Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH HIV/AIDS DAN FLU BURUNG

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1


Dosen pengampu : Tori Rihiantoro, S.K.p.,M.Kep

Disusun oleh : Kelompok 1

Tingkat II Reguler 1

1. Ananta Alaika Khodijah Nasution2114401002


2. Puan Melian Sri Maharani 2114401010
3. Rimayida Sawitri 2114401013
4. Seli Oktavia 2114401014
5. Thegi Samaji 2114401018
6. Septy Meliza2114401026
7. Catria Rahmawati2114401022
8. .Icha Amelia 2114401023
9. .Aldofal 2114401050

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Adapun pembuatan makalah ini dimaksudkan sebagai tugas dalam mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedaj 1 dan sebagai bahan diskusi kelompok. Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing bapak Tori Rihiantoro, S.K.p.,M.Kep atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada kedua orang tua yang selalu
memberi semangat serta rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
diselesaikannya makalah ini. Penulis berharap dengan membaca makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai ‘‘ HIV/AIDS
DAN FLU BURUNG’’

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap
semoga ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bandar Lampung, 23 Agustus 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut
menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah
untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain yang disebut dengan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) (Kementerian Kesehatan RL, 2017). AIDS adalah
sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi dari virus HIV (Diatmi and Diah, 2014). Orang yang telah di diagnosa
terinfeksi positif oleh virus HIV dan AIDS maka orang tersebut disebut dengan ODHA
(Orang Dengan HIV/AIDS) (Diatmi dan Diah, 2014).

Perkembangan HIV/AIDS pertama kali dikenal pada tahun 1981, namun kasus
HIV/AIDS secara retrospektif telah muncul selama tahun 1970-an di Amerika Serikat dan di
beberapa bagian di dunia seperti Haiti, afrika, dan eropa. (Dinas Kesehatan, 2014). UNAIDS
(2017) menunjukkan terjadi peningkatan jumlah orang yang menderita HIV dari 36,1 millyar
di tahun 2015 menjadi 36,7 millyar di tahun 2016. Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang memiliki tingkat prevalensi HIV/AIDS yang cukup tinggi. Kasus
HIV/AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada tahun 1987. Kasus HIV/AIDS telah
menyebar di 407 dari 507 kabupaten/kota (80%) di seluruh provinsi di Indonesia hingga saat
ini (Ditjen P2P, 2016).

Flu burung adalah penyakit akut menular yang disebabkan oleh virus HSNL Flu burung
sangat berbahaya karena menyebabkan kematian unggas secara mendadak dan menyebar
dengan cepat. Ayam, itik, angsa, kalkun, burung puyuh, burung-burung liar, dan beberapa
binatang lainnya dapat terkena infeksi flu burung Flu burung dapat menyebar ke manusia dan
menyebabkan kematian.
Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan
ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung yang ditularkan oleh virus Avian Influenza jenis
HSNI pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang,
Thailand, Komboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber vinus diduga
berasal dari migrasi burung dan tranportasi unggas yang terinfeksi.

Penyakit flu burung pada manusia mempunyai tingkat keganasan (virulensi) yang paling
membahayakan di antara penyakit infeksi menular lainnya (HIV/AIDS, Malaria, dan lain-
lain). Tingkat kematian akibat penyakit flu burung angka kejadiannya sangat tinggi
dibandingkan dengan penyakit menular lainnya mencapai 81.7% di Indonesia. Masa inkubasi
penyakit flu burung pada manusia sangat cepat yaitu 1-10 hari. Identifikasi tanda dan gejala
klinik penyakit flu burung di awali dengan ISPA dengan keluhan demam (temperatur ≥
38°C), batuk, sakit tenggorokan, atau beringus (Depkes, 2004). Kadang kala sebagian besar
kelompok masyarakat menganggap biasa-biasa saja. Implikasinya dengan waktu yang sangat
cepat penyakit flu burung menyebar ke berbagai wilayah melintasi negara.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi HIV/AIDS dan Flu Burung ?
2. Bagaimana patosifiologi HIV/AIDS dan Flu Burung ?
3. Apa saja tanda dan gejala HIV/AIDS dan Flu Burung ?
4. Bagaimana test diagnostic HIV/AIDS dan Flu Burung ?
5. Bagaimana penatalaksanaan HIV/AIDS dan Flu Burung ?
6. Bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit HIV/AIDS dan Flu
Burung ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi HIV/AIDS dan Flu Burung ?
2. Untuk mengetahui patosifiologi HIV/AIDS dan Flu Burung ?
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala HIV/AIDS dan Flu Burung ?
4. Untuk mengetahui test diagnostic HIV/AIDS dan Flu Burung ?
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan HIV/AIDS dan Flu Burung ?
6. Untuk mengetahui program pemerintah dalam penanggulangan penyakit HIV/AIDS
dan Flu Burung.
BAB II
PEMBAHASAN

HIV DAN AIDS


A. Definisi
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus menular seksual yang ditularkan
melalui darah (lihat gambar di bawah.) Virus ini biasanya ditularkan melalui hubungan
seksual, perlengkapan obat intravena bersama, dan secara perinatal selama proses kelahiran
atau melalui ASI. Rute infeksi yang paling umum bervariasi dari satu negara ke negara lain
dan bahkan di antara kota kota, yang mencerminkan populasi di mana HIV pertama kali
diperkenalkan dan praktik lokal. Koinfeksi dengan virus lain yang memiliki rute penularan
yang sama, seperti hepatitis B, hepatitis C, dan virus herpes manusia 8 (HHV8; juga dikenal
sebagai virus herpes sarkoma Kaposi [KSHV]), sering terjadi.
Dua spesies HIV yang berbeda (HIV-1 dan HIV-2) telah diidentifikasi, dan masing-
masing terdiri dari beberapa subtipe, atau clades. Semua clades HIV-1 cenderung
menyebabkan penyakit yang sama, tetapi distribusi global clades berbeda. Ini mungkin
berimplikasi pada vaksin masa depan, karena clade B, yang dominan di negara maju (di
mana perusahaan farmasi besar berada), jarang ditemukan di negara berkembang yang
terkena penyakit lebih parah. HIV-1 mungkin berasal dari satu atau lebih transfer lintas
spesies dari simpanse di Afrika tengah. 24 HIV-2 terkait erat dengan virus yang menginfeksi
mangabey jelaga di AfrikaQarat. Secara genetik. HIV-1 dan HIV-2 sangat mirip, tetapi
masing-masing mengandung gen unik dan proses replikasinya sendiri yang berbeda.
HIV-2 membawa risiko penularan yang sedikit lebih rendah, dan infeksi HIV-2
cenderung berkembang lebih lambat menjadi sindrom defisiensi imun didapat (AIDS). Ini
mungkin karena infeksi yang kurang agresif daripada sifat spesifik dari virus itu sendiri.
Orang yang terinfeksi HIV-2 cenderung memiliki viral load yang lebih rendah daripada
orang dengan HIV-1, 26' 27' dan viral load yang lebih besar dikaitkan dengan perkembangan
yang lebih cepat menjadi AIDS pada infeksi HIV-1, 28 29 HIV-2 jarang terjadi di negara
maju Akibatnya. sebagian besar penelitian dan pengembangan vaksin dan obat (mungkin
secara tidak adil) difokuskan pada HIV-1.

B. Patofisiologi
HIV menghasilkan defisiensi imun seluler yang ditandai dengan menipisnya limfosit T
penolong (sel CD4 ). Hilangnya sel CD4 mengakibatkan berkembangnya infeksi oportunistik
dan proses neoplastik.

Virologi HIV

HIV-1 dan HIV-2 adalah retrovirus dalam keluarga Retroviridae, genus Lentivirus. Mereka
diselimuti, diploid, untal tunggal, virus RNA rasa positif dengan perantara DNA, yang
merupakan genom virus terintegrasi (provirus) yang bertahan dalam DNA sel inang.
HIV mengandung tiga gen retroviral yang menentukan spesies gag, pol, dan env. Gen gag
mengkode antigen spesifik kelompok, protein struktural bagian dalam. Gen pol mengkode
polimerase itu juga mengandung integrase dan protease (enzim virus) dan diproduksi sebagai
perpanjangan C-termina dari protein Gag). Gen env mengkodekan amplop virus protein
struktural luar yang bertanggung jawab atas spesifitas tipe sel. Glikoprotein 120, protein amplop
virus, berikatan + Inang dengan molekul CD4
HIV-1 memiliki 6 gen aksesori tambahan: tat, rev, nef, vif, vpu, dan vpr. HIV-2 tidak
memiliki vpu tetapi memiliki gen unik vpx. Satu-satunya vikus lain yang diketahui mengandung
gen vpu adalah simian immunodeficiency virus in chimpanzees (SIV ). cpz yang merupakan
simian yang setara dengan HIV. Menariknya, simpanse dengan infeksi HIV-1 aktif resisten
terhadap penyakit.
Protein aksesori HIV-1 dan HIV-2 terlibat dalam replikasi virus dan mungkin berperan dalam
proses penyakit. 35 36 Bagian luar genom terdiri dari pengulangan terminal panjang (LTRS)
yang berisi urutan yang diperlukan untuk transkripsi dan penyambungan gen. pengemasan virus
RNA genomik, dan urutan dimerisasi untuk memastikan bahwa 2 genom RNA dikemas.

