Anda di halaman 1dari 19

Makalah Hari : Selasa

MK. Patologi Penyakit Infeksi Tanggal : 09 Januari 2024

PENYAKIT HIV-AIDS
Disusun oleh :
Kelompok 11

Marsha Pramai Shella P032313411124


Melani Zakiah Putri P032313411125
Nabilah Amaliah Fitri P032313411128

DIII Gizi TK. 1C

Dosen Pengampu :
Yuliana Arsil, M.Farm, Apt

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU
JURUSAN GIZI
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PENYAKIT
HIV-AIDS” ini dengan lancar pada mata kuliah Patologi Penyakit Infeksi.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika
tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini.
Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca dan pendengar
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini
memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Pekanbaru, 09 Januari 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah HIV-AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam


Indonesia dan banyak Negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada Negara yang
terbebas dari masalah HIV-AIDS. Menurut data Joint United Nations Programme
on HIV and AIDS ( UNAIDS) tahun 2022, terdapat sekitar 3,9 juta orang terinfeksi
HIV di dunia. Sedangkan di Indonesia Kementrian Kesehatan (Kemenkes)
mencatat, jumlah kasus HIV di Indonesia di proyeksikan mencapai 515.455 kasus
selama januari- September 2023. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan penurunan
imunitas penderita, sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam
penyakit lain. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah tahapan akhir
dari infeksi virus HIV, yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh rusak parah yang
disebabkan oleh virus tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian penyakit HIV-AIDS ?
2. Bagaimana klasifikasi penyakit HIV-AIDS ?
3. Bagaimana etiologi penyakit HIV-AIDS ?
4. Bagaimana gambaran klinis penyakit HIV-AIDS ?
5. Bagaimana mekanisme penyakit HIV-AIDS ?
6. Apa diagnosis penyakit HIV-AIDS ?
7. Apa komplikasi penyakit HIV-AIDS ?
8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit HIV-AIDS ?
9. Bagaimana pencegahan pada penyakit HIV-AIDS ?

4
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit HIV-AIDS.
2. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit HIV-AIDS.
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit HIV-AIDS.
4. Untuk mengetahui gambaran klinis penyakit HIV-AIDS.
5. Untuk mengetahui mekanisme penyakit HIV-AIDS.
6. Untuk mengetahui diagnosis penyakit HIV-AIDS.
7. Untuk mengetahui komplikasi penyakit HIV-AIDS.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit HIV-AIDS.
9. Untuk mengetahui pencegahan pada penyakit HIV-AIDS.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyakit HIV-AIDS


HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang
memasukan materi genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan cara
infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang
kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah, membentuk pro virus dan
kemudian melakukan replikasi.
Virus HIV dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih
yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia
yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang
sangat ringan sekalipun. Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi
tempat berkembang biak virus kemudian merusaknya sehingga tidak dapat
digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh.
AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrom) merupakan dampak atau efek
dari perkembang biakan virus HIV dalam tubuh. HIV menargetkan sel darah putih
tubuh, melemahkan sistem kekebalan tubuh. Hal ini membuat kita lebih mudah
terserang penyakit seperti tuberculosis, infeksi, dan beberapa jenis kanker. HIV
ditularkan melalui cairan tubuh orang yang terinfeksi, termasuk darah, ASI, air
mani, dan cairan vagina. Penyakit ini tidak menyebar melalui ciuman, pelukan
atau berbagai makanan. Bisa juga menular dari ibu ke bayinya.

6
2.2 Klasifikasi Penyakit HIV-AIDS

HIV-AIDS dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, seperti:

a. Infeksi HIV akut

Tahap ini dapat disebut juga dengan infeksi primer HIV.Keluhan dapat muncul
setelah 2-4 minggu terinfeksi, keluhan yang sering muncul biasanya berupa demam,
bintik bintik merah pada kulit, nyeri pada saat nelan makanan, tubuh mudah
lemas,dan limfadenopati. Dan pada tahap ini, sering diagnosis jarang ditegakkan di
karenakan banyaknya keluhan yang menyerupai penyakit lainnya dan hasil tes yang
dilakukan serologi standar negatif.

