Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN HIV AIDS DI RUANG MARWAH LT 1

OLEH

WAHYU MELIA ROHLIANA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan
menjadi masalah global yang melanda dunia. Virus HIV masih menjadi fenomena
gunung es di Indonesia, kasus HIV yang ditemukan hanya sebagian sedangkan
dasarnya lebih banyak (Menkes, 2019). Prevalensi kasus HIV/AIDS menurut data
WHO HIV terus menjadi masalah kesehatan global yang utama. Sejauh ini telah
merenggut lebih dari 32 juta jiwa, Ada sekitar 37,9 juta orang yang hidup dengan
HIV pada akhir 2018 dengan 1,7 juta orang menjadi baru terinfeksi pada 2018 secara
global (WHO, 2019). Di Asia sebagian besar angka prevalensi HIV masih rendah
yaitu <1% kecuali Thailand dan India Utara sedangkan Asia Pasifik terdapat ±350
ribu orang yang baru terinfeksi HIV ±64% adalah laki-laki (InfoDATIN Kemenkes
RI, 2017).
Berikut adalah jumlah kasus HIV/AIDS yang bersumber dari Ditjen Pencegahan
dan Penanggulangan Penyakit (P2P), data laporan tahun 2017 yang bersumber dari
sistem informasi HIV/AIDS dan IMS (SIHA). Dimana kasus HIV/AIDS di Indonesia
pada tahun 2017 terdapat 48.300 kasus HIV dan 9.280 kasus AIDS. Jumlah
kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018 sebanyak 301.959
jiwa (47% dari estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV/AIDS tahun 2018
sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan di kelompok umur 25-49 tahun
dan 20-24 tahun. Adapun provinsi dengan jumlah infeksi HIV tertinggi adalah DKI
Jakarta (55.099), diikuti Jawa Timur (43.399) (Kemenkes RI, 2019). Acquired
Immunodeficiency Syndroms (AIDS) yang disebabkan oleh infeksi Humman
Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu penyakit yang menyerang sistem
kekebalan baik humoral maupun seluler. Virus termasuk dalam kelompok retrovirus
dan termasuk virus RNA (Darmono, 2009). Menurut Desmawati (2013) Penyebab
kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV. Retrovirus
ditularkan oleh darah melalui kontak intim dan mempunyai afinitas yang kuat
terhadap limfosit T. Virus HIV dapat menyerang sel darah putih yang bernama sel
CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya
tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Tanda dan gejala pada pasien HIV/AIDS kebanyakan orang yang terinfeksi HIV
tidak menunjukan gejala pada awal masa infeksi HIV. Gejalanya adalah demam,
sakit kepala, kelelahan, dan pembengkakan limfa. Gejala tersebut bisanya
menghilang dalam waktu satu minggu sampai satu bulan. Sebelum sampai dalam
AIDS terjadi gejala pembengkakan limfa yang terjadi lebih dari 3 bulan dan di ikuti
dengan gejala yang terjadi beberapa bulan hingga tahun antara lain rasa kelemahan
pada tubuh yang sangat, kondisi kulit yang kering sehingga mudah terkelupas, berat
badan yang menurun dan adanya infeksi persisten oleh jamur (Desmawati, 2013).
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mengalami penurunan nafsu makan yang
disebabkan oleh pengaruh obat ARV dan adanya infeksi jamur kandidia pada mulut
sehingga pasien HIV/AIDS terjadi anoreksia dan disfagia. Asupan nutrisi yang
kurang dapat menyebabkan penderita HIV/AIDS mengalami nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Pada ODHA yang terganggu asupan nutrisinya dapat berdampak
pada daya tahan tubuh penderita untuk melawan virus HIV menjadi berkurang ,dan
pada kondisi ini dimanfaatkan oleh virus HIV untuk berkembang cepat sehingga
memperpendek periode dari infeksi untuk berkembang menjadi AIDS. Dampak dari
kurangnya pengetahuan informasi tentang pemenuhan nutrisi dapat mempengaruhi
status gizi penderita HIV/AIDS (Nursalam dan Ninuk, 2013).
Untuk mengatasi masalah kurangnya pengetahuan tentang pemenuhan nutrisi
pada pasien HIV/AIDS, bisa diberikan edukasi tentang nutrisi yang harus dipenuhi.
Gangguan nutrisi memainkan peran penting dalam patogenesis, kematian dan
morbiditas orang dengan HIV-AIDS. Terapi diet dan pengetahuan gizi memainkan
peran penting dalam upaya untuk menyembuhkan dan kekebalan. Oleh karena itu,
kecukupan nutrisi makro dan mikro sangat penting bagi penderita HIV-AIDS.
Pengetahuan dan sikap berhubungan elemen kognitif dan afektif. Pengetahuan
mengacu pada elemen kognitif yang terkait dengan tindakan mental seperti persepsi,
memori, pembelajaran dan prediksi selama pemprosesan informasi. Sikap mengacu
pada tanggapan afektif terhadap suatu objek, yang bergantung pada kepercayaan,
nilai, pengalaman pribadi dan proses sosialisasi (Larasati dkk, 2019).
Sebagian besar para ODHA mengalami nafsu makan yang menurun disebabkan
karena pengaruh dari obat ARV dan kesulitan dalam menelan akibat infeksi dari
jamur kandidia pada mulut. Edukasi mereka dengan memberikan konseling
pemenuhan nutrisi antara lain cara memenuhi nutrisi sesuai kondisi, memilih bahan
makanan yang aman, dan pemberian makanan tambahan. Anjurkan ODHA untuk
memenuhi makanan yang tinggi kalori-tinggi protein, kaya vitamin dan mineral serta
cukup air. Batasi makanan yang menyebabkan mual/muntah mungkin kurang
ditoleransi oleh pasien karena luka pada mulut atau disfagia. Hindari menghidangkan
cairan atau makanan. yang sangat panas. Sajikan makanan yang mudah ditelan.
Jadwalkan obat-obatan diantara makan (jika memungkinkan) dan batasi pemasukan
cairan dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi (Desmawati, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas permasalahan yang dapat di
rumuskan adalah bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasen dengan HIV AIDS di
Ruang Marwah Lt.1 RSUD Haji Provinsi Jawa Timur?

1.3 Tujuan
Menganalisis Asuhan Keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS di RSUD Haji
Provinsi Jawa Timur.