Dasar biologis untuk AIDS

Rincian spesifik dari proses penyakit yang mengarah ke AIDS tidak sepenuhnya dipahami
meskipun kemajuan yang cukup besar dalam virologi HIV dan imunologi dari host manusia,
banyak yang telah didorong oleh dorongan untuk lebih memahami AIDS.Ada penurunan spesifik
pada sel T helper CD4 yang mengakibatkan inversi rasio sel T CD4/CD8 normal dan disregulasi
produksi antibodi sel B.
Respon imun terhadap antigen tertentu mulai menurun, dan pejamu gagal merespon secara
memadai terhadap infeksi oportunistik dan organisme komensal yang biasanya tidak berbahaya.
Karena defek secara khusus mempengaruhi imunitas seluler, infeksi cenderung nonbakterial
(jamur, virus).Pola infeksi oportunistik di suatu wilayah geografis mencerminkan patogen yang
umum di wilayah tersebut. Misalnya, orang dengan AIDS di Amerika Serikat cenderung hadir
dengan organisme komensal seperti Pneumocystis dan spesies Candida, laki-laki homoseksual
lebih mungkin untuk mengembangkan sarkoma Kaposi karena koinfeksi dengan HHV8, dan
tuberkulosis adalah umum di negara berkembang.Jaringan limfoid terkait usus (GALT) berperan
dalam replikasi HIV.GALT telah terbukti menjadi tempat penyemaian virus awal dan
pembentukan reservoir proviral. Reservoir ini berkontribusi pada kesulitan mengendalikan
infeksi, dan upaya untuk mengurangi tingkat provirus HIV melalui terapi antiretroviral
berkelanjutan (sendiri atau dalam kombinasi dengan aktivasi interleukin-2 dari sel T terinfeksi
HIV yang beristirahat) secara konsisten gagal.

Fitur replikasi HIV di GALT adalah bahwa ia terkotak kotak, bahkan di antara area usus
yang berbeda. Pengukuran sel CD4 T di GALT menunjukkan pemulihan yang relatif lebih
sedikit dengan terapi antiretroviral daripada yang diamati pada darah tepi.Setidaknya satu
laporan telah menyarankan bahwa pengobatan dini dapat menghasilkan +T GALT yang lebih
baik, pemulihan sel T CD4 tetapi data klinis umumnya menentang inisiasi terapi dini, yang
belum terbukti meningkatkan jangka panjang bertahan hidup.Terapi antivirus mampu
membalikkan perubahan ini, 19' tetapi tingkat pembalikan menurun jika terapi dimulai sangat
terlambat pada infeksi dan selanjutnya menurun ketika terapi dimulai ketika jumlah sel T CD4
adalah 200/uL dan di bawah.

Efek sitotoksik langsung dari replikasi virus kemungkinan bukan penyebab utama hilangnya
sel TCD4; efek pengamat yang signifikan kemungkinan sekunder untuk apoptosis sel T sebagai
bagian dari hiperaktivasi kekebalan dalam menanggapi infeksi kronis. Sel-sel yang terinfeksi.
juga dapat terpengaruh oleh serangan kekebalan.Satu masalah yang menarik adalah bahwa
penggunaan ko-reseptor dari galur virus cenderung berubah dari waktu ke waktu. Infeksi awal
hampir selalu melibatkan strain yang menggunakan reseptor kemokin 5 (CCR5), yang ditemukan
pada makrofag dan sel dendritik, sebagai koreseptor dengan CD4. Orang-orang yang homozigot
untuk penghapusan gen CCR5 (yaitu, CCR5-delta32) cenderung resisten dan mereka yang kebal
terhadap infeksi, heterozigositas untuk polimorfisme cenderung menunjukkan perkembangan
penyakit yang lebih berkembang menjadi AIDS

Efek yang terlihat dari infeksi HIV datang dalam bentuk arsitektur kelenjar getah bening
yang terganggu. Gangguan ini bersifat sementara, dan, pada satu titik, biopsi kelenjar getah
bening dianggap sebagai bentuk stadium penyakit. '58 59¹ Gangguan jaringan dendritik folikel di
kelenjar getah bening dan kegagalan selanjutnya dari presentasi antigen normal kemungkinan
merupakan kontributor proses penyakit.

Fase infeksi HIV

Infeksi HIV klinis mengalami 3 fase yang berbeda: serokonversi akut, infeksi tanpa gejala, dan
AIDS. Masing-masing dibahas di bawah ini.ss

 Serokonversi akut
Model hewan menunjukkan bahwa sel Langerhans adalah target seluler pertama HIV,
yang menyatu dengan limfosit CD4 + dan menyebar ke jaringan yang lebih dalam. Pada
manusia, terjadinya viremia plasma dengan cepat dengan penyebaran virus yang luas
diamati 4 hari sampai 11 hari setelah virus masuk melalui mukosa.
Tidak ada tempat integrasi yang tetap, tetapi virus cenderung berintegrasi di area
transkripsi aktif, mungkin karena area ini memiliki kromatin yang lebih terbuka dan
DNA yang lebih mudah diakses. Ini sangat mempersulit pemberantasan virus oleh inang,
karena genom proviral laten dapat bertahan tanpa terdeteksi oleh sistem kekebalan dan
tidak dapat ditargetkan oleh antivirus.
Selama fase ini, infeksi terbentuk dan reservoir proviral dibuat. Reservoir ini terdiri dari
sel-sel yang terinfeksi terus-menerus, biasanya makrofag, dan tampaknya terus
melepaskan virus. Beberapa pelepasan virus mengisi kembali reservoir, dan beberapa
melanjutkan untuk menghasilkan infeksi yang lebih aktif.
Reservoir proviral, yang diukur dengan DNA polymerase chain reaction (PCR),
tampaknya sangat stabil. Meskipun menurun dengan terapi antivirus yang agresif, waktu
paruhnya sedemikian rupa sehingga pemberantasan bukanlah harapan yang layak.
Ukuran reservoir proviral berkorelasi dengan viral load kondisi mapan dan berkorelasi
terbalik dengan tanggapan sel T CD8 + anti-HIV. Pengobatan dini yang agresif untuk
infeksi akut menurunkan beban proviral, dan pengobatan pada pasien yang baru terinfeksi
(tetapi pasca erokonversi) memberikan manfaat jangka panjang.
Pada titik ini, viral load biasanya sangat tinggi, dan jumlah sel T CD4 + turun drastis.
Dengan munculnya antibodi anti-HIV dan tanggapan sel T CD8 + , viral load turun ke
keadaan stabil dan jumlah sel T CD4 + kembali ke tingkat dalam kisaran referensi,
meskipun sedikit lebih rendah daripada sebelum infeksi.
Serokonversi mungkin memakan waktu beberapa minggu, hingga beberapa bulan. Gejala
selama ini mungkin termasuk demam, penyakit seperti flu, limfadenopati, dan ruam.
Manifestasi ini berkembang pada sekitar setengah dari semua orang yang terinfeksi HIV.

 Infeksi HIV tanpa gejala


Pada tahap infeksi ini, orang yang terinfeksi HIV menunjukkan sedikit atau tidak ada
tanda atau gejala selama beberapa tahun hingga satu dekade atau lebih. Replikasi virus
jelas sedang berlangsung selama ini, dan respon imun terhadap virus efektif dan kuat.
Pada beberapa pasien, limfadenopati generalisata persisten merupakan tanda luar infeksi.
Selama waktu ini, viral load, jika tidak diobati, cenderung bertahan pada keadaan yang
relatif stabil, tetapi jumlah sel T CD4 + terus menurun. Tingkat penurunan ini terkait
dengan, tetapi tidak mudah diprediksi oleh, viral load kondisi mapan.
Bukti sekarang menunjukkan bahwa inisiasi terapi di awal periode asimtomatik efektif.
Namun, inisiasi yang sangat terlambat diketahui menghasilkan respons yang kurang
efektif terhadap terapi dan tingkat pemulihan kekebalan yang lebih rendah.

 AIDS
Ketika sistem kekebalan tubuh cukup rusak sehingga infeksi oportunistik yang signifikan
mulai berkembang, orang tersebut dianggap mengidap AIDS. Untuk tujuan surveilans di
Amerika Serikat, jumlah CD4 + T-sel kurang dari 200/µL juga digunakan sebagai ukuran
untuk mendiagnosis AIDS, meskipun beberapa infeksi oportunistik berkembang ketika
jumlah CD4 + T-sel lebih tinggi dari 200/µL, dan beberapa orang dengan jumlah CD4 di
bawah 200/µL mungkin tetap relatif sehat.
Banyak infeksi dan kondisi oportunistik digunakan untuk menandai kapan infeksi HIV
telah berkembang menjadi AIDS. Frekuensi umum dari infeksi dan kondisi ini bervariasi
dari yang jarang hingga yang umum, tetapi semuanya jarang atau ringan pada orang yang
imunokompeten. Ketika salah satunya sangat parah atau sering terjadi pada orang yang
terinfeksi HIV dan tidak ada penyebab lain dari penekanan kekebalan yang dapat
ditemukan, AIDS dapat didiagnosis.

C. Tanda dan Gejala


Pasien dengan HIV dapat hadir dengan tanda dan gejala dari salah satu tahap Infeksi
HIV. Tidak ada temuan fisik yang spesifik untuk infeksi HIV; temuan fisik adalah infeksi
atau penyakit yang muncul. Manifestasinya antara lain sebagai berikut:
1. Serokonversi akut bermanifestasi sebagai penyakit seperti flu, terdiri dari demam,
malaise, dan ruam umum
2. Fase tanpa gejala umumnya jinak
3. Limfadenopati generalisata sering terjadi dan mungkin merupakan gejala yang muncul
4. AIDS bermanifestasi sebagai infeksi berulang, parah, dan kadang-kadang mengancam
jiwa atau keganasan oportunistik
5. Infeksi HIV dapat menyebabkan beberapa gejala sisa, termasuk demensia/ensefalopati
terkait AIDS dan HIV wasting syndrome (diare kronis dan penurunan berat badan
tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi)

Anamnesis harus membahas faktor risiko kemungkinan pajanan HIV, termasuk yang berikut:

1. Hubungan seksual tanpa pengaman, terutama hubungan seks anal reseptif


2. Banyak pasangan seksual
3. Penyakit menular seksual (PMS) sebelumnya atau saat ini
4. Berbagi perlengkapan obat intravena (IV)
5. Kontak mukosa dengan darah yang terinfeks! atau luka tusukan jarum
6. Infeksi HIV ibu (untuk bayi baru lahir, bayi, dan anak-anak)
CDC mengklasifikasikan infeksi HIV menjadi 3 kategori, sebagai berikut

1. Kategori A: Infeksi HIV tanpa gejala tanpa riwayat gejala atau kondisi terdefinisi
AIDS
2. Kategori B: Infeksi HIV dengan gejala yang secara langsung disebabkan oleh infeksi
HIV (atau defek pada imunitas yang diperantarai se T) atau yang diperumit geh infeksi
HIV
3. Kategori C. Infeksi HIV dengan infeksi oportunistik terdefinisi AIDS.

