, dapat menyerupai
banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin. (Djuanda Adhi,
2010)
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit
menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat
kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh dapat menyerupai banyak
penyakit, mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.
2.2 Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah
satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang sudah
ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum pertenue, Treponema
pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum. Treponema pallidum pallidum
merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang umumnya menginfeksi melalui kontak seksual
langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui celah di antara sel epitel.
Treponema palidum yang termasuk ordo Spirochaetaceae dan genus Treponema bentuknya
spiral panjang antara 6-15 um dan lebar 0,15 um terdiri atas 8-24 lekukan. Gerakannya berupa
rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol membiak secara pembelahan
melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat
dilakukan diluar badan. Diluar badan kuman tersebut mudah mati sedangkan dalam darah untuk
transfusi dapat hidup sampai 72 jam.
2.3 Manifestasi Klinis
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4
minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung,
kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4
tahapan:
1) Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang
tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum, bibir,
lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya penderita
hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker berawal sebagai
suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi suatu ulkus (luka
terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan
mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan
membesar, juga tanpa disertai nyeri.
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka
biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat secara
keseluruhan.
2) Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-12
minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa bulan.
Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian
akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki
pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita peradangan
mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi pembengkakan
saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri.
Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati bisa
menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan pada
selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa
terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular) dan bisa
kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami
kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit
ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual,
lelah, demam dan anemia.
3) Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana tidak
nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun
atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi kembali
muncul .
4) Fase Tersier.
ada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan
sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
a) Sifilis tersier jinak.
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai organ;
tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan parut. Benjolan
ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah pada kaki
dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa terkena,
menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin memburuk di malam
hari.
b) Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau kebocoran
katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau kematian.
c) Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3 jenis utama dari
neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik dan neurosifilis tabetik.
 Neurosifilis meningovaskuler., merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi
tergantung kepada bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis:
 Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi yang buruk, kelelahan
dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental, kejang,
pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan
kelumpuhan anggota gerak pada separuh badan.
 Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam mengunyah, menelan dan
berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai kejang otot
(paralisa spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan
sebagian dari medulla spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan kendur (paralisa flasid)
 Neurosifilis paretic, juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara
bertahap sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai
mengalami demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh
badan yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan
ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan
berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan kebesaran
dan penurunan persepsi.
 Neurosifilis tabetic, disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis
yang progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat
hebat pada tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah,
terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang
sambil mengentakkan kakinya. Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh
sehingga pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi saluran
kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita gemetaran. Tulisan
tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan wajah
yang memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian tubuh, terutama
lambung. Kejang lambung bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga terjadi pada rektum,
kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang, sehingga bisa terbentuk luka di
telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat dalam dan pada akhirnya sampai ke tulang di
bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi penderita bisa mengalami cedera.
 Sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)
 Kelainan kongenital dini
• Makulopapular pada kulit
• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Limfadenopati
• Osteokondrosis
• Kordioretinitis
• Kelainan pada iris mata
 Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
• Gigi hutchinnson
• Gambaran mulberry pada gigi molar
• Keratitis intertinal
• Retaldasi mental
• Hidrosefalus
2.4 Patofisologi
Bakteri Treponema masuk ke dalam tubuh manusia mengalami kontak, organisme dengan
cepat menembus selaput lendir normal atau suatu lesi kulit kecil dalam beberapa jam. Kuman akan
memasuki limfatik dan darah dengan memberikan manifestasi infeksi sistemik. Pada tahap
sekunder, SSP merupakan target awal infeksi, pada pemeriksaan menunjukkan bahwa lebih dari
30 % dari pasien memiliki temuan abnormal dalam cairan cerebrospinal (CSF).
Selama 5-10 tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak diobati, penyakit ini
akan menginvasi meninges dan pembuluh darah, sehingga dapat mengakibatkan neurosifilis
meningovaskuler. Kemudian parenkim otak dan sumsum tulang belakang mengalami kerusakan
sehingga terjadi kondiri parenchymatous neurosifilis. Terlepas dari tahap penyakit dan lokasi lesi,
hispatologi dari sifilis menunjukkan tanda- tanda endotelialarteritis. Endotelialarteritis disebabkan
oleh pengikatan spirochaeta dengan sel endotel yang dapat sembuh dengan jaringan parut.
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi dari Penyakit Sifilis secara khusus, antara lain:
1) Sifilis Stadium I : Terjadi efek primer berupa papul, tidak nyeri (indolen). Sekitar 3 minggu
kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar inguinal medial.Timbul lesi pada alat kelamin,
ekstragenital seperti bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari dan anus, misalnya pada penularan
ekstrakoital.
2) Sifilis Stadium II : Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, subfebris, anoreksia, nyeri pada tulang,
leher, timbul macula, papula, pustul, dan rupia. Kelainan selaput lendir, dan limfadenitis yang
generalisata.
3) Sifilis Stadium III : Terjadi guma setelah 3 – 7 tahun setelah infeksi. Guma dapat timbul pada
semua jaringan dan organ, membentuknekrosis sentral juga ditemukan di organ dalam, yaitu
lambung, paru-paru, dll. Nodus di bawah kulit (dapat berskuma), tidak nyeri.