1.4 Manfaat
Hasil Asuhan Keperawatan ini dapat digunakan oleh peneliti sebagai bahan kajian
dalam pengembangan ilmu keperawatan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan
khususnya pada pasien HIV/AIDS.
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Definisi HIV


HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan pathogen yang
menyerang sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penenda CD 4+
dipermukaannya seperti makrofag dan limfosit T. AIDS (acquired Immunodeficiency
Syndrome) merupakan suatu kondisi immunosupresif yang berkaitan erat dengan
berbagai infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, serta manifestasi neurologic
tertentu akibat infeksi HIV (Kapita Selekta, 2014).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus yang berarti
terdiri atas untai tunggal RNA virus yang masuk ke dalam inti sel pejamu dan
ditranskripkan kedalam DNA pejamu ketika menginfeksi pejamu. AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu penyakit virus yang menyebabkan
kolapsnya sistem imun disebabkan oleh infeksi immunodefisiensi manusia (HIV),
dan bagi kebanyakan penderita kematian dalam 10 tahun setelah diagnosis (Corwin,
2009).
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai
gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV (Hasdianah
dkk, 2014).

2.2 Klasifikasi
a. Fase 1
Umur infeksi 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar dan
terinfeksi. Tetapi ciri ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes
darah. Pada fase ini antibody terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja
terlihat/mengalami gejala gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 hingga 3 hari dan
sembuh sendiri).
b. Fase 2
Umur infeksi: 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu
sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan
pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala gejala ringan, seperti flu
(biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri).
c. Fase 3
Mulai muncul gejala gejala awal penyakit. Belum disebut gejala AIDS.
Gejala gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu
malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak
sembuh sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat
badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai
berkurang.
d. Fase 4
Sudah masuk fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan
tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Timbul penyakit tertentu
yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru paru yang
menyebabkan radang paru paru dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya
sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang menyebabkan diare
parah berminggu minggu, dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental
dan sakit kepala (Hasdianah & Dewi, 2014).

2.3 Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut
HIV dari sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy
Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga
disebut Human T-Cell Lympanotropic Virus (retrovirus). Retrovirus mengubah asam
rebonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk
kedalam sel pejamu (Nurrarif & Hardhi, 2015). Penyebab adalah golongan virus
retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Transmisi infeksi HIV
dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu:
a. Periode jendela: lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu like illness.
c. Infeksi asimtomatik: lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidk ada.
d. Supresi imun simtomatik: diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, berat badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
e. AIDS: lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem
tubuh, dan manifestasi neurologis

2.4 Manifestasi Klinis


Penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu:
a. Penderita asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi yang
berlangsung antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya.
b. Persistent generalized lymphadenophaty (PGL) dengan gejala limfadenopati
umum.
c. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan gangguan
sistem imun atau kekebalan.
d. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang
berat berupa diare kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali,
splenomegali, dan kandidiasis oral yang disebabkan oleh infeksi
oportunistik dan neoplasia misalnya sarcoma kaposi. Penderita akhirnya
meninggal dunia akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder (Soedarto,
2009).
Stadium klinis HIV/AIDS untuk remaja dan dewasa dengan infeksi HIV
terkonfirmasi menurut WHO:
a. Stadium 1 (asimtomatis)
1) Asimtomatis
2) Limfadenopati generalisata
b. Stadium 2 (ringan)
1) Penurunan berat badan < 10% .
2) Manifestasi mukokutaneus minor: dermatitis seboroik, prurigo,
onikomikosis, ulkus oral rekurens, keilitis angularis, erupsi popular
pruritik.
3) Infeksi herpers zoster dalam 5 tahun terakhir.
4) Infeksi saluran napas atas berulang: sinusitis, tonsillitis, faringitis, otitis
media
c. Stadium 3 (lanjut)
1) Penurunan berat badan >10% tanpa sebab jelas.
2) Diare tanpa sebab jelas > 1 bulan.
3) Demam berkepanjangan (suhu >36,7°C, intermiten/konstan) > 1 bulan.
4) Kandidiasis oral persisten.
5) Oral hairy leukoplakia.
6) Tuberculosis paru.
7) Infeksi bakteri berat: pneumonia, piomiositis, empiema, infeksi
tulang/sendi, meningitis, bakteremia .
8) Stomatitis/gingivitis/periodonitis ulseratif nekrotik akut.
9) Anemia (Hb < 8 g/dL) tanpa sebab jelas, neutropenia (< 0,5×109/L) tanpa
sebab jelas, atau trombositopenia kronis (< 50×109/L) tanpa sebab yang
jelas
d. Stadium 4 (berat)
1) HIV wasting syndrome.
2) Pneumonia akibat pneumocystis carinii.
3) Pneumonia bakterial berat rekuren.
4) Toksoplasmosis serebral.
5) Kriptosporodiosis dengan diare > 1 bulan.
6) Sitomegalovirus pada orang selain hati, limpa atau kelenjar getah bening.
7) Infeksi herpes simpleks mukokutan (> 1 bulan) atau visceral.
8) Leukoensefalopati multifocal progresif.
9) Mikosis endemic diseminata.
10) Kandidiasis esofagus, trakea, atau bronkus.
11) Mikobakteriosis atripik, diseminata atau paru.
12) Septicemia Salmonella non-tifoid yang bersifat rekuren.
13) Tuberculosis ekstrapulmonal.
14) Limfoma atau tumor padat terkait HIV: Sarkoma Kaposi, ensefalopati
HIV, kriptokokosis ekstrapulmoner termasuk meningitis, isosporiasis
kronik, karsinoma serviks invasive, leismaniasis atipik diseminata.
15) Nefropati terkait HIV simtomatis atau kardiomiopati terkait HIV
simtomatis (Kapita Selekta, 2014).

2.5 Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam
sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel
target dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu
lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah
putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-
sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada
sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi
HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem
tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui
3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit
CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel
CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus
yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut “periode jendela”
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan,
bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi:
a. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay).
Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan
hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
b. Western blot Spesifikasinya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaannya
cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
c. PCR (Polymerase Chain Reaction).
Tes ini digunakan untuk:
1. Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada padabayi yang dapat
menghambat pemeriksaan secara serologis.
2. Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko
tinggi.
3. Tes pada kelompok tinggi sebelum terjadi serokonversi.
4. Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah
untuk HIV-2 (Widoyono, 2014).