D. Test Diagnostic
Rekomendasi skrining HIV meliputi:
1. Satuan Tugas Layanan Pencegahan AS (USPSTF) merekomendasikan agar dokter
melakukan skrining HIV pada semua remaja dan orang dewasa dengan peningkatan
risiko infeksi HIV, dan semua individu hamil
2. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merekomendasikan skrining HIV
untuk tidak memilih pasien di semua rangkaian layanan kesehatan; orang yang berisiko
tinggi untuk infeksi HIV harus diskrining setidaknyasetiap tahun 2
3. American College of Physicians (ACP) merekomendasikan agar dokter mengadopsi
skrining rutin untuk HIV dan mendorong semuapasien untuk dites.
4. Pedoman CDC saat ini merekomendasikan pengujian untuk infeksi HIV dengan
antigen/antibodi immunoassay yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA)
AS yang mendeteksi antibodi HIV-1 dan HIV-2 dan antigen HIV-1 p24, dengan
pengujian tambahan setelah hasil uji reaktif membedakan antara antibodi HIV-1 dan
HIV-2. Jika tes tambahan untuk antibodi HIV-1/HIV-2 menunjukkan hasil yang tidak
reaktif atau tidak pasti (atau jika infeksi HIV akut atau pajanan baru-baru ini dicurigai
ataudilaporkan), tes asam nukleat HIV-1 direkomendasikan untuk membedakan
infeksiHIV-1 akut dari hasil tes positif palsu.
5. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan strategi/algoritma tes HIV di
mana kombinasi tes diagnostik cepat (RDT) dan/atau enzyme immunoassays (EIA)
digunakan untuk mencapai setidaknya 99% nilai prediksi positif (yaitu, <1 salah). -hasil
positif per 100 orang yang didiagnosis dengan infeksi HIV).
Jumlah sel T CD4 secara andal mencerminkan risiko saat ini untuk memperoleh infeksi
oportunistik, sebagai berikut:

 Rentang referensi, 500-2000 sel/μL


 Karena jumlah CD4 bervariasi, jumlah serial umumnya merupakan ukuran yang lebih
baik dari perubahan signifikan • Setelah serokonversi, jumlah CD4
cenderungmenurun (~700/µL) dan terus menurun seiringwaktu
 Untuk surveilans, jumlah CD4 di bawah 200/μL dianggap terdefinisi AIDS di
Amerika Serikat
 Pada anak di bawah 5 tahun, persentase sel T CD4 dianggap lebih penting daripada
jumlah absolut (< 25% dianggap memerlukan terapi)

Viral load dalam darah perifer digunakan sebagal penanda pengganti tingkat replikasi
virus; namun, uji viral load kuantitatif tidak boleh digunakan sebagal alat diagnostik. Relevansi
klinis adalah sebagal berikut:

 Tingkat perkembangan menjadi AIDS dan kematian terkait dengan viral load; pasien
dengan viral load lebih besar dari 30.000/mL adalah 18,5 kali lebih mungkin
meninggal karena AIDS dibandingkan dengan viral load tidak terdeteksi.
 Dengan terapi, viral load seringkali dapat ditekan ke tingkat yang tidak terdeteksi (<
20-75; penekanan virus yang optimal); pengambatan lengkap replikasi virus
tampaknya tidak mungkin dan mungkin tidak perlu
 Pasien yang berhasil diobati mungkin menunjukkan viremia tingkat rendah intermiten
(misalnya, <400), tetapi ini tidak dianggap mewakili replikasi virus atau untuk
memprediksi kegagalan virologi (didefinisikan sebagai viralload yang dikonfirmasi >
200 kopi/mL.

Pada Agustus 2013, FDA menyetujui tes Alere Determinasi HIV-1/2 Ag/Ab Combo
(Orgenics, Ltd) sebagai tes HIV cepat pertama untuk deteksi simultan antigen p24 HIV-1 serta
antibodi terhadap HIV-1 dan HIV-2 dalam serum manusia, plasma, dan spesimen darah utuh
vena atau fingerstick. 89 Tes tidak membedakan antara antibodi terhadap HIV-1 dan HIV 2, dan
tidak dimaksudkan untuk digunakan untuk skrining donor darah.
Studi dasar untuk infeksi lain yang penting dalam pemeriksaan awal pasien dengan infeksi HIV
yang baru didiagnosis meliputi hal berikut:

1. Tes kulit turunan protein murni (PPD) untuktuberkulosis • Tes sitomegalovirus


(CMV)
2. Tes sipilis
3. Tes amplifikasi cepat untuk infeksi gonokokal dan klamidia
4. Serologi Hepatitis A, B, dan C
5. Antibodi anti toksoplasma
6. Pemeriksaan oftalmologi

E. Penatalaksanaan
Pedoman Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (DHHS) saat ini tentang waktu
memulai terapi antiretroviral adalah sebagai berikut :
1. Terapi antiretroviral (ART) direkomendasikan pada semua orang dengan infeksi HIV
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dan untuk mencegah penularan HIV kepada
orang lain.
2. Panel Bimbingan Antiretroviral untuk Dewasa dan Remaja merekomendasikan untuk
memulai ART segera (atau sesegera mungkin) setelah diagnosis untuk meningkatkan
penggunaan ART untuk perawatan dan untuk mempercepat dan meningkatkan tingkat
penekanan virus.
3. Saat memulai ART, penting untuk mendidik pasien mengenai manfaat ART dan
menerapkan strategi untuk mengoptimalkan keterlibatan perawatan dan kepatuhan
pengobatan.
4. Memulai ART sangat penting pada pasien dengan kondisi terdefinisi AIDS, pasien
dengan infeksi HIV akut atau baru-baru ini, dan pasien hamil. Menunda terapi pada
subpopulasi ini telah dikaitkan dengan risiko tinggi morbiditas dan mortalitas serta
penularan HIV.
5. Penekanan virus yang tahan lama meningkatkan fungsi kekebalan dan kualitas hidup
secara keseluruhan, menurunkan risiko komplikasi terdefinisi AIDS dan tidak terdefinisi
AIDS, dan memungkinkan orang dengan infeksi HIV untuk hidup mendekati orang tanpa
infeksi HIV. Dua uji coba terkontrol secara acak besar, ART-START dan TEMPRANO,
menunjukkan penurunan morbiditas dan mortalitas di antara orang dengan infeksi HIV
yang memiliki jumlah CD4 T-limfosit (CD4) lebih besar dari 500 dan yang secara acak
menerima ART segera dibandingkan dengan individu di mana inisiasi ART tertunda.
6. Semua orang dengan infeksi HIV harus diberitahu bahwa mempertahankan RNA HIV
plasma (viral load) kurang dari 200 dengan ART mencegah penularan HIV secara seksual
kepada pasangannya. Pasien mungkin mengenali konsep ini sebagai “Tidak Terdeteksi =
Tidak Dapat Ditransmisikan (U=U).” Untuk orang dengan infeksi HIV yang ingin
mengandalkan pengobatan sebagai pencegahan (TasP), penyedia harus membuat
penilaian individu tentang toleransi risiko orang tersebut, kesehatan pribadi, riwayat
mempertahankan penekanan virus dengan pengobatan, dan akses ke layanan kesehatan
dan ART, serta sebagai faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk
mempertahankan tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap ART. Kekhawatiran tentang
sindrom pemulihan kekebalan (IRIS): Untuk beberapa IO, seperti meningitis kriptokokus
dan TB, inisiasi ART segera dapat meningkatkan risiko IRIS serius. Penundaan singkat
sebelum memulai ART mungkin diperlukan. Setelah memulai ART, pasien harus
dipantau secara ketat untuk tanda dan gejala yang terkait dengan IRIS.

Terapi antiretroviral (ART) yang sangat aktif adalah metode utama untuk mencegah penurunan
kekebalan. Kelas agen antiretroviral meliputi:

1. Penghambat transkriptase balik nukleosida (NRTI)


2. Inhibitor protease (PI)
3. Penghambat transkriptase balik nonnukleosida (NNRTI)
4. Penghambat fusi
5. Antagonis koreseptor CCR5 (inhibitor masuk)
6. Penghambat transfer untai integrase HIV
7. Inhibitor masuk (inhibitor pasca-pelekatan yang diarahkan CD4)

FLU BURUNG /AVIAN INFLUENZA

Penyakit flu burung atau Avian influensa (AI) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus influensa Tipe A subtipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae yang menyerang
burung/unggas/ayam. Penyakit ini bersifat zonosis yang selain dapat menular dari unggas ke
unggas lain dapat pula menular dari unggas ke manusia.