a) Sifilis Kongenital :
 Sifilis Kongenital Dini : Dapat muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah bayi dilahirkan.
Kelainan berupa vesikel, bula, pemfigus sifilitika, papul, skuma, secret hidung yang sering
bercampur darah, adanya osteokondritis pada foto roentgen.
 Sifilis Kongenital Lanjut : Terjadi pada usia 2 tahun lebih. Pada usia 7 – 9 tahun dengan adanya
keratitis intersial (menyebabkan kebutaan), ketulian, gigi Hutchinson, paresis, perforasi palatum
durum, serta kelainan tulang tibia dan frontalis.
 Sifilis Stigmata : Terdapat garis-garis pada sudut mulut yang jalannya radier, gigi Hutchinson, gigi
molar pertama berbentuk murbai dan penonjolan tulang frontal kepala (frontal bossing).
b) Sifilis Kardiovaskular : Umumnya bermanifestasi selama 10 – 20 tahun setelah infeksi. Biasanya
disebabkan oleh nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup dan ditandai oleh insufisiensi aorta
atau aneureksma, berbentuk kantong pada aorta torakal.
c) Neurosifilis :
 Neurosifilis asimtomatik. : Pada sifilis ini tidak ada tanda dan gejala kerusakan susunan saraf
pusat. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukan kenaikan sel, protein total dan tes
serologis reaktif.
 Neurosifilis meningovaskuler : Adanya tanda kerusakan susunan saraf pusat yakni kerusakan
pembuluh darah serebru, infark dan ensefalomalasia. Pemeriksaan sumsum tulang belakang
menunjukan kenaikan sel, protein total dan tes serologis reaktif.
 Neurosifilis parekimatosa yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis : Gejala dan tanda paresis
sangatlah banyak dan menunjukan penyebaran kerusakan parenkimatosa. Gejala tabes dorsalis,
yaitu parestesia, ataksia, arefleksia, gangguan kandungan kemih, impotensi dan perasaan nyeri.

2.6 Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh. Sifilis juga
meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan selama hamil.
Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat
memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.
a. Benjolan kecil atau tumor: Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang dari kulit,
tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan,
gummas biasanya akan hilang.
b. Masalah Neurologi: Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada
nervous sistem, seperti:
1) Stroke
2) Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord (meningitis)
3) Koordinasi otot yang buruk
4) Numbness (mati rasa)
5) Paralysis
6) Deafness or visual problems
7) Personality changes
8) Dementia
c. Masalah kardiovaskular: Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi aorta, arteri
mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart desease, seperti
aortic valve stenonis.
d. Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya
mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis
dapat dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya HIV
ke aliran darah selama aktivitas seksual.

e. Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir


Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya melalui
keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk lahir premature
juga menjadi lebih tinggi.
2.7 Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau
pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus
tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema. Uji non
protonema seperti VenerealDisease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi
dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung
berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila
penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis
primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan
kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata,
skabies, dan keganasan (kanker).
a) Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah rutin)
pemeriksaan T Palidum
Cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan
pergerakannya dengan microskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut jika
pada hasil pada hari 1 dan 2 negatif sementara itu lesi dikompres dengan larutan garam saal bila
negative bukan selalu berarti diagnosisnya bukan sifilis , mungkin kumannya terlalu sedikit.
b) pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :
 Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolopin yang
dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu test ini dsdapat memberi Reaksi Biologik
Semu (RBS) atau Biologic Fase Positif (BFP). Contoh test non treponemal :
 Test fiksasi komplemen : Wasseman (WR) kolmer
 Test flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories). Kahn, RPR (Rapid Plasma
Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin Screen Test).
 Tes treponemal: Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau ekstratnya dan
dapat digolongkan menjadi 4 kelompok :
 Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test)
 Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test)
 Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody Absorption Test), ada dua : IgM,
IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent treponemal Antibody – Absorption Double Staining)
 Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Assay),19S IgM SPHA (Solid
phase Hemabsorption Assay), HATTS (Hemagglutination Treponemal Test for Syphilis), MHA-
TP (Microhemagglutination Assay for Antibodies to Treponema pallidum).
a) Pemeriksaan Yang Lain
Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi pada sifilis
kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskuler, misalnya untuk melihat aneurisma aorta. Pada
neurosifilis,test koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas. Pemeriksaan jumlah sel
dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukan adanya tanda inflamasi pada
susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal iyalah 0-3 sel/mm3,
Jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga normal protein total ialah 20-40
mg/100 mm3, jika melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat peradangan:
 Imunologi
Pada percobaan kelinci yang disuntik dengan T.Pallidium secara intradermal, yang
sebelumnya telah diberi serum penderita sifilis menunjukan adanya antibody. Terdapat dua
antibody yang khas yaitu terhadap T. Pallidum dan yang tidak khas yaitu yang ditujukan pada
golongan antigen protein Spirochaetales yang pathogen
2.8 Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi yang alergi penisillin diberikan
tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama
pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu
hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu
90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya
sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini,
Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan S II.
1) Sifilis primer dan sekunder
a) Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1 x seminggu
b) Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama 10 hari.
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta
unit/kali sebanyak dua kali seminggu.
2) Sifilis laten
a) Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari).
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2 juta
unit/kali, dua kali seminggu).
3) Sifilis III
a) Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit)
c) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta
unit/kali, dua kali seminggu)
4) Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
a) Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
5) Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
a) Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.
Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1) Bahaya PMS dan komplikain
2) Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan
3) Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
4) Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindarkan
lagi.
5) Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin
6) Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.
b. Program Diet
1) Kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% dari kebutuhan minimum.
2) Ps diberikan porsi makanan kecil tetapi sering.
3) Konsumsi protein berkualitas tinggi dan mudah dicerna.
4) Sayuran dan buah-buah untuk jus.
5) Susu rendah lemak dan sudah dipasteurisasi setiap hari (susu sapi atau kedelai).
6) Hindari makanan di awetkan atau beragi.
7) Makanan bebas dari pestisida atau zat kimia.
8) Rendah serat, makanan lunak atau cair, jika ada gangguan saluran pencernaan.
9) Rendah laktosa dan lemak jika ps diare.
10) Hindari rokok, kafein dan alcohol.
B. Konsep Keperawatan
3.1 Pengkajian
a. Identitas
Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat menentukan.
e. Pengkajian Persistem
 Sistem integument, Kulit biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.
 Kepala biasanya terdapat nyeri kepala
- Mata pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter stisial).
- Hidung, pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan palatum.
- Telinga, pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
- Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson (incisivus I atas kanan dan kiri bentuknya seperti
obeng).
- Leher, pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.
 Sistem kardiovaskuler, kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit jantung
reumatik sebelumnya.
 Sistem penceranaan, biasanya terjadi anorexia pada stadium II.
 Sistem musculoskeletal, pada neurosifilis terjadi athaxia.
 Sistem Neurologis, biasanya terjadi parathesia.
 Sistem perkemihan, biasanya terjadi gangguan pada system perkemihan.
 Sistem Reproduksi, biasanya terjadi impotensi.

