Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY


VIRUS (HIV) /ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY
SYNDROME (AIDS)

OLEH :

NI KOMANG AYU TRISNAWATI


NIM: P07120120030
TINGKAT 3.1 D-III KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN
DENPASARJURUSAN
KEPERAWATAN
2022
A. Konsep Dasar Penyakit
1) Pengertian
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit
kekurangan sistem imun yang disebabkan oleh retrovirus HIV tipe 1
atau HIV tipe 2 (Copstead dan Banasik, 2012). Infeksi HIV adalah
infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih.
Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan
tubuh secara progresif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan
kanker tertentu (terutama pada orang dewasa) (Bararah dan Jauhar.
2013). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu
kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi
oleh HIV (Sylvia & Lorraine, 2012).
Permasalahan yang terkait dengan ODHA (Orang Dengan
HIV/AIDS) tidak sekedar masalah kesehatan saja tetapi justru masalah
sosial lainnya yang menyangkut aspek-aspek lain, yaitu bagaimana agar
mereka hidup sehat setelah mengetahui dirinya terinfeksi virus HIV
yang mematikan, serta masalah psikologis yang terutama terjadi ketika
hasil tes darah ternyata positif mengidap HIV. Masalah lain yang juga
dialami oleh mereka adalah penolakan diri terhadap kenyataan bahwa ia
terinfeksi virus HIV, sekalipun kelihatannya sehat. Kondisi kejiwaan
inilah yang menyebabkan ODHA merasa tidak berguna, mempunyai
masa depan suram, tidak dapat melakukan apa-apa untuk dirinya
maupun keluarga dan tidak memiliki akses untuk memperoleh pekerjaan
serta memiliki keterbatasan dalam interaksi sosialnya.
2) Penyebab/Faktor Predisposisi
Ada dua jenis HIV, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 dan HIV-2 ditularkan
dengan cara yang sama dan terkait dengan infeksi oportunistik yang serupa,
meskipun berbeda dalam efisiensi penularan dan laju perkembangan
penyakit (Aryani, Widiyono dan Suwarni, 2021). HIV-1 bertanggung
jawab atas sebagian besar infeksi di dunia, ada lebih dari 10 subtipe
genetik. HIV-2 ditemukan terutama di Afrika Barat, tampaknya kurang
menular dan berkembang lebih lambat menjadi AIDS daripada HIV-1.
Seseorang dapat terinfeksi kedua jenis HIV secara bersamaan (UNICEF,
2009).
Setelah terinfeksi HIV/AIDS, biasanya akan mengalami perubahan
fisik dan psikis karena harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang
baru dalam hidupnya. AIDS adalah menurunnya daya tahan tubuh yang
diakibatkan oleh virus HIV. Stigma yang negatif dandiskriminasi oleh
masyarakat membuat ODHA (Orang DenganHIV/AIDS) mempunyai
kondisi yang semakin melemah, seperti ansietas, harga diri rendah
situasional, dan isolasi sosial. Faktor utama yang mempengaruhi
perubahan psikologi ODHA adalah optimisme hidup yang kuat dalam
diri penderita. Dengan keyakinan positif dalam kehidupan dan sistem
pendukung yang mampu membawa ODHA untukmemiliki tujuan hidup
yang bermakna setelah terinfeksi HIV/AIDS.
3) Pohon Masalah
HIV Positif