GEJALA PENYAKIT

Gejala klinis yang sering ditemukan pada ayam/unggas yang terjangkit flu burung, antara
lain:

Jengger dan pial membengkak dengan warna kebiru biruan


Perdarahan merata pada kaki yang berupa bintik bintik merah (Ptekhi) atau ada sering
disebut juga Kaki keroan
Adanya cairan pada mata hidung (gangguan pernapasan), Batuk bersin, Ngorok.
Keluar cairan eksundat jernih hingga kental dari rongga mulut
Diare
Kerabang telur lembek
Penurunan produksi lebih dari 20 %
Tingkat kematian sangat tinggi mendekati 100% (kematian dalam waktu 2 hari, maksimal 1
minggu)
Pada itik atau bebek gejala klinis yang tampak berbeda dengan ayam yaitu :

Leher terpuntir
Berjalan memutar/inkoordinasi
Mata keruh atau putih
Kematian terutama pada itik muda
Produksi telur menurun
Kelemahan umum
PENYEBARAN DAN PENULARAN

Penularaan AI dari kontak langsung dengan unggas sakit dan secara langsung dengan unggas
sakit dan tidak secara langsung melalui :
Kotoran unggas
Sarana transportasi ternak
Peralatan kandang yang tercemar
Pakan dan minumunggas yang tercemar
Pekerja di peternakan
Bangkai unggas
PENCEGAHAN,PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN

Prinsip dasar yang diterapkan dalam pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan avian
Influensa atau flu burung ini adalah :

Mencegah kontak antara hewan peka dengan virus AI


Menghentikan produksi Virus AI oleh unggas tertular (menghilangkan virus AI dengan
dekontaminasi/desinfektan)
Meningkatkan resistensi (pengebalan) dengan vaksinasi
Menghilangkan sumber penularan virus, dan
Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness)
Peningkatan Biosekuriti

Flu burung adalah istilah yang sedikit menyesatkan, karena influenza adalah salah satu
infeksi alami yang ditemukan pada burung. Istilah flu burung yang digunakan dalam konteks
ini mengacu pada infeksi manusia zoonosis dengan jenis influenza yang terutama menyerang
burung.

Virus influenza adalah orthomyxovirus—virus RNA yang berselubung, tersegmentasi, dan


berindra negatif. Virus influenza memiliki 3 galur—A, B, dan C. (Untuk informasi tambahan
tentang influenza, lihat Pusat Sumber Daya Influenza Medscape.) Flu burung disebabkan
oleh virus influenza A, yang memiliki 8 segmen RNA. Flu burung merupakan ancaman
potensial dan tidak terduga bagi manusia karena sifat genom yang tersegmentasi.
Serotipe virus influenza A diidentifikasi berdasarkan protein hemagglutinin (H) dan
neuraminidase (N); 16 serotipe H dan 9 serotipe N telah diidentifikasi. Misalnya, satu strain
yang beredar saat ini ditetapkan sebagai H3N2. Strain yang sebelumnya dianggap sebagai
ancaman terbesar adalah H5N1, sebagian besar karena tingkat kematian terkait yang tinggi
(hingga 60%) pada manusia yang terinfeksi. Infeksi H5N1 telah menurun secara substansial
dalam beberapa tahun terakhir, dan flu burung yang paling baru dicatat adalah H7N9,
pertama kali dijelaskan di Cina pada tahun 2013. [1]

Perbedaan serotipe ini menghasilkan banyak spesifisitas spesies karena perbedaan dalam
penggunaan reseptor (khususnya asam sialat, yang mengikat hemagglutinin dan yang dipecah
oleh neuraminidase ketika virus keluar dari sel).

Respon imun terhadap antigen ini bertanggung jawab atas sebagian besar perlindungan
inang. RNA polimerase virus tidak memiliki mekanisme pengecekan kesalahan dan, dengan
demikian, pergeseran antigenik dari tahun ke tahun cukup untuk memastikan populasi inang
yang rentan secara signifikan. Namun, genom tersegmentasi juga memiliki potensi untuk
memungkinkan penyusunan kembali segmen genom dari strain influenza yang berbeda pada
inang yang koinfeksi.

Meskipun semua galur virus influenza A secara alami menginfeksi burung, galur tertentu
dapat menginfeksi inang mamalia seperti babi dan manusia. Penggabungan kembali galur
unggas dengan galur mamalia dapat menghasilkan virus chimeric yang dapat menular antar
mamalia; produk mutasi tersebut mungkin mengandung protein hemaglutinin dan/atau
neuraminidase yang tidak dapat dikenali oleh sistem kekebalan mamalia. Pergeseran
antigenik ini menghasilkan populasi yang jauh lebih besar dari individu yang rentan di mana
penyakit yang lebih parah mungkin terjadi.

Pergeseran antigenik semacam itu dapat menyebabkan pandemi, empat di antaranya telah
terjadi dalam catatan sejarah. Pandemi yang paling mencolok terjadi pada tahun 1918, ketika
flu Spanyol (H1N1) mengakibatkan sekitar 50 juta kematian di seluruh dunia. Lainnya
termasuk pandemi tahun 1957 (H2N2) dan 1968 (H3N2); wabah yang lebih kecil terjadi pada
tahun 1947, 1976, dan 1977. Fakta bahwa H3N2 masih beredar tanpa menyebabkan pandemi
yang berkelanjutan menyoroti pentingnya kekebalan kelompok. Pandemi terakhir terjadi
pada tahun 2009, yang disebabkan oleh flu babi dari serotipe H1N1.

Flu burung memiliki strain yang patogenik rendah (LPAI) dan sangat patogenik (HPAI).
H5N1 biasanya merupakan virus yang sangat patogen pada unggas, mengakibatkan penyakit
parah dan kematian. Strain ini telah menarik lebih banyak perhatian daripada strain HPAI
lainnya karena laporan berkelanjutan tentang penularan dari unggas ke manusia yang
mengakibatkan penyakit parah pada inang manusia. Beberapa bukti menunjukkan bahwa
H5N1 dapat menyebabkan lebih sedikit gejala pada itik, menjadikannya reservoir potensial
untuk infeksi dan disebarkan oleh kawanan yang bermigrasi. [2] Sebuah virus H5N1
reassorted telah dilaporkan di Amerika Serikat di antara burung liar tetapi tidak dianggap
sebagai ancaman bagi manusia.

Beberapa kasus dikonfirmasi infeksi manusia dengan strain LPAI (H7N2 di Inggris dan
negara bagian AS Virginia dan New York; H7N7 di Belanda, H9N2 di Cina dan Hong Kong)
telah dilaporkan. Pada tahun 2004, satu wabah HPAI H7N3 di Kanada mengakibatkan
penyakit ringan pada manusia. [3] Pada awal 2009, influenza H1N1 rekombinan yang terdiri
dari campuran segmen gen babi, unggas, dan manusia menyebar dengan cepat ke seluruh
dunia, tetapi merupakan galur dengan patogenitas rendah.

H5N1 pertama kali dilaporkan menyebabkan penyakit manusia yang parah pada tahun 1997
dalam wabah di antara ayam yang terinfeksi di Pulau Hong Kong. Wabah tersebut berhasil
ditanggulangi dengan pembantaian seluruh populasi ayam lokal (sekitar 1,5 juta ekor).
Namun, 18 kasus manusia dilaporkan, enam di antaranya mengakibatkan kematian. [3] Sejak
itu, H5N1 telah ditemukan pada ayam, bebek, dan unggas yang bermigrasi di seluruh Asia
dan sekarang menyebar ke barat melalui Eropa dan Afrika Utara. Kasus pada manusia
mengikuti jalur penyebaran unggas, tetapi H5N1 juga ditemukan pada unggas yang mati di
beberapa negara tanpa ada laporan kasus pada manusia [4] (misalnya Inggris, Jerman; lihat
gambar di bawah).
Obat & Penyakit > Penyakit Menular
Avian Influenza (Flu Burung)
Diperbarui: 13 Okt 2021
Penulis: Nicholas John Bennett, MBCch, PhD, FAAP, MA(Cantab); Pemimpin Redaksi:
Michael Stuart Bronze, MD selengkapnya...
5
Masukan
BAGIAN
Latar belakang
Flu burung adalah istilah yang sedikit menyesatkan, karena influenza termasuk di antara e
infeksi alami yang ditemukan pada burung. Istilah flu burung yang digunakan dalam konteks
ini mengacu pada infeksi manusia zoonosis dengan jenis influenza yang terutama menyerang
burung.

Virus influenza adalah orthomyxovirus—virus RNA yang berselubung, tersegmentasi, dan


berindra negatif. Virus influenza memiliki 3 galur—A, B, dan C. (Untuk informasi tambahan
tentang influenza, lihat Pusat Sumber Daya Influenza Medscape.) Flu burung disebabkan
oleh virus influenza A, yang memiliki 8 segmen RNA. Flu burung merupakan ancaman
potensial dan tidak terduga bagi manusia karena sifat genom yang tersegmentasi.

Serotipe virus influenza A diidentifikasi berdasarkan protein hemagglutinin (H) dan


neuraminidase (N); 16 serotipe H dan 9 serotipe N telah diidentifikasi. Misalnya, satu strain
yang beredar saat ini ditetapkan sebagai H3N2. Strain yang sebelumnya dianggap sebagai
ancaman terbesar adalah H5N1, sebagian besar karena tingkat kematian terkait yang tinggi
(hingga 60%) pada manusia yang terinfeksi. Infeksi H5N1 telah menurun secara substansial
dalam beberapa tahun terakhir, dan flu burung yang paling baru dicatat adalah H7N9,
pertama kali dijelaskan di Cina pada tahun 2013. [1]

Perbedaan serotipe ini menghasilkan banyak spesifisitas spesies karena perbedaan dalam
penggunaan reseptor (khususnya asam sialat, yang mengikat hemagglutinin dan yang dipecah
oleh neuraminidase ketika virus keluar dari sel).
Respon imun terhadap antigen ini bertanggung jawab atas sebagian besar perlindungan
inang. RNA polimerase virus tidak memiliki mekanisme pengecekan kesalahan dan, dengan
demikian, pergeseran antigenik dari tahun ke tahun cukup untuk memastikan populasi inang
yang rentan secara signifikan. Namun, genom tersegmentasi juga memiliki potensi untuk
memungkinkan penyusunan kembali segmen genom dari strain influenza yang berbeda pada
inang yang koinfeksi.

