Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN STASE

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

DISUSUN OLEH :

NURSYAMSI AQMARINA
1490102213

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA

2022
A. Definisi atau Pengertian
Abses adalah penimbunan nanah yang terjadi akibat infeksi bakteri. Abses dapat
terjadi dimana saja pada bagian tubuh kita. Abses dapat terlihat karena berada di bagian
luar tubuh (pada lapisan kulit) atau teradi pada organ dalam tubuh yang terjadi disebuah
kavitas jaringan karena adanya proses infeksi oleh bakter, karena adanya benda asing
misalnya; serpihan, lika peluru atau jarum suntik (Smaltzer, 2013).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang
melibatkan organisme progenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan nekrotik,
bakteri dan sel darah putih yang sudah mati dan dicairkan oleh enzim autolik (Mansjoes,
A, 2007).
Abses merupakan suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri atau parasit karena
adanya benda asing dan mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan
nefrotik, bakteri dan sel darah putih yang sudah mati (Siregar, 2007).

B. Etiologi atau Penyebab


Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses ketika bakteri masuk kedalam jaringan
yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati jaringan yang sehat itu mati, dan
hancur meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Suatu infeksi
bakteri bisa menyebabkan abses beberapa cara : bakteri masuk kebawah kulit akibat
bakteri yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril dan bakteri dapat menyebar dari
suati infeksi di bagian tubuh yang lain. Kondisi ini memicu sel-sel darah putuh yang
berfungsi melawan infeksi masuk kedalam rongga tersebut, memerangi bakteri dan
kemudian mati. Sel darah putih yang mati itulah yang membentuk cairan nanah, yang
mengisi rongga tersebut. Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat ika terdapat
kotoran atau benda asing didaerah atau tempat terjadinya infeksi, daerah yang terinfeksi
mendapatkan aliran darah yang kurang terdapat terjadi gangguan sistem kekebalan
(Siregar, 2007).
C. Patofisiologi atau Pathway
a. Patofisiologi
Kuman yang masuk kedalam tuhuh akan merusak jaringan dengan cara
mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik (sintesis),
kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau melepaskan
endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi
apabila ada perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan perubahan reaksi
imun yang merusak jaringan. Agen fisik dan bahan kimia oksidan korosif
menyebabkan kerusakan jaringan, kerusakan jaringan menstimulus untuk terjadi
infeksi. Infeksi merupakan salah satu penyebab dari peradangan, kemerahan
merupakan tanda awal yang terlihat akibat dilatasi arteriol dan meningkatkan aliran
darah ke mikro sirkulasi kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan bersifat lokal.
Peningkatan suhu dapat terjadi secara sistemik. Akibat endogen pirogem yang
dihasilkan makrofaq mempengaruhi termoregulasi pada suhu lebih tinggi sehingga
produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi. Peradangan terjadi perubahan
diameter pembuluh darah mengalir keseluruh kapiler, kemudian aliran darah kembali
pelan. Sel-sel darah mendekati pembuluh darah di daerah zona plasmatik. Leukosit
menempel pada epitel sehingga langkah awal terjadi emigrasi kedalam ruang
ekstravaskuler lambatnya aliran darah yang mengikuti fase hipertermia meningkat
permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarnya plasma kedalam jaringan,
sedangkan sel darah tertinggal didalam pembuluh darah akibat tekanan hidrostatik
meningkat dan tekanan osmotik menurun hingga terjadi akumulasi cairan didalam
rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema.
Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga abses
menyebabkan rasa nyeri. Mediator kimiawi, termasuk bradiknin, prostaglanin, dan
serotonin merusak ujung saraf sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap
reseptor mekanosensitif yang menimbulkan nyeri. Adanya edema akan mengganggu
gerak jaringan sehinggan mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan
terganggunya mobilitas. Inflamasi terus terjadi selama masih ada pengurasan
jaringan bila penyebab kerusakan bisa diatasi, maka debris akan difagosit dan
dibuang tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan (Smatzer, 2013)
b. Pathways (Mansjoes, 2007)
Faktor predisposisi  Bakteri multiplikasi merusak  Tubuh bereaksi untuk
1. Perkembangan jaringan yaitu benda asing perlindungan terhadap
sosial kultural menyebabkan luka dan agen penyebaran infeksi
2. Biokimia fisik
3. Psikologis
4. Genetik

Abses terlokasi dari matinya jaringan Terjadi proses peradangan


nekrotik, bakteri dan sel darh putih (Nyeri)

Operasi Lepasnya zat progen leukosit pada jaringan

Kurang informasi
Peradangan

Defisiensi
Demam
pengetahuan

Panas
Cemas

Hipertermi
D. Manifestasi Klinis atau Tanda dan Gejala
Gejala dari abses tergantung lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi atau organ syaraf,
yaitu bisa berupa :
1. Nyeri Tekan
2. Nyeri Lokal
3. Bengkak
4. Kenaikan Suhu
5. Rubor (Kemerahan)
6. Kalor (Panas) menggigil atau demam (>37,7oC)
7. Dolor (Nyeri)
8. Tumor (Bengkak) terdapat pus (rebas) bau membusuk (Smatzer, 2013)

E. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses kejaringan sekitar atau jaringan
yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (ganggren). Pada sebagian besar
bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis
secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat
menimbulkan konsekuesi yang fatal. Meskipun jarang, apabila abses tersebut mendesak
struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakea (Siregar, 2013).