PerubahanStatus Reaksi Psikologis Merusak Sel


Kesehatan

Ketidak mampuan Isolasi sosial Menyerang Limfosit


mengenal masalah T,sel syaraf,
kesehatan makrofag, limfosit B

Invasi kuman patogen Immunocompromised


Kurang pengetahuan

Organ target
Ansietas

Oral Lesi mulut Nafsu makan

menurun

Harga diri Berat


rendah badan
situasional menurun
4) Gejala klinis
Infeksi HIV belum tentu menunjukkan tanda atau gejala tertentu. Dalam
perjalanannya, infeksi HIV dapat melalui 3 fase klinis (Nasronudin,
2007).
a. Tahap 1: Infeksi Akut.
Dalam waktu 2 sampai 6 minggu setelah terinfeksi HIV, seseorang
dapat mengembangkan penyakit seperti flu, yang dapat
berlangsung selama beberapa minggu. Ini adalah respons alami
tubuh terhadap infeksi. Setelah HIV menginfeksi seltarget, yang
terjadi adalah proses replikasi yang menghasilkan jutaan virus baru
(virion), terjadi viremia, yang memicu sindrom infeksi akut dengan
gejala yang mirip dengan sindrom mirip flu. Gejala mungkin
termasuk demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah
bening, ruam, diare, nyeri otot dan sendi, atau batuk.
b. Tahap 2: Infeksi Laten.
Setelah infeksi akut, infeksi asimtomatik (tanpa gejala)
dimulai, yang biasanya berlangsung 8 sampai 10 tahun.
Pembentukan respon imun spesifik HIV dan perangkap virus
dalam sel dendritik folikel pusat germinal kelenjar getah
bening mengarah pada kontrol virion, resolusi gejala, dan
permulaan fase laten. Walaupun pada fase ini virion dalam
plasma berkurang, replikasi tetap terjadi di kelenjar getah
bening dan jumlah sel T-CD4 perlahan berkurang bahkan
tanpa gejala (asimptomatik). Beberapa pasien dapat
mengembangkan sarkoma kaposi, herpes zooster, herpes
simpleks, sinusitis bakteri, atau pneumonia yang mungkin
tidak berlangsung lama.
c. Tahap 3: Infeksi Kronis.
Sekelompok kecil orang mungkin mengalami perkembangan
penyakit yang sangat cepat dalam waktu 2 tahun, dan
beberapa di antaranya lambat (nonprogresif). Akibat
replikasi virus yang diikuti dengan kerusakan dan kematian
sel dendritik folikular akibat banyaknya virus, fungsi
kelenjar getah bening sebagai perangkap virus berkurang dan
virus dikeluarkan kedalam darah. Ketika ini terjadi, respons
imun tidak lagi mampu menekan jumlah virion yang
berlebihan. Sel T CD4 semakin ditekan seiring dengan
meningkatnya jumlah intervensi HIV, dan jumlahnya bisa
turun di bawah 200 sel/mm3. Penurunan sel T ini
menyebabkan penurunan sistem kekebalan dan pasien lebih
rentan terhadap berbagai penyakit menular sekunder, dan
akhirnya pasien jatuh ke dalam keadaan AIDS. Seiring
dengan menurunnya daya tahan tubuh, ODHA mulai
mengalami gejala akibat infeksi oportunistik seperti
penurunan berat badan, demam berkepanjangan, lemas,
pembesaran kelenjar getah bening, diare, TBC, infeksi jamur,
herpes dan lain-lain. Sekitar 50% dari semua orang yang
terinfeksi HIV, 50% berkembang menjadi tahap AIDS
setelah 10 tahun, dan setelah 13 tahun hampir semua
mengembangkan gejala AIDS dan meninggal.
5) Pemeriksaan diagnostic
Diagnosis HIV dikonfirmasi oleh tes laboratorium. Tes
laboratorium HIV dilakukan pada semua orang dengan gejala
klinis yang mengarah pada HIV/AIDS, dan juga dilakukan untuk
skrining HIV pada semua remaja dan orang dewasa dengan
peningkatan risiko infeksi HIV, dan semua wanita hamil
(Permenkes, 2014). Berikut jenis-jenis pemeriksaan laboratorium
HIV (Fearon, 2005).
1. Tes cepat.
Tes cepat hanya dilakukan untuk tujuan skrining, dengan
reagen yang telah dievaluasi oleh lembaga yang ditunjuk oleh
Kementerian Kesehatan, mampu mendeteksi baik antibodi
terhadap HIV-1 maupun HIV-2. Tes cepat dapat dilakukan
pada jumlah sampel yang lebih sedikit dan waktu tunggu
untuk hasilnya kurang dari 20 menit tergantung pada jenis
tesnya dandilakukan oleh tenaga medis yang terlatih
2. Tes Enzim Immunoassay (EIA) Antibodi HIV.
Tes ini berguna sebagai skrining dan diagnosis HIV dengan
mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2.
3. Tes Western Blot.
Tes ini merupakan tes antibodi untuk konfirmasi dalam kasus-
kasus sulit.
4. Tes antigen p24 HIV.
Tes antigen p24 dapat mendeteksi protein p24 rata-rata 10
hingga 14 hari setelah infeksi HIV. Tes ini direkomendasikan
oleh WHO dan CDC dengan tujuan untuk mengurangi waktu
yang dibutuhkan untuk mendiagnosis infeksi HIV.
5. Tes virologi, yang terdiri dari:
− HIV DNA kualitatif (EID). Tes ini mendeteksi keberadaan
virus dan tidak bergantung pada keberadaan antibodi HIV.
Tes ini digunakan untuk diagnosis pada bayi.
− RNA HIV kuantitatif. Tes ini untuk memeriksa jumlah virus
dalam darah, dan dapat digunakan untuk memantau terapi
antiretroviral pada orang dewasa dan diagnosis pada bayi jika