Meskipun semua galur virus influenza A secara alami menginfeksi burung, galur tertentu
dapat menginfeksi inang mamalia seperti babi dan manusia. Penggabungan kembali galur
unggas dengan galur mamalia dapat menghasilkan virus chimeric yang dapat menular antar
mamalia; produk mutasi tersebut mungkin mengandung protein hemaglutinin dan/atau
neuraminidase yang tidak dapat dikenali oleh sistem kekebalan mamalia. Pergeseran
antigenik ini menghasilkan populasi yang jauh lebih besar dari individu yang rentan di mana
penyakit yang lebih parah mungkin terjadi.

Pergeseran antigenik semacam itu dapat menyebabkan pandemi, empat di antaranya telah
terjadi dalam catatan sejarah. Pandemi yang paling mencolok terjadi pada tahun 1918, ketika
flu Spanyol (H1N1) mengakibatkan sekitar 50 juta kematian di seluruh dunia. Lainnya
termasuk pandemi tahun 1957 (H2N2) dan 1968 (H3N2); wabah yang lebih kecil terjadi pada
tahun 1947, 1976, dan 1977. Fakta bahwa H3N2 masih beredar tanpa menyebabkan pandemi
yang berkelanjutan menyoroti pentingnya kekebalan kelompok. Pandemi terakhir terjadi
pada tahun 2009, yang disebabkan oleh flu babi dari serotipe H1N1.

Flu burung memiliki strain yang patogenik rendah (LPAI) dan sangat patogenik (HPAI).
H5N1 biasanya merupakan virus yang sangat patogen pada unggas, mengakibatkan penyakit
parah dan kematian. Strain ini telah menarik lebih banyak perhatian daripada strain HPAI
lainnya karena laporan berkelanjutan tentang penularan dari unggas ke manusia yang
mengakibatkan penyakit parah pada inang manusia. Beberapa bukti menunjukkan bahwa
H5N1 dapat menyebabkan lebih sedikit gejala pada itik, menjadikannya reservoir potensial
untuk infeksi dan disebarkan oleh kawanan yang bermigrasi. [2] Sebuah virus H5N1
reassorted telah dilaporkan di Amerika Serikat di antara burung liar tetapi tidak dianggap
sebagai ancaman bagi manusia.

Beberapa kasus dikonfirmasi infeksi manusia dengan strain LPAI (H7N2 di Inggris dan
negara bagian AS Virginia dan New York; H7N7 di Belanda, H9N2 di Cina dan Hong Kong)
telah dilaporkan. Pada tahun 2004, satu wabah HPAI H7N3 di Kanada mengakibatkan
penyakit ringan pada manusia. [3] Pada awal 2009, influenza H1N1 rekombinan yang terdiri
dari campuran segmen gen babi, unggas, dan manusia menyebar dengan cepat ke seluruh
dunia, tetapi merupakan galur dengan patogenitas rendah.

H5N1 pertama kali dilaporkan menyebabkan penyakit manusia yang parah pada tahun 1997
dalam wabah di antara ayam yang terinfeksi di Pulau Hong Kong. Wabah tersebut berhasil
ditanggulangi dengan pembantaian seluruh populasi ayam lokal (sekitar 1,5 juta ekor).
Namun, 18 kasus manusia dilaporkan, enam di antaranya mengakibatkan kematian. [3] Sejak
itu, H5N1 telah ditemukan pada ayam, bebek, dan unggas yang bermigrasi di seluruh Asia
dan sekarang menyebar ke barat melalui Eropa dan Afrika Utara. Kasus pada manusia
mengikuti jalur penyebaran unggas, tetapi H5N1 juga ditemukan pada unggas yang mati di
beberapa negara tanpa ada laporan kasus pada manusia [4] (misalnya Inggris, Jerman; lihat
gambar di bawah).

Peta global negara-negara di mana flu burung (bir


Peta global negara-negara di mana flu burung (infeksi burung dan manusia) telah dilaporkan.
Gambar milik PandemicFlu.gov.
Wabah H7N9 terbaru dimulai di China pada tahun 2013 dan pada awalnya dijelaskan pada
126 orang. Sejumlah kecil kasus telah dilaporkan sejak itu, sebagian besar melibatkan kontak
langsung dengan burung domestik. Saat ini , H7N9 telah menyebar pada populasi unggas di
seluruh China, yang mengakibatkan lebih dari 1500 manusia dilaporkan terinfeksi pada
manusia. [5] Satu kasus diimpor ke Kanada pada Januari 2014.

Sampai saat ini, flu burung tetap menjadi zoonosis, tanpa penularan dari manusia ke manusia
yang berkelanjutan. Kelompok keluarga telah dilaporkan tetapi tampaknya hampir selalu
terkait dengan paparan umum; namun, penyebaran terbatas dari manusia ke manusia melalui
jarak dekat tidak dapat dikesampingkan secara resmi. Pada bulan September 2004, satu kasus
di Thailand mungkin melibatkan penularan dari ibu ke anak; ibu meninggal. [6]

Sebuah kasus tahun 1996 yang diduga sindrom pernafasan akut parah (SARS) terbukti
disebabkan oleh influenza H5N1. [3, 7]

Patofisiologi

Patofisiologi flu burung berbeda dengan flu biasa. Flu burung masih merupakan infeksi saluran
pernapasan utama tetapi lebih banyak melibatkan saluran udara bagian bawah daripada influenza
manusia pada umumnya. Hal ini mungkin karena perbedaan protein hemaglutinin dan jenis
residu asam sialat yang mengikat protein. Virus unggas cenderung lebih menyukai asam sialat
alfa (2-3) galaktosa, yang pada manusia ditemukan di bronkus terminal dan alveoli. Sebaliknya,
virus manusia lebih menyukai asam sialat alfa (2-6) galaktosa, yang ditemukan pada sel epitel di
saluran pernapasan bagian atas. Satu kelompok telah melaporkan bahwa kultur ex vivo dari
jaringan tonsil, adenoid, dan nasofaring manusia dapat mendukung replikasi flu burung H5N1.
[8]

Meskipun hal ini menyebabkan infeksi saluran pernapasan yang lebih parah, hal ini mungkin
menjelaskan mengapa hanya sedikit, jika ada, penularan flu burung dari manusia ke manusia
yang telah dilaporkan; Infeksi saluran napas atas mungkin diperlukan untuk penyebaran yang
efisien melalui batuk dan bersin. Banyak yang khawatir bahwa mutasi halus dari protein
hemagglutinin melalui antigenic drift akan menghasilkan virus yang mampu mengikat epitel
pernapasan atas dan bawah. Strain pandemi 1918 sangat mematikan sebagian karena
pemanfaatan reseptor hemaglutinin berbeda dari strain lain, dan H5N1 memiliki potensi untuk
memperoleh biologi yang sama melalui mutasi.

Perbedaan gen PA, NP, M1, NS1, dan PB2 cenderung berkorelasi dengan strain influenza
manusia, termasuk infeksi manusia dengan flu burung. [9] Peran fungsional dari penanda genetik
ini belum ditentukan tetapi kemungkinan melibatkan peningkatan replikasi dan penekanan
kekebalan.
Berbeda dengan influenza manusia, sebagian besar kematian yang terkait dengan flu burung
disebabkan oleh pneumonia virus primer, tanpa bukti infeksi bakteri sekunder

Epidemiologi

Statistik Amerika Serikat

Beban penyakit influenza musiman bervariasi setiap tahun. Hasil terbaru dari musim 2018-2019
AS termasuk hampir 500.000 rawat inap dan sekitar 34.000 kematian. [10] Namun, tidak ada
kasus flu burung pada manusia yang dilaporkan di Amerika Serikat, meskipun flu burung telah
diidentifikasi pada beberapa burung liar di beberapa negara bagian AS pada tahun 2014 dan
2015.

Statistik internasional

Pada 27 Agustus 2015, 844 kasus H5N1 telah dilaporkan di seluruh dunia, dengan 449 kematian.
[11] Sebagian besar kasus terjadi di Asia timur; beberapa kasus telah dilaporkan di Eropa Timur
dan Afrika Utara. Kurangnya pelaporan telah menjadi perhatian, khususnya di Cina, tetapi sikap
yang berlaku tentang perlunya mencurigai, menguji, dan melaporkan kasus flu burung semakin
meningkat. Ada 631 kasus influenza H7N9 yang dilaporkan, sebagian besar dari China, dengan
kasus lain di Taiwan, Malaysia, Hong Kong, dan Kanada (dua kasus impor).

Meskipun risikonya sebagian besar tetap teoretis, kemudahan perjalanan global menekankan
kemungkinan penyebaran internasional. Risiko telah disorot baru-baru ini dengan penyebaran
cepat dari flu babi H1N1 yang patogenisitasnya rendah pada awal tahun 2009. Risiko dari
peristiwa rekombinasi yang berhasil yang terjadi antara H1N1 yang berasal dari babi dan flu
burung yang patogen tidak dapat dengan mudah dinilai. Mutasi pada flu burung yang
memungkinkan penularan dari manusia ke manusia secara berkelanjutan tanpa mempengaruhi
patogenisitasnya pada manusia bisa sangat berbahaya.

Latar belakang

Flu burung adalah istilah yang sedikit menyesatkan, karena influenza adalah salah satu infeksi
alami yang ditemukan pada burung. Istilah flu burung yang digunakan dalam konteks ini
mengacu pada infeksi manusia zoonosis dengan jenis influenza yang terutama menyerang
burung.