b. Infeksi Seropositif HIV Asimtomatis

Pada tahap ini, hasil tes serologi yaitu menunjukkan hasil positiftetapi pada gejala
asimtomatis. Dan pada orang dewasa, karena fase ini berlangsung cukup lama dan
penderita bisa tidak merasa mengalami keluhan apapun selama 10 tahun atau bisa
juga lebih untuk penderita tersebut. Beda dengan penderita anak-anak,karena fase ini
dapat dilalui lebih cepat.

c. Persisten Generalized Lymphadenopathy (PGL)Pada fase ini dapat ditemukan


pembesaran pada kelenjar limfese dikitnya di dua tempat yaitu selain limfonodi
inguinal.Pembesaran ini dapat terjadi karena adanya jaringan limfe yang berfungsi
sebagai tempat penampungan utama pada HIV. PGLdapat terjadi pada sepertiga orang
yang positif terinfeksi HIVasimtomatis. Pembesaran bisa menetap, menyeluruh,
simetri,dan tidak ada nyeri tekan.

d. AIDS

Hampir semua orang yang terdiagnosa infeksi HIV, yang tidak mendapatkan
pengobatan, dapat berkembang menjadi AIDS.Progresivitas infeksi HIV dapat
bergantung pada karakteristik virus dan hospes. Pada usia kurang dari 5 tahun atau
lebih dari40 tahun, infeksi yang menyertai, dan faktor genetik yang merupakan salah
satu penyebab peningkatan progresivitas. Dan bersamaan dengan progresivitas dan

7
turunnya sistem kekebalan tubuh/sistem imun, penderita HIV dapat lebih mudah
terhadap terinfeksi. Beberapa penderita dapat mengalami gejelakonstitusional, contoh
seperti demam turunnya berat badan,yang tidak jelas penyebabnya. Bahkan dengan
beberapapenderita lainnya dapat mengalami diare kronis dengan tanda turunnya berat
badan yang drastis. Dan penderita yang mengalami infeksi oportunistik dan tidak
mendapati pengobatan anti retrovirus dapat di diagnosa akan meninggal kurang dari
dua tahun.

2.3 Etiologi Penyakit HIV-AIDS

Menurut peneliti berpendapat penyebab AIDS adalah sejenis retrovirus yang


disebut Lymphadenopathy Associated Virus (LAV) atauHuman T-Cell Leukemia
Virus III (HTLV-III) yang disebut juga HumanT-Cell Lymphotropic Virus(retrovirus).
LAV yaitu pertama kali ditemukan oleh Montagnier dkk pada tahun 1983 di francis,
sedangkan HTLV-III ditemukan oleh Gallo di Amerika Serikat yaitu di tahun
berikutnya. Ternyata ini virus yang sama dan banyak ditemukan di Afrika Tengah.
Penah ada sebuah penelitian pada 200 monyet hijau Afrika, danterdapat 70% dalam
darahnya mengandung virus tersebut dan tidak menimbulkan menyakit. HIV sendiri
terdiri atas HIV-1 dan HIV-2 yaitu yang merupakan penyebab terjadinya infeksi HIV
pada manusia (Tanjung, 2016).HIV dapat diklasifikasikan sebagai retrovirus, yaitu
yang merupakan suatu virus asam ribonukleat (RNA), Retrovirus juga miliki enzim
yang sering disebut transkriptase balik yaitu yang dapat memberikan kemampuan
yang dapat mengubah kode RNA mereka yang akan menjadi asam deoksiribonukleat
(DNA). Kemudian, DNA retrovirus dapat berintegrasi ke dalam bagian sel inang yang
sehingga dapat membuat sel inang menjadi pabrik HIV. Pada dasarnya manusia, yaitu
yang berperan sebagai sel inang yaitu yang merupakan sistem imun dan yang dikenal
sebagai sel cluster of differentiation 4 (CD4) menurut french, 2015 (Tanjung, 2016).

8
2.4 Gambaran Klinis Penyakit HIV-AIDS

MANIFESTASI KLINIK ( GAMBARAN KLINIS)

Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Dalam
perjalanannya, infeksi HIV dapat melalui 3 fase klinis (Nasronudin, 2007).