2.8 Komplikasi
a. Oral lesi.
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi sosial.
2) Ensefalophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis atau ensefalitis. Dengan efek:
sakit kepala, malaise, demam, paralise total/parsial.
3) Infark serebral kornea sifilis menin govaskuler, hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
4) Neuropati karena inflamasi diemilinasi oleh serangan HIV.
c. Gastrointertinal.
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik, demam atritis.
3) Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi.
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus dan strongyloides dengan efek sesak nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri, gatal,
rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
f. Sensorik.
1) Pandangan: sarcoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan.
2) Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri (Susanto & Made Ari, 2013).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit AIDS merupakan tantangan yang
besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran
infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi
masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS
harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien
(Burnner & Suddarth, 2013).
a. Identitas Klien
Meliputi: nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, nomor rekam medis.
b. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien HIV
AIDS yaitu, demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis
lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan
lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan
tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albicans, pembengkakan
kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya Harpes zoster berulang dan
bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV AIDS
adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam, pasien
akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya
riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan
seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi
HIV. Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga,
adanya keluarga bekerja di tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK
(Pekerja Seks Komersial).
f. Pola kesehatan fungsional
1. Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti
pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien
kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung
dibantu oleh keluarga atau perawat.
2. Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami
penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu singkat (terkadang lebih
dari 10% BB).
3. Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus
berdarah.
4. Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur
mengalami gangguan karena adanya gejala seperi demam dan keringat
pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan
cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
5. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti
bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari lingkungan
masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya
ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
6. Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah,
cemas, depresi, dan stres.
7. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan
pengecapan, dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami
penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon
verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami
halusinasi.
8. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran
yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu
atau harga diri rendah.
9. Pola penanggulangan stress
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,
gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu
perawatan,perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang kontruksif dan adaptif.
10. Pola reproduksi seksual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu
karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan
seksual.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan
berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai balasan
akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan kepercayaan pasien
dalam kehidupan pasien, dan agama merupakan hal penting dalam hidup
pasien.
g. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum: ditemukan pasien tampak lemah.
b. Kesadaran pasien: Compos mentis cooperatif, sampai terjadi
penurunan
c. Tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor bahkan coma.
d. Vital sign :
TD: Biasanya ditemukan dalam batas normal.
Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat.
Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat.
Suhu :Biasanya ditemukan Suhu tubuh meningkat karena demam.
BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB).
e. Kepala: Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis
seboreika.
f. Mata: Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik,
pupil isokor, reflek pupil terganggu,
g. Hidung: Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung..
h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-
bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasi.
i. Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi
jamur Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer
getah bening.
j. Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan
k. Paru-paru: Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada
pada pasien AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul),
sesak nafas (dipsnea).
l. Abdomen: Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif.
m. Kulit: Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda
lesi (lesi sarkoma kaposi).
n. Ekstremitas: Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun,
akral dingin.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Menurut (SDKI, 2017), diagnosa yang dapat ditegakkan
pada klien dengan HIV/AIDS, adalah :
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
2. Diare berhubungan dengan proses infeksi.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit/infeksi.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi paru (TBC,
Pneumonia).
5. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan.
6. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(imunosupresi).
7. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan.
3.3 Intervensi Keperawatan
Defisit Nutrisi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam diharapkan status nutrisi membaik dengan kriteria hasil:
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat.
2. Kekuatan otot menelan meningkat.
3. Serum albumin meningkat.
4. Frekuensi makan membaik
5. Nafsu makan membaik
6. Membran mukosa membaik.
Intervensi
Manajemen nutrisi
Observasi
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.
 Identifikasi makanan yang disukai.
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien.
 Identifikasi perlunya penggunaan selang ngt.
 Monitor asupan makanan.
 Monitor berat badan.
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
Terapeutik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan bila perlu.
 Fasilitasi menentukan pedoman diet.
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu dan sesuai.
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah terjadinya konstipasi.
 Berikan makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein.
 Berikan suplemen maknaan jika perlu.
 Hentikan pemberian makanan melalui nasogastrik bila asupan oral dapat ditoleransi.
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk jika mampu.
 Anjurkan diet yang diprogramkan.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal pereda nyeri, antiemetik) jika perlu.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan jika perlu.
Promosi Berat Badan
Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan muntah
 Monitor jumlah kalori yang dikomsumsi sehari-hari
 Monitor berat badan
 Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
Terapeutik
 Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
 Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien ( misal : makanan dengan tekstur halus, makanan yang diblander, makanan
cair yang diberikan melalui NGT atau Gastrostomi, total perenteral nutritition sesuai indikasi)
 Hidangkan makan secara menarik
 Berikan suplemen, jika perlu
 Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk peningkatan yang dicapai
Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

Hipertermia
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ....x 24 jam diharapkan termoregulasi membaik dengan kriteria hasil:
1. Menggigil menurun
2. Pucat menurun
3. Takikardi menurun.
4. Suhu tubuh membaik (36,5-37,5°C)
5. Pengisian kapiler membaik.
6. Tekanan darah membaik.
7. Suhu kulit membaik.
Intervensi
Manajemen hipertermia
Observasi
 Identifikasi penyebab hipertermia (misal: dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
 Monitor suhu tubuh.
 Monitor kadar elektrolit.
 Monitor haluaran urin.
 Monitor komplikasi akibat hipertermia.
Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang dingin.
 Longgarkan atau lepaskan pakaian.
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh.
 Berikan cairan oral.
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih).
 Lakukan pendinginan eksternal (misal: selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi leher dan dada,
abdomen aksila)
 Berikan oksigen jika perlu.
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intrvena, jika perlu.
Regulasi temperatur
Observasi
 Monitor suhu sampai stabil (36,5-37,5°C).
 Monitor suhu tubuh jika perlu
 Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi.
 Monitor warna dan suhu kulit.
 Monitor dan catat tanda dan gejala hipertermia
Terapeutik
 Pasang alat pemantau suhu secara kontinu, jika perlu.
 Tingkatkan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
 Gunakan kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack atau gel pad dan intravascular cooling
catetherization untuk menurunkan suhu tubuh.
 Sesuaikan suhu lingkungan dengan pasien.
Edukasi
 Jelaskan pencegaha heat exhaustion atau heat stroke
Kolaborasi
 Berikan antipiretik bila perlu.

Hipovolemia
Setelah dilakukan asuhan keperawatan .... x 24 jam diharapkan status cairan pasien membaik dengan kriteria hasil:
1. Kekuatan nadi meningkat
2. Turgor kulit meningkat
3. Keluhan haus menurun
4. Frekuensi dan tekanan nadi membaik
5. Tekanan darah membaik
6. Membran mukosa membaik.
7. Kadar Hb membaik
8. Kadar Ht membaik
9. Suhu tubuh membaik.
Manajemen hipovolemia
Observasi
 Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah).
 Monitor intake dan output cairan.
Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan posisi modified trendelenburg
 Berikan asupan cairan oral.
Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perpindahan posisi mendadak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV Hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah.
3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun oleh perawat untuk mengatasi masalah pasien.
Implementasi dilaksanakan sesuai rencana yang sudah dilakukan, teknik dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi
yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon dari pasien
(Bararah & Jauhar, 2013).