F. Penatalaksanaan
1. Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik
2. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
utamanya disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus segera
diambil.
3. Drainase, abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasikan apabila
abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi lebih lunak
4. Apabila menimbulkan risio tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan
pembedahan dapat ditunda
5. Karewna seringkali abses disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus (Smaltzer,
2013)
G. Pemeriksaan Diagnostik atau Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari abses antara lain :
1. Kultur Mengidentifikasi organisme penyebab abses
2. Sel darah putih Mengidentifikasi produksi sel darah putih
3. Glukosa serum Hiperglikemi menunjukan glukogenesis dan glikogenesis didalam
hati sebagai respon dari puasa atau seluler dalam metabolism
4. Urinalitas Adanya sel darah putih atau bakteri penyebab infeksi
5. Sinar X (Rontgen) Film abdomen dan dada bagian bawah yang mengidentifikasa
udara bebas di dalam abdomen
6. EKG Dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelpmbang T dan distritmia
yang menyerupai infrk miokard
7. USG Untuk memeriksaan organ tubuh dengan menggunakan gelombang suara
frekuensi tinggi yang tidak dapat didengar oleh telinga kita
8. Ct-Scan Untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang torak
dan otak. (Waspadji, Soeparman, 2012)
ASUHAN KEPERAWATAN DASAR (KONSEP TEORI)
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku, bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor registrasi dan diagnose medis.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien, mempunyai penyakit yang merubah
kemampuan untuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya pertahanan terhadap
infeksi (seperti Diabetes mellitus, gagal jantung, sirosis hipatis, gangguan
pernafasan).
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Sumber kecelakaan
2) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
3) Gamabaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
4) Factor yang mungkin berpengaruh seperti alcohol, obat-obatan
5) Keadaan fisik disekitar luka bakar
6) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Didalam keluarga klien apakah memeliki riwayat penyakit yang sama dengan
yang diderita klien.

e. Riwayat Psiko- Sosio- Spiritual


Pengkajian psikologi meliputi status emosi, kognitif, dan perilaku klien,
pengkajian mekanisme koping klien terhadap penyakit yang diderita.
2. Pola Kesehatan Sehari-hari
a. Pola kebiasaan
Pasien biasanya melakukan kegiatan berhubungan dengan benda panas dan sangat
beresiko.
b. Pola tidur dan istirahat
Pasien mengeluh sulit tidur karena merasa tidak nyaman ataupun nyeri pada bagian
luka.
c. Pola eliminasi
Pasien pada pola eliminasi mengeluh susah melakukan seperti biasa.
d. Pola hubungan dan peran
Terjadinya perubahan peran dan hubungan karena terhambatnya pola aktivitas.
1. Pola persepsi dan konsep diri
Pasien merasa tidak berdaya ketika sakit dan punya harapan untuk sembuh
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Tingkat kesadaran :Compos metis Keadaan umum: lemah
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
b) Nadi
c) Respirasi
d) Suhu tubuh
b. Pemeriksaan fisik head to toe
1) Kepala
Untuk mengetahui turgor kulit dan mengetahui adanya lesi atau bekas luka.
Inspeksi : lihat ada lesi atau tidak, warna rambut, edema, dan penyebaran
rambut.
Palpasi : meraba dan tentukan elastisitas turgor kulitbserta tekstur kasar atau
halus, akral dingin/ hangat.
2) Rambut
Untuk mengetahui warna rambut, kebersihan rambut, penyebaran rambut.
Inspeksi : penyebaran rambut merata atau tidak dan adanya ketombe atau tidak.
Palpasi :mudah rontok atau tidak, rambut lengket atau tidak.

3) Wajah
Untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala, untuk mengetahui luka dan
kelainan pada kepala.
Inspeksi : lihat kesimetrisan wajah antara kanan dan kiri jika ada perbedaan
maka ada kelumpuhan atau parase.

Palpasi :lihat adanya luka, respon nyeri dengan melakukan penekanan sesuai
kebutuhan.
4) Mata
Untuk mengetahui bentuk mata, fungsi mata serta untuk melihat apakah ada
kelainan pada mata.
Inspeksi: lihat warna konjungtiva dan sclera mata (kuning atau ikterik), pupil
isokor, medriasis atau miosis.
Palpasi : lihat apakah ada tekanan intra okuler. Apabila ada maka ketika
dilakukan penenkanan akan terasa keras, kaji jika ada nyeri tekan.
5) Hidung
Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung
Inspeksi : lihat bentuk hidung simetris atau tidak, apakah ada kemerahan atau
lesi hidung bagian dalam.
Palpasi : lakukaan penekanan apakah ada nyeri tekan pada sinus, apakah ada
nyeri tekan pada pangkal hidung, apakah terjadi benjolan.
6) Mulut dan Faring
Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada mulut dan faring. Inspeksi : lihat
apakah ada kelainan pada bibir (bibir sumbing), bentuk bibir simetris atau tidak,
warna bibir, kelembapan, apakah ada gigi yang berlubang, kebersihan gigi, serta
lihat apakah ada pembesaran pada tonsil.

Palpasi : ada lesi atau massa pada area mulut dg melakukan penekanan di daerah
pipi, serta kaji jika ada nyeri tekan.

7) Telinga
Untuk mengetahui fungsi telinga dan melihat apakah ada kondisi abnormal pada
telinga.
Inspeksi : lihat warna daun telinga, bentuk, simetris atau tidak antara kanan dan
kiri, serta lihat apakah ada serumen.
Palpasi : lakukn penekanan ringan apakah ada nyeri tekan atau tidak dan
elastisitas kartilago.
8) Leher
Untuk mengetahui fungsi dan apakah ada kelainan pada leher. Inspeksi : lihat
warna kulit, bentuk, amati adanya pembesaran kelenjar tiroid.
Palpasi : lakukan penekanan pada leher dengan cara meletakkan kedua tangan
disisi samping leher dan pasien suruh menelan lalu rasakan apakah ada
pembesaran tiroid pada sisi leher.
9) Dada
Untuk mengetahui bentuk, frekuensi, nyeritekan, irama pernafasan dan bunyi
paru.
Inspeksi : lihat kesimetrisan dada kanan dan kiri, apakah ada retraksi dada atau
tidak.
Palpasi: apakah ada benjolan serta nyeri tekan, lihat apakah ada pelebaran pada
ictus cordis.
Perkusi: untuk melihat batas normal paru.

Auskultasi: untuk mengetahui bunyi nafas.


10) Abdomen
Untuk mengetahui warna, bentuk perut, peristaltic usus, dan apakah ada nyeri
tekan.
Inspeksi: amati bentuk perut, warna kulit, apakah ada benjolan, dan asites.
Auskultasi: dengarkan peristaltik usus dan hitung apakah ada peningkatan pada
bising usus.
Palpasi: apakah ada lesi, dan nyeri tekan. Perkusi: apakah ada hipertimpani atau
tidak.
11) Musculoskeletal/ Ektremitas
Untuk mengetahui mobilitas kekutan otot. Inspeksi : lihat apakah ada atrofi pada
ekstremitas.
Palpasi : lakukan penekanan dan minta pasien untuk memberi tahanan pada
eskstremitas untuk melihat kekuatan otot pada anggota gerak atas dan bawah.
12) Pemeriksaan Nervus
NI olfaktorius : untuk memeriksa indra penciuman dengan bau- bauan yg tajam .
NII optikus : pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan visual test snellen card.
N III,IV,VI okulomotorius, throkhlearis, abdusens : apakah ada paralisis pada
salah satu mata, pemeriksaan pupil, gerakan bola mata.

N V trigeminus : apakah ada gangguan mengunyah, kasus stroke terkadang


terdapat paralisis pada saraf trigeminus.
N VII fasialis : kaji persepsi pengecapan, dan kesimetrisan wajah. N VIII
akustikus : apakah ada gangguan pendengaran .
N IX dan X glosofaringeus dan vagus : kemampuan menelan berfungsi secara
normal atau tidak, serta ajak klien untuk membuka mulut untuk menilai fungsi
dari vagus.
N XI asesorius : minta klien untuk menengok kesisi salah satu tubuh serta
mengangkat bahu.
N XII hipoglosus : melihat saraf motorik untuk ekstrinsik dan
intrinsik lidah .
13) Pemeriksaan Integumen
Inspeksi:amati warna kulit, kaji adanya lesi dan edema Palpasi:kelembaban kulit,
mengecek suhu kulit dengan cara membandingkan kedua kaki dan lengan
tangan dengan menggunakan jari, tarik/cubit untuk mengetahui turgor kulit
(normalnya kembali cepat).
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan rule of nine of Wallace yaitu :

a) Kepala dan leher :9%


b) Lengan masing-masing 9% :18%
c) Badan depan 18%, badan bagian belakang :36%
d) Tungkai masing-masing 18 :36%
e) Genitalia/perinium :1%

Anda mungkin juga menyukai