Tahap 1: Infeksi Akut

Dalam 2 hingga 6 minggu setelah terinfeksi HIV, seseorang mungkin mengalami


penyakit seperti flu, yang dapat berlangsung selama beberapa minggu. Ini adalah
respons alami tubuh terhadap infeksi. Setelah HIV menginfeksi sel target, yang
terjadi adalah proses replikasi yang menghasilkan berjuta-juta virus baru (virion),
terjadi viremia yang memicu sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom
semacam flu.

Tahap 2: Infeksi Laten

Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi asimtomatik (tanpa gejala), yang umumnya
berlangsung selama 8-10 tahun. Pembentukan respons imun spesifik HIV dan
terperangkapnya virus dalam sel dendritik folikuler di pusat germinativum kelenjar
limfe menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase
laten. Meskipun pada fase ini virion di plasma menurun, replikasi tetap terjadi di
dalam kelenjar limfe dan jumlah limfosit T-CD4 perlahan menurun walaupun belum
menunjukkan gejala (asimtomatis). Beberapa pasien dapat menderita sarkoma
Kaposi's, Herpes zoster, Herpes simpleks, sinusitis bakterial, atau pneumonia yang
mungkin tidak berlangsung lama.

9
Tahap 3: Infeksi Kronis

Sekelompok kecil orang dapat menunjukkan perjalanan penyakit sangat cepat dalam
2 tahun, dan ada pula yang perjalanannya lambat (non-progressor). Akibat replikasi
virus yang diikuti kerusakan dan kematian sel dendritik folikuler karena banyaknya
virus, fungsi kelenjar limfe sebagai erangkap virus menurun dan virus dicurahkan ke
dalam darah. Saat ini terjadi, respons imun sudah tidak mampu meredam jumlah
virion yang berlebihan tersebut. Limfosit T-CD4 semakin tertekan oleh karena
intervensi HIV yang semakin banyak, dan jumlahnya dapat menurun hingga di bawah
200 sel/mm³. Penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan
pasien semakin rentan terhadap berbagai penyakit infeksi sekunder, dan akhirnya
pasien jatuh pada kondisi AIDS.

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan


gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa
lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes,
dan lain-lain. Sekitar 50% dari semua orang yang terinfeksi HIV, 50% berkembang
masuk dalam tahap AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun, hampir semua
menunjukkan gejala AIDS, kemudian meninggal.

2.5 Mekanisme Penyakit HIV-AIDS.

Mekanisme utama penyebaran HIV dimulai ketika virus memasuki tubuh


pejamu, setelah masuk ke dalam tubuh pejamu, HIV akan menyerang sel limfosit
CD4, lalu menyerang sel makrofag, sel dendritik, dan sel mikroglia. Selubung protein
gpl 120 menggunakan anti gen CD4 sebagai reseptor untuk mengikat awal, kemudian
mengalami perubahan bentuk yang membutuhkan koreseptor, sehingga
memungkinkan selubung protein gp41 untuk berinteraksi dengan membran sel
penerima dan memungkinkan virus HIV memasuki sel RNA. Setelah itu, enzim
reverse transcriptase akan membantu pembentukan DNA dan duplikasi virus HIV.

10
Proses perubahan HIV menjadi AIDS dimulai dengan kerusakan sel T CD4, yaitu
jenis sel darah putih yang berperan penting dalam membantu tubuh melawan
penyakit. Semakin sedikit jumlah sel CD4 T yang ada, sistem kekebalan tubuh
menjadi semakin lemah dan sulit melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. HIV
(Human Immunodeficiency Virus) menyebar melalui kontak langsung dengan darah,
cairan tubuh, atau cairan lendir yang terinfeksi. Biasanya, penularan HIV terjadi
melalui hubungan seksual tanpa pengaman, berbagi jarum suntik, atau dari ibu ke
bayi selama kehamilan, persalinan, atau menyusui. Virus ini dapat merusak sistem
kekebalan tubuh dan menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
jika tidak diobati. Untuk mencegah penularan, disarankan untuk menggunakan
kondom, menggunakan jarum suntik yang bersih, dan mendapatkan perawatan medis
yang tepat.

2.6 diagnosis penyakit HIV-AIDS.

Diagnosis HIV ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan


laboratorium HIV dilakukan pada semua orang dengan gejala klinis yang
mengarah ke HIV/AIDS, dan dilakukan juga untuk menyaring HIV pada
semua remaja dan orang dewasa dengan peningkatan risiko infeksi HIV, dan
semua wanita hamil (Permenkes, 2014).