3.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini merupakan membandingkan hasil yang telah dicapai setelah proses
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan dan
kriteria hasil evaluasi yang telah diharapkan dapat terapai. Proses evaluasi dalam
asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam SOAP (subjektif, objektif, assesment,
planing ). (Bararah & Jauhar, 2013).
a. Subjektif yaitu respon evaluasi tertutup yang tampak hanya pada pasien yang
mengalami dan hanya dapat dijelaskan serta diverifikasi oleh pasien tersebut.
Pada pasien HIV/AIDS dengan defisit nutrisi diharapkan pasien mengatakan
tidak cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen menurun, nafsu makan
meningkat.
b. Objektif yaitu respon evaluasi yang dapat dideteksi, diukur, dan diperiksa
menurut standar yang diterima melalui pengamatan, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan medis lainnya. Pada pasien HIV/AIDS dengan defisit nutrisi
diharapkan berat badan tidak menurun, bising usus normal, otot pengunyah
normal, otot menelan normal, membran mukosa tidak pucat lagi, sariawan
menurun, serum albumin normal (3,5-4,5 mg/dl), diare menurun.
c. Assessment adalah proses evaluasi untuk menentukan telah tercapainya hasil
yang diharapkan. Ketika menentukan apakah hasil telah tercapai, perawat dapat
menarik satu dari tiga kemungkinan yaitu tujuan tercapai, tujuan tercapai
sebagian, tujuan tidak tercapai.
d. Planning adalah penilaian tentang pencapaian tujuan untuk menentukan rencana
tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan assessment.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 33 tahun 4 bulan 19 hari
Suku / Bangsa : Jawa / indonesia
Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Alamat : Gubeng klingsingan 4/18
Tanggal MRS : 22/04/2022
Tanggal Pengkajian : 23/04/2022
No Register : 927196
Diagnosa Medis : Prolonged fever + Anemia gravis + B20
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran.
b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Keluarga pasien mengatakan sebulan lalu pasien merasa tidak enak
badan, dan demam tinggi. Pasien sudah minum obat selama 3 hari namun
tidak ada perubahan, kemudian pasien berobat ke klinik terdekat. Setelah satu
minggu mendapatkan terapi dari dokter, namun kondisi pasien tidak kunjung
membaik. Pasien demam tinggi, lemas dan nafsu makan mulai berkurang.
Setelah itu pasien berobat ke dokter, namun kondisi pasien tidak kunjung
membaik. Keluarga pasien berinisiatif untuk cek ke laboratorium, setelah di
konsulkan ke dokter, pasien mendapatkan terapi, namun kondisinya tak
kunjung membaik, pasien lemas, demam naik turun, tidak mau makan hingga
pasien mengalami penurunan berat badan. Hingga pada tanggal 22 april 2022
pasien mengalami penurunan kesadaran dan dilarikan ke IGD RSUD Haji
Provinsi Jawa Timur.
c. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah memiliki keluhan yang
sama dengan yang dialami oleh pasien saat ini, pasien juga tidak memiliki
penyakit hipertensi maupun diabetes sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Keluarga pasien mengatakan keluarga pasien tidak memiliki penyakit
menurun maupun menular.

3) Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola presepsi kesehatan
Keluarga Pasien mengatakan pasien adalah perokok aktif. Keluarga
pasien mengatakan pasien tidak pernah minum minuman beralkohol.
Pasien juga tidak memiliki alergi terhadap obat tertentu. Pasien memiliki
riwayat alergi udang.
2) Pola Nutrisi
Keluarga pasien mengatakan selama sakit pasien tidak nafsu makan,
hingga mengalami penurunan berat badan ± 10kg, biasanya pasien makan
3x sehari dengan porsi yang normal namun selama sakit pasien hanya
makan 2x sehari 2-3 suapan saja karena pasien tidak nafsu makan. Selama
di rumah sakit pasien terpasang sonde dengan diit TETP RL 1500 kkal
tinggi FE (susu entramix 6x200).
3) Pola Eliminasi
Keluarga pasien mengatakan sebelum dan saat sakit pasien BAB 1x
sehari. Pasien terpasang kateter, dengan produksi urin ± 1500cc/24 jam,
urin berwarna kuning.
4) Pola Istirahat dan tidur
Keluarga pasien mengatakan pasien sering sebelum sakit pasien sering
begadang, dan saat sakit dirumah pasien sulit tidur karena demam tinggi.
5) Pola aktivitas dan latihan
Keluarga pasien mengatakan selama sakit pasien sudah tidak bekerja,
aktivitas pasien dibantu oleh keluarga..
6) Pola presepsi dan konsep diri
Keluarga mengatakan pada saat dirumah pasien mengatakan bahwa
pasien sudah banyak merepotkan keluarganya. Pasien merasa tidak
berdaya.
7) Pola sensori kognitif
Pasien mengalami penurunan kesadaran, dan tidak ada respon saat
diajak berbicara.
8) Pola hubungan peran
Keluarga klien sangat peduli dan memberikan perhatian terhadap
kesembuhan dan kesehatan pasien.
9) Pola koping
Keluarga pasien mengatakan selama sakit pasien merasa lemah dan
tidak berdaya, namun keluarga optimis pasien akan sembuh kembali.
10) Pola reproduksi seksual
Keluarga pasien mengatakan psien belum menikah.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Agama klien islam dan tidak ada larangan agama selama proses
pengobatan.
4) Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
a) Keadaan Umum : Lemah
b) Kesadaran : Sopor
c) GCS : 6 E: 3 V: 1 M: 2
d) Tanda - Tanda Vital (TTV)
Tekanan Darah (TD) : 135/90 mmHg.
Nadi : 92 x/ menit.
Respiration Rate (RR) : 22 / menit.
Suhu : 36.5 oC.

e) Antropometri
Berat Badan (BB) :
Berat Badan (BB) sebelum sakit : ± 60 kg.
Berat Badan (BB) saat ini : 48 kg.
Tinggi Badan (TB) : 172 cm.

b. Pemeriksaan Fisik (B1 - B6)


a) B1 (Breathing)
Inspeksi: Airway bebas, pergerakan dada simetris, tidak ada penggunaan
otot bantu nafas, bentuk dada simetris.
Palpasi: Tidak ada kelainan pada dinding thorax, tidak teraba taktil
fremitus.
Perkusi: Perkusi sonor.
Auskultasi: Auskultasi vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.

