Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH IMUNOLOGI

Imunologi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam


Kehamilan

Nama Nella Rani


NIM 51221011086
Kelas C1 Konversi

PROGRAM STUDI FARMASI


FALKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Dimana atas rahmatnya penulis diberi kesempatan
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam
Kehamilan" dengan tepat waktu. Makalah disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Imunologi.
Makalah ini juga bertujuan sebagai penambah wawasan dan sumber informasi mengenai HIV
dalam masa kehamilan bagi penulis ataupun pembaca. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada jurnal penelitian dan sumber lain yang membantu penulis dalam menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh sebab itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan ke depannya.

Jayapura, 26 Januari 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita
mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam
penyakit lain (WHO, 2015).
Penyakit HIV ditularkan melalui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui proses
hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi secara
bergantian, penularan dari ibu ke anak dalam kandungan melalui plasenta dan kegiatan
menyusui. (WHO, 2015). Pada awalnya HIV belum dikenal sama sekali sejak tahun 1981. HIV
telah menyebar ke seluruh dunia dengan sangat cepat. HIV telah menginfeksi lebih dari 65 juta
orang di dunia dan hampir setengahnya telah meninggal dunia (KPAN, 2009).
AIDS muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh. Acquired
Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh yang didapat dan disebabkan oleh infeksi HIV. Kumpulan gejala tersebut
diantaranya disebabkan masuknya mikroorganisme seperti infeksi bakteri, virus dan jamur ke
dalam tubuh, bahkan timbulnya keganasan akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita
(Murtiastutik, 2008).
Kasus HIV-AIDS pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 di Bali,
penderita adalah seorang wisatawan asal Belanda dan setiap tahunnya penderita HIV di
Indonesia terus bertambah (Murtiastutik, 2008). Sejak tahun 2000 hingga saat ini Indonesia
tergolong sebagai negara dengan epidemi HIV terkonsentrasi karena prevalensi HIV pada
populasi pecandu narkoba suntik dan melalui hubungan seksual di beberapa kota mencapai 5%
(KPAN, 2009).
Selain kasusnya yang seperti fenomena gunung es, stigma dan diskriminasi pun juga
banyak dialaim oleh penderita dan keluarganya. Tingginya stigma masyarakat terhadap penderita
HIV/AIDS menyebabkan banyak perlakuan diskriminasi baik dalam pekerjaan, perawatan,
pengobatan, pendidikan maupun dalam hal lainnya (Edi Suharto, 2015; 190) Ibu hamil sangat
rentan dalam penularan HIV karena bayi dapat tertular HIV melalui plasenta, proses persalinan,
dan saat sang ibu memberi ASI. Sedangkan untuk membuat sang bayi menjadi negative AIDS,
selama ibu mengandung harus selalu di kontrol perkembangannya dan kepada sang ibu yang
mengidap HIV disarankan untuk melakukan pengobatan antiretroviral, jika sang anak sudah
lahir, ia pun harus mengonsumsi antiretroviral seumur hidup.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah HIV/AIDS?
2. Bagaimana penyebaran HIV/AIDS
3. Bagaimana dampak HIV pada kehamilan?
4. Apa penangan HIV pada infeksi kehamilan?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengenal HIV/AIDS
2. Mahasiswa dapat memahami penyebaran dan penanganan HIV/AIDS
3. Mahasiswa mampu mengetahui dampak HIV/AIDS pada kehamilan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Human Immunodeficiency Virus (HIV)


HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah retrovirus yang menginfeksi sistem
imunitas seluler, mengakibatkan kehancuran ataupun gangguan fungsi sistem tersebut. Jika
kerusakan fungsi imunitas seluler berlanjut, akan menimbulkan berbagai infeksi ataupun gejala
sindrom Acquired ImmunoDeficiency Syndrome (AIDS).
Human Immunodeficiency Virus dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel
darah putih yang bernama sel CD4, sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia
yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan
sekalipun.
Terdapat 3 kelas obat antiretro-viral utama yang digunakan pada pengobatan pasien
HIV/AIDS, diantaranya golongan nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs), non –
nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTIs), protease inhibitors (PIs). NRTIs dan
NNRTIs bekerja dengan menghambat enzim HIV reverse transcriptase dan merusak DNA HIV
yang sedang berkembang. PIs menghambat kerja enzim protease yang sehingga dihasilkan
partikel viral yang tidak matang dan noninfeksius.
Stigma merupakan hambatan utama dalam pencegahan, perawatan, pengobatan, dan
dukungan HIV. Ketakutan akan stigma membuat orang cenderung kurang ingin melakukan
pemeriksaan HIV dan kurang ingin atau menunda mengungkapkan status HIV kepada pasangan.
Stigma juga berhubungan dengan penundaan atau penolakan perawatan dan ketidakpatuhan
dalam pengobatan HIV.
Tingkah laku, kehidupan sosial dan budaya yang berbeda menentukan karakteristik
penyakit HIV di setiap daerah. Transmisi HIV dapat melalui 3 jalur yaitu hubungan seksual
(heterosexual/ homoseksual) yang tidak aman, melalui produk darah dan transmisi vertikal ibu
ke anak (vertical mother to child transmission). 65% infeksi dihasilkan oleh pasangan
heteroseksual yang tidak menggunakan kondom. Data-data WHO mengenai HIV/AIDS
menunjukkan 2011 menunjukkan sekitar 34 juta manusia pada tahun 2011 di seluruh dunia hidup
dengan HIV/AIDS dengan angka kematian mencapai 1,7 juta manusia. Data WHO 2011
menunjukkan 3,3 juta anak dibawah usia 15 tahun di seluruh dunia dengan HIV/AIDS,
sedangkan pada wilayah Asia Tenggara kasus HIV/AIDS pada anak usia dibawah 15 tahun
mencapat 140.000 kasus. Kasus HIV/ AIDS di Indonesia mencapai angka 380.000 pasien dengan
kasus wanita diatas umur 15 tahun mencapai 110.000 kasus. Data mengenai kasus HIV/AIDS
pada ibu hamil ataupun anak dibawah usia 15 tahun belum dilaporkan. Tingginya angka kejadian
HIV/ AIDS pada wanita usia diatas 15 tahun ditakutkan tingginya angka HIV/AIDS pada ibu
hamil.
The Joint United Nations Programme on HIV/ AIDS (UNAIDS) melaporkan pada akhir
tahun 2016 terdapat 36,7 juta orang di dunia hidup dengan infeksi HIV, 2,1 juta di antaranya
berusia kurang dari 15 tahun. Diperkirakan pula bahwa 1,8 juta orang baru terinfeksi HIV setiap
tahunnya dan 1,4 juta wanita dengan infeksi HIV hamil setiap tahun. Pada tahun yang sama 5,1
juta (14%) orang terinfeksi HIV berada di Asia Pasifik. Dimana Asia memiliki prevalensi HIV
terbesar kedua setelah Afrika. Meskipun prevalensi HIV di Asia terus berkurang, infeksi HIV
merupakan salah satu penyulit pada kehamilan yang paling sering terjadi di beberapa negara.
HIV bahkan masih menjadi penyebab utama kematian wanita usia reproduktif. Salah satu
penyebabnya karena akses pelayanan kesehatan pada kasus transmisi vertikal masih belum
memadai. Hanya 20% wanita hamil yang mendapat akses pelayanan Anti-RetroViral (ARV).