DNA HIV tidak tersedia.
− Tes virologi Polymerase Chain Reaction (PCR). Tes virologi
direkomendasikan untuk mendiagnosis anak-anak di bawah
18 bulan. Tes virologi yang direkomendasikan: DNA HIV
kualitatif dari darah utuh atau Dry Blood Spot (DBS), dan
RNA HIV kuantitatif menggunakan plasma darah. Bayi yang
diketahui terpajan HIV sejak lahir direkomendasikan untuk
diskrining dengan tes virologi sejak usia 6 minggu.
Skrining untuk infeksi HIV sangat penting karena orang
yang terinfeksi dapat tetap asimtomatik selama bertahun-tahun
selama infeksi berlangsung. Cakupan tes HIV yang tinggi akan
dapat menemukan penderita HIV/AIDS sehingga orang tersebut
dapat diobatidengan antiretroviral sehingga risiko penularan HIV
ke orang lain sangat rendah.Faktor risiko infeksi HIV adalah
sebagai berikut (Nasronudin, 2007).
6) Penatalaksanaan Medis
Menurut Burnnner dan Suddarth (2013) Upaya penanganan
medis meliputi beberapa cara pendekatan yang mencangkup
penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta
malignansi, penghentian replikasi virus HIV lewat preparat
antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem imun melalui
pengguanaan preparat immunomodulator. Perawatan suportif
merupakan tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan
penyakit AIDS yang sangat menurunkan keadaan umum pasien;
efek tersebut mencangkup malnutrisi, kerusakan kulit,
kelemahan dan imobilisasi dan perubahan status mental.
Penatalaksanaan HIV AIDS salah satunya adalah sebegai
berikut:
a) Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan
HIV infeksi
Infeksi umum trimetroprime-sulfametokazol, yang
disebut pula TMPSMZ (Bactrim, septra), merupakan
preparat antibakteri untuk mengatasi berbagai
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Pemberian
secara IV kepada pasien-pasien dengan fungsi
gastrointerstinal yang normal tidak memberikan
keuntungan apapun. Penderita AIDS yang diobati dengan
TMP-SMZ dapat mengalami efekyang merugikan
dengan insiden tinggi yang tidak lazim terjadi, seperti
demam, ruam, leukopenia, trombositopenia dengan
ganggua fungsi renal.
b) Penanganan keganasan
Penatalaksanaan sarkoma kaposi biasanya sulit karena
sangat beragamnya gejala dan sistem organ yang terkena.
Tujuan terapinya adalah untuk mengurangi gejala dengan
memperkecil ukuran lesi pada kulit, mengurangi
gangguan rasa nyaman yang berkaitan dengan edema
serta ulserasi, dan mengendalikan gejala yang
berhubungan dengan lesi mukosa serta organ viseral.
Hingga saat ini, kemoterapi yang paling efektif
tampaknya berupa ABV (Adriamisin, Bleomisin, dan
Vinkristin)
c) Terapi Antiretrovirus
Saat ini terdapat empat preparat antiretrovirus yang sudah
disetujui oleh FDA untuk pengobatan HIV, keempat
preparat tersebut adalah; Zidovudin, Dideoksinosin,
Dideoksisitidin dan Stavudin. Semua obat ini
menghambat kerja enzim reserve transcriptase virus dan
mencegah virus reproduksi virus HIV dengan cara
meniru salah satu substansi molekuler yang digunakan
virus tersebut untuk membangun DNA bagi partikel-
partikel virus baru. Dengan mengubah komponen
struktural rantai DNA, produksi virus yang baru akan
dihambat.
d) Inhibitor Protase
Inhibitor protase merupakan obat yang menghambat
kerja enzim protase, yaitu enzim yang dibutuhkan untuk
replikasi virus HIV dan produksi virion yang menular.
Inhibisi protase HIV-1 akan menghasilkan partikel virus
noninfeksius dengan penurunan aktivitas enzim reserve
transcriptase.
e) Terapi nutrisi
Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan
seimbang diperlukan pasien HIV AIDS untuk
mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi sistem
imun, meningkatkan kemampuan tubuh, utuk memerangi
infeksi, dan menjaga orang yang hidup dengan infeksi
HIV AIDS tetap aktif dan produktif. Defisiensi vitamin
dan mineral bisa dijumpai pada orang dengan HIV, dan
defisiensi sudah terjadi sejak stadium dini walaupun pada
ODHA mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang.
Defisiensi terjadi karena HIV menyebabkan hilangnya
nafsu makan dan gangguan absorbsi zat gizi. Untuk
mengatasi masalah nutrisi pada pasien HIV AIDS,
mereka harus diberikan makanan tinggi kalori, tinggi
protein, kaya vitamin dan mineral serta cukup air.
Selain itu, adapun bentuk-bentuk dukungan dari keluarga yang
dapat diberikan kepada pasien dengan HIV/AIDS, meliputi:
a) Dukungan Emosional
Dukungan emosional merupakan suatu upaya yang diberikan
dalam memperlihatkan perasaan maupun kasih sayang
terhadap seseorang ketika berada dalam kondisi labil. Hal ini
seperti yang ditunjukan oleh keluarga ketika ada anggota
keluarga yang terinfeksi HIV/AIDS.
b) Dukungan Penghargaan.