3.2 Diagnose Keperawatan yang lazim muncul


1. Hipertermi berhubungan dengan sepsis
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (infeksi)
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diagnose sifilis
4. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan fungsi tubuh
5. Risiko infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan
pathogen

3. Intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Hipertermi berhubungan Noc Intervnsi :
dengan sepsis. a. Tanda-tanda vital 1. Perawatan demam
Batasan karakteristik : b. Keparahan infeksi a. Pantau suhu dan tanda-
a. Kulit terasa hangat Kriteria hasil : tanda vital lainnya
b. Takikardi a. Tanda-tanda vital denganb. Monitor warna kulit dan
c. Suhu tubuh diatas normal skala target outcome suhu
dipertahankan pada skalac. Monitor asupan dan
1 (deviasi berat dari keluaran , sadari
kisaran normal) perubahaan kehilangaan
ditingkatkan ke skala 4 cairan yang tak dirasakan
(deviasi ringan darid. Beri obat atau cairan IV
kisaran normal) e. Tingkatkan sirkulasi
b. Keparahan infeksi dengan udara
skala target outcome 2. Perlindungan infeksi
dipertahankan pada skalaa. Monitor adanya tanda
1 ditingkatkan ke skala 4 dan gejala infeksi
sistemik dan local
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
b. Batasi jumlah
pengunjung, yang sesuai
c. Periksa kulit dan selaput
lendir untuk adanya
kemerahaan, kehangatan
ekstrem atau drainase.
d. Anjurkan asupan cairan
dengan tepat
3. Pengecekan kulit
a. Amati
warna, kehangatan,
bengkak, palpasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada
ekstremitas
b. Gunakan alat
pengkajiaan untuk
mengidentifikasi pasien
yang beresiko mengalami
keruskan kulit
c. Monitor kulit dan selaput
lendir terhadap area
perubahaaan warna,
memear, dan pecah.
d. Monitor kulit untuk
adanya ruam dan lecet.
e. Monitor kulit untuk
adanya kekeringan yang
berlebihan dan
kelembabapan.
2. Nyeri akut berhubungan Noc Intervensi
dengan agen cedera biologi a. Tingkat nyeri 1. Manajemen nyeri
(infeksi) b. Tanda-tanda vital a. Lakukan pengkajian
Batasan karakteristik : c. Keparahan cedera fisik nyeri kompherensif
a. Ekspresi wajah nyeri Kriteria hasil : yanga meliputi lokasi,
b. Keluhan tentang intensitas a. Tingkat nyeri dengan karakteristi, durasi,
nyeri mneggunakan standar skala target frekuensi, kualitas,
skala nyeri outcome dipertahankan intensitas atau beratnya
c. Mengeskpresikan perilaku pada skala 1 ditingkatkan nyeri dan faktor pencetus
d. Focus pada diri sendiri ke skala 4 Tingkat nyeri b. Observasi adanya
e. Perubahan selera makan b. Tanda-tanda vital dengan petunjuk nonverbal
f. Sikap melindungi area skala target outcome mengenai
nyeri dipertahankan pada skala ketidaknyamanan
1 (deviasi berat dari terutama pada mereka
kisaran normal) yang tidak dapat
ditingkatkan ke skala 4 berkomunikasi secara
(deviasi ringan dari efektif
kisaran normal) c. Tentukan akibat dari
c. Keparahan cedera fisik pengalaman nyeri
dengan skala target terhaadap kualitas hidup
outcome dipertahankan pasien
pada skala 1 ditingkatkand. Kendalikan faktor
ke skala 4 lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanaan
e. Ajarakan penggunaan
teknik nonfarmakologi.
2. Pengaturan posisi
a. Tempatkan pasien diatas
tempat tidur teraupetik
b. Dorong pasien untuk
terlibat dalam
perubahaan posisi
c. Masukan posisi tidur
yang diinginkan kedalam
rencana perawatan jika
tidak ada kontraindikasi.
d. Jangan menempatkan
pasien pada posisi yang
bisa meningkatkan nyeri
e. Jangan memposisikan
pasien dengan
penekanaan pada luka.
f. Pemberian analgetik
g. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
keparahaan nyeri
sebelum mengobati
pasien
h. Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesic
yang diresepkan.
i. Cek adanya riwayat
alergi obat
j. Tentukan pilihan obat
analgesic
k. Pilih rute intravena
daripada rute
intramuscular, unuk
injeksi pengobatan nyeeri
yang sering, jika
memungkinkan
3. Kerusakan integritas kulit Noc Intervensi
berhubungan dengan a. Penyembuhan luka primera. Anjurkan pasien unuk
diagnose sifilis b. Penyembuhan luka menggunakan pakaian
Batasan karakteristik : sekunder yang longgar
a. Kerusakan integritas kulit Kriteria hasil : b. Memandikan
a. Penyembuhan lukac. Perawatan luka
primer dengan skalad. Pengurangan
target outcome pendarahan
dipertahankan pada skalae. Perawatan tirah baring
1 ditingkatkan ke skala 4. f. Control infeksi
b. Penyembuhan lukag. Perlindungan infeksi
sekunder dengan skalah. Menejemen nutrisi
target outcomei. Pemberian obat kulit
dipertahankan pada skalaj. Perawtan kulit dengan
1 ditingkatkan ke skala 4. pemberian obat topical

4 Disfungsi seksual Noc Intervensi


berhubungan dengana. Fungsi seksual a. Manajemen perilaku
gangguan fungsi tubuh b. Penampilan peran seksual
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : b. Pengajaran sex aman
a. Gangguan aktivitas seksual a. Fungsi seksual denganc. Pengajaran seksualitas
b. Perubahan fungsi seksual skala target outcomed. Peningkatan peran
yang tidak diinginkan dipertahankan pada skala
1 ditingkatkan ke skala 4.
b. Penampilan peran skala
target outcome
dipertahankan pada skala
1 ditingkatkan ke skala 4.