Virus influenza adalah orthomyxovirus—virus RNA yang berselubung, tersegmentasi, dan


berindra negatif. Virus influenza memiliki 3 galur—A, B, dan C. (Untuk informasi tambahan
tentang influenza, lihat Pusat Sumber Daya Influenza Medscape.) Flu burung disebabkan oleh
virus influenza A, yang memiliki 8 segmen RNA. Flu burung merupakan ancaman potensial dan
tidak terduga bagi manusia karena sifat genom yang tersegmentasi.

Serotipe virus influenza A diidentifikasi berdasarkan protein hemagglutinin (H) dan


neuraminidase (N); 16 serotipe H dan 9 serotipe N telah diidentifikasi. Misalnya, satu strain yang
beredar saat ini ditetapkan sebagai H3N2. Strain yang sebelumnya dianggap sebagai ancaman
terbesar adalah H5N1, sebagian besar karena tingkat kematian terkait yang tinggi (hingga 60%)
pada manusia yang terinfeksi. Infeksi H5N1 telah menurun secara substansial dalam beberapa
tahun terakhir, dan flu burung yang paling baru dicatat adalah H7N9, pertama kali dijelaskan di
Cina pada tahun 2013. [1]

Perbedaan serotipe ini menghasilkan banyak spesifisitas spesies karena perbedaan dalam
penggunaan reseptor (khususnya asam sialat, yang mengikat hemagglutinin dan yang dipecah
oleh neuraminidase ketika virus keluar dari sel).

Respon imun terhadap antigen ini bertanggung jawab atas sebagian besar perlindungan inang.
RNA polimerase virus tidak memiliki mekanisme pengecekan kesalahan dan, dengan demikian,
pergeseran antigenik dari tahun ke tahun cukup untuk memastikan populasi inang yang rentan
secara signifikan. Namun, genom tersegmentasi juga memiliki potensi untuk memungkinkan
penyusunan kembali segmen genom dari strain influenza yang berbeda pada inang yang
koinfeksi.

Meskipun semua galur virus influenza A secara alami menginfeksi burung, galur tertentu dapat
menginfeksi inang mamalia seperti babi dan manusia. Penggabungan kembali galur unggas
dengan galur mamalia dapat menghasilkan virus chimeric yang dapat menular antar mamalia;
produk mutasi tersebut mungkin mengandung protein hemaglutinin dan/atau neuraminidase yang
tidak dapat dikenali oleh sistem kekebalan mamalia. Pergeseran antigenik ini menghasilkan
populasi yang jauh lebih besar dari individu yang rentan di mana penyakit yang lebih parah
mungkin terjadi.

Pergeseran antigenik semacam itu dapat menyebabkan pandemi, empat di antaranya telah terjadi
dalam catatan sejarah. Pandemi yang paling mencolok terjadi pada tahun 1918, ketika flu
Spanyol (H1N1) mengakibatkan sekitar 50 juta kematian di seluruh dunia. Lainnya termasuk
pandemi tahun 1957 (H2N2) dan 1968 (H3N2); wabah yang lebih kecil terjadi pada tahun 1947,
1976, dan 1977. Fakta bahwa H3N2 masih beredar tanpa menyebabkan pandemi yang
berkelanjutan menyoroti pentingnya kekebalan kelompok. Pandemi terakhir terjadi pada tahun
2009, yang disebabkan oleh flu babi dari serotipe H1N1.

Flu burung memiliki strain yang patogenik rendah (LPAI) dan sangat patogenik (HPAI). H5N1
biasanya merupakan virus yang sangat patogen pada unggas, mengakibatkan penyakit parah dan
kematian. Strain ini telah menarik lebih banyak perhatian daripada strain HPAI lainnya karena
laporan berkelanjutan tentang penularan dari unggas ke manusia yang mengakibatkan penyakit
parah pada inang manusia. Beberapa bukti menunjukkan bahwa H5N1 dapat menyebabkan lebih
sedikit gejala pada itik, menjadikannya reservoir potensial untuk infeksi dan disebarkan oleh
kawanan yang bermigrasi. [2] Sebuah virus H5N1 reassorted telah dilaporkan di Amerika Serikat
di antara burung liar tetapi tidak dianggap sebagai ancaman bagi manusia.

Beberapa kasus dikonfirmasi infeksi manusia dengan strain LPAI (H7N2 di Inggris dan negara
bagian AS Virginia dan New York; H7N7 di Belanda, H9N2 di Cina dan Hong Kong) telah
dilaporkan. Pada tahun 2004, satu wabah HPAI H7N3 di Kanada mengakibatkan penyakit ringan
pada manusia. [3] Pada awal 2009, influenza H1N1 rekombinan yang terdiri dari campuran
segmen gen babi, unggas, dan manusia menyebar dengan cepat ke seluruh dunia, tetapi
merupakan galur dengan patogenitas rendah.

H5N1 pertama kali dilaporkan menyebabkan penyakit manusia yang parah pada tahun 1997
dalam wabah di antara ayam yang terinfeksi di Pulau Hong Kong. Wabah tersebut berhasil
ditanggulangi dengan pembantaian seluruh populasi ayam lokal (sekitar 1,5 juta ekor). Namun,
18 kasus manusia dilaporkan, enam di antaranya mengakibatkan kematian. [3] Sejak itu, H5N1
telah ditemukan pada ayam, bebek, dan unggas yang bermigrasi di seluruh Asia dan sekarang
menyebar ke barat melalui Eropa dan Afrika Utara. Kasus manusia mengikuti jalur penyebaran
unggas, tetapi H5N1 juga ditemukan pada unggas mati di beberapa negara tanpa ada laporan
kasus pada manusia [4] (misalnya, Inggris, Jerman; lihat gambar di bawah).

Peta global negara-negara di mana flu burung (bir

Peta global negara-negara di mana flu burung (infeksi burung dan manusia) telah dilaporkan.
Gambar milik PandemicFlu.gov.

Wabah H7N9 terbaru dimulai di China pada tahun 2013 dan pada awalnya dijelaskan pada 126
orang. Jumlah c . yang lebih kecil ases telah dilaporkan sejak itu, sebagian besar melibatkan
kontak langsung dengan burung domestik. Hingga saat ini, H7N9 telah menyebar pada populasi
unggas di seluruh China, yang mengakibatkan lebih dari 1500 manusia dilaporkan terinfeksi
pada manusia. [5] Satu kasus diimpor ke Kanada pada Januari 2014.

Sampai saat ini, flu burung tetap menjadi zoonosis, tanpa penularan dari manusia ke manusia
yang berkelanjutan. Kelompok keluarga telah dilaporkan tetapi tampaknya hampir selalu terkait
dengan paparan umum; namun, penyebaran terbatas dari manusia ke manusia melalui jarak dekat
tidak dapat dikesampingkan secara resmi. Pada bulan September 2004, satu kasus di Thailand
mungkin melibatkan penularan dari ibu ke anak; ibu meninggal. [6]

Sebuah kasus tahun 1996 yang diduga sindrom pernafasan akut parah (SARS) terbukti
disebabkan oleh influenza H5N1. [3, 7]

Patofisiologi

Patofisiologi flu burung berbeda dengan flu biasa. Flu burung masih merupakan infeksi saluran
pernapasan utama tetapi lebih banyak melibatkan saluran udara bagian bawah daripada influenza
manusia pada umumnya. Hal ini mungkin karena perbedaan protein hemaglutinin dan jenis
residu asam sialat yang mengikat protein. Virus unggas cenderung lebih menyukai asam sialat
alfa (2-3) galaktosa, yang pada manusia ditemukan di bronkus terminal dan alveoli. Sebaliknya,
virus manusia lebih menyukai asam sialat alfa (2-6) galaktosa, yang ditemukan pada sel epitel di
saluran pernapasan bagian atas. Satu kelompok telah melaporkan bahwa kultur ex vivo dari
jaringan tonsil, adenoid, dan nasofaring manusia dapat mendukung replikasi flu burung H5N1.
[8]
Meskipun hal ini menyebabkan infeksi saluran pernapasan yang lebih parah, hal ini mungkin
menjelaskan mengapa hanya sedikit, jika ada, penularan flu burung dari manusia ke manusia
yang telah dilaporkan; Infeksi saluran napas atas mungkin diperlukan untuk penyebaran yang
efisien melalui batuk dan bersin. Banyak yang khawatir bahwa mutasi halus dari protein
hemagglutinin melalui antigenic drift akan menghasilkan virus yang mampu mengikat epitel
pernapasan atas dan bawah. Strain pandemi 1918 sangat mematikan sebagian karena
pemanfaatan reseptor hemaglutinin berbeda dari strain lain, dan H5N1 memiliki potensi untuk
memperoleh biologi yang sama melalui mutasi.

Perbedaan gen PA, NP, M1, NS1, dan PB2 cenderung berkorelasi dengan strain influenza
manusia, termasuk infeksi manusia dengan flu burung. [9] Peran fungsional dari penanda genetik
ini belum ditentukan tetapi kemungkinan melibatkan peningkatan replikasi dan penekanan
kekebalan.

Berbeda dengan influenza manusia, sebagian besar kematian yang terkait dengan flu burung
disebabkan oleh pneumonia virus primer, tanpa bukti infeksi bakteri sekunder.

Epidemiologi

Statistik Amerika Serikat

Beban penyakit influenza musiman bervariasi setiap tahun. Hasil terbaru dari musim 2018-2019
AS termasuk hampir 500.000 rawat inap dan sekitar 34.000 kematian. [10] Namun, tidak ada
kasus flu burung pada manusia yang dilaporkan di Amerika Serikat, meskipun flu burung telah
diidentifikasi pada beberapa burung liar di beberapa negara bagian AS pada tahun 2014 dan
2015.