b) B2 (Blood)
Inspeksi : Tidak terdapat jaringan parut. Akral pucat.
Palpasi : Akral dingin, nadi 97x/menit, nadi regular, teraba lemah. CRT
< 2 detik, tidak teraba thrill.
Perkusi : Redup
Auskultasi : Suara S1 S2 Tunggal, tidak ada suara tambahan.

c) B3 (Brain)
Keadaan Umum : Lemah.
Kesadaran : Sopor.
GCS : 6 E3 V1 M2
Pupil isokor 3 mm/3 mm, reflek cahaya +/+
d) B4 (Bladder)
Terpasang Folley kateter, tidak teraba distensi kandung kemih.
Produksi urin ± 1500cc/24 jam, warna kuning, bau khas urin.

e) B5 (Bowel)
Pasien terpasang NGT, pasien mengalami penurunan berat badan ± 10
kg, dalam 1 bulan terakhir.

f) B6 (Bone)
Inspeksi : tidak ada luka, fraktur, perdarahan, edema,
Kekuatan Otot : lemah

5) Obat obatan yang digunakan


Per IV:
Inf pz 1000 cc/ 24 jam (22-4-2022)
Inf tutosol 1000 cc/24 jam (25-4-2022)
Inj lansoprazole 1x1
Inj ondansetron 3 x 4 mg
Inj antrain 3 x 1 gr
Citicolin 3x1
Ceftriaxone 2x2
Dexamethasone 3x1
Vascon mulai 50 nano bila tensi < 90

6) Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium

TGL JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL


22/4/22 GDA 215 mg/dl 50 -150 mg/dl
Kalium 5.3 mmol/L 3.6 -50 mmol/L
Natrium 145 mmol/L 136 -145 mmol/L
Chlorida 107 mmol/L 96 -106 mmol/L
Hb 4.4 g/dl 12.8 - 16.8 g/dl
Leukosit 4.020 /mm3 4500 – 13500 /mm3
Trombosit 244.000/mm3 150.000-440.000/mm3
Hematokrit 14.6 % 33-45%
BUN 58 mg/dl 6-20 mg/dl
Creatinin 1.3 mg/dl <1.2 mg/dl
SGOT 189 U/L <40 U/L
SGPT 45 U/L <41 U/L
ALBUMIN 2.8 g/dl 3.8-5.4 g/dl
HBSAg NEGATIF NEGATIF
Anti HIV Reagen I REAKTIF NON REAKTIF
Anti HIV Reagen II REAKTIF NON REAKTIF

b. Thorax
30 maret 2022
Thorax foto (PA View):
 COR : Bentuk dan besar normal.
 PULMO : Tak tampak infiltrat
Bronchovascullar pattern baik
Kedua sinus Phrenicocostalis tajam.
Kesimpulan: foto thorax tak tampak kelainan.

c. MSCT KEPALA + SPN (AXIAL+CORONAL) DENGAN KONTRAS


Tgl : 22 April 2022
Tak tampak area hypodens abnormal di parenchym otak.
Tak tampak deviasi midline.
Sulcy dan gyri normal.
Batas white dan grey mate jelas.
Ventricle normal.
Sub Calvaria normal.
Fossa posterior normal
Tulang tulang normal.
Daerah nasopharing sinusitis paranasa dan orbita serta mastoid normal.
Post kontras tidak tampak abnormal kontras enhancement
Kesimpulan: Saat ini tidak didapatkan adanya infark, perdarahan ataupun
tumor di intracranial.
Tidak tampak gambaran edem cerebri maupun texoplasmasis.
Tidak tampak midline shift.
4.2 DIAGNOSA KEPERWAWATAN
A. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DS: Penurunan konsentrasi Perfusi jaringan perifer
Pasien mengalami penurunan hemoglobin. tidak efektif
kesadaran
DO: Suplai oksigen dan nutrisi
 GCS 6 E 3 V 1 M 2 berkurang.

 Kesadaran sopor
Kebutuhan O2 tidak terpenuhi
 TD: 135/90 mmHg
 N/RR: 92/ 22 x/menit
Hipoksia sel dan jaringan
 S: 36,5°C
 Spo2: 98%
Perfusi perifer tidak efektif
 O2: Masker 8 Lpm
 Akral dingin, pucat.
 Hb: 4.4 g/dl
DS: Ketidakmampuan menelan Defisit Nutrisi
Keluarga mengatakan bahwa makanan
selama sakit nafsu makan
pasien menurun dan susah Penurunan nafsu makan
makan hingga pasien
mengalami penurunan berat Penurunan intake nutrisi

badan ±10 Kg dalam sebulan.


Penurunan berat badan.

DO:
Defisit nutrisi
 Membran mukosa
pucat.
 Otot menelan lemah,
paien terpasang NGT.
 Sariawan.
 BB : 48 Kg
 Albumin: 2.8 g/dl
DS: - Anemia Risiko Jatuh
DO:
 Pasien mengalami Transport O2 berkurang
penurunan kesadaran.
 Anemia, Hb: 4.4 g/dl. Aliran darah ke otak berkurang
(hipoksia serebral)
 Morse scale 70 (risiko
tinggi)
Penurunan kesadaran
Risiko jatuh

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin ditandai dengan penurunan kesadaran GCS 6 E 3 V 1 M 2,
kesadaran sopor, TD: 135/90 mmHg, N/RR: 92/ 22 x/menit, S: 36,5°C,
Spo2: 98%, O2: Masker 8 Lpm, Akral dingin, pucat, Hb: 4.4 g/dl.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
ditandai dengan Keluarga mengatakan bahwa selama sakit nafsu makan
pasien menurun dan susah makan hingga pasien mengalami penurunan
berat badan ±10 Kg dalam sebulan, Membran mukosa pucat, Otot menelan
lemah, paien terpasang NGT, Sariawan, BB : 48 Kg.
3. Risiko jatuh berhubungan dengan anemia ditandai dengan pasien mengalami
penurunan kesadaran, Hb 4,4 g/dl, morse scale 70 (risiko tinggi).
4.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
No Pendaftaran: Asuhan Keperawatan/Kebidanan Nama: Tn. H
No. RM: Klien dengan Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif Umur:
Tgl Pendaftaran: SDKI (D.0009) Alamat:
TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN/KEBIDANAN TUJUAN INTERVENSI
23/04/2022 Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 O:
 Hiperglikemia jam diharapkan perfusi perifer meningkat. 1. Periksa sirkulasi perifer, edema, pengisian kapiler,
 Penurunan konsentrasi hemoglobin. warna, suhu).

