OLEH
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Menganalisis Asuhan Keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS di RSUD Haji
Provinsi Jawa Timur.
1.4 Manfaat
Hasil Asuhan Keperawatan ini dapat digunakan oleh peneliti sebagai bahan kajian
dalam pengembangan ilmu keperawatan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan
khususnya pada pasien HIV/AIDS.
BAB II
KONSEP TEORI
2.2 Klasifikasi
a. Fase 1
Umur infeksi 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar dan
terinfeksi. Tetapi ciri ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes
darah. Pada fase ini antibody terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja
terlihat/mengalami gejala gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 hingga 3 hari dan
sembuh sendiri).
b. Fase 2
Umur infeksi: 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu
sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan
pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala gejala ringan, seperti flu
(biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri).
c. Fase 3
Mulai muncul gejala gejala awal penyakit. Belum disebut gejala AIDS.
Gejala gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu
malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak
sembuh sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat
badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai
berkurang.
d. Fase 4
Sudah masuk fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan
tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Timbul penyakit tertentu
yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru paru yang
menyebabkan radang paru paru dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya
sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang menyebabkan diare
parah berminggu minggu, dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental
dan sakit kepala (Hasdianah & Dewi, 2014).
2.3 Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut
HIV dari sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy
Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga
disebut Human T-Cell Lympanotropic Virus (retrovirus). Retrovirus mengubah asam
rebonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk
kedalam sel pejamu (Nurrarif & Hardhi, 2015). Penyebab adalah golongan virus
retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Transmisi infeksi HIV
dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu:
a. Periode jendela: lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu like illness.
c. Infeksi asimtomatik: lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidk ada.
d. Supresi imun simtomatik: diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, berat badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
e. AIDS: lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem
tubuh, dan manifestasi neurologis
2.5 Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam
sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel
target dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu
lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah
putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-
sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada
sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi
HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem
tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui
3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit
CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel
CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus
yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut “periode jendela”
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan,
bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi:
a. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay).
Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan
hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
b. Western blot Spesifikasinya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaannya
cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
c. PCR (Polymerase Chain Reaction).
Tes ini digunakan untuk:
1. Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada padabayi yang dapat
menghambat pemeriksaan secara serologis.
2. Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko
tinggi.
3. Tes pada kelompok tinggi sebelum terjadi serokonversi.
4. Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah
untuk HIV-2 (Widoyono, 2014).
2.8 Komplikasi
a. Oral lesi.
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi sosial.
2) Ensefalophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis atau ensefalitis. Dengan efek:
sakit kepala, malaise, demam, paralise total/parsial.
3) Infark serebral kornea sifilis menin govaskuler, hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
4) Neuropati karena inflamasi diemilinasi oleh serangan HIV.
c. Gastrointertinal.
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik, demam atritis.
3) Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi.
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus dan strongyloides dengan efek sesak nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri, gatal,
rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
f. Sensorik.
1) Pandangan: sarcoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan.
2) Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri (Susanto & Made Ari, 2013).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit AIDS merupakan tantangan yang
besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran
infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi
masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS
harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien
(Burnner & Suddarth, 2013).
a. Identitas Klien
Meliputi: nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, nomor rekam medis.
b. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien HIV
AIDS yaitu, demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis
lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan
lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan
tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albicans, pembengkakan
kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya Harpes zoster berulang dan
bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV AIDS
adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam, pasien
akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya
riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan
seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi
HIV. Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga,
adanya keluarga bekerja di tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK
(Pekerja Seks Komersial).
f. Pola kesehatan fungsional
1. Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti
pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien
kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung
dibantu oleh keluarga atau perawat.
2. Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami
penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu singkat (terkadang lebih
dari 10% BB).
3. Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus
berdarah.
4. Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur
mengalami gangguan karena adanya gejala seperi demam dan keringat
pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan
cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
5. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti
bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari lingkungan
masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya
ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
6. Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah,
cemas, depresi, dan stres.
7. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan
pengecapan, dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami
penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon
verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami
halusinasi.
8. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran
yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu
atau harga diri rendah.
9. Pola penanggulangan stress
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,
gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu
perawatan,perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang kontruksif dan adaptif.