Statistik internasional

Pada 27 Agustus 2015, 844 kasus H5N1 telah dilaporkan di seluruh dunia, dengan 449 kematian.
[11] Sebagian besar kasus terjadi di Asia timur; beberapa kasus telah dilaporkan di Eropa Timur
dan Afrika Utara. Kurangnya pelaporan telah menjadi perhatian, khususnya di Cina, tetapi sikap
yang berlaku tentang perlunya mencurigai, menguji, dan melaporkan kasus flu burung semakin
meningkat. Ada 631 kasus influenza H7N9 yang dilaporkan, sebagian besar dari China, dengan
kasus lain di Taiwan, Malaysia, Hong Kong, dan Kanada (dua kasus impor).
Meskipun risikonya sebagian besar tetap teoretis, kemudahan perjalanan global menekankan
kemungkinan penyebaran internasional. Risiko telah disorot baru-baru ini dengan penyebaran
cepat dari flu babi H1N1 yang patogenisitasnya rendah pada awal tahun 2009. Risiko dari
peristiwa rekombinasi yang berhasil yang terjadi antara H1N1 yang berasal dari babi dan flu
burung yang patogen tidak dapat dengan mudah dinilai. Mutasi pada flu burung yang
memungkinkan penularan dari manusia ke manusia secara berkelanjutan tanpa mempengaruhi
patogenisitasnya pada manusia bisa sangat berbahaya. [12]

Gambar di bawah ini menggambarkan negara-negara di mana flu burung telah dilaporkan.

Peta global negara-negara di mana flu burung (bir

Peta global negara-negara di mana flu burung (infeksi burung dan manusia) telah dilaporkan.
Gambar milik PandemicFlu.gov.

Mortalitas/kesakitan

Angka kematian flu burung yang luar biasa tinggi (>60% untuk H5N1; sekitar 30% untuk H7N9)
mengkhawatirkan dan cukup akurat. Ada sangat sedikit contoh individu seropositif tanpa tanda-
tanda klinis infeksi. Dalam kebanyakan kasus, kebijakannya adalah untuk menguji individu yang
terpapar di sekitar wabah (manusia dan unggas). Oleh karena itu, populasi besar orang yang
terpapar tetapi belum diuji tidak mungkin.

Balapan

Ras tampaknya menjadi faktor hanya sejauh perbedaan geografis dalam tingkat HPAI di antara
burung dan tingkat kontak burung-ke-manusia adalah signifikan.

Seks

Di Mesir, 90% kematian akibat flu burung melibatkan perempuan, pola yang belum terlihat di
tempat lain. [13] Sebagian besar kasus H7N9 telah dilaporkan pada pria.

Usia
Flu burung memiliki tingkat fatalitas kasus tertinggi di antara orang berusia 10 hingga 39 tahun.
Tidak seperti influenza musiman, yang secara tidak proporsional mempengaruhi individu yang
sangat muda dan sangat tua, dewasa muda merupakan sebagian besar kasus flu burung.

Lima puluh persen dari kasus yang dilaporkan terjadi pada orang yang lebih muda dari 20 tahun.
Empat puluh persen kasus melibatkan orang berusia 20 hingga 40 tahun.

Di Mesir, flu burung telah dikaitkan dengan tingkat kematian yang relatif rendah, yang
tampaknya terkait dengan tingkat infeksi yang tinggi pada anak-anak (<10 tahun); per Mei 2009,
angka kematian di subpopulasi ini telah nol. Signifikansi dan reproduktifitas dari temuan ini
masih harus dilihat. [13]

Prognosa

Prognosis kasus flu burung pada manusia yang dikonfirmasi terkait dengan derajat dan durasi
hipoksemia. Kasus sampai saat ini telah menunjukkan tingkat kematian 60%. Risiko kematian
tergantung pada derajat penyakit pernapasan daripada komplikasi bakteri (pneumonia). Sedikit
bukti mengenai efek jangka panjang dari penyakit di antara korban yang tersedia

Sejarah

Komponen sejarah utama yang harus segera dipertimbangkan flu burung sebagai diagnosis yang
mungkin adalah paparan unggas sakit, mati, atau sekarat atau manusia dengan flu burung.
Banyak kasus melibatkan kontak dekat, seperti mencabut atau membuang unggas yang mati,
membuang bangkai yang terinfeksi, atau menelan daging atau darah burung yang belum matang
sempurna. Beberapa kasus tidak memiliki kaitan dengan keterpaparan sebelumnya pada unggas
yang sakit, menunjukkan bahwa penyebaran dari unggas tanpa gejala mungkin terjadi atau
bahwa virus dapat ditularkan melalui lingkungan melalui benda-benda.

Waktu dari paparan penyakit sedikit lebih lama daripada influenza manusia, meskipun interval
ini bisa sesingkat 2 hari. Interval hingga 17 hari telah dilaporkan, meskipun sebagian besar kasus
terjadi dalam waktu satu minggu setelah terpapar.
Gejala pernapasan adalah presentasi yang paling umum. Gangguan pernapasan yang lebih parah
terjadi sekitar 5 hari dari gejala awal. Dahak terkadang berdarah.

Gejala lain termasuk yang berikut:

Demam (suhu >38°C)

Diare (berair, tidak berdarah) (mungkin tanda prognostik yang buruk)

muntah

Nyeri dada dan/atau perut

Ensefalitis (Dua orang di Vietnam hanya mengalami ensefalitis. [14] )

Faktor risiko atau fitur yang harus meningkatkan indeks kecurigaan meliputi:

Bepergian ke (dalam 2 minggu terakhir) atau lokasi di negara dengan kasus flu burung yang
diketahui pada hewan atau manusia

Komorbiditas yang tidak biasa seperti ensefalopati atau diare

Riwayat terpapar burung, terutama yang tinggal di dekat burung, kontak dengan burung yang
sakit atau sekarat, atau konsumsi daging burung yang tidak dimasak dengan sempurna

Riwayat pajanan pada individu yang diketahui mengidap flu burung, terutama keluarga, atau
orang sakit di negara yang diketahui memiliki kasus flu burung pada manusia

Situasinya bisa menjadi rumit selama wabah penyakit pernapasan parah bukan karena flu
burung. Kasus pertama infeksi flu burung yang dikonfirmasi laboratorium didokumentasikan
selama wabah SARS dan salah didiagnosis sebagai SARS.

Meskipun persentase kecil secara keseluruhan, beberapa kasus di mana penyakit pernapasan
terbatas atau tidak jelas (bahkan dengan temuan radiografi dada normal) telah dijelaskan. [14]
Penyakit utama yang muncul adalah ensefalitis dan/atau diare.
Pemeriksaan fisik

Takipnea dan krekels sering terjadi.

Mengi kadang-kadang terlihat.

Sufusi konjungtiva/konjungtivitis tidak jarang terjadi.

Laporan kasus telah menggambarkan tanda-tanda lain yang kadang-kadang (misalnya, gusi
berdarah, selalu dengan adanya pneumonia virus).

Studi Laboratorium

Jika dicurigai flu burung, laboratorium harus dipanggil terlebih dahulu dan diperingatkan
sebelum spesimen untuk identifikasi infeksi virus (misalnya, cuci hidung) diperoleh. Pipa
pneumatik tidak direkomendasikan untuk transportasi; transportasi tangan menggunakan tas
spesimen anti bocor lebih disukai. Spesimen harus diberi label yang jelas sebagai "dicurigai AI,"
dan orang yang mengangkut spesimen harus menggunakan peralatan pelindung yang sesuai.

Banyak laboratorium tidak dilengkapi untuk menangani isolasi yang diperlukan untuk
menampung flu burung dengan aman (penahanan kategori 3+, lebih tinggi dari yang digunakan
untuk HIV). Jika sampel dikirim, laboratorium mungkin perlu ditutup untuk dekontaminasi.
Sampel dari pasien yang diduga flu burung harus dikirim ke laboratorium rujukan pusat khusus
seperti di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Laboratorium CDC dapat
melakukan pengujian sensitivitas antivirus, serta subtipe virus.

Tes dan temuan laboratorium meliputi:

Spesimen cuci hidung untuk mendeteksi virus dan subtipe virus sangat penting.

Leukopenia mungkin ada.

Limfopenia relatif mungkin ada.

Trombositopenia sering terjadi.


Peningkatan kadar enzim hati (SGOT/SGPT) sering terjadi.

Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) jarang terjadi.

Tes lain, termasuk kultur darah, pungsi lumbal untuk analisis CSF (termasuk reaksi berantai
polimerase [PCR]), dan kultur sputum, harus dilakukan berdasarkan kecurigaan klinis untuk
diagnosis alternatif atau komplikasi.

Studi Pencitraan

Radiografi dada harus dilakukan. Temuan yang paling umum adalah konsolidasi multifokal;
efusi dan limfadenopati juga diamati, serta perubahan kistik.

Tingkat keparahan penyakit yang tampak secara radiologis merupakan prediktor kematian yang
baik, termasuk temuan yang konsisten dengan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS),
seperti gambaran ground-glass bilateral yang menyebar.

Prosedur

Intubasi mungkin diperlukan untuk dukungan ventilasi

Pungsi lumbal untuk analisis CSF mungkin perlu dilakukan berdasarkan kecurigaan klinis.

Perawatan medis

Andalan pengobatan adalah pemberian obat antivirus.

Perawatan suportif seperti terapi oksigen, cairan intravena dan nutrisi parenteral mungkin
diperlukan.

Kasus yang parah mungkin memerlukan dukungan ventilasi dengan intubasi dan ventilasi
volume rendah (frekuensi tinggi).

Terapi antivirus harus disesuaikan dengan usia pasien dan profil resistensi antivirus dari area
pajanan. Terapi harus dimulai bahkan ketika presentasi terlambat.