Berikut jenis pemeriksaan laboratorium HIV (Fearon, 2005).

1. Tes cepat

Tes cepat hanya dilakukan untuk keperluan skrining, dengan reagen yang
sudah dievaluasi oleh institusi yang ditunjuk Kementerian Kesehatan, dapat
mendeteksi baik antibodi terhadap HIV-1 maupun HIV-2.

2. Tes Enzyme Immunoassay (EIA) antibodi HIV

11
Tes ini berguna sebagai skrining maupun diagnosis HIV dengan mendeteksi
antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2.

3. Tes Western Blot


Tes ini merupakan tes antibodi untuk konfirmasi pada kasus yang sulit.

4. Tes virologis terdiri atas:


a. HIV DNA kualitatif (EID)

Tes ini mendeteksi keberadaan virus dan tidak bergantung pada keberadaan
antibodi HIV. Tes ini digunakan untuk diagnosis pada bayi.

b. HIV RNA kuantitatif

Tes ini untuk memeriksa jumlah virus di dalam darah, dan dapat digunakan
untuk pemantauan terapi ARV pada dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV
DNA tidak tersedia.

C. Tes virologis Polymerase Chain Reaction (PCR)

Tes virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak berumur kurang


dari 18 bulan. Tes virologis yang dianjurkan: HIV DNA kualitatif dari darah
lengkap atau Dried Blood Spot (DBS), dan HIV RNA kuantitatif dengan
menggunakan plasma darah. Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir
dianjurkan untuk diperiksa dengan tes virologis paling awal pada umur 6
minggu.

5. Tes antigen p24 HIV

12
Tes antigen p24 dapat mendeteksi protein p24 rata-rata 10 hingga 14 hari
setelah terinfeksi HIV. Tes ini direkomendasikan oleh WHO dan CDC yang
bertujuan untuk mengurangi waktu yang diperlukan untuk mendiagnosis
infeksi HIV.

Tes HIV juga harus ditawarkan secara rutin kepada (Permenkes, 2014):

1. Populasi kunci (pekerja seks, pengguna NAPZA suntikan, lelaki yang


berhubungan seks dengan lelaki, waria) dan diulang minimal setiap

6 bulan sekali;

2. Pasangan ODHA;

3. Ibu hamil di wilayah epidemi meluas dan epidemi terkonsentrasi;

4. Pasien TB;

5. Semua orang yang berkunjung ke fasilitas kesehatan di daerah epidemi HIV


meluas;

6. Pasien IMS;

7. Pasien hepatitis;

8. Warga Binaan Pemasyarakatan; dan

10. Lelaki Beresiko Tinggi (LBT).

13
2.7 Komplikasi Penyakit HIV-AIDS
Beberapa penyakit yang menjadi komplikasi HIV/AIDS antara lain :

1. Kandidiasis

Kandidiasis adalah suatu masalah yang sering terjadi pada penderita


HIV/AIDS karena adanya infeksi jamur yang disebut Candida albicans.
Infeksi ini dapat menyerang kulit, mulut, dan alat kelamin. Gejala yang
muncul bervariasi tergantung pada lokasi infeksi jamur tersebut. Jika terjadi di
mulut, gejala yang dapat timbul adalah bercak putih pada lidah, pipi bagian
dalam, dan langit-langit mulut. Selain itu, kandidiasis juga dapat
menyebabkan rasa sakit dan kesulitan menelan makanan. Pada alat kelamin,
gejala yang mungkin terjadi adalah gatal, kemerahan, dan pembengkakan
pada vagina atau penis. Sedangkan jika infeksi terjadi pada kulit, gejala yang
dapat muncul adalah ruam merah, bersisik, dan gatal pada area yang
terinfeksi. Ketika terjadi pada alat kelamin, gejala kandidiasis yang timbul
yaitu munculnya rasa nyeri serta terbakar ketika buang air kecil. Selain itu,
kandidiasis yang terjadi pada alat kelamin wanita akan memunculkan
keputihan (vaginal discharge) tidak normal. Jika terjadi di permukaan kulit,
kandidiasis akan menyebabkan rasa gatal hebat serta munculnya ruam pada
bagian lipatan, seperti selangkangan, ketiak, dan lain sebagainya.