10. Pola reproduksi seksual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu
karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan
seksual.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan
berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai balasan
akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan kepercayaan pasien
dalam kehidupan pasien, dan agama merupakan hal penting dalam hidup
pasien.
g. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum: ditemukan pasien tampak lemah.
b. Kesadaran pasien: Compos mentis cooperatif, sampai terjadi
penurunan
c. Tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor bahkan coma.
d. Vital sign :
TD: Biasanya ditemukan dalam batas normal.
Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat.
Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat.
Suhu :Biasanya ditemukan Suhu tubuh meningkat karena demam.
BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB).
e. Kepala: Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis
seboreika.
f. Mata: Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik,
pupil isokor, reflek pupil terganggu,
g. Hidung: Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung..
h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-
bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasi.
i. Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi
jamur Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer
getah bening.
j. Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan
k. Paru-paru: Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada
pada pasien AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul),
sesak nafas (dipsnea).
l. Abdomen: Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif.
m. Kulit: Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda
lesi (lesi sarkoma kaposi).
n. Ekstremitas: Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun,
akral dingin.
Hipertermia
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ....x 24 jam diharapkan termoregulasi membaik dengan kriteria hasil:
1. Menggigil menurun
2. Pucat menurun
3. Takikardi menurun.
4. Suhu tubuh membaik (36,5-37,5°C)
5. Pengisian kapiler membaik.
6. Tekanan darah membaik.
7. Suhu kulit membaik.
Intervensi
Manajemen hipertermia
Observasi
Identifikasi penyebab hipertermia (misal: dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
Monitor suhu tubuh.
Monitor kadar elektrolit.
Monitor haluaran urin.
Monitor komplikasi akibat hipertermia.
Terapeutik
Sediakan lingkungan yang dingin.
Longgarkan atau lepaskan pakaian.
Basahi dan kipasi permukaan tubuh.
Berikan cairan oral.
Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih).
Lakukan pendinginan eksternal (misal: selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi leher dan dada,
abdomen aksila)
Berikan oksigen jika perlu.
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intrvena, jika perlu.
Regulasi temperatur
Observasi
Monitor suhu sampai stabil (36,5-37,5°C).
Monitor suhu tubuh jika perlu
Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi.
Monitor warna dan suhu kulit.
Monitor dan catat tanda dan gejala hipertermia
Terapeutik
Pasang alat pemantau suhu secara kontinu, jika perlu.
Tingkatkan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
Gunakan kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack atau gel pad dan intravascular cooling
catetherization untuk menurunkan suhu tubuh.
Sesuaikan suhu lingkungan dengan pasien.
Edukasi
Jelaskan pencegaha heat exhaustion atau heat stroke
Kolaborasi
Berikan antipiretik bila perlu.
Hipovolemia
Setelah dilakukan asuhan keperawatan .... x 24 jam diharapkan status cairan pasien membaik dengan kriteria hasil:
1. Kekuatan nadi meningkat
2. Turgor kulit meningkat
3. Keluhan haus menurun
4. Frekuensi dan tekanan nadi membaik
5. Tekanan darah membaik
6. Membran mukosa membaik.
7. Kadar Hb membaik
8. Kadar Ht membaik
9. Suhu tubuh membaik.
Manajemen hipovolemia
Observasi
Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah).
Monitor intake dan output cairan.
Terapeutik
Hitung kebutuhan cairan
Berikan posisi modified trendelenburg
Berikan asupan cairan oral.
Edukasi
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Anjurkan menghindari perpindahan posisi mendadak
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
Kolaborasi pemberian cairan IV Hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
Kolaborasi pemberian produk darah.
3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun oleh perawat untuk mengatasi masalah pasien.
Implementasi dilaksanakan sesuai rencana yang sudah dilakukan, teknik dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi
yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon dari pasien
(Bararah & Jauhar, 2013).
3.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini merupakan membandingkan hasil yang telah dicapai setelah proses
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan dan
kriteria hasil evaluasi yang telah diharapkan dapat terapai. Proses evaluasi dalam
asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam SOAP (subjektif, objektif, assesment,
planing ). (Bararah & Jauhar, 2013).
a. Subjektif yaitu respon evaluasi tertutup yang tampak hanya pada pasien yang
mengalami dan hanya dapat dijelaskan serta diverifikasi oleh pasien tersebut.