 Peningkatan tekanan darah. Kriteria hasil: 2. Monitor panas, nyeri bengkak pada ekstremitas.

 Kekurangan volume cairan.  Denyut nadi perifer meningkat. 3. Monitor intake dan output.
 Warna kulit pasien tidak pucat. 4. Monitor status hidrasi ( frekuensi nadi, kekuatan
 Penurunan aliran arteri atau vena.
 Nyeri ekstremitas menurun. nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban
 Kurang terpapar informasi tentang faktor
 Kelemahan otot menurun. mukosa, turgor kulit, tekanan darah).
pemberat (merokok, gaya hidup monoton,
 Turgor kulit membaik. 5. Monitor hasil pemeriksaan lab: hematokrit, Na, K,
trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas).
 TTV normal ( S: 36,5-37,5°C, N:60-100x/menit, Cl, berat jenis urin, BUN).
 Kurang terpapar informasi tentang proses
penyakit (diabetes mellitus, hiperglikemia). RR: 14-20x/menit).
T:
 Kurang aktivitas fisik.  Akral hangat.
1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah
 CRT < 3 detik.
di area keterbatasan perfusi.
Dibuktikan dengan
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
DS:
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi.
 Parestesia.
3. Lakukan hidrasi cairan sesuai kebutuhan.
 Nyeri ekstremitas
DO: E:
 Pengisian kapiler >3 detik. 1. Anjurkan untuk melaporkan jika ada tanda tanda
 Nadi perifer menurun atau tidak teraba. perdarahan.

 Akral teraba dingin.


K:
 Warna kulit pucat.
1. Kolaborasi dengan dokter.
 Turgor kulit menurun.
2. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 Edema.
 Penyembuhan luka lambat.
No Pendaftaran: Asuhan Keperawatan/Kebidanan Nama: Tn. H
No. RM: Klien dengan Defisit Nutrisi Umur:
Tgl Pendaftaran: SDKI (D.0019) Alamat:
TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN/KEBIDANAN TUJUAN INTERVENSI
22/04/2022 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 O:
 Ketidakmampuan menelan makanan. jam diharapkan status nutrisi membaik. 1. Identifikasi status nutrisi
 Ketidakmampuan mencerna makanan. 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.

 Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien. Kriteria hasil: 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien.
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat. 4. Identifikasi perlunya penggunaan selang ngt.
 Peningkatan kebutuhan metabolisme.
2. Kekuatan otot menelan meningkat. 5. Monitor asupan makanan.
 Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak
3. Serum albumin meningkat. 6. Monitor berat badan.
mencukupi).
4. Frekuensi makan membaik 7. Monitor hasil pemeriksaan lab (albumin, limfosit,
 Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan
5. Nafsu makan membaik elektrolit serum)
untuk makan).
Dibuktikan dengan: 6. Membran mukosa membaik. 8. Monitor adanya mual dan muntah.
DS: 9. Monitor jumlah kalori yang dikomsumsi sehari-
 Cepat kenyang setelah makan. hari.
 Kram/nyeri abdomen.
 Nafsu makan menurun. T:
DO: 1. Sajikan makanan secara menarik dan suhu dan
 Berat badan menurun minimal 10% sesuai.
dibawah rentang ideal. 2. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
 Bising usus hiperaktif. terjadinya konstipasi.
 Otot pengunyah lemah. 3. Berikan makanan yang tinggi kalori dan tinggi

 Otot menelan lemah. protein.

 Membran mukosa pucat. 4. Berikan suplemen maknan jika perlu.

 Sariawan. 5. Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien (


misal : makanan dengan tekstur halus, makanan
 Serum abumin turun.
yang diblander, makanan cair yang diberikan
 Rambut rontok berlebihan.
melalui NGT atau Gastrostomi, total perenteral
 Diare.
nutritition sesuai indikasi).
6. Hentikan pemberian makanan melalui nasogastrik
bila asupan oral dapat ditoleransi.
E:
1. Anjurkan posisi duduk jika mampu.
2. Anjurkan diet yang diprogramkan.
K:
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(misal pereda nyeri, antiemetik) jika perlu.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
jika perlu.
No Pendaftaran: Asuhan Keperawatan/Kebidanan Nama: Tn. H
No. RM: Klien dengan Risiko Jatuh Umur:
Tgl Pendaftaran: SDKI (D.0019) Alamat:
TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN/KEBIDANAN TUJUAN INTERVENSI
22/04/2022 Risiko jatuh b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1x24 jam O:
 Usia .65 tahun (pada dewasa) atau atau < 2 diharapkan tingkat jatuh menurun. 1. Identifikasi faktor risiko jatuh.
tahun (pada anak). 2. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan
 Riwayat jatuh. Kriteria hasil: risiko jatuh.
 Anggota gerak bawah prostesis.  Tenaga meningkat. 3. Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur

 Penggunaan alat bantu jalan.  Kemampuan melakukan aktivitas rutin ke kursi roda dan sebaliknya.

 Penurunan tingkat kesadaran. meningkat. T:


 Verbalisasi lelah lesu menurun. 1. Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga.
 Perubahan fungsi kognitif.
 Jatuh saat berjalan menurun. 2. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
 Lingkungan tidak aman (mis. Licin, gelap,
 Jatuh saat dikamar mandi menurun. dalam kondisi terkunci.
lingkungan asing).
3. Pasang handrail tempat tidur.
 Kondisi pasca operasi.
4. Atur tempat tidur mekanis dalam posisi terendah.
 Hipotensi ortostatik. 5. Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien.
 Perubahan kadar glukosa darah. E:

 Anemia. 1. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan

 Kekuatan otot menurun. bantuan untuk berpindah.


2. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk
 Gangguan pendengaran.
memanggil perawat.
 Gangguan keseimbangan.
3. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin.
 Gangguan keseimbangan.
 Gangguan penglihatan.
 Neuropati.
 Efek agen parmakologis.
4.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Dx: Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif.
TGL/
IMPLEMENTASI RESPON
JAM
23 1. Memeriksa sirkulasi perifer, odema, pengisian kapiler, warna, suhu). 1. Tidak ada odema, CRT < 3 detik, akral hangat kering merah, S: 36,5°C,
APR 2. Memonitor panas, nyeri bengkak pada ekstremitas. RR: 18x/menit, GCS 321, SPO2: 100%. (O2 simple mask 8lpm)
2022 3. Memonitor intake dan output. 2. Tidak ada panas, nyeri bengkak pada ekstremitas.
4. Memonitor status hidrasi (frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, 3. Intake: 2245cc Output: 1500, Balance cairan: 745 cc
(07.00 pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit, tekanan darah). 4. N: 97x/menit, nadi lemah, akral hangat kering merah, mukosa mulut
- 5. Memonitor hasil pemeriksaan lab: hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis kering, turgor kulit baik. TD: 110/70 mmHg.
14.00) urin, BUN). 5. Hb: 4.4 g/dl, hematokrit 14.6 %, K: 5.7 mmol/L, Natrium: 144 mmol/L,
6. Melakukan hidrasi cairan sesuai kebutuhan. Chlorida 105 mmol/L, BUN: 58 mg/dl.
7. Menganjurkan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda tanda 6. Terpasang infus tutosol 1000 cc/24 jam.
perdarahan. 7. Keluarga mengerti dan memahami.
8. Kolaborasi dengan dokter. 8. Transfusi PRC 2 bag.
9. Kolaborasi penentuan dosis oksigen 9. Pasien terpasang simple mask 8 lpm.
24 1. Memeriksa sirkulasi perifer, odema, pengisian kapiler, warna, suhu). 1. Tidak ada odema, CRT < 3 detik, akral hangat kering merah, S: 36,5°C,
APR 2. Memonitor panas, nyeri bengkak pada ekstremitas. RR: 20x/menit, GCS 321, SPO2: 100%. (O2 simple mask 8 lpm)
2022 3. Memonitor intake dan output. 2. Tidak ada panas, nyeri bengkak pada ekstremitas.
(07.00 4. Memonitor status hidrasi (frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, 3. Intake: 2250cc output : 1300cc balance cairan: 950cc
- pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit, tekanan darah). 4. N: 110x/menit, nadi cepat dan lemah, akral hangat kering merah,
14.00) 5. Memonitor hasil pemeriksaan lab: hemoglobin, hematokrit. mukosa mulut kering, turgor kulit baik. TD: 90/60 mmHg.
6. Melakukan hidrasi cairan sesuai kebutuhan. 5. Hb: 8.9 g/dl, hematokrit 28.3 %
7. Menganjurkan untuk melaporkan jika ada tanda tanda perdarahan. 6. Terpasang infus tutosol 1000 cc/24 jam.
8. Kolaborasi dengan dokter. 7. Keluarga mengerti dan memahami.
8. Rencana transfusi PRC 2 bag ditunda, masuk jika TD >100 , Pasien
terpasang simple mask 8 lpm.
25 1. Memeriksa sirkulasi perifer, odema, pengisian kapiler, warna, suhu). 1. Tidak ada odema, CRT < 3 detik, akral hangat, S: 39,5°C, RR:
APR 2. Memonitor panas, nyeri bengkak pada ekstremitas. 20x/menit, GCS 112 kes. coma, SPO2: 100%. (O2 Simple mask 8 lpm)
2022 3. Memonitor intake dan output. 2. Tidak ada panas, nyeri bengkak pada ekstremitas.
(14.00 4. Memonitor status hidrasi (frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, 3. Intake: 2250cc Output: 800cc Balance cairan: 1450
- pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit, tekanan darah). 4. N: 95x/menit, nadi lemah, akral hangat kering merah, mukosa mulut
21.00) 5. Memonitor hasil pemeriksaan lab:hemoglobin, hematokrit lembab, turgor kulit baik. TD: 80/palpasi.
6. Melakukan hidrasi cairan sesuai kebutuhan. 5. Hb: 8.9 g/dl, hematokrit 28.3 %
7. Kolaborasi dengan dokter. 6. Terpasang infus tutosol 1000 cc/24jam.
7. Transfusi PRC 2 bag, masuk 1 bag sisa 1 bag di bank darah besok
masukkan jika TD >100, Pasien terpasang simple mask 8 lpm.

Dx: Defisit Nutrisi.


23 1. Mengidentifikasi alergi dan intoleransi makanan. 1. Pasien memiliki alergi terhadap udang.
APR 2. Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien. 2. Pasien mendapatkan diit TETP RL 1500 Kkal tinggi Fe
2022 3. Mengidentifikasi perlunya penggunaan selang ngt. 3. Pasien tidak bisa makan dan kesulitan menelan, pasien terpasang selang
4. Memonitor berat badan. NGT (H-0)
(07.00- 5. Memonitor hasil pemeriksaan lab (albumin, elektrolit serum) 4. Berat badan pasien sebelum sakit ±60 kg, saat sakit ±50kg, BB pasien
14.00) 6. Memonitor adanya mual dan muntah. turun 10kg dalam 1 bulan ini.
7. Memberikan makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein. 5. Alb:2.8 g/dl kalium: 5.3 mmol/L, natrium 144 mmol/L, Chlorida 105
8. Memberikan suplemen maknan jika perlu. mmol/L.
9. Menganjurkan diet yang diprogramkan. 6. Tidak ada mual muntah.
10. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori 7. Mendapatkan diit entramix 6x200 cc/hari
dan jenis nutrien yang dibutuhkan jika perlu. 8. Pasien mendapatkan curcuma 3x1
9. Keluarga mengerti dan memahami, bahwa pasien hanya boleh makanan
makanan yang sudah di programkan (tidak membawa makanan/susu
dari luar).
10. Pasien diprogramkan mendapat diit susu entramix 6x200cc/hari TETP
RL 1500kkal tinggi Fe.
24 1. Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien. 1. Pasien mendapatkan diit TETP RL 1500 Kkal tinggi Fe
APR 2. Mengidentifikasi perlunya penggunaan selang ngt. 2. Pasien tidak bisa makan dan kesulitan menelan, pasien terpasang selang
2022 3. Memonitor berat badan. NGT (H-1)
(07.00- 4. Memonitor hasil pemeriksaan lab (albumin, elektrolit serum) 3. Berat badan pasien sebelum sakit ±60 kg, saat sakit ±50kg, BB pasien
14.00) 5. Memonitor adanya mual dan muntah. turun 10kg dalam 1 bulan ini.
6. Memberikan makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein. 4. Alb:2.8 g/dl kalium: 5.3 mmol/L, natrium 144 mmol/L, Chlorida 105
7. Memberikan suplemen maknan jika perlu. mmol/L.
8. Menganjurkan diet yang diprogramkan. 5. Tidak ada mual muntah.
9. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori 6. Mendapatkan diit entramix 6x200 cc/hari
dan jenis nutrien yang dibutuhkan jika perlu. 7. Pasien mendapatkan curcuma 3x1
8. Keluarga mengerti dan memahami, bahwa pasien hanya boleh makanan
makanan yang sudah di programkan (tidak membawa makanan/susu
dari luar).
9. Pasien diprogramkan mendapat diit susu entramix 6x200cc/hari TETP
RL 1500kkal tinggi Fe.
25 1. Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien. 1. Pasien mendapatkan diit TETP RL 1500 Kkal tinggi Fe
APR 2. Mengidentifikasi perlunya penggunaan selang ngt. 2. Pasien tidak bisa makan dan kesulitan menelan, pasien terpasang selang
2022 3. Memonitor berat badan. NGT (H-2)
(14.00- 4. Memonitor hasil pemeriksaan lab (albumin, elektrolit serum) 3. Berat badan pasien sebelum sakit ±60 kg, saat sakit ±50kg, BB pasien
21.00) 5. Menmonitor adanya mual dan muntah. turun 10kg dalam 1 bulan ini.
6. Memberikan makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein. 4. Alb:2.8 g/dl kalium: 5.3 mmol/L, natrium 144 mmol/L, Chlorida 105
7. Memberikan suplemen maknan jika perlu. mmol/L.
8. Menganjurkan diet yang diprogramkan. 5. Tidak ada mual muntah.
9. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori 6. Mendapatkan diit entramix 6x200 cc/hari
dan jenis nutrien yang dibutuhkan jika perlu. 7. Pasien mendapatkan curcuma 3x1
8. Keluarga mengerti dan memahami, bahwa pasien hanya boleh makanan
makanan yang sudah di programkan (tidak membawa makanan/susu
dari luar).
9. Pasien diprogramkan mendapat diit susu entramix 6x200cc/hari TETP
RL 1500kkal tinggi Fe.
Dx: Risiko Jatuh
23 1. Mengidentifikasi faktor risiko jatuh. 1. Morse scale 70 (resiko tinggi) gelang pasien terpasang stiker kuning
APR 2. Mengorientasikan ruangan pada keluarga. (stiker resiko jatuh).
2022 3. Memastikan roda tempat tidur dalam kondisi terkunci. 2. Keluarga pasien mengerti dan memahami kondisi ruangan pasien.
4. Memasang handrail tempat tidur. 3. Roda tempat tidur dalam kondisi terkunci
(07.00- 5. Menganjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk 4. Handrail dalam keadaan terpasang.
14.00) berpindah. 5. Keluarga mengerti dan memahami pasien memiliki risiko jatuh.