B. Stuktur Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan kelompok virus RNA, famili:
Retroviridae, sub famili : Lentivirinae, genus : Lentivirus, spesies : Human Immunodeficiency
Virus 1 (HIV-1) dan Human Immunodeficiency Virus 2 (HIV-2). Terdapat dua tipe yang
berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe dibedakan berdasarkan
susunan genom dan hubungan filogenetik (evolusioner) dengan lentivirus primata lainnya.
Perbedaan struktur genom ini walaupun sedikit, diperkirakan mempunyai peranan dalam
menentukan patogenitas dan perbedaan perjalanan penyakit diantara kedua tipe HIV tersebut.
Human Immunodeficiency Virus 1 (HIV-1) yang lebih sering ditemukan, maka penelitian-
penelitian klinis dan laboratoris lebih sering dilakukan terhadap HIV-1.
Virus HIV termasuk golongan RNA yang berbentuk sferis dengan inti kerucut, dikelilingi
oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes diameter 1000 angstrom. Inti virus
mengandung protein kapsid terbesar yaitu p24, protein nukleokapsid p7/p9, dua kopi RNA
genom, dan tiga enzim virus yaitu protease, reverse transcriptase dan integrase . Protein p24
adalah antigen virus yang cepat terdeteksi dan merupakan target antibodi dalam tes screening
HIV. Inti virus dikelilingi oleh matriks protein p17, yang merupakan lapisan di bawah selubung
lipid. Sedangkan selubung lipid virus mengandung dua glikoprotein yang sangat penting dalam
proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp41. Genom virus yang berisi gen gag, pol, dan
env yang akan mengkode protein virus. Hasil translasi berupa protein prekursor yang besar dan
harus dipotong oleh protease menjadi protein matang.
C. Pengaruh HIV pada Sistem Imun
Human Immunodeficiency Virus terutama menginfeksi limfosit CD4 atau T helper (Th),
sehingga dari waktu ke waktu jumlahnya akan menurun, demikian juga fungsinya akan semakin
menurun. Th mempunyai peranan sentral dalam mengatur sistem imunitas tubuh. Bila teraktivasi
oleh antigen, Th akan merangsang baik respon imun seluler maupun respon imun humoral,
sehingga seluruh sistem imun akan terpengaruh. Namun yang terutama sekali mengalami
kerusakan adalah sistem imun seluler. Jadi akibat HIV akan terjadi gangguan jumlah maupun
fungsi Th yang menyebabkan hampir keseluruhan respon imunitas tubuh tidak berlangsung
normal.
a. Imun Seluler
Untuk mengatasi organisme intra seluler seperti parasit, jamur dan bakteri intraseluler
yang paling diperlukan adalah respon imunitas seluler yang disebut Cell Mediated
Immunity (CMI). Fungsi ini dilakukan oleh sel makrofag dan CTLs (cytotoxic T
Lymphocyte atau TC), yang teraktivasi oleh sitokin yang dilepaskan oleh limfosit CD4.
Demikian juga sel NK (Natural Killer), yang berfungsi membunuh sel yang terinfeksi
virus atau sel ganas secara direk non spesifik. Mekanisme ini tidak berjalan seperti biasa
akibat HIV. Semua fungsi sel-sel menurun akibat infeksi virus tersebut.
b. Imun Humoral
Imunitas humoral adalah imunitas dengan pembentukan antibodi oleh sel plasma yang
berasal dari limfosit B, sebagai akibat sitokin yang dilepaskan oleh limfosit CD4 yang
teraktivasi. Sitokin IL-2, BCGF (B cell growth factors) dan BCDF (B cell differentiation
factors) akan merangsang limfosit B tumbuh dan berdifferensiasi menjadi sel Plasma.
Dengan adanya antibody diharapkan akan meningkatkan daya fagositosis dan daya bunuh
sel makrofag dan neutrofil melalui proses opsonisasi. HIV menyebabkan terjadi stimulasi
limfosit B secara poliklonal dan non-spesifik, sehingga terjadi hipergammaglobulinaemia
terutama IgA dan IgG. Disamping memproduksi lebih banyak immunoglobulin, limfosit
B pada odha (orang dengan infeksi HIV/AIDS) tidak memberi respon yang tepat. Terjadi
perubahan dari pembentukan antibodi IgM ke antibodi IgA dan IgG. Infeksi bakteri dan
parasit intrasel menjadi masalah berat karena respons yang tidak tepat, misalnya
reaktivasi Toxoplasma gondii atau CMV tidak direspons dengan pembentukan
immunoglobulin M (IgM).