Perhatian dan penerimaan keluarga kepada ODHA, merupakan
suatu semangat bagi ODHA dalam menjalani kehidupan mereka.
Adanya penerimaan dari keluarga berdampak secara signifikan
dalam proses pengobatan yang dilakukan oleh ODHA.
c) Dukungan Materi
Berbagai cara dilakukan oleh keluarga untuk membantu
pengobatan anaknya. Mereka melakukan berbagai cara untuk
memperoleh uang agar dapat membeli obat yang dikonsumsi oleh
anggota keluarga yang terinfeksi.
7) Komplikasi
a. Oral Lesi, yang disebabkan karena kandidia, herpes simplek,
sarcoma kaposi, HPV Oral, gingivitis, peridonitis Humman
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
- Neurologic
Kompleks dimensia AIDS karena serangan lansung
Humman Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf,
berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
- Enselophaty akut, karena reaksi terpeutik, hipoksia,
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/
ensefalitis, dengan efek: sakit kepala, malaise, demam,
paralise, total/ parsial.
- Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi
sistematik, dan manarik endokarditas.
- Neuropati karena imflamasindemielinasi oleh serangan
Human Immunodeficienci Virus (HIV)
b. Gastrointestinal
- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora
normal, limpoma, dan sarcoma kaposi. Dengan efek
penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi,
dan dehidrasi.
- Hepatitis karena bakteri dan virus,limpoma,sarcoma
Kaposi,obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual
muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.
- Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan
inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan
efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal – gatal,
dan diare.
c. Respirasi
- Infeksi karena pneumocystis carinii, cytomegalovir us,
virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan
efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal
nafas.
d. Dermatologic
- Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zooster,
dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/ tuma,
dan dekubitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar,
infeksi sekunder dan sepsis.
e. Sensorik
- Pandangan: sarcoma kaposi pada konjungtiva berefek
kebutaan
- Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media,
kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Psikososial pada
Pasien HIV/AIDS
1) Pengkajian keperawatan
a) Identitas Umum
- Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnosa medis.
- Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur,
jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan pasien.
1. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan pernyataan yang
mengenai masalah atau penyakit yang mendorong
penderita melakukan pemeriksaan diri. Pada
umumnya, keluhan utama yang dapat ditemukan
pada pasien HIV/AIDS dengan manifestasi
respiratori yaitu sesak nafas. Keluhan utama lainnya
yang juga ditemui pada pasien HIV/AIDS yaitu
demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan),
diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun
terus menerus, penurunan berat badan lebih dari
10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada
mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur
Candida Albicans, pembengkakan kelenjar getah
bening di seluruh tubuh, munculnya Herpes zooster
berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
- Riwayat Penyakit Sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya
disampaikan pasien HIV/AIDS adalah pasien akan
mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien
yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk,
nyeri dada, demam, pasien akan mengeluhkan
mual, diare serta penurunan berat badan drastic
- Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit
yang sama. Adanya riwayat penggunaan narkotika
suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks
dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh
penderita HIV/AIDS.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota
keluarga yang menderita penyakit HIV/AIDS.
Kemungkinan dengan adanya orang tua yang
terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut juga
dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya
keluarga bekerja di tempat hiburan malam, bekerja
sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).
2. Pola Fungsi Kesehatan Gordon
a. Pola Manajemen Kesehatan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami
perubahan atau gangguan pada personal hygiene,
misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien
kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien
biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau
perawat.
b. Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami
penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri
menelan, dan juga pasien akan mengalami
penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu
singkat (terkadang lebih dari 10% BB).
c. Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer,
disertai mucus berdarah.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat
dan tidur mengalami gangguan karena adanya gejala
seperi demam dan keringat pada malam hari yang
berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan
cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
e. Pola Aktivitas dan Latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan
latihan mengalami perubahan. Ada beberapa orang
tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja.
Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari
lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja
karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena
kondisi tubuh yang lemah.
f. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami
perasaan marah, cemas, depresi, dan stres.
g. Sensori Kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami
penurunan pengecapan, dan gangguan penglihatan.
Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya
ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam
respon verbal. Gangguan kognitif lain yang
terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
h. Pola Hubungan Peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi
perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa malu atau harga
diri rendah.
i. Pola Penanggulangan Stress
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami
cemas, gelisah dan depresi karena penyakit yang
dideritanya. Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit, yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan
lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang kontruksif dan
adaptif.
j. Pola Reproduksi Seksual
Pada pasaaien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya
terganggu karena penyebab utama penularan penyakit
adalah melalui hubungan seksual.
k. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal
nya akan berubah, karena mereka menggap hal menimpa
mereka sebagai balasan akan perbuatan mereka. Adanya
perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
mempengaruhi nilai dan kepercayaan pasien dalam
kehidupan pasien, dan agama merupakan hal penting
dalam hidup pasien.
3. Pemeriksaan fisik
a. Gambaran Umum: Ditemukan pasien tampak
lemah.
b. Kesadaran: Composmentis kooperatif, sampai
terjadi penurunan tingkat kesadaran seperti apatis,
somnolen, stupor bahkan koma.
c. Tanda-Tanda Vital:
TD: Biasanya ditemukan dalam batas normal.
Nadi: Terkadang ditemukan frekuensi nadi
meningkat. Pernapasan; biasanya ditemukan
frekuensi pernapasan meningkat.
Suhu: Biasanya ditemukan meningkat karena
demam.
d. BB: Biasanya mengalami penurunan (bahkan
hingga 10% BB).
e. TB: Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi
badan tetap).
f. Kepala: Biasanya ditemukan kulit kepala kering
karena dermatitis seboreika.
g. Mata: Biasanya konjungtiva anemis, sclera tidak
ikterik, pupil isokor, refleks pupil terganggu.
h. Hidung: Biasanya ditemukan adanya pernapasan
cuping hidung.
i. Leher: Kaku kuduk (penyebabnya yaitu kelainan
neurologik karena infeksi jamur Cryptococus
neoformans)
j. Gigi dan mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan
adanya bercak-bercak putih seperti krim yang
menunjukan kandidiasis.
k. Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan.
l. Paru-paru: Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien
AIDS yang disertai dengan TB dan napas pendek
(cusmaul).
m. Abdomen: Biasanya bising usus yang hiperaktif.
n. Kulit: Biasanya ditemukan turgor kulit jelek,
terdapat tanda-tanda lesi (lesi sarkoma kaposi).
o. Ekstremitas: Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus
otot menurun, akral dingin.
2) Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis
mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2018). Diagnosis keperawatan yang
berkaitan dengan aspek psikososial pada pasien HIV/AIDS
berdasarkan SDKI adalah:
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional,
kebutuhan tidak terpenuhi, krisis maturasional, ancaman
terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian,
disfungsi sistem keluarga, kurang terpapar informasi.
b. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan
perubahan pada citra tubuh, perubahan peran sosial,
ketidakadekuatan pemahaman, riwayat penolakan,
transisi perkembangan.

c. Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan


menjalin hubungan yang memuaskan, ketidaksesuaian
nilai-nilai dengannorma, ketidaksesuaian perilaku sosial
dengan norma, perubahan penampilan fisik.
3) Rencana Keperawatan

Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Rencana Keperawatan Rasional


Hasil
Ansietas Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas (I.09314) Reduksi Ansietas (I.09314)
keperawatan selama 3x24 jam Observasi: Observasi:
Penyebab: Krisis maka diharapkan tingkat 1. Identifikasi saat tingkat 1. Untuk mengetahui tingkat
situasional, ansietas (L.09093) menurun, ansietas berubah (mis. kondisi, ansietas.
kebutuhan tidak dengan kriteria waktu, stressor). 2. Untuk mengidentifikas i
terpenuhi, krisis hasil: 2. Identifikasi kemampuan kemampuan mengambil
maturasional, 1. Verbalisasi mengambil keputusan. keputusan.
ancaman terhadap kebingungan 3. Monitor tanda ansietas (verbal 3. Untuk mengetahui tanda
konsep diri, menurun. dan nonverbal). ansietas.
ancaman terhadap 2. Verbalisasi khawatir Terapeutik: Terapeutik:
kematian, disfungsi akibat kondisi yang 1. Ciptakan suasana terapeutik 1. Untuk menumbuhkan
sistem dihadapi menurun. untuk menumbuhkan kepercayaan.
keluarga, kurang kepercayaan. 2. Untuk mengurangi
terpapar informasi kecemasan.
Tanda dan Gejala 3. Perilaku gelisah 2. Temani pasien untuk 3. Untuk menghindari pemicu
Mayor: Merasa menurun. mengurangi kecemasan, jika ansietas.
bingung, merasa 4. Perilaku tegang memungkinkan. 4. Untuk membuat pasien
khawatir dengan menurun. 3. Pahami situasi yang membuat nyaman.
akibat dari kondisi 5. Konsentrasi ansietas. 5. Untuk menghindari
yang dihadapi, membaik. 4. Dengarkan dengan penuh kecemasan pasien.
tampak gelisah, 6. Pola tidur perhatian. 6. Meningkatkan rasa nyaman
tampak tegang, sulit membaik. 5. Gunakan pedekatan yang pasien.
tidur. 7. Frekuensi tenang dan meyakinkan. 7. Untuk mengetahui situasi
pernapasan 6. Tempatkan barang pribadi yang memicu kecemasan.
membaik. yang memberikan 8. Untuk mengalihkan pikiran
kenyamanan. dari kecemasan.
7. Motivasi mengidentifikasi Edukasi:
situasi yang memicu 1. Agar pasien mengetahui
kecemasan. prosedur yang dilakukan.
8. Diskusikan perencanaan 2. Untuk mengetahui kondisi
realistis tentang peristiwa yang yang sesungguhnya.
akan datang. 3. Untuk meningkatkan rasa
Edukasi: aman.
1. Jelaskan prosedur, termasuk 4. Untuk menghindari
sensasi yang mungkin dialami. kecemasan.
2. Informasikan secara factual 5. Agar pikiran tidak terisi hal-
mengenai diagnosis, hal negative.
pengobatan, dan prognosis. 6. Untuk mengurangi
3. Anjurkan keluarga untuk tetap ketegangan.
bersama pasien, jika perlu. 7. Untuk mengetahui
4. Anjurkan melakukan kegiatan mekanisme pertahanan diri
yang tidak kompetitif, sesuai yang tepat.
kebutuhan. 8. Untuk melakukan relaksasi.
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
6. Latih kegiatan pengalihan,
untuk mengurangi ketegangan.
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat.
8. Latih teknik relaksasi.
Harga diri rendah Setelah dilakukan asuhan Promosi Harga Diri (I.09308) Promosi Harga Diri (I.09308)
situasional keperawatan selama 3x24 Observasi: Observasi:
jam maka diharapkan harga 1. Identifikasi budaya, agama, 1. Untuk mengetahui budaya,
Penyebab: diri (L.09069)meningkat, ras, jenis kelamin, dan usia agama, ras, jenis kelamin,
perubahan pada dengan kriteria hasil: terhadap harga diri. dan usia terhadap harga diri.
citra tubuh, 1. Penilaian diri positif 2. Monitor verbalisasi yang 2. Untuk mendeteksi verbalisasi
perubahan peran meningkat. merendahkan diri sendiri. yang merendahkan diri
sosial, 2. Perasaan memiliki 3. Monitor tingkat harga diri sendiri.
ketidakadekuatan kelebihan atau setiap waktu, sesuai 3. Untuk mengetahui tingkat
pemahaman, kemampuan positif kebutuhan. harga diri setiap waktu.
riwayat penolakan, meningkat. Terapeutik: Terapeutik:
transisi 3. Penerimaan penilaian 1. Memotivasi terlibat dalam 1. Untuk meningkatkan
perkembangan. positif terhadap diri verbalisasi positif untuk diri verbalisasi positif pada
sendiri meningkat. sendiri. pasien.
