Anda di halaman 1dari 19

USULAN PROGRAM PENDIDIKAN KESEHATAN

PENYULUHAN HIV AIDS : STIGMA ODHA

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Akhir

Mata Kuliah Keperawatan HIV AIDS

PRIHATINA INDAH RAHMAYANI

1219006151

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2021
SISTEMATIKA USULAN PROGRAM PENDIDIKAN KESEHATAN

“PENYULUHAN HIV AIDS : STIGMA ODHA”

I. Analisis Situasi

Salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan dan penanggulangan Human
Imunodeficiency Virus/ Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) di Indonesia
adalah masih tingginya stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV AIDS (ODHA).
Stigma berasal dari pikiran seorang individu atau masyarakat yang memercayai bahwa penyakit
AIDS merupakan akibat dari perilaku amoral yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Stigma
terhadap ODHA tergambar dalam sikap sinis, perasaan ketakutan yang berlebihan, dan
pengalaman negative terhadap ODHA. Banyak yang beranggapan bahwa orang yang terinfeksi
HIV/AIDS layak mendapatkan hukuman akibat perbuatannya sendiri (Zahroh, dkk., 2015).

Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi terbanyak keenam jumlah kumulatif kasus
HIV/AIDS di Indonesia. Sampai dengan maret 2014, jumlah kumulatif AIDS sebanyak 3.339,
sedangkan jumlah kumulatif infeksi HIV sebesar 7.584 dengan 978 kasus kematian AIDS. Masih
tingginya kematin ini kemungkinan besar disebabkan karena ODHA tidak memiliki kesempatan
mendapatkan perawatan yang optimal akibat masih tingginya stigma di kalangan masyarakat.

Pemberian pengetahuan atau informasi terkait HIV adalah salah satu cara yang efektif
untuk menjelaskan tentang pencegahan HIV. Seseorang dengan pengetahuan baik dan benar
terkait HIV di harapkan dapat menurunkan bahkan menghilangkan stigma pada ODHA.
Demikian juga persepsi terhadap penderita AIDS akan sangat mengetahui cara orang tersebut
bersikap dan berperilaku terhadap ODHA.
II. Rumusan Masalah

1. Apa itu HIV/AIDS dan ODHA?


2. Seperti apa penyebarannya?
3. Bagaimana cara pencegahannya?
4. Bagaimana mengurangi diskriminasi pada ODHA?

III. Tujuan dan Manfaat Kegiatan

1. Tujuan :
Mahasiswa mampu menerima ODHA tanpa merasa khawatir dan takut tentang penyakit
tersebut.
2. Membuka persepsi bahwa ODHA belum tentu seseorang yang amoral dengan
kehidupannya.

IV. Tinjauan Pustaka

Anak dengan HIV merupakan kelompok rentan yang perlu dilindungi. Mengetahui
gambaran stigma dan diskriminasi pada anak dengan HIV AIDS menjadi yang hal patut di
hindari oleh masyarakat. Mereka berhak untuk dapat hidup dengan layak dan aman seperti anak-
anak lainnya. Namun hasil menunjukan bahwa stigma ODHA masih memengaruhi beberapa
orang seperti pembatasan pelayanan di lingkungan sekolah, lingkungan rumah, maupun
pelayanan fasilitas kesehatan.

Riwayat alamiah infeksi HIV dari tahap awal hingga ke tahap akhir AIDS tergantung
pada kekebalan dan kondisi individu. Orang yang hidup dengan HIV umumnya tidak menyadari
tentang status HIV mereka tanpa tes HIV karena mereka terlihat sehat dan setelah beberapa
minggu terinfeksi, mereka mungkin mengalami tanda-tanda dan gejala atau hanya penyakit
seperti demam, sakit kepala, ruam atau sakit tenggorokan.

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat diatasi dengan kombinasi


Antiretriviral (ART) yang terdiri dari 3 atau lebih obat ART. ART ini bukan merupakan obat
yang dapat menyembuhkan infeksi HIV, tetapi hanya mengontrol replikasi virus pada tubuh
penderitaserta memperkuat sistem kekebalan tubuh sehingga infeksi HIV tidak menjadi lebih
parah.
V. Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

● Terlampir
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Pembahasan : HIV AIDS