5. Risiko infeksi Noc : Intervensi :


Factor risiko: a. Pengetahuan menejemen a. Menejemen penyakit
a. Kurang pengetahuan untuk penyakit kronik menular
pemajanan pathogen b. Control risiko PMS b. Identifikasi risiko
b. Gangguan integritas kulit c. Integritas jaringan c. Pengajaran sex aman
kulitdan membrane d. Pengajaran proses
mukosa penyakit
Kriteria hasil : e. Kontrol infeksi
a. Pengetahuan menejemen f. Menejemen pengobatan
penyakit kronik dengan
skala target outcome
dipertahankan pada skala
1 ditingkatkan ke skala 4
b. Control risiko PMS
dengan skala target
outcome dipertahankan
pada skala 1 ditingkatkan
ke skala 4
c. Integritas jaringan
kulitdan membrane
mukosa dengan skala
target outcome
dipertahankan pada skala
1 ditingkatkan ke skala 4

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan yang dimulai setelah rencana tidankan
disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan
yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien.
5. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan, keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan
pedoman atau rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

II. Konsep Dasar Herpes


A. Konsep Medis
1. Definisi
Virus herpes simpleks (HSV) adalah suatu penyakit virus menular dengan afinitas pada kulit,
selaput lendir. Dan sistem saraf (Sylvia A.Price). terdapat dua tipe virus herpes simpleks yang
diketahui menyebabkan infeksi pada kulit dan lapisan mukosa adalah virus herpes siplek tipe-1
yang masuk melalui oral dan virus simplek herpes tipe-2 yang masuk melalui genital.
Virus herpes pada manusia masuk meliputi:
a. Virus herpes hominis (herpes simpleks)
b. Virus sitomegalo (cytomegalovyrus) menyebabkan hepatitits, pneumonia dan infeksi congenital
yang serius
c. Virus varicella zoster menyebabkan chicken pox(varicella) dan herpes zoster
d. Epstein-Barr dikenal menyebabkan mononucleosis infeksiosa, tetapi virus ini juga terlibat pada
kanker tertentu pada manusia.
e. Virus ini selain menyebabkan infeksi yang aktif, dapat juga menetap hidup dalam sel pejamu,
menghasilkan infeksi laten yang pada suatu saat dapat mengalami reaktivitas. (sumarmo,2002)
2. Etiologi
VHS (Virus herpes simpleks) tipe I dan II merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan tipe
II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis
(tempat predileksi). (Djanda Adhi.2010)
Transmisi virus herpes pada manusia
Virus Transmisi Portal of entry Target sel awal
HSV 1 Kontak langsung Mukosa, kulit Epitel
HSV2 Kontak langsung Mukosa, Kulit Epital
VZV Inhalasi, kontak langsung Sal.napas, Mukosa Epitel
CMV Saliva, darah? Urin? Aliran darah, mukosa Neutrofil, monosit
FBV Semen Mukosa, aliran darah Limfosit b, kelenjar
ludah
Sumber: Buku ajar infeksi dan pediatric tropis hal 144
Keterangan : HSV1 : Herpes simplex virus 1
HSV 2 : Herpes simplex virus 2
VZV : Varicella zoster virus
CMV : Cytomegalovirus
EBV : Epstein- Barr virus
3. Manifestasi Klinis
a. Infeksi Primer
1) Tipe I : Di daerah pinggang ke atas, terutama daerah mulut dan hidung
2) Tipe II : di daerah pinggang kebawah terutama di daerah genital
3) Infeksi primr berlangsung 3 minggu
4) Menular melalui kontak kulit
5) Demam, malaise, anoreksia
6) Pembengkakan kelenjar getah bening regional
b. Fase laten
Fase ini tidak di temukan gejala klinis, tetapi VHS dapat di temukan dalam keadaan tidak
aktif pada ganglion dorsalis.
c. Infeksi rekurens
1) Trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, berhubungan seksual)
2) Trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi)
3) Berlangsung 7-10 hari
4) Rasa panas, gatal dan nyeri
5) Dapat timbul pada tempat yang sama.
(Djuanda Adhi, 2010)
4. Patofisiologi
Herpes simpleks menyebabkan timbulnya erupsi pada kulit atau selaput lendir. Erupsi ini akan
menghilang meskipun virusnya tetap ada dalam keadaan tidak aktif di dalam ganglia (badan sel
saraf), yang mempersarafi rasa pada daerah yang terinfeksi.
Secara periodik, virus ini akan kembali aktif dan mulai berkembangbiak, seringkali menyebabkan
erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama dengan infeksi sebelumnya.
5. Pemeriksaan penunjang
Virus herpes dapat di temukan pada vesikel dan dapat dibiak. Jika tidak ada lesi dapat di
periksa antibody VHS. Pada percobaan Tzank dengan pewarnaan Giemsa dari bahan vesikel dapat
ditemukan sel detia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.
6. Penatalaksanaan
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salep/ krim yang mengandung
preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, viruguent-P) atau preparat asiklovir (zovirax). Pengobatan
oral preparat asiklovir dengan dosis 5x200 mg per hari selama 5 hari mempersingkat kelangsungan
penyakit dan memperpanjang masa rekuren. Pemberian parenteral asiklovir atau preparat adenina
arabinosid (Vitarabin) dengan tujuan penyakit yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ
dalam.
Untuk terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir. Jika pasien
mengalami rekuren enam kali dalam setahun, pertimbangkan untuk menggunakan asiklovir 400mg
atau valasiklovir 1000mg oral setiap hari selama satu tahun. Untuk obat oles digunakan lotion zinc
oxide atau calamine. Pada wanita hamil diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi
HSV disuntikkan asiklovir intravena.
7. Discharge planning
a. Jalani pola hidup yang bersih dan higienis
b. Jaga agar lesi tetap lembab, tidak kering
c. Berikan kompres es atau hangat pada lepuhan-lepuhan yang timbul untuk mengurangi rasa nyeri
d. Hindari penularan melalui ciuman, penggunaan handuk atau pisau cukur bersama
e. Hindari memencet atau memecahkan lepuhan karena dapat menyebabkan infeksi sekunder
f. Jangan menggosok atau menyentuh mata sehabis menyentuh lepuhan karena dapat menyebabkan
penyebaran virus ke kornea yang mengakibatkan kebutaan
g. Cucilah tangan setiap kali sesudah menyentuh herpes.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : kurang tidur / gangguan tidur ; gangguan hubungan seksual , emosional, dan menstruasi
pada wanita ; sering berganti-ganti pasangan ; hubungan seksual yang tidak aman; malaise
b. Sirkulasi
Tanda : kulit hangat , demam ; peningkatan TD/nadi akibat demam , nyeri , ansietas ,
kemerahaan disekitar vulva, sakit kepala , pembengkakan nodus limfe pada paha.
c. Eliminasi
Tanda : rabas purulent pada wanita : disuria (nyeri saat berkemih ) , rasa terbakar/ melepuh.
d. Makanan/cairan
Tanda : anoreksia, penurunaan BB akibat ansietas
e. Nyeri/kenyamanan
Tanda: nyeri pada area vulva/genetalia : nyeri pada otot (mialgia) , radang papula dan vesikel
yang berkelompok di permukaan genetalia , gatal.
f. Keamanaan
Tanda : demam , kemerahaan , dan membengkak ( edematosa ) , penyakit imunokompromise (
HIV/leukemia ) , lesi yang sulit sembuh dan berkerak.
g. Penyuluhaan pembelajaran
Tanda : riwayat penyakit menular seksual , hygine yang tidak adekuat khususnya daerah
genetalia , riwayat penykit imunokompromise , gaya hidup hubungan seksual yang tidak aman.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Hipertermia b/d penyakit
b. Nyeri akut b/d cedera biologis
c. Gangguan cita agens biologis
d. Risiko mata kering
e. Kerusakaan intergriitas kulit b/d gangguan turgor kulit
f. Risiko infeksi
g. Ansietas b/d penularaan interpersona
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Keperawatan NOC NIC