D. HIV/AIDS pada ibu hamil


Kehamilan menjadi tantangan besar bagi pengaturan sistem imun. Fungsi imun ditekan
baik pada wanita terinfeksi HIV maupun tidak terinfeksi HIV. Selama kehamilan terjadi
penurunan immunoglobulin, penurunan jumlah komplemen, dan penurunan imunitas seluler.
Nomalnya kehamilan akan membuat progresvitas HIV pada kehamilan memburuk. Pada
penelitian di Perancis, mengelompokkan 57 wanita hamil dengan HIV dan 114 wanita hamil
tanpa terinfeksi HIV dan dikuti selama 61 bulan ternyata tidak ada perbedaan progresivitas yang
bermakna. Penelitian di Switzerland mengelompokkan 32 HIV dalam kehamilan dan 416 HIV
tidak hamil yang deperhitungkan usia dan jumlah CD4nya diikuti selama 4,8 tahun untuk hamil
dan 3,6 tahun untuk control. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan progresivitas penyakit
dan rata-rata usia kematiannya, kecuali sudah terdapat infeksi seperti pneumoni bakteri.
Respon imun fetal maternal pada kehamilan dipengaruhi oleh timus sebagai toleransi
pusat dan T reg (T regulator) sebagai pengatur toleransi perifer. Ukuran dan strukstur thymus
mengecil selama kehamilan, namun ukuran dan fungsinya akan kembali normal setelah post
partum.13, 14 Sedikitnya T reg pada kehamilan memicu terjadinya abortus, stillbirth, berat badan
lahir rendah, persalinan premature. Keseimbangan Th1 dan Th2 enjadi suatu hal penting untuk
dicapai dalam mempertahankan kehamilan. Infeksi HIV menyebabkan penurunan jumlah CD4
dan Th 2, dan penurunan aktivasi imun lain. Pada penelitian yang membandingkan penggunaan
HAART meunjukkan perbedaan profil imunologi yang bermakna.15 Proses pengaturan
imunologi sistemik berubah pada saat kehamilan.
Penularan HIV tertinggi umumnya terjadi pada saat persalinan ketika kemungkinan
terjadi percampuran darah ibu dan lendir ibu dengan bayi. Tetapi sebagian besar bayi dari ibu
HIV positif tidak tertular HIV. Jika tidak dilakukan intervensi terhadap ibu hamil HIV positif,
risiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar antara 25-45%. Frekuensi rata-rata transmisi
vertikal dari ibu ke anak dengan infeksi HIV mencapai 25-30%.
Ibu hamil dengan HIV mengalami peningkatan depresi dan kekhawatiran terhadap stigma
masyarakat. Adanya penurunan kondisi fisik dan psikologis tersebut mempengaruhi kondisi ibu
hamil dengan HIV yang sudah mengalami penurunan kondisi dari kehamilannya sendiri.
Sehingga, ibu dengan HIV/AIDS saat hamil mengalami penurunan kondisi fisik dan psikologis
yang tidak terjadi ibu hamil sehat maupun penderita HIV/AIDS yang tidak hamil.
Sampai saat ini secara budaya di Indonesia perempuan atau ibu masih
merupakan pengurus atau orang yang bertanggung jawab untuk mengurus dan mengelola
keluarga termasuk mengurus dan merawat anggota keluarga yang sakit. Sehingga menjadi
ibu atau perempuan di dalam keluarga sangat berat, apalagi ditambah dengan menderita
HIV/AIDS. Menurut data sampai saat ini lebih dari 50% penderita HIV/AIDS adalah
dari kalangan ekonomi lemah, padahal biaya yang diperlukan untuk pengobatan dan
perawatan AIDS sangat mahal, sehingga tidak jarang perempuan yang tertular
HIV/AIDS dari suaminya tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang optimal,
karena biaya yang terbatas dan lebih diprioritaskan untuk pengobatan suami dan untuk
pemenuhan kehidupan sehari-hari.
Pelayanan dari pihak Rumah Sakit memiliki peran penting untuk meningkatkan koping
adaptasi seseorang terhadap situasi yang penuh dengan tekanan, mengurangi angka kesakitan
serta mendisiplinkan pengobatan pada pasien sehingga secara tidak langsung dapat
meningkatkan kesehatan fisik seseorang. Kecemasan tentang penularan HIV ke bayinya ada
sampai dengan kepastian bahwa bayinya tidak tertular HIV dan ini bias berlangsung selama 2
tahun.
E. Pencegahan
Beberapa strategi PMTCT (Prevention Motherto-Child Transmission) telah
dikembangkan untuk menekan insidens transmisi, antara lain penggunaan kondom, skrining
kedua pasangan, dan tatalaksana infeksi menular seksual. Selain strategi tersebut, PrEP
(PreExposure Prophylaxis) oral menggunakan ARV merupakan salah satu strategi yang
ditetapkan WHO. PrEP juga dianjurkan sebagai salah satu pendekatan preventif tambahan untuk
wanita hamil dan menyusui jika terpapar risiko HIV. PrEP diketahui efektif menekan angka
transmisi HIV sebanyak 92-96% pada pasangan heteroseksual jika pasangan yang terkena HIV
telah tersupresi virusnya selama 6 bulan. Regimen PrEP yang dianjurkan adalah TDF (tenofovir
disoproxil fumarate) + 3TC (lamivudine) atau FTC (emtricitabine). Selain toleransi yang baik,
efek sampingnya minimal. PrEP juga diketahui tidak meningkatkan risiko cacat pada bayi.14
TDF+FTC per hari sebagai regimen PrEP pada 4,758 pasangan serodiskordan, mempunyai
angka proteksi penularan HIV sebesar 75%.
Setiap wanita hamil dengan HIV sebaiknya diberi konseling mengenai pilihan pemberian
makanan bagi bayi, persalinan aman serta KB pasca-persalinan, pemberian profilaksis ARV dan
kotrimoksazol pada anak, asupan gizi, dan hubungan seksual selama kehamilan (termasuk
penggunaan kondom secara teratur dan benar). Semua metode kontrasepsi dapat digunakan oleh
perempuan dengan HIV, kecuali kontrasepsi hormonal tertentu yang mengurangi efektivitas
ARV.
Pemberian ARV untuk menurunkan angka transmisi vertikal paling efektif dimulai sejak
awal kehamilan. Pemberian ARV maternal sebelum trimester ketiga akan menurunkan risiko
transmisi hingga kurang dari 5 dari 1000 kelahiran.22 Pemberian ARV saat persalinan atau
beberapa jam setelah melahirkan, dapat menurunkan transmisi hingga 50%.12 Perlu ditekankan
kepatuhan konsumsi ARV untuk menekan angka virus dan meminimalkan transmisi perinatal.
Apabila seorang wanita hamil ditemukan terinfeksi HIV, terapi ARV dapat langsung
diberikan tanpa memperhitungkan jumlah CD4 dan umur kehamilan, selama seumur hidup tanpa
terputus.13 Regimen terapi ARV pada wanita hamil pada dasarnya mirip dengan pasien tidak
hamil. Wanita yang telah mengonsumsi ARV sebelum kehamilan disarankan melanjutkan
regimennya (hindari stavudine, didanosin, ritonavir dosis penuh) (Tabel 3).23 Wanita yang
belum pernah menerima regimen ARV diberi ARV terlepas dari usia gestasinya. Bagi wanita
yang sudah tidak lagi mengonsumsi ARV disarankan menjalani uji resistensi HIV; pemilihan
regimen ARV dapat menyesuaikan dengan regimen awal.
Untuk inisiasi ARV di Indonesia digunakan regimen sebagai berikut:
a. TDF + 3 TC (atau FTC) + EFV
b. TDF + 3 TC (atau FTC) + NVP
c. AZT + 3 TC + EFV
d. AZT + 3 TC + NVP
Pilihan obat ARV yang tersedia di Indonesia adalah:
a. Tenofovir (TDF) 300 mg
b. Lamivudin (3TC) 150 mg
c. Zidovudin (ZDV/AZT) 100 mg
d. Efavirenz (EFV) 200 mg dan 600 mg
e. Nevirapine (NVP) 200 mg
f. Kombinasi dosis tetap (KDT):
- TDF+FTC 300 mg/200 mg
- TDF+3TC+EFV 300 mg/150 mg/600 mg
Berikut tabel rekomendasi pengobatan HIV pada ibu:
BAB III
KESIMPULAN dan SARAN