24 1. Mengidentifikasi faktor risiko jatuh. 1. Morse scale 70 (resiko tinggi) gelang pasien terpasang stiker kuning
APR 2. Mengorientasikan ruangan pada keluarga. (stiker resiko jatuh).
2022 3. Memastikan roda tempat tidur dalam kondisi terkunci. 2. Keluarga pasien mengerti dan memahami kondisi ruangan pasien.
4. Memasang handrail tempat tidur. 3. Roda tempat tidur dalam kondisi terkunci
(07.00- 5. Menganjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk 4. Handrail dalam keadaan terpasang.
14.00) berpindah. 5. Keluarga mengerti dan memahami pasien memiliki risiko jatuh.

25 1. Mengidentifikasi faktor risiko jatuh. 1. Morse scale 70 (resiko tinggi) gelang pasien terpasang stiker kuning
APR 2. Mengorientasikan ruangan pada keluarga. (stiker resiko jatuh).
2022 3. Memastikan roda tempat tidur dalam kondisi terkunci. 2. Keluarga pasien mengerti dan memahami kondisi ruangan pasien.
(14.00- 4. Memasang handrail tempat tidur. 3. Roda tempat tidur dalam kondisi terkunci
21.00) 5. Menganjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk 4. Handrail dalam keadaan terpasang.
berpindah. 5. Keluarga mengerti dan memahami pasien memiliki risiko jatuh.
4.5 EVALUASI
Tanggal/
Evaluasi Paraf
waktu
S: Pasien mengalami penurunan kesadaran
O: k/u lemah, kesadaran: sopor, GCS 321, CRT < 3 detik, akral hangat
kering merah, Tidak ada odema, nadi lemah, mukosa mulut kering,
turgor kulit baik, pasien terpasang NGT (H-0), terpasang O2 simple
23/04/202 mask 8 lpm
2 TD: 110/70 mmHg, S: 36,5°C, RR: 18x/menit, N: 97x/menit, SPO2:
14.00 100%, BB: 50kg Intake: 2245cc Output: 1500, Balance cairan: 745 cc
Hb: 4.4 g/dl, hematokrit 14.6 %, K: 5.7 mmol/L, Natrium: 144
mmol/L, Chlorida 105 mmol/L, BUN: 58 mg/dl. Alb:2.8 g/dl
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
S: pasien mengalami penurunan kesadaran
O: k/u lemah, kesadaran: sopor, GCS 321, CRT < 3 detik, akral hangat
kering merah, Tidak ada odema, nadi lemah, mukosa mulut kering,
turgor kulit baik, pasien terpasang NGT (H-1) terpasang O2 simple
24/04/202 mask 8 lpm
2 TD: 90/60 mmHg, S: 36,5°C, RR: 18x/menit, N: 110x/menit, SPO2:
14.00 100%, BB: 50kg Intake: 2250cc Output: 1300, Balance cairan: 950 cc
Hb: 8.9 g/dl, hematokrit: 28.8%, K: 5.7 mmol/L, Natrium: 144
mmol/L, Chlorida 105 mmol/L, BUN: 58 mg/dl. Alb:2.8 g/dl
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
S: pasien mengalami penurunan kesadaran
25/04/202
O: k/u lemah, kesadaran coma GCS 112 CRT < 3 detik, akral hangat
2
kering merah, Tidak ada odema, nadi lemah, mukosa mulut kering,
20.00
turgor kulit baik, pasien terpasang NGT (H-3) terpasang O2 simple
mask 8 lpm
TD: 80/palpasi mmHg, S: 39,5°C, RR: 20x/menit, N: 95x/menit,
SPO2: 100%, BB: 50kg Intake: 2250cc Output: 800, Balance cairan:
1450 cc Hb: 8.9 g/dl, hematokrit: 28.8%, K: 5.7 mmol/L, Natrium: 144
mmol/L, Chlorida 105 mmol/L, BUN: 58 mg/dl. Alb:2.8 g/dl
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan

Pasien apneu, EKG flat, pasien dinyatakan meninggal oleh dokter


20.50
dihadapan keluarga dan perawat

Anda mungkin juga menyukai