Pada pasien HIV/AIDS dengan defisit nutrisi diharapkan pasien mengatakan
tidak cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen menurun, nafsu makan
meningkat.
b. Objektif yaitu respon evaluasi yang dapat dideteksi, diukur, dan diperiksa
menurut standar yang diterima melalui pengamatan, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan medis lainnya. Pada pasien HIV/AIDS dengan defisit nutrisi
diharapkan berat badan tidak menurun, bising usus normal, otot pengunyah
normal, otot menelan normal, membran mukosa tidak pucat lagi, sariawan
menurun, serum albumin normal (3,5-4,5 mg/dl), diare menurun.
c. Assessment adalah proses evaluasi untuk menentukan telah tercapainya hasil
yang diharapkan. Ketika menentukan apakah hasil telah tercapai, perawat dapat
menarik satu dari tiga kemungkinan yaitu tujuan tercapai, tujuan tercapai
sebagian, tujuan tidak tercapai.
d. Planning adalah penilaian tentang pencapaian tujuan untuk menentukan rencana
tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan assessment.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 33 tahun 4 bulan 19 hari
Suku / Bangsa : Jawa / indonesia
Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Alamat : Gubeng klingsingan 4/18
Tanggal MRS : 22/04/2022
Tanggal Pengkajian : 23/04/2022
No Register : 927196
Diagnosa Medis : Prolonged fever + Anemia gravis + B20
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran.
b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Keluarga pasien mengatakan sebulan lalu pasien merasa tidak enak
badan, dan demam tinggi. Pasien sudah minum obat selama 3 hari namun
tidak ada perubahan, kemudian pasien berobat ke klinik terdekat. Setelah satu
minggu mendapatkan terapi dari dokter, namun kondisi pasien tidak kunjung
membaik. Pasien demam tinggi, lemas dan nafsu makan mulai berkurang.
Setelah itu pasien berobat ke dokter, namun kondisi pasien tidak kunjung
membaik. Keluarga pasien berinisiatif untuk cek ke laboratorium, setelah di
konsulkan ke dokter, pasien mendapatkan terapi, namun kondisinya tak
kunjung membaik, pasien lemas, demam naik turun, tidak mau makan hingga
pasien mengalami penurunan berat badan. Hingga pada tanggal 22 april 2022
pasien mengalami penurunan kesadaran dan dilarikan ke IGD RSUD Haji
Provinsi Jawa Timur.
c. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah memiliki keluhan yang
sama dengan yang dialami oleh pasien saat ini, pasien juga tidak memiliki
penyakit hipertensi maupun diabetes sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Keluarga pasien mengatakan keluarga pasien tidak memiliki penyakit
menurun maupun menular.
e) Antropometri
Berat Badan (BB) :
Berat Badan (BB) sebelum sakit : ± 60 kg.
Berat Badan (BB) saat ini : 48 kg.
Tinggi Badan (TB) : 172 cm.
b) B2 (Blood)
Inspeksi : Tidak terdapat jaringan parut. Akral pucat.
Palpasi : Akral dingin, nadi 97x/menit, nadi regular, teraba lemah. CRT
< 2 detik, tidak teraba thrill.
Perkusi : Redup
Auskultasi : Suara S1 S2 Tunggal, tidak ada suara tambahan.
c) B3 (Brain)
Keadaan Umum : Lemah.
Kesadaran : Sopor.
GCS : 6 E3 V1 M2
Pupil isokor 3 mm/3 mm, reflek cahaya +/+
d) B4 (Bladder)
Terpasang Folley kateter, tidak teraba distensi kandung kemih.
Produksi urin ± 1500cc/24 jam, warna kuning, bau khas urin.
e) B5 (Bowel)
Pasien terpasang NGT, pasien mengalami penurunan berat badan ± 10
kg, dalam 1 bulan terakhir.
f) B6 (Bone)
Inspeksi : tidak ada luka, fraktur, perdarahan, edema,
Kekuatan Otot : lemah
6) Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
b. Thorax
30 maret 2022
Thorax foto (PA View):
COR : Bentuk dan besar normal.
PULMO : Tak tampak infiltrat
Bronchovascullar pattern baik
Kedua sinus Phrenicocostalis tajam.
Kesimpulan: foto thorax tak tampak kelainan.
Kesadaran sopor
Kebutuhan O2 tidak terpenuhi
TD: 135/90 mmHg
N/RR: 92/ 22 x/menit
Hipoksia sel dan jaringan
S: 36,5°C
Spo2: 98%
Perfusi perifer tidak efektif
O2: Masker 8 Lpm
Akral dingin, pucat.