A. KESIMPULAN
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari pembahasan makalah diatas, diantaranya :

1. HIV adalah retrovirus yang menginfeksi sistem imunitas seluler, mengakibatkan


kehancuran ataupun gangguan fungsi sistem tersebut.
2. Penyakit HIV ditularkan melalui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui proses
hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi secara
bergantian, penularan dari ibu ke anak dalam kandungan melalui plasenta dan kegiatan
menyusui.
3. HIV yang ada di sang ibu, kemungkinan terbesar ditularkan oleh sang suami. HIV sangat rentan
menularkan dari ibu hamil kepada bayi.
4. Virus HIV menyerang sel T, sehingga kemampuan tubuh dalam menyerang infeksi virus ini akan
melemah.
5. Sistem imun yang lemah akibat virus HIV akan berdampak berat untuk seorang ibu hamil karena
jika seorang ibu hamil mengidap AIDS, maka ia akan menularkan virus tersebut kepada bayi
yang berada didalam kandungannya melalu plasenta.
6. Strategi PMTC untuk pencegahan HIV antara lain penggunaan kondom, skrining kedua
pasangan, dan tatalaksana infeksi menular seksual.
7. Pengobatan HIV menggunakan tatalaksana pengobatan Anti Retro Virus (ARV)

B. SARAN
Diharapkan pembaca dapat memahami makalah yang berjudul “Human
Immunodeficiency Virus(HIV) dalam Kehamilan” ini dan menjadikan makalah ini sebagai bahan
edukasi dalam menambah wawasan mengenai HIV dalam kehamilan. Dalam menyusun makalah
ini, penulis sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis
sangat mengharapkan saran dari pembaca untuk perbaikan ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA

Savira, Maya. (2014). Jurnal: Imunologi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam
Kehamilan. Jilid 8. Nomor 1. Hal 1-7.
Hartanto, Marianto. (2019). Jurnal: Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam
Kehamilan. CDK-276. Volume 46. Nomor 5. Hal 346-351.
Utami, Anisa Dwi. Jurnal: Pengaruh HIV atau AIDS terhadap Ibu Hamil. Hal 1-9.

Anda mungkin juga menyukai