Tanda dan Gejala 4. Minat mencoba halbaru 2. Memotivasi menerima 2. Untuk memotivasi pasien.
Mayor: Menilai meningkat. tantangan atau hal baru. 3. Untuk mengetahui
diri negatif, 5. Perasaanmalu 3. Diskusikan pernyataan tentang pernyataan tentang harga
merasa menurun. harga diri. diri.
malu/bersalah, 4. Diskusikan kepercayaan 4. Untuk mengetahui
melebih-lebihkan terhadap penilaian diri. kepercayaan terhadap
penilaian negatif penilaian diri.
tentang diri sendiri, 6. Perasaanbersalah 5. Diskusikan pengalaman yang 5. Untuk mengetahui
menolak penilaian menurun. meningkatkan harga diri. pengalaman yang
positif tentang diri 7. Perasaan tidak mampu 6. Diskusikan persepsi negatif meningkatkan harga diri.
sendiri, berbicara melakukan apapun diri. 6. Untuk mengetahui persepsi
pelan dan lirih, menurun. 7. Diskusikan alasan mengkritik negatif diri.
menolak diri atau rasa bersalah. 7. Untuk mengetahui alasan
berinteraksi 8. Diskusikan penetapan tujuan mengkritik diri atau rasa
dengan orang lain, realistis untuk mencapai harga bersalah.
berjalan diri yang lebih tinggi. 8. Untuk mencapai harga diri
menunduk, postur 9. Diskusikan bersama keluarga yang lebih tinggi.
tubuh menunduk. untuk menetapkan harapan dan 9. Untuk menetapkan harapan
batasan yang jelas. dan batasan yang jelas.
10. Berikan umpan balik positif 10. Untuk meningkatkan
atas peningkatan mencapai kepercayaan diri.
tujuan. 11. Untuk membantu proses
11. Falisitasi lingkungan dan peningkatan harga diri.
aktivitas yang meningkatkan Edukasi:
harga diri. 1. Untuk mengetahui
Edukasi: pentingnya dukungan dalam
1. Jelaskan kepada keluarga perkembangan konsep positif
pentingnya dukungan dalam diri pasien.
perkembangan konsep positif 2. Untuk mengetahui kekuatan
diri pasien. yang dimiliki.
2. Anjurkan mengidentifikasi 3. Untuk melatih percaya diri.
kekuatan yang dimiliki. 4. Untuk mengetahui
3. Anjurkan mempertahankan kekurangan diri.
kontak mata saat 5. Untuk mengevaluasi
berkomunikasi dengan orang perilaku.
lain. 6. Untuk mengetahui cara
4. Aniurkan membuka diri mengatasi bullying.
terhadap kritik negatif. 7. Agar bisa bertanggung jawab
5. Anjurkan mengevaluasi pada diri sendiri.
perilaku. 8. Untuk meningkatkan
6. Ajarkan cara mengatasi kepercayaan diri.
bullying. 9. Untuk berpikir positif.
7. Latih peningkatan tanggung 10. Untuk meningkatkan
jawab untuk diri sendiri. kepercayaan pada
8. Latih pernyataan/kemampuan kemampuan dalam
positif diri. menangani situasi.
9. Latih cara berfikir dan
berperilaku positif.
10. Latih meningkatkan
kepercayaan pada kemampuan
dalam menangani situasi.
Isolasi sosial Setelah dilakukan asuhan Promosi Sosialisasi (I.13498) Promosi Sosialisasi (I.13498)
keperawatan selama 3x24 jam Observasi: Observasi:
Penyebab: maka diharapkan keterlibatan 1. Identifikasi kemampuan 1. Untuk mengetahui interaksi
Ketidakmampuan sosial (L.13116) meningkat, melakukan interaksi dengan dengan orang lain.
menjalin hubungan dengan kriteria hasil: orang lain. 2. Untuk mengetahui hambatan
yang memuaskan, 1. Minat interaksi 2. Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan
ketidaksesuaian meningkat. melakukan interaksi dengan orang lain.
nilai-nilai dengan 2. Minat terhadap orang lain. Terapeutik:
norma, aktivitas meningkat. Terapeutik: 1. Untuk meningkatkan
ketidaksesuaian 1. Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu
perilaku sosial keterlibatan dalam suatu hubungan.
dengan norma, hubungan.
perubahan 3. Verbalisasi isolasi 2. Motivasi kesabaran dalam 2. Untuk mengembangkan
penampilan fisik. menurun. mengembangkan suatu suatu hubungan.
4. Verbalisasi hubungan. 3. Untuk berpartisipasi dalam
Tanda dan Gejala ketidakamanan ditempat 3. Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan
Mayor: Merasa umum menurun. aktivitas baru dan kegiatan kelompok.
ingin sendirian, 5. Perilaku menarik diri kelompok. 4. Untuk berinteraksi diluar
merasa tidak aman menurun. 4. Motivasi berinteraksi diluar linkungan.
di tempat umum, 6. Verbalisasi perasaan linkungan. 5. Untuk meningkatkan
menarik diri, tidak berbeda dengan orang 5. Berikan umpan balik positif kepercayaan diri.
berminat/menolak lain menurun. dalam perawatan diri. 6. Untuk meningkatkan