1. Hipertermia berhubungan NOC NIC
dengan penyakit - Termoregulasi 4. Perawatan demam
Definisi: - Keperawatan infeksi n. Pantau suhu dan tanda-
Suhu inti tubuh di atas kisaran Kriteria hasil tanda vital lainnya
normal diurnal karena l. Hipertermia dengan skalao. Monitor warna kulit dan
kegagalan termoregulasi. target autcome dipertahankan suhu
Batasan karakteristik: pada skala 2 (cukup berat) p. Monitor asupan dan
1. Gelisah ditingkatakan ke skala 4 keluaran , sadari perubahaan
2. Kulit kemerahan (ringan) kehilangaan cairan yang tak
3. Kulit terasa hangat m. Kemerahan dengan skala dirasakan
target autcome dipertahankan
q. Beri obat atau cairan IV
pada skala 2 (cukup berat) r. Tingkatkan sirkulasi udara
ditingkatakan ke skala 45. Perlindungan infeksi
(ringan) s. Monitor adanya tanda dan
gejala infeksi sistemik dan
local
t. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
u. Batasi jumlah pengunjung,
yang sesuai
v. Periksa kulit dan selaput
lendir untuk adanya
kemerahaan, kehangatan
ekstrem atau drainase.
w. Anjurkan asupan cairan
dengan tepat
6. Pengecekan kulit
x. Amati warna, kehangatan,
bengkak, palpasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada
ekstremitas
y. Gunakan alat pengkajiaan
untuk mengidentifikasi
pasien yang beresiko
mengalami keruskan kulit
z. Monitor kulit dan selaput
lendir terhadap area
perubahaaan warna,
memear, dan pecah.
aa. Monitor kulit untuk adanya
ruam dan lecet.
bb. Monitor kulit untuk adanya
kekeringan yang berlebihan
dan kelembabapan.
2. Nyeri akut berhubungan NOC NIC
dengan agens cedera biologiscc. Kontol nyeri 2. Manajemen nyeri
Definisi : dd. Tingkat nyeri ii. Lakkan pengkajian nyeri
Pengalaman sensori dan ee. Tanda-tanda vital kompherensif yanga
emosional tidak Kriteria hasil : meliputi lokasi, karakteristi,
menyenangkan yang muncul ff. Mengenali kapan nyeri terjadi durasi, frekuensi, kualitas,
akibat kerusakan jaringan dengan skala targert outcome
actual atau potensial atau yang di pertahankan pada skala 2 ( intensitas atau beratnya
digambarkan sebagai jarang menunjukkan ) nyeri dan faktor pencetus
kerusakaan , yang tiba-tiba ditingkatkan ke skala 4 ( sering
jj. Observasi adanya petunjuk
atau lambat dari intensitas menunjukan ) nonverbal mengenai
ringan hingga berat dengan gg. Nyeri yang dilaporkan dengan ketidaknyamanan terutama
akhir yang dapat antisipasi skala target outcome pada mereka yang tidak
atau di prediksi. dipertahankan pada skala 2 ( dapat berkomunikasi secara
Batasan karakteristik : cukup berat ) ditingkatkan ke efektif
1. Bukti nyeri dengan skala 4 ( ringan ) kk. Tentukan akibat dari
menggunakan standar daftar hh. Suhu tubuh dengan skala pengalaman nyeri terhaadap
periksa nyeri untuk pasien target 2 (deviasi yang cukup kualitas hidup pasien
yang tidak dapat besar dari kisaran normal) ll. Kendalikan faktor
mengungkapkannya. ditingkatkan ke skala 4 lingkungan yang dapat
(deviasi ringan dari kisaran mempengaruhi respon
2. Ekspresi wajah nyeri meringis normal). pasien terhadap
3. Fokus pada diri sendiri ketidaknyamanaan.
4. Laporan tentang perilaku mm. Ajarakan
nyeri/ perubahaan aktvitas penggunaan teknik
5. Mengekspresikan perilaku nonfarmakologi.
6. Perubahan posisi untuk 3. Pengaturan posisi
menghindari nyeri nn. Tempatkan pasien diatas
7. Sikap melindungi area nyeri tempat tidur teraupetik
8. Sikap tubuh melindungi oo. Dorong pasien untuk
terlibat dalam perubahaan
posisi
pp. Masukan posisi tidur yang
diinginkan kedalam rencana
perawatan jika tidak ada
kontraindikasi.
qq. Jangan menempatkan
pasien pada posisi yang bisa
meningkatkan nyeri
rr. Jangan memposisikan
pasien dengan penekanaan
pada luka.
4. Pemberian analgetik
ss. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
keparahaan nyeri sebelum
mengobati pasien
tt. Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesic
yang diresepkan.
uu. Cek adanya riwayat alergi
obat
vv. Tentukan pilihan obat
analgesic
ww. Pilih rute intravena
daripada rute intramuscular,
unuk injeksi pengobatan
nyeeri yang sering, jika
memungkinkan.
3. Gangguan citra tubuh NOC NIC
berhubungan dengan penyakitxx. Citra tubuh 1. Peningkatan citra tubuh
Definisi : yy. Fungsi seksual
Konfusi dalam gambaran zz. Keseimbangan gaya hidup ddd. Tentukan harapan citra diri
mental tentang diri fisik Kriteria hasil: pasien didasarkan pada
individu aaa.Gambaran internal diri dengan tahap perkembangan
Batasan karakteristik : skala tareget autcome
eee. Bantu pasien memisahkan
1. Gangguan fungsi tubuh dipertahanakan dengan skala 2 penmpilan fisik dari
2. Gngguan pandangan tentang (jarang positif) ditingkatkan ke perasaan berharga secara
tubuh seseorang skala 4 (sering positif) pribadi, dengan cara yang
3. Gangguan struktur tubuh bbb.Mengespresikan keinginan tepat
4. Persepsi yang merefleksikan terhadap seks dengan skala fff. Identifikasi dampak dari
perubahan pandangan tentang target outcome dipertahankan budaya pasien, agama, ras,
tubuh seseorang pada skala 2 (jarang jenis kelamin, manusia
5. Persaan negatif tentang tubuh menunjukan) ditingkatakan ke terkait dengan citra diri