2. Pneumocystis Pneumonia (PCP)

Komplikasi lain dari HIV/AIDS adalah pneumocystis pneumonia, atau PCP.


PCP disebabkan oleh infeksi jamur Pneumocystis jirovecii pada paru-paru
pasien. Infeksi jamur ini menyebabkan pneumonia. PCP cukup berbahaya dan
terjadi ketika pasien yang terinfeksi HIV/AIDS tidak menerima pengobatan
apapun untuk infeksi HIV/AIDS.

14
3. Tuberkulosis (TB)
Komplikasi HIV/AIDS berikutnya adalah tuberkulosis atau tuberkulosis.
Tuberkulosis adalah penyakit paru-paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri
bernama Mycobacterium tuberkulosis. Oleh karena itu, gejala tuberkulosis
yang paling umum adalah batuk kronis dan sesak napas.

4. Meningitis Kriptokokus

Meningitis kriptokokus merupakan komplikasi HIV/AIDS yang disebabkan


oleh infeksi jamur Cryptococcus neoformans dan Cryptococcus gattii pada
selaput lendir otak dan sumsum tulang belakang. Meningitis kriptokokus yang
tidak diobati dapat menyebabkan penyakit yang cukup serius seperti
gangguan pendengaran, kerusakan otak, dan bahkan koma.

5. Infeksi Cytomegalovirus

Cytomegalovirus (CMV) merupakan salah satu jenis virus herpes yang dapat
menginfeksi seseorang dengan daya tahan tubuh lemah dalam jangka waktu
lama. Jika pasien HIV dengan infeksi sitomegalovirus tidak diobati
secepatnya, ia dapat mengalami gangguan penglihatan akibat radang retina,
pneumonia akut, gangguan pencernaan, dan ensefalitis (radang otak).

6. HIVAN (HIV-Associated Nephropathy)

15
Nefropati terkait HIV atau HIV adalah penyakit ginjal yang terjadi sebagai
komplikasi HIV/AIDS. Kondisi medis ini menyebabkan peradangan pada
glomeruli ginjal yang menyebabkan ginjal menyaring darah.

7. Toksoplasmosis

Toksoplasmosis merupakan masalah kesehatan yang disebabkan oleh infeksi


parasit Toxoplasma gondii. Parasit ini sering ditemukan pada kotoran kucing.
Jika parasit ini menginfeksi orang yang daya tahan tubuhnya lemah,
toksoplasmosis dapat menyebabkan radang otak atau ensefalitis. Jika
ensefalitis ini menyebabkan gangguan penglihatan, gangguan bicara, kejang
atau bahkan koma pada pasien.

2.8 Penatalaksanaan Penyakit HIV-AIDS


Penatalaksanaan HIV/AIDS sendiri yaitu tergantung pada stadium penyakit
dan setiap infeksi oportunistik yang telah terjadi. Dan secara umum saja, dari
tujuan pengobatan HIV adalah untuk mencegah turunnya sistem imun
kekebalan tubuh yang dapat memburuk kebagian titik di mana infeksi
oportunistik yang bisa muncul tiba-tiba. Sindrom pulih imun atau Immune
Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS) yang bisa muncul setelah
dilakukan pengobatan juga dan jarang bagi pasien yang belom sampai titik
tersebut (Maartens Get al,2014).Seiring berjalannya waktu untuk semua
penderita Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) agar dianjurkan untuk
beristirahat secukupnya atau sesuai kemampuannya, dan berikan dukungan
nutrisi yang sesuai berbasis makronutrien dan mikronutrien untuk bagi
penderita ODHA, adapun pengobatan konseling yang termaksud pendekatan
psikologis dan psikososial untuk penderita, dan selalu membiasakan untuk
gaya hidup sehat. Adapun terapi antiretroviral merupakan metode utama yang
bertujuan untuk mencegah turunnya atau terjadinya pemburukan di sistem

16
kekebalan tubuh (Maartens Get al,2014).Adapun prinsip pemberian ARV
yaitu adalah meggunakan campuran 3 jenis obat dan ketiganya harus terserap
dan tercampur dalam dosis terapeutik di dalam darah, yang di kenal dengan
istilah highly active antiretroviral therapy (HAART). Dari istilah HAART
sering dapat disebut antiretroviral theraphy (ART) atau sering disebut terapi
ARV. Pemerintah di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
no 87 tahun 2014 yang telah menetapkan paduan yang akan digunakan dalam
melakukan pengobatan ARV yaitu berdasarkan 5 aspek, contohnya yaitu
efektifitas, ada/tidak adanya efek samping, kinerja/interaksi obat dalam tubuh,
kebiasaan, dan harga obat (Hidayati, 2020).