berinteraksi dengan 6. Berikan umpan balik positif kepercayaan diri.
orang lain atau pada setiap peningkatan diri.
Edukasi:
lingkungan.
Edukasi: 1. Untuk mengembangkan
1. Anjurkan berinteraksi dengan kemampuan berinteraksi.
orang lain secara bertahap. 2. Untuk mengembangkan
2. Anjurkan ikut serta kegiatan jejaring sosial.
social dan kemasyarakatan. 3. Untuk membuka diri.
3. Anjurkan barbagi pengalaman 4. Untuk mengontrol emosi.
dengan orang lain.
4. Latih mengekspresikan marah
dengan tepat.
4) Implementasi Keperawatan
Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika
perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan. Perawat
melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk
intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan. Tindakan
keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan diantaranya observasi, terapeutikm edukasim dan
kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Setelah melakukan
tindakan pengimplementasian keperawatan kemudian perawat
akan mencatat tindakan keperawatan yang dilakukan serta respons
pasien terhadap tindakan tersebut. Pada kegiatan implementasi
diperlukan kemampuan perawat terhadap penguasaan teknis
keperawatan, kemampuan hubungan interpersonal, dan
kemampuan intelektual untuk menerapkan teori-teori keperawatan
ke dalam praktek keperawatan terhadap pasien (Manurung, 2011).
5) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan,
berkelanjutan, dan terarah ketika pasien dan professional
kesehatan menentukan kemajuan pasien menuju pencapaian
tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan (Kozier
et al., 2011a). Evaluasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan untuk menilai keefektifan tindakan keperawatan.
Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan
setelah semua tindakan dalam proses keperawatan selesai
dilakukan. Tujuan evaluasi sumatif ini untuk menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan
(Asmadi, 2008). Dalam perumusan evaluasi keperawatan
menggunakan empat komponen yang dikenal dengan SOAP. S
(Subjektif) adalah data informasi berupa ungkapan pernyataan
keluhan pasien. O (Objektif) merupakan data hasil pengamatan,
penilaian, dan pemeriksaan pasien. A (Assessment) merupakan
perbandingan antara data subjektif dan data objektif dengan tujuan
dan kriteria hasil untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai. Dapat dikatakan
tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku
sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan, tercapai sebagian
apabila perilaku pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan
tujuan, dan tidak tercapai apabila pasien tidak mampu
menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan. P
(Planning) merupakan rencana asuhan keperawatan lanjutan yang
akan dilanjutkan, dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana
tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya (Dinarti,
Aryani, Nurhaeni, & Chairani, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Iswandi, F. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


HIV/AIDS di Irna Non Bedah Penyakit Dalam Rsup Dr. M.
Djamil Padang. Skripsi tidak diterbitkan. Padang: Jurusan
Keperawatan Poltekkes Padang.
R. Amalia, S. Sumartini, A. Sulastri. 2018. Gambaran Perubahan
Psikososial dan Sistem Pendukung Pada Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Cemara Gegerkalong
Bandung. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 4(1).
77. DOI: 10.17509/jpki.v4i1.12346.
Ramadhani, S. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Tn.H Dengan Human
Immunodeficiency Virus ( HIV) + Post Laparatomy Di
Ruang Rawat Inap Interne Pria Rsud Dr.Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2018. Skripsi tidak diterbitkan. Padang:
Jurusan Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Perintis Padang.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan

Indonesia.Jakarta Selatan: DPP PPNI.


Denpasar , 26 September 2022

Ni Komang Ayu Trisnawati


NIM . P07120120030

Nama pembimbing/ CT

Ns. I Made Sukarja .S. Kep.M.Kep.


NIP. 196812311992031020

Anda mungkin juga menyukai