6. Perilaku memantau tubuh skala 4 (sering menunjukan)ggg. Monitor apakah pasien bisa
ccc. Mengevaluasi area-area yang melihat bagian tubuh
di persepsikan sebagai
hhh. Bantu pasien untuk
ketidakseimbangan dalam menentukan pengaruh dari
gaya hidup dengan skala target peer group terhadap persepsi
outcome dipertahankan pada pasien mengenai citra tubuh
skala 2 (jarang dilakukan) saat ini
ditingkatakan ke skala 2.4 Peningkatan kesadaran diri
(sering dilakukan) iii. Dukung pasien untuk
mengenal dan
mendiskusikan pikiran dan
perasaannya
jjj. Verbalisasikan penolakan
pasien terhadap realitas
dengan tepat
kkk. Bantu pasien untuk
memeriksa kembali persepsi
negative mengenai diri
lll. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi sumber
motivasi
mmm. Fasilitasi pasien
untuk mengidentifikasi pola
respon yang biasa dilakukan
untuk situasi yang bervariasi
3. Pengajaran seksualitas
nnn. Diskusikan perilaku seksual
dan cara-cara yang tepat
untuk mengungkapkan
perasaan dan kebutuhan
seseorang
ooo. Tingkatkan tanggung jawab
terhadap perilaku seksual
ppp. Diskusikan manfaat pantang
seks
qqq. Instruksikan aksebilitas
kontrasepsi dan bagaimana
untuk mendapatkannya
rrr. Diskusikan apa nilai-nilai,
bagaimana mereka kita
dapatkan, dan efeknya pada
pilihan-pilihan kita dalam
hidup
4. Risiko mata kering NOC NIC
Definisi : sss. Keparahan mata kering 1. Pencengahan mata kering
Rentan terhadap ttt. Deteksi risiko yyy. Monitor tanda-tanda dan
ketidaknyamanan mata atau uuu.Kontrol risiko gejala mata kering
kerusakan kornea dan Kriteria hasil : zzz. Kenali krakteristi pribadi
konjungtiva karena penurunanvvv.Penurunan produksi air mata dan faktor lingkungan yang
kuantitas atau kualitas air mata dengan skala target outcome dapat meningkatkan potensi
untuk melembabkan mata, dipertahankan pada skala 2 mata kering
yang dapat mengganggu (cukup berat) ditingkatakan aaaa.
ke Monitor refleks
kesehatan skala 4 (ringan) kedipan mata
Faktor risiko : www. Mengenali tanda bbbb. Identifikasi posisi
1. Gaya hidup dan gejala yang kelopak mata
2. Penyakit autoimun mengindikasikan risiko
cccc. Monitor banyaknya air mata
3. Riwayat alergi dengan skala target outcome yang keluar dengan
dipertahankan pada skala 2 penggunaan tetes mata strip
(jarang menunjukkan)2. Perawatan mata
ditingkatakan ke skala dddd. 4 Monitor kemerahan,
(sering menunjukkan) eksudat, atau ulserasi pada
xxx.Memodifikasi gaya hidup mata
untuk mengurangi risiko eeee. Anjurkan pasien agar tidak
dengan skala target outcome menyentuh mata
dipertahankan pada skala ffff. 2 Monitor refleks kornea
(jarang menunjukkan)gggg. Tutupi mata jika
ditingkatakan ke skala 4 diperlukan
(sering menunjukkan) hhhh. Beri salep mata yang
sesuai
3. Menejemen alergi
iiii. Identifikasi alergi yang
diketahui dan reaksi yang
tidak biasa
jjjj. Dukumentasikan semua
informasi mengenai alergi
dalam rekam medis, sesuai
dengan prosedur
kkkk. Identifikasi segera
tingkat ancaman terhadap
munculnya reaksi alergi
dalam status kesehatan
pasien
llll. Monitor adanya anafilaksis
berulang dalam 24 jam
mmmm. Siapkan obat-obatan
intik mengurangi atau
meminimalkan respon alergi
5. Kerusakan integritas kulit NOC NIC
berhubungan dengan nnnn. Penyembuhan luka: 1. Perawatan luka
gangguan turgor kulit primer uuuu. Cukur rambut
Definisi : oooo. Status sirkulasi disekitar daerah yang
Kerusakan pada epiderfmis pppp. Status nutrisi terkena, sesuai kebutuhan
dan / atau dermis Kriteria hasil: vvvv. Monitor
Batasan karateristik : qqqq. Memperkirakan karakteristik luka, termasuk
1. Kerusakann integritas kulit kondisi kulit dengan skala drainase, warna, ukuran, dan
2. Benda asing menusuk target outcome di pertahankan bau
permukaan kulit pada skala 2 (terbatas) wwww. Ukur luas luka,
ditingkatkan ke skala 4 (besar) yang sesuai
rrrr. Penurunan suhu kulit dengan
skala target outcome di
pertahankan pada skala xxxx. 2 Singkirkan benda-
(cukup berat) ditingkatkan ke benda yang tertanam pada
skala 4 (ringan) luka
ssss. Asupan gizi dengan skala yyyy. Bersihkan dengan
target outcome di pertahankan normal saline atau
pada skala 2 (banyak pembersih yang tidak
menyimpang dari rentang beracun, dengan tepat
normal) ditingkatkan ke skala
zzzz. Oleskan salep yang sesuai
4 (sedikit menyimpang dari dengan kulit/lesi
rentang normal) aaaaa. Berikan balutan yang
tttt. sesuai dengan jenis luka
2. Irigasi luka
bbbbb. Jelaskan tindakan
kepada pasien
ccccc. Bantu pasien untuk
mendpapatkan posisi yang
nyaman, pastiaan cairan
irigasi akan mengalir
berdasarkaan gravitasi dari
daerah yang sedikit
terkontaminasi kearah yang
terkontamintasi lebih
banyak
ddddd. Lepaskan balutan
dan inspeksi luka dan
jaringan sekitar, laporkan
adanya anormalitas kepada
petugas kesehatan yang
tepat sesuai kondisi pasien.
eeeee. Bersihkan dan
keringkan area sekitar luka
setelah prosedur selesai
fffff.Tutup luka dengan jenis
balutan steril yang sesuai.
3. Perawatan kulit :
pengobatan topical
ggggg. Bersihkan dengan
sabun antibakteri, dengan
tepat
hhhhh. Sapu kulit dengan
bubuk obat, dengan tepat