2.9 Pencegahan Pada Penyakit HIV-AIDS


Mengingat belum ada obat untuk AIDS dan belum ada vaksin untuk
mencegah AIDS, maka solusi terhadap permasalahan AIDS yang semakin
meningkat adalah upaya proaktif semua pihak untuk mencegah penularan.
memungkinkan terjadinya infeksi HIV. Pada prinsipnya upaya pencegahan
AIDS dapat dilakukan oleh semua pihak Asalkan mereka mengetahui cara
penularan AIDS. Pencegahan AIDS ada dua cara, yaitu jangka pendek dan
jangka panjang:

1. Tindakan pencegahan jangka pendek

Tindakan pencegahan jangka pendek berasal dari IEC, memberikan informasi


kepada kelompok risiko tinggi tentang pola penyebaran HUV/AIDS agar
mengetahui upaya pencegahannya. Virus HIV mempunyai tiga cara
penyebaran:

1. Melalui hubungan seksual


HIV ditemukan di seluruh cairan tubuh orang yang terinfeksi, namun air mani,
cairan vagina dan darah berkontribusi terhadap penyebaran AIDS. HIV dapat

17
menular melalui hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan, dari
perempuan ke laki-laki, dan dari laki-laki ke laki-laki. Mengetahui cara
penularan HIV melalui hubungan seksual, maka upaya pencegahannya adalah
sebagai berikut:
a. Jangan berhubungan seks. Meski cara ini sangat efektif, namun mustahil
dilakukan karena seks merupakan kebutuhan biologis.

b. Berhubungan seks hanya dengan pasangan seksual yang setia.

c. tidak terinfeksi HIV (homogami).

d. Kurangi jumlah pasangan seksual seminimal mungkin.

e. Hindari hubungan seksual dengan kelompok yang berisiko tinggi tertular


AIDS.

f. Jangan melakukan hubungan seksual secara anogenital.

2. Melalui darah
Darah merupakan media yang cocok bagi virus AIDS untuk hidup. AIDS
menyebar melalui darah:
a. Transfusi darah yang mengandung HIV.

b. Jarum suntik atau alat tindik lainnya (akupunktur, tato, tindik badan) yang
digunakan oleh penderita infeksi HIV yang belum disterilkan dengan baik.

c. Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi digunakan oleh 4.444 orang
pengidap HIV.

Tindakan pencegahan penularan darah adalah:

18
a. Darah bebas HIV yang digunakan untuk transfusi darah dijamin dengan
pengendalian darah donor.
b. menghimbau agar kelompok yang berisiko tinggi tertular AIDS tidak
menjadi pendonor darah. Kalau terpaksa menolak jadi pendonor, melanggar
aturan etik, tersangka darah harus dibuang.
c. Secara default, jarum suntik dan alat suntik lainnya harus disterilkan setelah
digunakan.
d. Semua peralatan yang terkontaminasi cairan tubuh pasien AIDS harus
disterilkan sesuai standar.
e. Geng narkoba harus berhenti menyuntikkan narkoba ke dalam tubuh
mereka dan berbagi jarum suntik.
f. Gunakan jarum suntik sekali pakai. gram. Bakar semua peralatan yang
digunakan pasien HIV.

3. Penularan HIV dari ibu ke bayi

Pencegahan penularan HIV dari ibu Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat
menularkan virus tersebut ke janinnya. Infeksi bisa terjadi saat bayi dalam
kandungan, saat persalinan, dan setelah bayi lahir. Satu-satunya cara untuk
mencegah penularan adalah dengan melakukan konseling agar ibu yang
terinfeksi HIV tidak hamil .

19

Anda mungkin juga menyukai