Antibiotik mungkin diperlukan untuk mengobati pneumonia bakteri tetapi secara empiris tidak
diperlukan.
Steroid belum terbukti bermanfaat, kecuali mungkin pada keadaan sepsis dengan insufisiensi
adrenal. [14]

Asam baloxavir (BXA) dan prodrugnya baloxavir marboxil (BXM) telah menunjukkan harapan
dalam pengobatan influenza H7N9 in vitro dan in vivo. Dalam model tikus, pemberian BXM
memberikan perlindungan lengkap dari tantangan A/Anhui/1/2013 (H7N9) yang mematikan, dan
pengobatan ini terbukti efektif bahkan setelah pengobatan tertunda (hingga 48 jam setelah
infeksi) dan pada dosis virus yang lebih tinggi, mendukung penyelidikan pada manusia. [15]

Pertimbangan penting adalah pengendalian infeksi dan pencegahan penularan ke pasien lain dan
petugas kesehatan. Tindakan pencegahan tetesan harus digunakan, termasuk pelindung mata.
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penyebaran melalui udara mungkin terjadi, tetapi, jika
aerosol halus diharapkan karena prosedur tertentu, respirator partikulat harus dipasang dan
digunakan dengan benar.

Orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua dari 12 tahun memerlukan satu minggu tindakan
pencegahan pengendalian infeksi, sejak timbulnya gejala awal. Anak-anak di bawah 12 tahun
dapat mengeluarkan virus influenza manusia dengan titer tinggi hingga 21 hari setelah onset
penyakit, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan durasi yang sama untuk
pencegahan flu burung. [14]

Konsultasi

Konsultasi dengan ahli penyakit menular dianjurkan.

Spesialis perawatan intensif perlu dilibatkan untuk mengelola penyakit parah.

Pada akhirnya, WHO dan/atau CDC harus dihubungi; CDC dapat dengan aman melakukan
pengujian untuk strain flu burung yang dicurigai.

Pencegahan

Saat ini tidak ada vaksin yang tersedia untuk umum untuk imunisasi rutin, meskipun dua vaksin
monovalen influenza A (H5N1) adjuvanted telah disetujui oleh FDA untuk influenza A H5N1.
Vaksin adjuvant AS03 (GlaxoSmithKline) adalah vaksin monovalen 2 komponen. Ini diberikan
sebagai vial suspensi antigen influenza A/H5N1 yang tidak aktif, split-virion, dan vial emulsi
adjuvant AS03 yang harus digabungkan sebelum pemberian IM. Setiap dosis 0,5 mL
mengandung 3,75 mcg hemagglutinin (HA) dari virus influenza strain A/Indonesia/05/2005
(H5N1). [16]

Ajuvan MF59 (Audenz; Seqirus Inc) adalah emulsi siap pakai. Setiap dosis 0,5 mL mengandung
7,5 mcg HA dari virus influenza H5N1 strain A/kalkun/Turki/1/2005. [17]

Setiap vaksin disetujui untuk pasien berusia 6 bulan atau lebih dan diberikan sebagai rangkaian 2
dosis yang diberikan dengan jarak minimal 21 hari.

Antivirus profilaksis tidak diindikasikan untuk pasien yang berencana melakukan perjalanan ke
daerah di mana flu burung telah dilaporkan. Wisatawan yang berencana melakukan perjalanan ke
wilayah dunia yang terkena wabah flu burung pada unggas dan/atau manusia disarankan untuk
menghindari kontak dekat dengan unggas, terutama unggas yang sakit atau mati, dan hanya
mengonsumsi daging yang dimasak secukupnya. Jika kontak dengan burung di ruang tertutup
tidak dapat dihindari, masker respirator N-95 (atau yang setara), sarung tangan, dan kacamata
pelindung harus digunakan untuk meminimalkan kontak dengan tetesan atau partikulat.
PandemicFlu.gov merinci rekomendasi perjalanan yang lebih spesifik

Ringkasan Obat

Pedoman WHO dan CDC saat ini merekomendasikan rejimen pengobatan dengan inhibitor
neuraminidase, lebih disukai oseltamivir. Studi sedang berlangsung mengenai efektivitas relatif
dari dosis tinggi dan/atau terapi jangka panjang dengan oseltamivir. [14] Jika rejimen dosis
tinggi terbukti lebih efektif, ketersediaan obat antivirus jika terjadi wabah besar, serta
pertimbangan pengobatan untuk orang yang sakit ringan versus orang yang sakit parah, akan
terpengaruh.

Zanamivir belum diuji pada orang dengan penyakit H5N1, tetapi penelitian pada hewan
menjanjikan dan mutasi resistansi terhadap oseltamivir tidak menyebabkan resistansi silang.
Beberapa peneliti telah merekomendasikan terapi ganda dengan kedua inhibitor neuraminidase
yang ada. Satu kekhawatiran adalah bahwa zanamivir yang dihirup tidak mungkin mencapai
saluran udara distal pada penyakit yang parah. [14]

Saat ini, CDC merekomendasikan untuk tidak menggunakan penghambat saluran ion M2
amantadine dan rimantadine untuk pengobatan atau profilaksis influenza rutin karena tingkat
resistensi yang meningkat. [18

Antivirus, Influenza

Ringkasan Kelas

Agen yang menghambat aktivitas neuraminidase mungkin bermanfaat.

Oseltamivir (Tamiflu)

Lihat informasi obat lengkap

Menghambat neuraminidase, yang merupakan glikoprotein pada permukaan virus influenza yang
menghancurkan reseptor sel yang terinfeksi untuk hemagglutinin virus. Dengan menghambat
neuraminidase virus, menurunkan pelepasan virus dari sel yang terinfeksi dan dengan demikian
virus menyebar. Efektif untuk mengobati influenza A atau B. Untuk pasien rawat inap dan pasien
rawat jalan dengan penyakit parah, rumit, atau progresif (misalnya, pengembangan pneumonia),
pengobatan dengan oseltamivir oral atau enterik dianjurkan. Mulai dalam 40 jam dari onset
gejala. Tersedia sebagai tutup (75 mg, 45 mg, 30 mg) dan susp oral.

Zanamivir (Relenza)

Lihat informasi obat lengkap

Inhibitor neuraminidase, yang merupakan glikoprotein pada permukaan virus influenza yang
menghancurkan reseptor sel yang terinfeksi untuk hemagglutinin virus. Dengan menghambat
neuraminidase virus, pelepasan virus dari sel yang terinfeksi dan penyebaran virus berkurang.
Efektif melawan influenza A dan B. Pertimbangkan penggunaan untuk pasien rawat jalan tanpa
asma atau PPOK yang mendasari. Berikan melalui inhalasi melalui perangkat inhalasi oral
Diskhaler. Cakram foil melingkar yang berisi lepuh obat 5 mg dimasukkan ke dalam perangkat
inhalasi yang disediakan. Zanamivir IV sedang diselidiki dan tersedia sebagai penggunaan penuh
kasih untuk influenza parah pada orang dewasa atau anak-anak yang dirawat di rumah sakit.

Peramivir (Rapivab)

Lihat informasi obat lengkap

penghambat neuraminidase. Ini diindikasikan untuk pengobatan influenza akut tanpa komplikasi
pada pasien berusia 6 bulan ke atas yang telah bergejala kurang dari 2 hari. Peramivir digunakan
pada pasien rawat inap dan diberikan sebagai infus IV.

Vaksin, Dinonaktifkan, Viral

Vaksin influenza A (H5N1) (Audenz)

Lihat informasi obat lengkap

Diindikasikan untuk imunisasi aktif untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh virus
influenza A subtipe H5N1 pada pasien berusia 6 bulan atau lebih yang berada pada peningkatan
risiko pajanan.

Secara umum, tanda dan gejala flu burung meliputi:

1. Batuk

2. Demam

3. Sakit tenggorokan

4. Nyeri otot

5. Sakit kepala

6. Sesak napas

Beberapa orang mengalami mual, muntah, atau diare


Tanda dan gejala flu burung dapat muncul dalam dua hingga tujuh hari setelah terinfeksi,
tergantung pada jenisnya. Dalam kebanyakan kasus, gejala flu burung mirip dengan gejala
influenza.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah membahas dan memahami uraian di atas, dapat dibuat sebuah kesimpulan HIV (human
immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan
menghancurkan sel CD4. Jika makin banyak sel CD4 yang hancur, daya tahan tubuh akan makin
melemah sehingga rentan diserang berbagai penyakit. Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan
cairan tubuh penderita, seperti darah, sperma, cairan vagina, cairan anus, serta ASI. Perlu
diketahui, HIV tidak menular melalui udara, air, keringat, air mata, air liur, gigitan nyamuk, atau
sentuhan fisik. HIV adalah penyakit seumur hidup. Dengan kata lain, virus HIV akan menetap di
dalam tubuh penderita seumur hidupnya. Meski belum ada metode pengobatan untuk mengatasi
HIV, tetapi ada obat yang bisa memperlambat perkembangan penyakit ini dan dapat
meningkatkan harapan hidup penderita. HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang
menjadi kondisi serius yang disebut AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). AIDS adalah
stadium akhir dari infeksi HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah
hilang sepenuhnya. Flu burung merupakan flu yang ditularkan burung ke manusia. Dalam dunia
medis flu burung juga dikenal dengan sebutan avian influenza. Flu burung sendiri disebabkan
oleh virus H5N1 atau H7N9. Jangan menganggap remeh penyakit ini, sebab infeksi virus ini bisa
berujung pada kematian bila tidak ditangani dengan tepat.

B. Saran
Untuk kesempurnaan pembuatan makalah ini, pembaca di harapkan memberikan masukan-
masukan yang benar ataupun yang salah agar makalah ini kedepannya bisa mendekati
kesempurnaan, karena pembuat makalah ini adalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan
dan kehilafan.
DAFTAR PUSTAKA

https://emedicine.medscape.com/article/211316-overview
https://emedicine.medscape.com/article/2500029-overview#a3

Anda mungkin juga menyukai