iiiii. Berikan pijitan punggung /
leher dengan tepat
jjjjj. Berikan anti inflamasi
topical untuk daerah yang
terkena, dengan tepat.
kkkkk. Dokumentasikan
derajat kerusakaan kulit
6. Risiko infeksi NOC NIC
Definisi : lllll. Status imunitas 1. Kontrol infeksi
Rentan mengalami invasi danmmmmm. Deteksi risiko rrrrr. Bersihkan lingkungan
multiplikasi organism nnnnn. Manajemen diri : dengan baik setelah
patogenik yang dapat penyakit kronik digunakan untuk setiap
menganggu kesehatan. Kriteria hasil : pasien
Faktor risiko : ooooo. Titer antibody
dengan skala target outcome di
1. Kurang pengetahuaan untuk perthankan pada skala sssss. 2 Isolasi orang
menghindari pemajanaan (banyak terganggu ) yang terkena penyakit
pathogen ditingkatkan ke skala 4 ( menular
2. Gangguan integritas kulit sedikit terganggu ) ttttt. Batasi jumlah pengunjung
3. Immunosupresi terpajan pada ppppp. Mengenali tanda dan uuuuu. Ajarkan pasien
wabah gejala yang mengidikasikan dan keluarga mengenai
risiko dengan skala target bagaimana menghindari
outcome di pertahankan pada infeksi
skala 2 (jarang menunjukan) vvvvv. Berikan antibiotic
ditingkatkan ke skala 4 (sering yang sesuai
menunjukan)
qqqqq. Menggunakan 2. Perlindungan infeksi
startegi untuk koping dengan wwwww. Monitor adanya
afek penyakit di pertahankan tanda dan gejala infeksi
pada skala 2 (jarang sistemik sistemik dan local
menunjukan) ditingkatkan ke xxxxx. Hindari kontak
skala 4 ( sering menunjukan ). dengan hewan peliharaan
yyyyy. Instruksikan
pasien untuk minum anti
biotik yang di resepkan
zzzzz. Anjurkan istirahat
3. Identifikasi risiko
aaaaaa. Kaji ulang riwayat
kesehatan masa lalu dan
dokumentasikan bukti yang
menunjukkan adanya
penyakit medis, diaknosa
keperawatan serta
perawatannya
bbbbbb. Pertimbangkan
fungsi dimasa lalu dan saat
ini
cccccc. Implementasikan
aktifitas-aktifitas
pengurangan risiko
dddddd. Kaji ulang data
yang di dapatkan dari
pengkajian risiko secara
rutin
eeeeee. Pertimbangkan
kriteria yang berguna dalam
memprioritaskan area area
untuk mengurangi faktor
risiko ( misalnya, kesadaran
dan motivasi, efektivitas,
biaya, klayakan, pilihan
pilihan, kesetaraan, stikma,
dan keparahaan hasil jika
faktor risiko masih belum
terselesaikan )
7. Ansietas berhubungan dengan NOC NIC
penularan interpersonal ffffff. kontrol kecemasan 1. Pengurangan kecemasan
Definisi: diri llllll. Gunakan pendekatan yang
Perasaan tidak nyaman atau gggggg. kontrol diri tenang dan meyakinkan
kekhawatiran yang samar di terhadap distrosi pemikiran
sertai respon otonom, perasaan
hhhhhh. status kenyamanan
takut yang di sebabkan oleh kriteria hasil : mmmmmm. Bantu klien
antisipasi terhadap bahaya. iiiiii. mengunakan strategi koping mengidentifikasi situasi
Hal ini merupakan syarat yang efektif dengan skala yang memicu kecemasan
kewaspadaan yang target outcome dipertahankan nnnnnn. Kaji untuk tanda
memperingatan individu akan pada skala 2 ( jarang dilakukan verbal dan non verbal
adanya bahaya yang ) ditingkatkan ke skala 4 ( kecemasan
memampukan individu untuk sering dilakukan ) oooooo. Dengarkan klien
bertindak menghadapi jjjjjj. mempertahankan pppppp. Ciptakan atmosfir
ancaman. afek yang konsisten dengan rasa aman untuk
Batasan karakteristik : alam perasaan dengan skala meningkatkan kepercayaan
1. Gelisah target outcome dipertahankan 2. Peningkatan koping
2. Insomnia pada skala 2 ( jarang qqqqqq. Bantu pasien
3. Mengekspesikan kekhawatiran menunjukkan ) ditingkatkan dalam mengidentifikasi
karena perubahan dalam ke skala 4 ( sering tujuan jangka pendek dan
peristiwa hidup menunjukkan ) jangka panjang yang tepat.
4. Penurunan produktifitas kkkkkk. kesejahteraan fisikrrrrrr. Berikan
5. menyesal dengan skala target outcome penilaian ( kemampuan )
dipertahankan pada skala 2 ( penyesuaian pasien terhadap
banyak terganggu ) perubahan perubahan dalam
ditingkatkan keskala 4 ( sedikit citra tubuh, sesuai dengan
terganggu ) indikasi.
ssssss. Sediakan pasien
pilihan pilihan yang realistis
mengenai aspek perawatan
tttttt. Sediakan
informasi actual mengenai
diagnosis, penanganan, dan
prognosis
uuuuuu. Evaluasi
kemampuan pasien dalam
membuat keputusan
3. Terapi relaksasi
vvvvvv. Gambarkan
rasionalisasi dan manfaat
relaksasi serta jenis relaksasi
yang tersedia ( misalnya,
music, meditasi, bernafas
dengan ritme, relaksasi
rahang dan relaksasi otot
progresif )
wwwwww. Uji penurunan
tingkat energi saat ini,
ketidakmampuan untuk
konsentrasi, atau gejala lain
yang mengiringi yang
mungkin mempengaruhi
kemampuan kognisi untuk
berfokus pada teknik
relaksasi
xxxxxx. Ciptakan
lingkungan yang tenang dan
tanpa distraksi dengan
lampu yang redup dan suhu
lingkungan yang nyaman,
jika memungkinkan,
yyyyyy. Pertimbangkan
keinginan individu untuk
berpartisipasi, kemampuan
berpartisipasi, pilihan,
pengalaman masa lalu dan
kontra indikasi sebelum
memilih strategi relaksasi
tertentu
zzzzzz. Evaluasi dan
dokumentasikan respon
terhadap terapi relaksasi.
4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan yang dimulai setelah rencana tidankan

disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan

yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah

kesehatan klien.

5. Evaluasi

Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan

keperawatan, keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan

pedoman atau rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan

membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan

tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
PMS merupakan salah satu penyakit saluran reproduksi yang cara penularan utamanya
adalah melalui hubungan kelamin tetapi juga dapat ditularkan melalui transfiisi darah atau kontak
langsung dengan cairan darah atau produk darah, dan dari ibu ke anak selama kehamilan atau
sesudah bayi lahir. PMS dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit (Pinem, 2009).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.Penyakit
menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. penyakit ini sangat
kronik,bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh dapat menyerupai banyak
penyakit.mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.
Herpes adalah salah satu penyakit menular seksual yang paling umum. Diperkirakan bahwa
satu dari setiap lima remaja akan terinfeksi oleh penyakit ini. Penelitian telah menunjukkan bahwa
wanita lebih rentan untuk tertular infeksi ini daripada pria. Hal ini akan merusak penyakit alat
kelamin atau anus baik laki-laki dan perempuan yang terinfeksi.
B. Saran
1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk mencegah penularan dan
mempercepat penyembuhan.
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan
mencegah terjadinya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda, Hardi Kusuma, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Nanda Nic-Noc. Penerbit : Mediaction
Jogja

Bulechek G.M, Butcher H.K, Dochterman J.M, Wagner C.M. 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC). Singapura: Elsevier Inc.

NANDA Interntional Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi . Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran
Moorhead S, Johnson M, Maas M.L, Swanson E. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Singapura: Elsevier Inc.

http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/255

Anda mungkin juga menyukai