Sub Pokok Pembahasan : Stigma ODHA

Sasaran : Remaja

Hari/Tanggal : Rabu, 23 Juni 2021

Tempat : Rumah

Pukul : 13.00 WIB-selesai

Penyuluh : Prihatina Indah Rahmayani

A. Tujuan

● Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama kurang lebih 15 menit tentang pengetahuan HIV
AIDS dan ODHA, diharapkan audien dapat memahami bagaimana penyebab dan cara
penularan penyakit tersebut sehingga stigma ODHA yang negatif bisa berkurang.
● Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit tentang HIV AIDS dan ODHA, diharapka
keluarga mampu :
1. Mengetahui apa itu HIV/AIDS dan ODHA
2. Mengetahui penyebab HIV/AIDS
3. Mengetahui penularan HIV/AIDS
4.Bagimana mencegah diskriminasi pada ODHA
B. Materi

a. Pengertian HIV/AIDS

HIV adalah Human Imunnedefinciency Virus (virus yang melemahkan daya tubuh
manusia). Virus ini adalah “retrovirus” yang menyerang sel-sel pembentukan sistem
kekebalan tubuh manusia, sehingga fungsinya akan terhalang atau bahkan hancur.
Infeksi HIV menyebabkan kelemahan terus menerus pada sistem pertahanan tubuh
atau bisa disebut lemahnya kekebalan tubuh. . Dengan begitu seseorang tidak
mempunyai perlindungan lagi berhadapan dengan berbagai penyakit, yang pada
akhirnya tidak dapat dirawat lagi dan menuju dalam kematian.

AIDS merupakan syindrome dari bebagai gejala dan tanda-tanda penyakit yang
terjadi oleh karena lemahnya sistem kekebalan tubuh sebagai akibat dari infeksi HIV.
AIDS adalah fase terakhir dari penyakit HIV dan ditandai melalui munculnya berbagai
infeksi yang merupakan kelanjutan dari gagalnya daya tahan tubuh yang termasuk
didalamnya adalah radang paru-paru, penyakit kulit, diare, dan radang selaput otak.
gejala gangguan saraf, dan selanjutnya adalah hilangnya kesadaran dan terjadi
gangguan berjalan. Selain itu muncul banyak tumor seperti sarkoma kaposi.
b. Tanda, Gejala dan Tahapan HIV/AIDS

Riwayat alamiah infeksi HIV dari tahap awal hingga ke tahap akhir AIDS
tergantung pada kekebalan dan kondisi individu. Orang yang hidup dengan HIV
umumnya tidak menyadari tentang status HIV mereka tanpa tes HIV karena mereka
terlihat sehat dan setelah beberapa minggu terinfeksi, mereka mungkin mengalami
tanda-tanda dan gejala atau hanya penyakit seperti demam, sakit kepala, ruam atau
sakit tenggorokan. Namun, HIV terus berkembang dan menginfeksi sel T-Helper yang
mengandung reseptor CD4 sampai virus ini melemahkan sistem kekebalan tubuh dan
menyebabkan gejala lebih lanjut, termasuk pembengkakan kelenjar getah bening,
penurunan berat badan, demam, diare dan batuk. Ada juga penyakit berat berikutnya
seperti tuberculosis, meningitis, kriptokokus dan kanker seperti limfoma dan sarcoma
kaposi. Ada beberapa tahapan HIV/AIDS dimulai ketika masuknya virus sampai
timbulnya gejala AIDS:

1) Tahap Pertama (PeriodeJendela)

a. HIV masuk kedalam tubuh hingga terbentuk antibodydalam darah.


b. Penderita HIV tampak dan merasasehat.
c. Tes HIV belum bisa mendeteksi keradaanvirus.

2) Tahap kedua (HIV Asimtomatik/ masa laten)

a. Pada tahap ini HIV mulai berkembang di dalamtubuh


b. Tes HIV sudah bisa mendeteksi keberadaan virus karena antibody yang mulai
terbentuk.
c. Penderita tampak sehat selama 5-10 tahun, bergantung pada daya tahan tubuh
masing-masing individu. Rata-rata penderita bertahan selama 8 tahun. Namun di
negara berkembang durasi tersebut lebihpendek.

3) Tahap ketiga (dengan gejalapenyakit)

a. Pada tahap ini penderita dipastikan posistif HIV dengan sistem kekebalan tubuh
yang semakin menurun.
b. Mulaimunculgejalainfeksioportunitis,misalnya pembengkakan kelenjar limfa
atau diareterusmenerus.
c. Umumnya tahap ini berlangsung selama 1 bulan, bergantung pada daya tahan
tubuh penderita.

4) AIDS

a. Pada tahap ini, penderita positif menderitaAIDS.


b. Sistem kekebalan tubuh semakinturun.
c. Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistis) menyebabkan kondisi penderita
semakin parah.

b. Transmisi HIV/AIDS

Di Indonesia ada dua cara utama penularan HIV/AIDS, pertama yaitu melalui
perilaku seksual yang tidak aman, khususnya dikalangan kelompok berisiko tinggi seperti
pekerja seks komersial, homo seksual dan transgender laki-laki. Kedua, trasmisi juga
terjadi melalui prektik-praktik yang tidak aman dari penggunaan narkoba suntik.
Umumnya, Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat masuk kedalam tubuh melalui
tiga cara, yaitu dengan hubungan seksual (Vaginal, anal dan oral seks), penggunaan
jarum yang tidak steril atau terkontaminasi dengan HIV di fasilitas kesehatan,
penggunaan narkoba suntik atau tato/tindik, penularan dari ibu yang terinfeksi HIV ke
janin yang ada dalam rahim yang dikenal sebagai penularan HIV dari ibu ke anak
(Mother to Child HIV Transmission/MTCT).

Pada perilaku seksual berisiko (tanpa kondom), virus HIV sangat mudah menular
melalui hubungan seksual dari orang yang positif HIV ke pasangan yang sehat. Risiko
penularan HIV akan meningkat jika ada luka atau sakit disekitar vagina atau penis.
Apalagi jika orang yang terinfeksi melakukan hubungan seksual melalui anus, maka akan
terjadi peningkatan risiko penularan HIV karena lapisan anus lebih mudah terluka. Oral
seks juga memiliki risiko menularkan HIV jika orang yang terinfeksi memilki gusi
berdarah atau luka kecil di mulut dan tenggorokan mereka.
Pajanan melalui darah, produk darah, atau organ dan jaringan yang terinfeksi di
fasilitas kesehatan meningkatkan risiko penularan HIV di fasilitas kesehatan. Risiko
penularan HIV juga rentan terhadap petugas kesehatan jika mereka kontak dengan darah
yang terinfeksi HIV pada jaringan kulit mereka yang terluka. Peralatan kesehatan yang
tajam seperti jarum suntik yang telah terinfeksi HIV sangan rentan menjadi media
penularan HIV dikalangan petugas kesehatan. Pengguna narkoba suntik yang berbagi
jarum suntik juga rentan terinfeksi HIV dikalangan pengguna.

Berbagai jarum suntik di kalangan pengguna narkoba suntik, jarum yang tidak steril
selama tato atau tindik dan transmisi darah yang terinfeksi dan transplantasi organ juga
termasuk faktor risiko penularan HIV. Penularan dari ibu ke anak selama kehamilan,
melahirkan dan menyusui menyebabkan 90% dari anak-anak yang terinfeksi HIV.

c. Pencegahan HIV/AIDS

Upaya pencegahan HIV/AIDS dapat berjalan efektif apabila adanya komitmen


masyarakat dan pemerintah untuk mencegah atau mengurangi perilaku risiko tinggi
terhadap penularanHIV. Berikut ini merupakan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
mencegah penularan HIV/AIDS :

1. Melakukan penyuluhan kesehatan di sekolah dan masyarakat mengenai perilaku


risiko tinggi yang dapat menularkan HIV.
2. Tidak melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, atau hanya
berhubungan seks dengan satu orang saja yang diketahui tidak terinfeksi HIV.
3. Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual. Penggunaan kondom yang
benar saat melakukan hubungan seks baik vaginal, anal, dan oral dapat melindungi
terhadap penyebaran Infeksi Menular Seksual (IMS).
4. Menyediakan fasilitas konseling dan tes HIV sukarela (Voluntary Counselling
andtesting/VCT).
5. Konseling dan tes HIV secara sukarela ini sangat disarankan untuk semua orang yang
terkena salah satu faktor risiko sehingga mereka mengetahui status infeksi serta dapat
melakukan pencegahan dan pengobatan dini.
6. Melakukan sunat bagi laki-laki. Sunat pada laki-laki yang dilakukan oleh professional
kesehatan terlatih dan sesuai dengan aturan medis dapat mengurangi risiko infeksi
HIV melalui hubungan heteroseksual sekitar 60%.
7. Menggunakan Antiretroviral (ART). Sebuah percobaan yang dilakukan pada tahun
2011 telah mengkonfirmasi bahwa orang HIV-positif yang telah mematuhi
pengobatan Antiretroviral (ART), dapat mengurangi risiko penularan HIV kepada
pasangan seksual HIV-negatif sebesar 96%.
8. Pengurangan dampak buruk (Harm Reduction) bagi pengguna narkoba suntikan.
Pengguna narkoba suntikan dapat melakukan pencegahan terhadap infeksi HIV
dengan menggunakan alat suntik steril untuk setiap injeksi atau tidak berbagi jarum
suntik kepada pengguna lain.
9. Pencegahan penularan HIV dari ibu keanak (Prevention of Motherto Child HIV
Transmission/PMTCT).
10. Penularan HIV dari ibu ke anak (Mother to Child HIV Transmission/MTCT) selama
kehamilan, persalinan, atau menyusui jika tidak diberikan intervensi maka tingkat
penularan HIV dari ibu ke anak dapat mencapai 15-45%. WHO merekomendasikan,
pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dapat dilakukan dengan cara pemberian
ARV untuk ibu dan bayi selama kehamilan, persalinan dan pasca persalinan dan
memberikan pengobatan untuk wanita hamil dengan HIVpositif.
11. Melakukan tindakan kewaspadaan universal bagi petugas kesehatan. Bagi petugas
kesehatan, harus berhati-hati dalam menangani pasien, memakai dan membuang
jarum suntik agar tidak tertusuk, menggunakan APD (sarung tangan lateks, pelindung
mata dan alat pelindung lainnya) untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan
yang kemungkinan terinfeksi HIV. Setiap tetes darah pasien yang mengenai tubuh
harus segera dicuci dengan air dan sabun. Tindakan kehati-hatian ini harus dilakukan
pada semua pasien dan semua prosedur laboratorium (tindakan kewaspadaan
universal).
d. Pengobatan

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat diatasi dengan kombinasi


Antiretriviral (ART) yang terdiri dari 3 atau lebih obat ART. ART ini bukan merupakan
obat yang dapat menyembuhkan infeksi HIV, tetapi hanya mengontrol replikasi virus
pada tubuh penderitaserta memperkuat sistem kekebalan tubuh sehingga infeksi HIV
tidak menjadi lebih parah.

Duffy,2 menyebutkan bahwa tetangga merupakan seseorang yang secara


hubungan sosial dekat dengan ODHA. Sikap seorang tetangga sangat penting terkait
dengan pemberian stigma terhadap ODHA, karena dapat memengaruhi sikap orang lain
terhadap ODHA. Stigma tersebut muncul karena tetangga beranggapan bahwa orang
dengan HIV/AIDS membawa penyakit infeksi yang dapat menularkan ke orang lain dan
penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan. Keluarga merupakan lingkungan terdekat
yang berinteraksi dengan ODHA.

Menurut responden, lebih banyak keluarga memiliki sikap yang positif terhadap
ODHA dibandingkan dengan yang memberikan sikap negatif terhadap ODHA. Adanya
perilaku keluarga yang memberikan stigma ODHA dapat memperkuat diskriminasi dan
penolakan dari masyarakat. Stigma terhadap ODHA disebabkan karena keluarga merasa
malu apabila mengetahui salah satu anggota keluarga adalah seorang penderita HIV
sehingga ODHA juga dikucilkan dari keluarga. Ketakutan akan diperlakukan secara
berbeda membuat ODHA sulit menjembatani diri dengan orang lain dan takut untuk
berbagi pengalamannya, bahkan untuk menyatakan dirinya sakit.

Sebaliknya, dukungan atau penghapusan stigma dari orang-orang di sekitar


ODHA juga akan berdampak pada peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Dukungan sosial membuat penderita HIV tidak merasa sendiri, merasa disayangi dan
mereka lebih berpeluang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pemanfaatan
pelayanan kesehatan oleh ODHA memungkinkan peningkatan pengetahuan, saling
berbagi informasi terkait HIV/AIDS serta meningkatkan kepatuhan terapi antiretroviral
(ARV). Keterbukaan dan rasa nyaman yang dirasakan ODHA membuat mereka lebih
mudah untuk menerima informasi. 25 Selain keluarga, tokoh masyarakat merupakan
salah satu faktor lingkungan sosial memiliki peranan penting terjadinya stigma terhadap
ODHA. Apabila seorang tokoh masyarakat memberikan stigma terhadap ODHA,
masyarakat di sekitarnya memiliki kemungkinan juga akan terpengaruh untuk melakukan
hal yang sama. Reaksi masyarakat terhadap ODHA memiliki efek besar pada ODHA.
Apabila reaksi masyarakat bermusuhan, seorang penderita HIV dapat merasakan adanya
diskriminasi dan kemungkinan dapat meninggalkan rumah atau menghindari aktivitas
sehari–hari seperti berbelanja, bersekolah, dan bersosialisasi dengan masyarakat. Pada
dasarnya, tokoh masyarakat berperan penting dalam menurunkan terjadinya stigma dan
diskriminasi terhadap ODHA karena tokoh-tokoh lokal merupakan model atau contoh
yang biasanya menjadi panutan masyarakat, terutama pada masyarakat di daerah
pedesaan. Tindakan dan sikap mereka dijadikan referensi oleh masyarakat dalam
mengubah perilaku sehat, termasuk yang terkait dengan penularan HIV, dan menurunkan
stigma terhadap ODHA. Oleh karena itu, pemberian informasi yang komprehensif
tentang HIV/AIDS kepada tokoh masyarakat menjadi sangat penting dilakukan oleh
petugas kesehatan, agar tokoh masyarakat dapat menularkan dan menyebarkan informasi
yang benar kepada masyarakat, termasuk tentang menghilangkan stigma terhadap
ODHA..
1. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini akan dilakukan di rumah penyuluh dengan
cara mengundang beberapa audien namun masih menerapkan secara ketat protokol
kesehatan. Kemudian audien akan mendengarkan pemaparan materi dari penyuluh
dengan tenang, memberikan respon dengan mengajukan pertanyakaan terkait materi yang
disampaikan, dan terakhir membiarkan audien dan penyuluh untuk berdiskusi.
Setelah acara selesai, penyuluh berpamitan kepada para audien dan mengucapkan
terima kasih karena sudah menghadiri acara dan memberikan perhatian lebih dengan
materi yang disampiakan.
C. Media

● Leaflet
D. Metode Penyuluhan

● Ceramah dan Tanya jawab

E. Setting Tempat

Penyuluh

Peserta

Kameramen
F. Kegiatan Penyuluhan

NO. Waktu Kegiatan Penyuluhan Respon Peserta


1. Pembukaan : 1. Memberikan salam 1. Menjawab salam

1 Menit 2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan dan


memperhatikan

3. Mendengarkan dan
3.Menjelaskan tujuan
memperhatikan

4.Menyetujui kontrak
4. Membuat kontrak waktu waktu
2. Kegiatan Inti : 1. Menjelaskan tentang : 1. Mendengarkan dan
memerhatikan
10 Menit ● Pengertian HIV AIDS
● Penyebab dan penularan HIV AIDS
● Stigma ODHA

2. Memberikan kesempatan untuk bertanya


2. Aktif bertanya
3. Menjawab pertanyaan peserta
3. Mendengarkan
3. Penutup : 1. Menyimpulkan materi yang disampaikan Mendengarkan dan
memerhatikan
2 Menit 2. Salam
G. Evaluasi

Setelah mengikuti penyuluhan tentang HIV AIDS : Stigma ODHA, audien mampu
memahami apa itu HIV AIDS, penyebab dan penularan, dan stigma ODHA. Mampu
merespon setiap pembahasan yang di ceritakan penyuluh dengan baik. Memberikan
tanggapan sebagai wujud ketertarikan akan materi yang dijelaskan. Audien sangat tertarik,
memahami, dan mampu memberikan respon sesuai harapan penyuluh.

Acara berlangsung selama 15 menit tanpa gangguan dan lancar hingga penutupan.
Harapan setelah penyuluhan ini, para remaja akan memahami perspektif negative dan positif
seorang ODHA. Tidak melakukan diskriminasi ketika bertemu orang dengan HIV AIDS dan
tidak melakukan pembedaan dalam wujud apapun.
Daftar Pustaka

Sugiharti, dkk. 2019. “Stigma Dan Diskriminasi Pada Anak Dengan HIV AIDS (ADHA) Di
Sepuluh Kabupaten /Kota Di Indonesia”. Jurnal Kesehatan Reproduksi : Hlm. 1-9. [Diakses 21
Juni 2021]

Shaluhiyah, Zahroh. Syamsulhuda Budi Musthofa & Bagoes Widjanarko. 2015.“Stigma


Mayarakat Terhadap Orang Dengan HIV/AIDS”. Artikel Penelitian : Hlm. 333-337. [Diakses 18
Juni 2021]
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai