Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT HIV AIDS

Disusun Oleh:

KELOMPOK 4
RAMAN RATUANAK 17061011
JUANDY SAMBUAGA 17061038
JANIKE BAWINTO 17061138
SHEIREN MAMUKO 17061031
FEIBY MANTIARA 17061129
GLORIA KONDOY 17061079

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat
dan Hidayah-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan tugas kelompok II dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan HIV AIDS “
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak atas
segala bantuannya sehingga makalah ini dapat tersusun, semoga bermanfaat bagi para pembaca
sekalian. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam dunia pengetahuan
khususnya ilmu keperawatan.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
segala kritik dan saran yang membangun sangatlah penyusun harapkan demi kesepurnaan
makalah ini.

Manado, November 2019

penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
BAB 1 : PENDAHULUAN

BAB II : PEMBAHASAN
A. Definisi..........................................................................................................
B. Etiologi .........................................................................................................
C. Patofisiologi .................................................................................................
D. Pathway ........................................................................................................
E. Tanda Dan Gejala .........................................................................................
F. Diagnosa .......................................................................................................
G. Komplikasi ....................................................................................................
H. Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................
I. Penatalaksanan ..............................................................................................
J. Pengobatan ...................................................................................................
K. Pencegahan ..................................................................................................
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS
A. Pengkajian....................................................................................................
B. Riwayat Imunisasi ......................................................................................
C. Diagnosa Keperawatan ...............................................................................
D. Intervensi .....................................................................................................
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................
B. Saran .........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) pertama kali ditemukan pada anak
tahun 1983 di Amerika Serikat, yang mempunyai beberapa perbedaan dengan infeksi
HIV pada orang dewasa dalam berbagai hal seperti cara penularan, pola serokonversi,
riwayat perjalanan dan penyebaran penyakit, faktor resiko, metode diagnosis, dan
manifestasi oral.(8)
Dampak acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada anak terus meningkat, dan
saat ini menjadi penyebab pertama kematian anak di Afrika, dan peringkat keempat
penyebab kematian anak di seluruh dunia. Saat ini World Health Organization (WHO)
memperkirakan 2,7 juta anak di dunia telah meninggal karena AIDS. (8)
Kasus pertama AIDS di Indonesia ditemukan pada tahun 1987 di Bali yaitu
seorang warga negara Belanda. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan kasus pada
bulan Desember 1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS dan hasil
tes Elisa 3 (tiga) kali diulang, menyatakan positif, namun hasil Western Blot yang
dilakukan di Amerika Serikat ialah negatif sehingga tidak dilaporkan sebagai kasus
AIDS. Penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah tahun 1995. Berdasarkan
pelaporan kasus HIV/AIDS dari tahun 1987 hingga 31 Desember 2008 terjadi
peningkatan signifikan. Setidaknya, 2007 hingga akhir Desember 2008 tercatat
penambahan penderita AIDS sebanyak 2.000 orang. Angka ini jauh lebih besar dibanding
tahun 2005 ke 2006 dan 2006 ke 2007 yang hanya ratusan. Sedangkan dari keseluruhan
penderita, pada akhir 2008, AIDS sudah merenggut korban meninggal sebanyak 3.362
(20,87 persen), sedangkan mereka yang hidup adalah 12.748 (79,13 persen) orang. Untuk
proporsi berdasarkan jenis kelamin hingga kini masih banyak diderita oleh kaum laki-laki
yaitu 74,9 persen, dibanding perempuan sebanyak 24,6 persen. Fakta baru tahun 2002
menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV di Indonesia telah meluas ke rumah tangga,
sejumlah 251 orang diantara penderita HIV/AIDS di atas adalah anak-anak dan remaja,
dan transmisi perinatal (dari ibu kepada anak) terjadi pada 71 kasus. (5),(8),(10)
B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar kita khususnya calon perawat mengetahui
konsep medis pada HIV AIDS secara keseluruhan beserta Asuhan Keperawatan HIV AIDS
pada anak.

C. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Pathway
5. Tanda Dan Gejala
6. Diagnosa
7. Komplikasi
8. Pemeriksaan Penunjang
9. Penatalaksanan
10. Pengobatan
11. Pencegahan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah
melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T).
(Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan
pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit.
(Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang
dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu
yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh
retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur,
parasit dan virus.

B. Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki
limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik
lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002).
Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency
Virus) ke dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).
C. Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran
kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap
bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan
penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran
kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan
bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang
menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi
litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai
superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu
dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar
getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit,
tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang
terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan
dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi
memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular
dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah
dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering
sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau
komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering
simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada replikasi
viral, selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik
progresif, dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan
dan progresif, kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan
biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ,
dan keganasan terkait HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering
dengan perubahan pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan
infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode
inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada
infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi
imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B;
hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara
anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6
bulan. Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi
imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya,
berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV
pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak
berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering
memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin
memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk
beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan
perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi
pada infeksi HIV anak.
D. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah
seperti dibawah ini:
1). Saluran pernafasan
Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan
demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada
stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
2). Saluran Pencernaan
Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu
makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan
kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik.
3). Berat badan tubuh
Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan
berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem protein
dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga
karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang
mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
4). System Persyarafan
Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang
ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon
anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan
menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang
kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
5). System Integument (Jaringan kulit)
Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api
(herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada
jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit
(Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau
psoriasis.
6). Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita
Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai
tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit
syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita
penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami
peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic inflammatory disease
(PID)' dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).

E. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes ini
meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex agglutination
dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV
harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV,
yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka
dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV.
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
 ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
 Western blot (positif)
 P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
 Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi
enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
 LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
 CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen)
 Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
 Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
 Kadar immunoglobulin (meningkat).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari pengobatan, perawatan/rehabilitasi dan edukasi.
1. Pengobatan
Obat-obatan yang dapat digunakan pada penderita HIV antara lain:
a). Obat Retrovirus
 Zidovudine (AZT)
Berfungsi sebagai terapi pertama anti retrovirus. Pemakaian obat ini dapat
menguntungkan diantaranya yaitu Dapat memperpanjang masa hidup (1-2 tahun),
mengurangi frekuensi dan berat infeksi oportunistik, menunda progresivitas penyakit,
memperbaiki kualitas hidup pasien, mengurangi resiko penularan perinatal,
mengurangi kadar Ag p24 dalam serum dan cairan spinal. Efek samping zidovudine
adalah: sakit kepala, nausea, anemia, neutropenia, malaise, fatique, agitasi, insomnia,
muntah dan rasa tidak enak diperut. Setelah pemakaian jangka panjang dapat timbul
miopati. Dosis yang se006Barang dipakai 200mg po tid, dan dosis diturunkan
menjadi 100mg po tid bila ada tanda-tanda toksik.
 Didanosine ( ddl ), Videx
Merupakan terapi kedua untuk yang terapi intoleransi terhadap AZT, atau bisa
sebagai kombinasi dengan AZT bila ternyata ada kemungkinan respon terhadap AZT
menurun. Untuk menunda infeksi oportunistik respon terhadap AZT menurun. Untuk
menunda infeksi oportunistik pada ARC dan asimtomatik hasilnya lebih baik
daripada AZT. Efek samping: neuropati perifer, pankreatitis (7%), nausea, diare.
Dosis: 200mg po bid ( untuk BB >60kg), 125mg po bid (untuk BB < 60kg) Mulanya
hanya dipakai untuk kombinasi denganAZT. Secara invitro merupakan obat yang
paling kuat, tapi efek samping terjadinya neuropati ( 17-31%) dan pankreatitis. Dosis
: 0,75mg po tid.

b). Obat-obat untuk infeksi oportunistik


 Pemberian profiklaktik untuk PCP dimulai bila cCD4, 250 mm/mm3. Dengan
kotrimokzasol dua kali/minggu. Dosis 2 tablet, atau dengan aerosol pentamidine
300mg, dan dapsone atau fansidar.

 Prokfilaksis untuk TBC dimulai bila PDD>=5mm, dan pasien anergik. Dipakai INH
300mg po qd dengan vit.b6, atau rifampisin 600mg po qd bila intolerans INH.

 Profilaksis untuk MAI (mycobacterium avium intracelulare), bila CD4 , 200/mm3,


dengan frukanazol po q minggu, bila pernah menderita oral kandidiasis, sebelumnya.

 Belum direkomendasikan untuk profilaksis kandidiasis, karena cepat timbul resistensi


obat disamping biaya juga mahal.

c). Obat untuk kanker sekunder


Pada dasarnya sama dengan penanganan pada pasien non HIV. Untuk Sakorma
Kaposi, KS soliter:radiasi, dan untuk KS multipel:kemoterapi. Untuk limfoma maligna:
sesuai dengan penanganan limfoma paa pasien non HIV.

d). Pengobatan simtomatik supportif


Obat-obatan simtomatis dan terapi suportif sring harus diberikan pada seseorang
yang telah menderita ADIS, antara lain yang sering yaitu: analgetik, tranquiller minor,
vitamin, dan transfusi darah.

2. Rehabilitasi
Rehabilitas ditujukan pada pengidap atau pasien AIDS dan keluarga atau orang terdekat,
dengan melakukan konseling yang bertujuan untuk:
1).Memberikan dukungan mental-psikologis
2).Membantu merekab untuk bisa mengubah perilaku yang tidak berisiko tinggi menjadi
perilaku yang tidak berisiko atau kurang berisiko.
3).Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa mempertahankan kondisi
tubuh yang baik.
4).Membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan yang berkaitan dengan
penyakitnya, antara lain bagaimana mengutarakan masalah-masalah pribadi dan sensitif
kepada keluarga dan orang terdekat.

 Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
 Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi.
 Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
 Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV.
 Mengatasi dampak psikososial.
 Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis.
 Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution).

3.Edukasi
Edukasi pada masalah HIV/AIDS bertujuan untuk mendidik pasien dan keluarganya tentang
bagaimana menghadapi hidup bersama AIDS, kemungkinan diskriminasi masyaratak sekitar,
bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau masyarakat lain. Pendidikan juga
diberikan tentang hidup sehat, mengatur diet, menghindari kebiasaan yang dapat merugikan
kesehatan, antara lain: rokok, minuman keras. Narkotik, dsb.
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
 Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi.
 Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
 Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV.
 Mengatasi dampak psikososial.
 Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis.
 Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution).

G. Pengobatan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan
AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit dan
pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan dengan menmggunakan tiga parameter : status
kekebalan, status infeksi dan status klinik dalam kategori imun : 1) tanpa tanda supresi, 2) tanda
supresi sedang dan 3) tanda supresi berat. Seorang anak dikatakan dengan tanda dan gejala
ringan tetapi tanpa bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun didasarkan
pada jumlah CD$ atau persentase CD4 yang tergantung usia anak (Betz dan Sowden, 2002).
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujuan terhadap mencegah
dan menangani infeksi oportunistik seperti Kandidiasis dan pneumonia interstisiel. Azidomitidin
( Zidovudin), videks dan Zalcitacin (DDC) adalah obat-obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah
CD4 rendah, Videks dan DDC kurang bermanfaat untuk oenyakit sistem saraf pusat. Trimetoprin
sulfametojsazol (Septra, Bactrim) dan Pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksi
pneumonia cariini setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak,
selain untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV,
sebagai pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin vorus polio yang tidak aktif
(IPV) (Betz dan Sowden, 2002).

H. Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan akan
memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang dapat diketahui.
Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV adalah target esensial untuk usaha
mengurangi perilaku resiko, terutama diantara remaja. Untuk dokter spesialis anak, kemampuan
member konsultasi pada pasien dan keluarga secara efektif mengenai praktik seksual dan
penggunaan obat adalah aliran utama usaha pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan
tersedia dari The American Medical Assosiation dan The American Academy of Pediatrics yang
dapat membantu dokter pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi yang lebih besar
pada peran ini.
Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat dengan
pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus menekan pada uji serologi
HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini penting karena uji coba pengobatan
mutakhir menunjukkan bahwa protocol pengobatan bayi menggunakan obat yang sama selama
beberapa minggu secara signifikan mengurangi angka transmisi dari ibu ke bayi.
Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 mengurangi
penularan HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan zidovudin (100 mg lima kali/24
jam) pada wanita HIV-1 dalam 14 minggu kehamilan sampai kelahiran dan persalinan dan
selama 6 minggu pada neonatus (180 mg/m2 secara oral setiap jam) mengurangi penularan pada
26% resipien palasebo sampai 8% pada resipien zidovudin, suatu perbedaan yang sangat
bermakna. Pelayanan kesehatan A.S. telah menghasilkan pedoman untuk penggunaan zidovudin
pada wanita hamil HIV-1 positif untuk mencegah penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-
1 positif, hamil dengan masa kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4
+ 200/mm atau lebih besar, dan sekarang tidak berada pada terapi atteretrovirus dianjurkan
menggunakan zidovudin. Zidovudin intravena (dosis beban 1 jam 2 mg/kg/jam diikuti dengan
infus terus menerus 1 mg/kg/jam sampai persalinan) dianjurkan selama proses kelahiran. Pada
semua keadaan dimana ibu mendapat zidovudin untuk mencegah penularan HIV-1, bayi harus
mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg setiap 6 jam selama usia 6 minggu pertama yang mulai dan8
jam sesudah lahir). Jika ibu HIV-1 positif dan tidak mendapatkan zidovudin, zidovudin harus
dimulai pada bayi baru lahir sesegera mungkin sesudah lahir, tidak ada bukti yang mendukung
kemajuan obat dalam mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir sesudah 24 jam. Ibu dan anak
diobati dengan zidovudin harus diamati dengan ketak untuk kejadian-kejadian yang merugikan
dan didaftar pada PPP untuk menilai kemungkinan kejadian yang merugikan jangka lama. Saat
ini, hanya anemia ringan reversible yang telah ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan
pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan prenatal yang tepat, dan wanita
hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1.
Penularan seksual. Pencegahan penularan seksual mencakup penghindaran pertukaran
cairan-cairan tubuh. Kondom merupakan bagian integral program yang mengurangi penyakit
yang ditularkan secara seksual. Seks tanpa perlindungan dengan mitra yang lebih tua atau dengan
banyak mitra adalah biasa pada remaja yang terinfeksi HIV-1.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK
DENGAN HIV-AIDS

A. Pengkajian
1) Data Subjektif, mencakup:
a. Pengetahuan klien tentang AIDS
b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
c. Dispneu (serangan)
d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2) Data Objektif, meliputi:
a. Kulit, lesi, integritas terganggu
b. Bunyi nafas
c. Kondisi mulut dan genetalia
d. BAB (frekuensi dan karakternya)
e. Gejala cemas
3) Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif
sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
d. Pengkajian Respiratori
e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada,
napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
f. Pengkajian Neurologik
g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-
kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis,
keterlambatan perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal
i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih
kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis
mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare
kronis, pembesaran limfa.
j. Pengkajain Renal
k. Pengkajaian Muskuloskeletal
l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
m. Pengkajian Hematologik
n. Pengkajian Endokrin
4) Kaji status nutrisi
a. Kaji adanya infeksi oportunistik
b. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan.

B. DIAGNOSA
Menurut Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak dengan HIV
antara lain:
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret sekunder terhadap
hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap
reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan
pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
4. Perubahan eliminasi (diare) berhubungan dengan peningkatan motilitas usus sekunder
proses inflamasi system pencernaan.
5. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitisseboroik dan
herpers zoster sekunder proses inflamasi system integument
6. Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya organisme
infeksius dan imobilisasi
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral

C. INTERVENSI
Keperawatan Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi diagnosa keperawatan ada anak yang menderita HIV antara lain :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret sekunder
terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi.
Tujuan : Anak menunjukkan jalan nafas yang efektif
Intervensi :
1) Auskultasi areaparu, catat areapenurunan/tidak ada aliranudara danbunyi
napasadventisius,
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Bunyi napas bronkhial dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
2) Mengkaji ulangtanda-tandavital (irama danfrekuensi, sertagerakan dindingdada
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris terjadi
karena ketidaknyaman gerakan dinding dada dan atau cairan paru-
paru
3) Bantu pasien latihan napassering.Tunjukkan/bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara posisi
duduk tinggi.
Rasional : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas
lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami
membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan
menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk
memungkinkan upaya napaslebih dalam danlebih kuat.
4) Penghisapansesuai indikasi
Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau
penurunan tingkat kesadaran
5) Berikan cairansedikitnya 2500ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan
airhangat daripada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan
sekret
6) Memberikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti
bronchodilator)
Rasional : alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret,
obat bronchodilator dapat membantu mengencerkan sekret sehingga
mudah untuk dikeluarkan.
2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap
reaksi antigen dan antibody
Tujuan :Anak akan mempertahankan suhu tubuh kurang dari 37,5 o C.
Intervensi :
1. Pertahankan lingkungan sejuk, dengan menggunakan piyama dan selimut yang
tidak tebal serta pertahankan suhu ruangan antara 22o dan 24 o C
Rasional : Lingkungan yang sejuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan
cara radiasi.
2. Beri antipiretiksesuai petunju
Rasional : Antipiretik seperti asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan
demam.
3. Pantau suhutubuh anaksetiap 1-2 jam,bila terjadipeningkatansecara tiba-tiba.
Rasional : Peningkatan suhu secara tiba-tiba akan mengakibatkan kejang
4. Beriantimikroba/antibiotik jiradisarankan
Rasional : Antimikroba mungkin disarankan untuk mengobati organismo
penyebab.
5. Berikan kompres dengan suhu 37oC pada anak untuk menurunkan demam
Rasional : kompres hangat efektif mendinginkan tubuh melalui cara konduksi.
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan dan
pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat dengan kriteria hasil :
 tidak ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut nadi
baik,turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine
yang sesuai).
Intervensi :
1. Ukur dan catatn pemasukan dan pengeluaran.Tinjau ulang catatan intra operasi.
Rasional : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan/ kebutuhan penggantian dan pilihan- pilihan yang
mempengaruhi intervensi.
2. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan
kekurangan kekurangan cairan.
3. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai,tergantung pada kekuatan pernapasan.
Rasional : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi
dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus
paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
4. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan
penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan
tambahan.
5. Kolaborasi,berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander
sesuai petunjuk.Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
Rasional : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu
penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan
komplikasi, misalnya ketidakseimbangan.
4. Perubahan eliminasi (diare) berhubungan dengan peningkatan motilitas usus sekunder
proses inflamasi system pencernaan.
Tujuan : Orang tua melaporkan penurunan frekuensi defekasi dengan kriteria, konsistensi
feases kembali normal dan orang tua mampu mengidentifikasi/menghin dari
faktor pemberat.
Intervensi :
1. Observasi dancatat frekuensi defekasi,karakteristik,jumlah dan faktor pencetus
Rasional : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya
episode.
2. Tingkat tirahbaring, berikanalat-alatdisampingtempat tidur.
Rasional : Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju
metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
3. Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan
Rasional : menurunkan bau tidak sedap untuk menghindari rasa malu pasien
4. Identifikasimakanan dancairan yangmencetuskandiare (misalnya sayuran
segar,buah, sereal,bumbu,minumankarnonat,produks susu).
Rasional : Menghindarkanirirtan meningkatkan istirahat usus
5. Mulai lagi pemasukan cairan per oral secara bertahap dan hindari minuman
dingin.
Rasional : memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan
rangsang makanan/ cairan. Makan kembali secara bertahap cairan
mencegah kram dan diare berulang, namun cairan yang dingin
dapat meningkatkan motilitas usus
6. Berikan kolaborasi antibiotik
Rasional : Mengobati infeksi supuratif fokal

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,


kelelahan
Tujuan : Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan
takikardi selama aktivitas.
Intervensi :
1.Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas.
Rasional : respon bervariasi dari hari ke hari
2.Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu3.
Rasional : mengurangi kebutuhan energi
3.Jadwalkan perawatan pasiensehingga tidak menggangguisitirahat
Rasional : Ekstra istirahat perlu jika karenameningkatkan kebutuhan metabolik
6. Risiko infeksi(ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh,adanya organisme
infeksius dan imobilisasi
Tujuan : Anak mengalami risiko infeksi yang minimal dan anak tidak menyebarkan
penyakit pada orang lain
Intervensi :
1. Gunakan teknik mencuci tangan yang cermat
Raional : Untuk meminimalkan pemajanan pada organisme infeksius
2. Beri tahu pengunjung untuk menggunakan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional : Untuk meminimalkan pemajanan organisme infeksius.
3. Tempatkananak diruangan bersama anak yang tidak mengalami infeksi atau
diruangan pribadi.
Rasional : pemahaman yang baik tentang cuci tangan dapat mempengaruhi
perliku orang tua untuk cuci tangan sebelum dan sesudah memegang
atau menyentuh anak
4. Batasi kontak dengan individu yang mengalami infeksi,termasuk keluarga, anak
lain, teman dan anggota staf,jelaskan bahwa anak sangat rentan terhadap infeksi
Rasional : Untuk mendorong kerja sama dan pemahaman
5. Observasi asepsis medisd engan tepat
Rasional : Untuk menurunkan risiko infeksi
6. Dorong nutrisi yang baik dani stirahat yang cukup
Rasional : Untuk meningkatkan pertahan alamiah tubuh yang masih ada
7. Jelaskan pada keluarga dan anak yang lebih besar tentang pentingnya
menghubungi professional kesehatan bilaterpajan penyakit masa kecil
(misalnya.Cacar air,gondongan)
Rasional : Penjelasan yang baik akan memungkinkan orang tua memberikan
imunisasi yang tepat pada bayinya
8. Berikan imunisasi yang tepat sesuai ketentuan
Rasional : Untuk mencegah infeksi
9. Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : Dapat untuk mencegah infeksi bakteri/ sebagai profilaksi
10. Implementasikan dan lakukan kewaspadaan universal,khususnya isolasi bahan
tubuh
Rasional : Untuk mencegah penyebaran virus
11. Instruksikan orang lain (misalnya keluarga,anggota staf) untuk menggunakan
kewaspadaan tepat,jelaskan adanya kesalahan konsep tentang penularan virus
Rasional : Hal ini merupakan masalah yang sering terjadi dan dapat
mempengaruhi penggunaan kewas padaan yang tepat
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare,kehilangan nafsu makan
Tujuan : Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal dengan kriteria hasil anak
mengkonsumsi jumlah nutrien yang cukup
Intervensi :
1. Berikan makanan dan kudapan tinggi kalori dan tinggi protein
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan
pertumbuhan
2. Beri makanan yang disukaianak
Rasional : Untuk mendorong agar anak mau makan
3. Perkaya makanan dengan suplemennutrisi,misalnya susu bubuk ataus uplemen
yang dijual bebas
Rasional : Untuk memaksimalkan kualitas asupan makanan

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak
sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi
beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk
hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang
lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan
terhadap pada beberapa tahun pertama
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang
diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control
sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm
terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
.
B. Saran
Pemberian materi yang lebih mendalam dapat meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan disamping
pengarahan dan bimbingan yang senantiasa diberikan sehingga keberhasilan dalam tugas
dapat dicapai
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/112760352/Hiv-Aids-Pada-Anak

Anda mungkin juga menyukai