Hb: 4.4 g/dl
DS: Ketidakmampuan menelan Defisit Nutrisi
Keluarga mengatakan bahwa makanan
selama sakit nafsu makan
pasien menurun dan susah Penurunan nafsu makan
makan hingga pasien
mengalami penurunan berat Penurunan intake nutrisi
DO:
Defisit nutrisi
Membran mukosa
pucat.
Otot menelan lemah,
paien terpasang NGT.
Sariawan.
BB : 48 Kg
Albumin: 2.8 g/dl
DS: - Anemia Risiko Jatuh
DO:
Pasien mengalami Transport O2 berkurang
penurunan kesadaran.
Anemia, Hb: 4.4 g/dl. Aliran darah ke otak berkurang
(hipoksia serebral)
Morse scale 70 (risiko
tinggi)
Penurunan kesadaran
Risiko jatuh
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin ditandai dengan penurunan kesadaran GCS 6 E 3 V 1 M 2,
kesadaran sopor, TD: 135/90 mmHg, N/RR: 92/ 22 x/menit, S: 36,5°C,
Spo2: 98%, O2: Masker 8 Lpm, Akral dingin, pucat, Hb: 4.4 g/dl.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
ditandai dengan Keluarga mengatakan bahwa selama sakit nafsu makan
pasien menurun dan susah makan hingga pasien mengalami penurunan
berat badan ±10 Kg dalam sebulan, Membran mukosa pucat, Otot menelan
lemah, paien terpasang NGT, Sariawan, BB : 48 Kg.
3. Risiko jatuh berhubungan dengan anemia ditandai dengan pasien mengalami
penurunan kesadaran, Hb 4,4 g/dl, morse scale 70 (risiko tinggi).
4.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
No Pendaftaran: Asuhan Keperawatan/Kebidanan Nama: Tn. H
No. RM: Klien dengan Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif Umur:
Tgl Pendaftaran: SDKI (D.0009) Alamat:
TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN/KEBIDANAN TUJUAN INTERVENSI
23/04/2022 Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 O:
Hiperglikemia jam diharapkan perfusi perifer meningkat. 1. Periksa sirkulasi perifer, edema, pengisian kapiler,
Penurunan konsentrasi hemoglobin. warna, suhu).
Peningkatan tekanan darah. Kriteria hasil: 2. Monitor panas, nyeri bengkak pada ekstremitas.
Kekurangan volume cairan. Denyut nadi perifer meningkat. 3. Monitor intake dan output.
Warna kulit pasien tidak pucat. 4. Monitor status hidrasi ( frekuensi nadi, kekuatan
Penurunan aliran arteri atau vena.
Nyeri ekstremitas menurun. nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban
Kurang terpapar informasi tentang faktor
Kelemahan otot menurun. mukosa, turgor kulit, tekanan darah).
pemberat (merokok, gaya hidup monoton,
Turgor kulit membaik. 5. Monitor hasil pemeriksaan lab: hematokrit, Na, K,
trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas).
TTV normal ( S: 36,5-37,5°C, N:60-100x/menit, Cl, berat jenis urin, BUN).
Kurang terpapar informasi tentang proses
penyakit (diabetes mellitus, hiperglikemia). RR: 14-20x/menit).
T:
Kurang aktivitas fisik. Akral hangat.
1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah
CRT < 3 detik.
di area keterbatasan perfusi.
Dibuktikan dengan
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
DS:
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi.
Parestesia.
3. Lakukan hidrasi cairan sesuai kebutuhan.
Nyeri ekstremitas
DO: E:
Pengisian kapiler >3 detik. 1. Anjurkan untuk melaporkan jika ada tanda tanda
Nadi perifer menurun atau tidak teraba. perdarahan.
Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien. Kriteria hasil: 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien.
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat. 4. Identifikasi perlunya penggunaan selang ngt.
Peningkatan kebutuhan metabolisme.
2. Kekuatan otot menelan meningkat. 5. Monitor asupan makanan.
Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak
3. Serum albumin meningkat. 6. Monitor berat badan.
mencukupi).
4. Frekuensi makan membaik 7. Monitor hasil pemeriksaan lab (albumin, limfosit,
Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan
5. Nafsu makan membaik elektrolit serum)
untuk makan).
Dibuktikan dengan: 6. Membran mukosa membaik. 8. Monitor adanya mual dan muntah.
DS: 9. Monitor jumlah kalori yang dikomsumsi sehari-
Cepat kenyang setelah makan. hari.
Kram/nyeri abdomen.
Nafsu makan menurun. T:
DO: 1. Sajikan makanan secara menarik dan suhu dan
Berat badan menurun minimal 10% sesuai.
dibawah rentang ideal. 2. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
Bising usus hiperaktif. terjadinya konstipasi.
Otot pengunyah lemah. 3. Berikan makanan yang tinggi kalori dan tinggi
Penggunaan alat bantu jalan. Kemampuan melakukan aktivitas rutin ke kursi roda dan sebaliknya.
24 1. Mengidentifikasi faktor risiko jatuh. 1. Morse scale 70 (resiko tinggi) gelang pasien terpasang stiker kuning
APR 2. Mengorientasikan ruangan pada keluarga. (stiker resiko jatuh).
2022 3. Memastikan roda tempat tidur dalam kondisi terkunci. 2. Keluarga pasien mengerti dan memahami kondisi ruangan pasien.
4. Memasang handrail tempat tidur. 3. Roda tempat tidur dalam kondisi terkunci
(07.00- 5. Menganjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk 4. Handrail dalam keadaan terpasang.
14.00) berpindah. 5. Keluarga mengerti dan memahami pasien memiliki risiko jatuh.
25 1. Mengidentifikasi faktor risiko jatuh. 1. Morse scale 70 (resiko tinggi) gelang pasien terpasang stiker kuning
APR 2. Mengorientasikan ruangan pada keluarga. (stiker resiko jatuh).
2022 3. Memastikan roda tempat tidur dalam kondisi terkunci. 2. Keluarga pasien mengerti dan memahami kondisi ruangan pasien.
(14.00- 4. Memasang handrail tempat tidur. 3. Roda tempat tidur dalam kondisi terkunci
21.00) 5. Menganjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk 4. Handrail dalam keadaan terpasang.
berpindah. 5. Keluarga mengerti dan memahami pasien memiliki risiko jatuh.
4.5 EVALUASI
Tanggal/
Evaluasi Paraf
waktu
S: Pasien mengalami penurunan kesadaran
O: k/u lemah, kesadaran: sopor, GCS 321, CRT < 3 detik, akral hangat
kering merah, Tidak ada odema, nadi lemah, mukosa mulut kering,
turgor kulit baik, pasien terpasang NGT (H-0), terpasang O2 simple
23/04/202 mask 8 lpm
2 TD: 110/70 mmHg, S: 36,5°C, RR: 18x/menit, N: 97x/menit, SPO2:
14.00 100%, BB: 50kg Intake: 2245cc Output: 1500, Balance cairan: 745 cc
Hb: 4.4 g/dl, hematokrit 14.6 %, K: 5.7 mmol/L, Natrium: 144
mmol/L, Chlorida 105 mmol/L, BUN: 58 mg/dl. Alb:2.8 g/dl
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
S: pasien mengalami penurunan kesadaran
O: k/u lemah, kesadaran: sopor, GCS 321, CRT < 3 detik, akral hangat
kering merah, Tidak ada odema, nadi lemah, mukosa mulut kering,
turgor kulit baik, pasien terpasang NGT (H-1) terpasang O2 simple
24/04/202 mask 8 lpm
2 TD: 90/60 mmHg, S: 36,5°C, RR: 18x/menit, N: 110x/menit, SPO2:
14.00 100%, BB: 50kg Intake: 2250cc Output: 1300, Balance cairan: 950 cc
Hb: 8.9 g/dl, hematokrit: 28.8%, K: 5.7 mmol/L, Natrium: 144
mmol/L, Chlorida 105 mmol/L, BUN: 58 mg/dl. Alb:2.8 g/dl
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
S: pasien mengalami penurunan kesadaran
25/04/202
O: k/u lemah, kesadaran coma GCS 112 CRT < 3 detik, akral hangat
2
kering merah, Tidak ada odema, nadi lemah, mukosa mulut kering,
20.00
turgor kulit baik, pasien terpasang NGT (H-3) terpasang O2 simple
mask 8 lpm
TD: 80/palpasi mmHg, S: 39,5°C, RR: 20x/menit, N: 95x/menit,
SPO2: 100%, BB: 50kg Intake: 2250cc Output: 800, Balance cairan:
1450 cc Hb: 8.9 g/dl, hematokrit: 28.8%, K: 5.7 mmol/L, Natrium: 144
mmol/L, Chlorida 105 mmol/L, BUN: 58 mg/dl. Alb:2.8 g/dl
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan