Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Remaja adalah bagian dari penduduk dunia yang berskala kecil
namun memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan masa
depan dunia. Commented [SH1]: Sumber tahun?

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah Commented [SH2]: Buktinya mana?
Commented [SH3]: Outdated
remaja usia 10- 19 tahun mencapai sekitar 60.901.709 atau 30% dari
jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 201.241.999 jiwa. Melihat
jumlahnya yang sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus Commented [SH4]: Bertentangan dengan fakta pertama

bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara jasmani,


rohani, dan mental spiritual. Namun berbagai penelitian menunjukkan
bahwa banyak remaja pada usia dini sudah terjebak dalam perilaku yang
tidak semestinya dilakukan, seperti penyalahgunaan NAPZA, seks
bebas, Bullying dan berbagai kenakalan-kenalan lainnya.
Berdasarkan data BKKBN pada tahun 2006 menunjukkan bahwa : Commented [SH5]: Data yang digunakan terlalu tua, tidak lagi
update
1. Antara 10-31% (N=300 disetiap kota) remaja yang belum
menikah di 12 kota besar di Indonesia menyatakan pernah
berhubungan seks (YKB, 1993). Universitas Sumatera Utara
2. Di Denpasar Bali, dari 633 pelajar SLTA kelas II, sebanyak
24,4% (155 remaja) mempunyai pengalaman hubungan seks
(Pangkahila, 1996).
3. Di Lampung, 75 dari 100 remaja yang belum menikah dilaporkan
sudah pernah melakukan hubungan seks (Studi PKBI, 1997).
4. Di Medan, 27% remaja laki-laki dan 9% remaja perempuan (15-
19 tahun) mengatakan sudah pernah berhubungan seksual
(Situmorang, 2001).
(BKKBN, 2006)
Sedangkan untuk kasus penyalahgunaan NAPZA, dari tahun 2007 Commented [SH6]: Mana comparing data yang bertentangan
dengan fakta ini?
hingga tahun 2011 tercatat jumlah remaja yang menjadi tersangka kasus
Narkoba pada tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) berjumlah 22.402, Commented [SH7]: Tidak relevan

Sekolah Menengah Pertama 44.878 tersangka, Sekolah Menegah Atas

1
117.147, dan pada taraf pendidikan Perguruan Tinggi (PT) berjumlah
4.868 tersangka. Total keseluruhan ada 189.294 tersangka. Kasus teratas Commented [SH8]: Maksudnya?

terdapat pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yakni


61,9% dari total kasus. (Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim
Polri dan BNN, Maret 2012).
Sedangkan terkait masalah bullying, dari 2011 hingga agustus 2014,
KPAI mencatat 1.480 pengaduan terkait masalah bullying di bidang
pendidikan. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di
sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun
aduan pungutan liar. Sedangkan untuk kasus tawuran pelajar sendiri,
KPAI mencatat, sepanjang tahun 2013, ada 255 kasus tawuran antar-
pelajar di Indonesia. Angka ini meningkat tajam dibanding tahun
sebelumnya, yang hanya 147 kasus. Dari jumlah tersebut, 20 pelajar
meninggal dunia, saat terlibat atau usai aksi tawuran, sisanya mengalami
luka berat dan ringan.
Keperawatan kesehatan komunitas sebagai salah satu cabang ilmu
keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan
kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat secara
aktif, harus mampu memberikan pendekatan khusus terkait dengan
masalah-masalah yang terjadi pada remaja. Perawat komuntas harus bias
memberikan asuhan keperawatan yang bersifat promotif, preventif,
kuratif, maupun rehabilitative terhadap kelompok remaja dengan
berbagai permasalahannya. Commented [SH9]: Menyampahkan informasi

1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Dengan mengikuti sesi kelas SGD (Small Group Discussion),
mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menyusun asuhan
keperawatan komunitas pada kelompok remaja.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep dasar karakteristik tentang
kelompoktumbuh kembang remaja

2
2. Menjelaskan kenakalan remaja (Penyalahgunaan NAPZA,
Perilaku seks bebas, dan kekerasan) yang berdampak pada
kesehatan dan kesejahteraanperilaku kelompok remaja yang
berdampak pada kesehatan.
3. Menjelaskan program pemerintah tentang upaya kesehatan
dari pemerintah untuk remaja
4. Menjelaskan peran perawat komunitas dalam penanganan
kenakalan remaja
5. Menjelaskan pendekatan asuhan keperawatan komunitas pada
kelompok remaja.
1.3. Manfaat
Mahasiswa mendapatkan penjelasan tentang konsep dasar dan asuhan
keperawatan komunitas pada remaja. Commented [SH10]: Lalu manfaatnya apa?

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA Commented [SH11]: Sesuaikan dengan tata urutan isi tujuan
makalah

2.1 Konsep Tumbuh Kembang Remaja


2.1.1 Defenisi Remaja
Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence,
berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya tumbuh atau
tumbuh untuk mencapai kematangan. Perkembangan lebih lanjut,
istilah adolescence memiliki arti yang luas mencakup kematangan
mental, emosional, sosial dan fisik (Ali dan Asrori, 2004). Masa
remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa,
dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks
sekunder, tercapai fertilitas, dan terjadi perubahan-perubahan
psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2004).
Masa remaja dalam hidup kita adalah suatu periode transisi
yang memiliki rentang dari masa kanak-kanak yang bebas dari
tanggung jawab sampai pencapaian tanggung jawab pada masa
dewasa. Remaja secara umum dianggap mencakup individu berusia
10 sampai 19 tahun, sehingga kesehatan reproduksi remaja
memperhatikan kebutuhan fisik, sosial, dan emosional kaum muda
(Glasier dan Gebbie, 2005).
Menurut defenisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10 sampai 19
tahun (Sherris (ed), 2000). Menurut WHO defenisi tentang remaja
lebih bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan
tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi
(Sarwono, 2006).
2.1.2 Klasifikasi Remaja
Menurut ciri-ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi
tiga tahap, yaitu:
1. Masa remaja awal (10-12 tahun), dengan ciri khas antara lain:
a. Lebih dekat dengan teman sebaya.

4
b. Ingin bebas.
c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai
berpikir abstrak.
2. Masa remaja tengah (13-15 tahun), dengan ciri khas antara lain:
a. Mencari identatas diri.
b. Timbulnya keinginan untuk kencan.
c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam.
d. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
e. Berkhayal tentang aktivitas seks.
3. Masa remaja akhir (16-19), dengan ciri khas antara lain:
a. Pengungkapan kebebasan diri.
b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya.
c. Mempunyai citra jasmani dirinya.
d. Mampu berpikir abstrak
(Depkes, 2003).
2.1.3 Ciri-ciri Remaja
Ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut (Zulkifli L. 2003):
1. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat
dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa remaja
2. Perkembangan Seksual
Seksual mengalami perkembangan yang kadang-kadang
menimbulkan masalah dan menjadi penyebab timbulnya
perkelahian, bunuh diri dan sebagainya.
3. Cara Berfikir
Cara berfikir causative yaitu menyangkut hubungan sebab dan
akibat. Misalnya remaja duduk di depan pintu, kemudian orang
tua melarangnya sambil berkata “pantang”. Andai yang
dilarang itu anak kecil, pasti ia akan menuruti perintah orang
tuanya, tetapi remaja yang dilarang itu akan mempertanyakan
mengapa ia tidak boleh duduk di depan pintu.
4. Emosi yang Meluap-luap

5
Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya
dengan keadaan hormone. Suatu saat ia bisa sedih sekali, dilain
waktu ia bisa marah sekali.
5. Mulai Tertarik pada Lawan Jenis
Dalam kehidupan social remaja, mereka lebih tertarik pada
lawan jenisnya dan mulai pacaran.
6. Menarik Perhatian Lingkungan
Remaja mulai mencari perhatian lingkungannya, berusaha
mendapatkan status dan peran seperti melalui kegiatan remaja
di lingkungan rumah.
7. Terikat dengan Kelompok
Remaja dalam kehidupan sosialnya tertarik pada kelompok
sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomor duakan
sedangkan kelompoknya dinomor satukan.
2.1.4 Perkembangan Psikis Remaja
Widyastuti dkk (2009) menjelaskan tentang perubahan kejiwaan
pada masa remaja. Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan
kejiwaan pada remaja adalah:
1. Perubahan emosi.
Perubahan tersebut berupa kondisi:
a. Sensitive atau peka misalnya mudah menangis, cemas,
frustasi, dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alas an yang
jelas. Utamanya seringb terjadi pada remaja putri, lebih-
lebih sebelum menstruasi
b. Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau
rangsangan luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya
mudah terjadi perkelahian. Suka mencari perhatian dan
bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu.
c. Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, lebih
senang pergi bersama temannya daripada tinggal di rumah
2. Perkembangan intelegensia.
Pada perkembangan ini menyebabkan remaja:

6
a. Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka
memberikan kritik.
b. Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul
perilaku ingin mencoba-coba.
Tetapi dari semua itu, proses perubahan kejiwaan tersebut
berlangsung lebih lambat dibandingkan perubahan fisiknya.
2.2. Pendekatan Pada Remaja
2.2.1 Metode Diskusi
Diskusi adalah percakapan ilmiah yang berisi pertukaran
pendapat, pemunculan ide-ide serta pengujian pendapat yang
dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok
untuk mencari atau memperoleh kebenaran (Karo-karo, 1984: 25).
Dalam kamus bahasa Indonesia (2005: 269) disebutkan bahwa
diskusi adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai
suatu masalah.
Sedangkan dalam metode pembelajaran, Metode diskusi
adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan menugaskan
pelajar atau kelompok pelajar melaksanakan percakapan ilmiah
untuk mencari kebenaran dalam rangka mewujudkan tujuan
pengajaran.
Metode diskusi tidak banyak melibatkan pengarahan guru.
Karenanya, diskusi mengandung unsur-unsur demokratis. Peserta
didik diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-ide mereka
sendiri. Tiap peserta didik diharapkan memberikan sumbangan
sehingga seluruh kelompok kembali dengan pemahaman yang
dibina bersama. Metode ini biasanya erat kaitannya dengan metode
lainnya, misalnya metode ceramah, karyawisata dan lain-lain
karena metode diskusi ini adalah bagian yang terpenting dalam
memecahkan sesuatu masalah (problem solving).
2.2.2 Metode Demonstrasi dan Eksperimen
Metode demonstrasi adalah metode mengajar yang
menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau

7
untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada anak
didik (Daradjat, 2008: 296). Eksperimen sama artinya dengan
percobaan. Dalam suatu eksperimen, orang ingin mengetahui
pengaruh faktor tertentu terhadap sesuatu.
Metode demonstrasi dan eksperimen adalah suatu cara
menyajikan bahan pelajaran dengan memperlihatkan atau
mempertunjukkan sesuatu proses dan hasil dari proses itu untuk
mencapai tujuan pengajaran (Karo-karo, 1984: 36).
Kedua metode ini dapat dipakai secara terpisah, tetapi pada
umumnya digunakan secara bersama-sama. sebab apa-apa yang di
cobakan atau dieksperimenkan biasanya langsung dipertunjukkan
dan sebaliknya apa yang didemonstrasikan biasanya adalah apa-
apa yang dicobakan untuk mencapai hasil yang efektif.
2.2.3 Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang
memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two
way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru
dan peserta didik (Sudjana, 2009: 78). Guru bertanya peserta didik
menjawab, atau peserta didik bertanya guru menjawab. Dalam
komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara
langsung antara guru dan peserta didik.
Peserta didik yang biasanya kurang mencurahkan
perhatiannya terhadap pelajaran yang diajarkan melalui metode
ceramah akan berhati-hati terhadap pelajaran yang diajarkan
melalui metode Tanya jawab. Sebab anak tersebut sewaktu-waktu
akan mendapat giliran untuk menjawab suatu pertanyaan yang
akan diajukan kepadanya.
2.2.4 Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving Method)
Salah satu sumbangan besar Amerika terhadap dunia
pendidikan dan pengajaran adalah suatu metode mengajar yang
dibuat oleh John Dewey yaitu metode masalah (The Problem
Method); Ahli lain misalnya Dr. Lester D. Crow dan Dr. Alice

8
Crow dalam buku mereka yang berjudul “Human Development and
Learning”. Menamakan metode ini Metode Pemecahan Masalah
(Problem Solving Method).
Metode pemecahan masalah adalah suatu cara menyajikan
bahan pelajaran dengan menghadapkan pelajar kepada persoalan
yang harus dipecahkan atau diselesaikannya dalam rangaka
pencapaian tujuan pengajaran (Karo-karo, 1979: 45).
Metode pemecahan masalah (problem solving) bukan hanya
sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode
berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan
metodemetode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai
kepada menarik kesimpulan.
2.2.5 Metode Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-
pura atau berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi
dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan
menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep,
prinsip, atau keterampilan tertentu (Sanjaya, 2008: 159).
Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan
semua asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan
secara langsung pada objek yang sebenarnya. Belajar bagaimana
cara mengoperasikan sebuah mesin yang mempunyai karakteristik
khusus misalnya, peserta didik sebelum menggunakan mesin yang
sebenarnya akan lebih bagus melalui simulasi terlebih dahulu.
Simulasi terdiri dari beberapa jenis, diantaranya:
1. Sosiodrama
Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk
memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
fenomena sosial dan permasalahan yang menyangkut hubungan
antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba,
gambaran keluarga yang otoriter dan lain sebagainya.
2. Psikodrama

9
Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran
yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis.
Psikodrama biasanya digunakan untuk terapi, yaitu
menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap tekanan-
tekanan yang dialaminya.
3. Role Playing
Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran
sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi
peristiwa sejarah, peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-
kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang.
2.3. Masalah Utama Remaja
2.3.1. Penyalahgunaan NAPZA
1. Defenisi NAPZA
Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya,
atau biasa dikenal dengan singkatan NAPZA pada mulanya
ditemukan dan dikembangkan untuk pengobatan dan
penelitian. Namun berbagai jenis obat tersebut kemudian
disalahgunakan untuk mencari kenikmatan sementara dan
untuk menghindar dari masalah yang akhirnya menyebabkan
ketagihan dan kecanduan atau ketergantungan. Bermula dari
rasa ingin tahu, bersenang-senang pemakai sering kali pada
awalnya berpikir bahwa kalau hanya coba-coba saja tidak
mungkin kecandua atau ketagihan, namun tanpa disadari akan
meningkat dan pada akhirnya menjadi ketergantungan.
Remaja merupakan golongan yang rentan terhadap
penyalahgunaan NAPZA karena selain memilki sifat dinamis,
energik selalu ingin mencoba, mereka juga mudah tergoda dan
mudah putus asa sehingga mudah jatuh kepada perilaku
menyimpang, salah satunya penyalahgunaan NAPZA yang
bepotensi menimbulkan ketergantungan yang akan merugikan
remaja, keluarga dan masyarakat. Masalah NAPZA ini bukan
saja diatur secara nasional tetapi juga diatur secara

10
internasional. Berbagai peraturan perundan-undangan yang
berkaitan dengan NAPZA tersebut untuk keperluan pengobatan
dan penelitian dan tetap menjaga agar NAPZA tidak
disalahgunakan. Namun pada kenyataannya masih
terjadi peredaran, kultipasi, produksi maupun konsumsi secara
gelap. Penelitian yang dilakukan Hawari (1990), diperoleh data
dan kesimpulan yaitu, pada umumnya kasus (penyalahgunaan
narkoba) mulai memakai pada usia remaja 13-17 tahun
sebanyak 97% dan usia termuda 9 tahun. Pada awalnya kasus
penyalahgunaan NAPZA sebagian besar (80%) diperoleh dari
teman dengan alasan untuk menghilangkan kecemasan ,
kemurungan, ketakutan dan sukar tidur. Sebanyak 36%
digunakan untuk memperoleh kenikmatan/kesenangan semata.
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan
psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku
jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan,
diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya
(Alifia, 2008). Ketergantungan adalah gejala dorongan untuk
menggunakan narkotika secara terus menerus, toleransi dan
gejala putus narkoba apabila penggunaan dihentikan. Sesuai
definisi yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 22
Tahun 1997, Narkoba merupakan zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman, baik alamiah maupun
sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, berkurang atau hilangnya rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan (Amriel, 2007, 4-5).
2. Jenis NAPZA
Narkoba dibagi dalam tiga jenis yaitu narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
a. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang

11
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, atau
ketagihan yang sangat berat (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 tahun 1997). Narkotika terdiri dari 3
golongan yaitu:
a) Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta
mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan, (Contoh: heroin/putauw, kokain,
ganja).
b) Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam
terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : morfin, petidin).
c) Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein).
b. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun
1997). Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan
sebagai berikut.

12
a) Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan, contoh :
ekstasi; shabu; LSD)
b) Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu
pengetahuan serta menpunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh
amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
c) Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh :
pentobarbital, Flunitrazepam).
d) Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh :
diazepam, bromazepam (lexotan), Fenobarbital,
klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, artan (LL),
Dextrometrophan (Dextro)
c. Zat Adiktif lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat – zat selain narkotika dan
psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan pada
pemakainya, diantaranya adalah:
a) Minuman berakohol

13
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh
menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi
bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam
kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran
dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat
pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia.
b) Inhalansia (gas yang dihirup) dan Solven (zat pelarut)
Zat yang mudah menguap berupa senyawa organik,
yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah
tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering
disalah gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus
cat kuku, bensin.
c) Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat
luas di masyarakat. Pada upaya penanggulangan
NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol
terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya
pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi
pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih
berbahaya. (Alifia, 2008).
3. Dampak Penyalahgunaan NAPZA
Dampak negatif antara lain dapat merusak hubungan
kekeluargaan, menurunkan minat belajar dan bisa
menimbulkan tindak kekerasan yang merugikan banyak orang.
Penderita penyalahgunaan NAPZA dapat dikenali dengan
mudah seperti adanya perubahan sikap dan tingkah laku,
pandangan mata menjadi sayu, takut dan jarang mandi, bersifat
pemalas, berjalan sempoyongan, terlihat seperti bego atau
dungu. Secara psikologis ketergantungan pada NAPZA
menyebabkan orang tidak dapat berpikir dan berperilaku
normal. Perasaan, pikiran dan perilaku sudah dipengaruhi oleh
zat yang dipakai. Berbagai gangguan psikis yang dialami oleh

14
mereka yang menyalahgunakan NAPZA antara lain : depresi,
paranoid, percobaan bunuh diri dan melakukan tidak
kekerasan.
Banyak faktor yang menyebabkan penyalahgunaan NAPZA
dikalangan remaja, antara lain:
a. Faktor internal
a) Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa
berpikir panjang mengenai akibatnya
b) Keinginan untuk mencoba-coba dan mengikuti tren atau
gaya
c) Keinginan untuk bersenang-senang
d) Tidak memiliki rasa percaya diri
e) Kepribadian yang tidak teguh
f) Penghayatan keagamaan hanya sebatas memenuhi
kewajiban semata, tanpa diikuti pendalaman yang benar
g) Gangguan kepribadian
h) Lari dari kebisanan atau kegetiran hidup
b. Faktor eksternal
a) Kondisi keluarga yang tidak baik, seperti kedua orang
tua bercerai atau berpisah, hubungan kedua orang tua
yang tidak harmonis, hubungan/komunikasi antara
orang tua dan anak tidak baik, suasana rumah tangga
yang tegang tanpa kehangatan serta orang tua yang
jarang di rumah sehingga kurang mendapatkan kasih
sayang dari kedua orang tuanya.
b) Lingkungan sekitar yang tidak mampu mencegah dan
menanggulangi penyalahgunaan NAPZA bahkan
membuka kesempatan remaja untuk menggunakannya.
c) Pergaulan remaja yang bebas dengan lingkungan yang
kurang tepat
d) Sudah terlalu banyak narkoba yang beredar di
masyarakat

15
e) Dorongan luar juga bisa disebabkan pengaruh media
massa yang memperlihatkan gaya hidup dan berbagai
ransangan lain yang secara lansung maupun tidak
lansung mendorong pemakaian NAPZA.
Penyalahgunaan NAPZA sangat memberikan efek yang
tidak baik dimana bisa mengakibatkan adiksi (ketagihan) yang
berakibat pada ketergantungan. Menurut Hawari, hal tersebut
terjadi karena sifat-sifat narkoba yang menyebabkan (Azmiyati,
SR, 2014):
a. Keinginan yang tidak tertahankan (an over powering
desire) terhadap zat yang dimaksud dan kalau perlu dengan
jalan apapun untuk memperolehnya.
b. Kecenderungan untuk menambahkan takaran atau dosis
dengan toleransi tubuh.
c. Ketergantungan psikologis, yaitu apabila pemakaian zat
dihentikan akan menimbulkan gejala-gejala kejiwaan,
seperti kegelisahan, kecemasan, depresi, dan sejenisnya.
d. Ketergantungan fisik yaitu apabila pemakaian zat
dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang dinamakan
gejala putus obat (withdrawal symptoms).
4. Penanggulangan
Mengingat betapa dahsyatnya bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh narkoba dan begitu cepatnya menular di
kalangan generasi muda untuk mengonsumsi narkoba, maka
diperlukan upaya-upaya konkrit untuk mengatasinya seperti:
a. Meningkatkan iman dan taqwa melalui pendidikan agama,
baik di sekolah maupun dimasyarakat.
b. Meningkatkan peran keluarga melalui perwujudan keluarga
sakinah, sebab peran keluarga sangat besar terhadap
pembinaan diri seseorang.
c. Penanaman sejak dini bahwa narkoba adalah haram.

16
d. Meningkatkan peran orang tua dalam mencegah narkoba, di
rumah oleh ayah-ibu, disekolah oleh guru dan di
masyarakat oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat serta
aparat penegak hukum.
Mencegah penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan
dengan cara bekerjasama dengan pihak yang berwenang
memberikan penyuluhan tentang narkoba, atau mengadakan
razia mendadak secara rutin. Disamping hal itu perlu
pendampingan orang tua dengan memberikan perhatian dan
kasih sayang. Pihak sekolah harus melakukan pengawasan
yang ketat terhadap gerak gerik anak didiknya, karena sering
terjadi penyebaran (transaksi) di lingkungan sekolah. Yang
tidak kalah penting adalah pendidikan moral dan keagamaan
harus ditekankan pada siswa, karena salah satu penyebab
terjerumusnya remaja ke dalam lingkaran setan ini adalah
kurangnya pendidikan moral dan keagamaan yang mereka
serap. Oleh karena itu, pendidik, pengajar dan orang tua serta
tokoh masyarakat harus sigap dan waspada akan bahaya
narkoba yang sewaktu-waktu dapat menjerat anak-anak kita.
Orang tua harus mengenal anaknya lebih dalam ketika
beranjak remaja, bukan hanya sekedar bertemu muka, atau
bercakap-cakap sebentar karena tinggal dalam satu rumah
tetapi harus terus memberi kasih saying, yaitu dengan cara
mengamati, bermain bersama, bercakap-cakap dan
mendampingi serta membimbingnya secara konsisten. Orang
tua harus menjadi pemimpin yang baik, yaitu pemimpin yang
berada di depan (ing ngarso sung tulodho), yang dapat memberi
contoh dalam sikap dan perilakunya. Orang tua juga harus
menjadi pemimpin di belakang (tut wuri handayani) yaitu
mendukung/mendorong, membimbing, meluruskan jalan ketika
salah.

17
Pendidikan pencegahan adalah pendidikan yang ditujukan
terutama kepada individuatau sekelompok masyarakat,
umumnya anak dan remaja yang mempunyai resiko tinggi
terkena pengaruh narkoba. Ada beberapa jenis pendidikan
pencegahan, yaitu:
a. Pendekatan informatif, yaitu pemberian informasi dengan
menekankan dampak buruk atau negatif pemakaian narkoba
(scare tactics atau teknik menakut-nakuti).
b. Pendekatan afektif, yaitu menekankan pada kebutuhan
mental emosional siswa sehingga dapat mengurangi alasan
untuk memakai narkoba.
c. Pendidikan yang berorientasi pada situasi penawaran, yaitu
memberikan pemahaman dan keterampilan kepada siswa
untuk menghadapi kemungkinan penawaran narkoba dan
menolaknya.
Hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisir remaja dalam
penyalahgunaan NAPZA sebagai berikut:
a. Membangkitkan kesadaran beragama, mencari informasi
dan hal-hal yang positif dan bermanfaat
b. Selektif dalam memilih teman
c. Menghindarkan diri dari lingkungan yang tidak tepat
d. Menanamkan pendidikan agama sejak dini
e. Mencari tahu fakta-fakta tentang narkoba termasuk akibat-
akibat yang akan ditimbulkan apabila mengkonsumsi
barang haran tersebut.
f. Menciptakan kehidupan beragama di dalam berumah
tangga dan menciptakan suasana kasih sayang antara kedua
orang tua dan anak.
g. Bekerjasama dalam menghadapi sindikat pengedar
NAPZA, serta berani melaporkan ke aparat apabila melihat
sinyal adanya pengedar pengedar atau pengguna di sekitar
kita.

18
2.3.2. Perilaku Seks Bebas
1. Definisi
Seks bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan diluar
ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia
prostitusi. Seks bebas bukan hanya dilakukan oleh kaum
remaja bahkan yang telah berumah tangga pun sering
melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya.
Biasanya dilakukan dengan alasan mencari variasi seks ataupun
sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
Seks bebas sangat tidak layak dilakukan mengingat resiko
yang sangat besar. Pada remaja biasanya akan mengalami
kehamilan diluar nikah yang memicu terjadinya aborsi. Aborsi
itu sangatlah berbahaya dan beresiko kemandulan bahkan
kematian. Selain itu tentu saja para pelaku seks bebas sangat
beresiko terinfeksi virus HIV yang menyebabkan AIDS,
ataupun penyakit menular seksual lainnya.
2. Jenis
Menurut Masland (2004) dan Mu’tadin (2002), perilaku seks
bebas meliputi:
a. Kissing
Ciuman yang dilakukan dapat menimbulkan rangsangan
seksual, seperti di bibir disertai dengan rabaan pada bagian-
bagian yang sensitif yang bisa menimbulkan rangsangan
seksual. Berciuman dengann bibir tertutup merupakan
ciuman yang umum dilakukan.
b. Necking
Istilah yang umumnya menggambarkan ciuman dan
pelukan yang lebih mendalam, termasuk mencium wajah
dan leher.
c. Petting
Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif
seperti payudara, organ kelamin. Merupakan langkah yang

19
lebuh mendalam dari necking. Ini termasuk merasakan dan
mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada,
kaki, dan kadang-kadang daerah kemalua, entah diluar
maupun di dalam pakaian.
d. Intercourse
Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh
pasangan pria dan wanita yang ditandai dengan penis pria
yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk mendapat
kepuasan seksual.
3. Dampak
Perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab atau
perilaku seksual menyimpang akan mengakibatkan kehamilan
tidak diinginkan pada remaja. Hal ini dapat menimbulkan
gangguan kejiwaan seperti rasa ketakutan dan rasa tertekan,
kadang-kadang timbul keinginan bunuh diri. Terjadi risiko
putus sekolah dan berkeinginan untuk melakukan aborsi
(pengguguran kandungan) yang tidak aman serta terjadi
gangguan kesehatan berupa anemia atau kekurangan darah
karena kadar hemoglobinnya rendah.
Dampak lain misalnya terjadi keguguran, bayi lahir
sebelum waktunya (kurang dari 9 bulan), serta berat badan bayi
rendah (kurang dari 2500 gram), selain itu juga dapat terjadi
proses kelahiran dengan penyulit (persalinan macet dan
perdarahan) karena alat reproduksi yang belum matang yang
bisa mengakibatkan kematian pada ibu dan bayinya (Perawatn
KB-KRR BKKBN, 2006: 25).
Dampak dari Pergaulan Bebas adalah tingginya kasus
penyakit Human Immunodeficiany Virus/Acquired Immnune
Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), khususnya pada kelompok
umur remaja, salah satu penyebabnya akibat pergaulan bebas.
Hasil penelitian di 12 kota di Indonesia termasuk Jawa Timur

20
menunjukkan angka tinggi remaja yang belum menikah sudah
pernah melakukan hubungan seksual.
4. Penganggulangan
Ada beberapa upaya yang harus dilakukan dalam mengatasi
dan mencegah perilaku seks bebas di kalangan remaja, yaitu
sebagai berikut:
a. Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang.
contohnya: kita boleh saja membiarkan dia melakukan apa
saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut
pengawasan kita dia telah melewati batas yang sewajarnya,
kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan
akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus melakukan
hal yang sudah melewati batas tersebut.
b. Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang
hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih tua darinya.
Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan teman
main yang sangat tidak sebaya dengannya, yang gaya
hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa
gaya hidup yang mungkin seharusnya belum perlu dia
jalani.
c. Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media
komunikasi seperti televisi, internet, radio, handphone, dan
lain-lain.
d. Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena
disanalah tempat anak lebih banyak menghabiskan
waktunya selain di rumah.
e. Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini,
seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai
dengan iman kepercayaannya.
f. Mendukung hobi yang dia inginkan selama itu masih positif
untuk dia. Jangan pernah kita mencegah hobinya maupun
kesempatan dia mengembangkan bakat yang dia sukai

21
selama bersifat positif, karena dengan melarangnya dapat
menggangu kepribadian dan kepercayaan dirinya.
g. Orang tua harus menjadi tempat bicara yang nyaman untuk
anak, sehingga orang tua dapat membimbingnya ketika ia
sedang menghadapi masalah.
h. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol
diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan.
Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur
orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya
dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri
setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
i. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk
melakukan point pertama.
j. Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga
sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan
nyaman bagi remaja.
k. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik
serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di
komunitas mana remaja harus bergaul.
l. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah
terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas
yang ada tidak sesuai dengan harapan.
2.3.3 Kekerasan Pada Remaja
1. Definisi
Masa remaja adalah masa transisi (peralihan) antara kanak-
kanak dan dewasa, yang pada umumnya dimulai pada usia 12
atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau
awal dua puluhan tahun. Dan mereka relatif belum mencapai
tahap kematangan mental serta sosial sehingga harus
menghadapi tekanan emosi, psikologi, dan sosial yang saling
bertentangan. (Dyah Maahendrasari Sukendra, Fitri Indrawati,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M))

22
Remaja merupakan tahapan usia manusia yang menarik
perhatian banyak pihak. Ini dikarenakan pada usia remaja,
individu yang bersekolah di tingkat SMP, SMA dan masa awal
perguruan tinggi dalam jumlah yang cukup banyak, serta
tingginya angka permasalahan yang mereka alami. Mulai dari
banyaknya pemberontakan remaja terhadap orangtuanya, yang
seringkali menjadikan orangtua bingung menghadapi anaknya
sendiri, kesulitan penyesuaian diri di lingkungan sekolah,
fenomena berpacaran (interaksi lawan jenis) yang seringkali
membuat orangtua khawatir, sampai gaya berbusana dan
kegemaran akan aliran musik tertentu yang khas pada remaja
dan terkadang sukar dipahami oleh orang-orang dewasa.
Kenakalan remaja atau kekerasan remaja biasa disebut
dengan istilah Juvenile delinguency. Juvenile berasal dari
bahasa Latin Juvenilis yang artinya anak-anak, anak muda,
sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin delinquere yang
berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian menjadi
perbuatan yang menyimpang/kejahatan. (Huizinga J. 1990)
Kekerasan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang
dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja.
Perilaku tersebut akan merugikan diri sendiri dan orang-orang
disekitarnya. Para ahli pendidikan sependapat bahwa yang
dikatakan usia remaja adalah 13-18 tahun. (Topo Santoso dan
Eva Achajani. 2003).
2. Jenis
Tindakan kekerasan yang dilakukan remaja banyak
mengundang perhatian berbagai pihak. Bermacam perilaku
yang menimbulkan keprihatinan, (Endang Ekowarni,1993)
a. Arak-arakan sepeda motor atau genk motor
Arak-arakan sepeda motor merupakan tindakan yang
sekedar mengganggu, biasanya dilakukan remaja untuk
menunjukkan kepandaiannya dalam mengendarai sepeda

23
motor dan sekedar mencari perhatian orang disekitarnya..
Selain itu, arak-arakan sepeda motor juga sering dijadikan
ajang bersaing antar genk motor untuk menguji
kepandaiannya dalam beratraksi sepeda motor. Padahal
arak-arakan sepeda motor sangat berbahaya dan merugikan
dirinya dan orang yang ada disekitarnya.
b. Tawuran antar pelajar
Tawuran merupakan tindakan sekedar mengganggu.
Biasanya dilakukan oleh pelajar atau remaja karena suatu
hal yang sepele. Misalnya: merebutkan tempat
perkumpulan, tersinggung atas perlakuan atau ucapan
seseorang, dan yang biasanya sering terjadi karena
merebutkan seseorang yang disukai.
c. Penjambretan dan mencuri
Penjambretan dan mencuri merupakan tindakan
pelanggaran hukum ringan. Biasanya dilakukan oleh remaja
karena adanya masalah keluarga dan masalah soaial,
misalnya: kemiskinan, kurangnya perhatian dari orangtua,
salah pergaulan atau pergaulan bebas, menggunakan obat-
obat terlarang, dan sebagainya. Tindakan ini harus
diberikan hukuman agar mereka jera karena tindakannya
dapat merugikan banyak pihak dan merusak moral penerus
bangsa.
d. Pembunuhan
Pembunuhan merupakan tindakan pelanggaran hukum
berat. Tindakan ini sering terjadi karena ketidaksadaraan
para remaja akibat mengkonsumsi minum-minuman keras
dan obat-obatan terlarang. Tindakan ini harus diberikan
hukuman berat yang sebanding dengan perbuatannya, yaitu
hukuman mati.
Kisah nyata pembunuhan yang terjadi di Palembang karena
pengaruh minuman keras seorang remaja tega membunuh

24
kerabatnya sendiri. Dalam reka ulang yang digelar Jajaran
Polsekta Sebrang Ilir Satu Palembang, Senin (3/03)
kemarin terungkap peristiwa pembunuhan yang menimpa
korban Mardi warga Jalan Kimarogon Kertapati Palembang
pertengahan bulan lalu itu dilatarbelakangi pengaruh
minum- minuman keras. (indosiar.com, Palembang)
e. Pemerkosaan
Pemerkosaan merupakan tindakan pelanggaran hukum
berat. Tindakan ini dilakukan sama halnya dengan
pembunuhan karena ketidaksadaraan akibat mengkonsumsi
minum-minuman keras dan obat-obatan terlarang.
Terkadang karena ada rasa kebencian atau dendam dengan
seorang wanita yang diperkosa, bahkan ada yang
melakukan karena kesadaran. Tindakan harus benar-benar
dimusnahkan karena dapat merusak harga diri wanita dan
dapat menyebabkan penyakit pada organ reproduksi.
3. Penanggulangan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kekerasan
remaja, (Topo Santoso dan Eva Achajani. 2003):
a. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol
diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan.
Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur
orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya
dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri
setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
b. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk
melakukan point pertama.
c. Kemauan orang tua untuk membenahi kondisi keluarga
sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan
nyaman bagi remaja.
d. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik
serta orang tua memberi arahan dengan siapa dan

25
komunitas mana remaja harus bergaul. Teman yang baik
adalah mereka yang memberikan perlindungan apabila kita
kurang hati-hati, menjaga barang-barang dan harta kita
apabila kita lengah, memberikan perlindungan apabila kita
berada dalam bahaya, tidak pergi meninggalkan kita apabila
kita sedang dalam bahaya dan kesulitan, dan membantu
sanak keluarga kita.
e. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah
terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas
yang ada tidak sesuai dengan harapan.
f. Melakukan Rehabilitasi untuk remaja yang telah melakukan
kekerasan atau kenakalan remaja.
4. Dampak
Dampak kenakalan remaja pasti akan berimbas pada remaja
tersebut. Bila tidak segera ditangani, ia akan tumbuh menjadi
sosok yang bekepribadian buruk.
Remaja yang melakukan kenakalan-kenakalan tertentu
pastinya akan dihindari atau malah dikucilkan oleh banyak
orang. Remaja tersebut hanya akan dianggap sebagai
pengganggu dan orang yang tidak berguna.
Akibat dari dikucilkannya ia dari pergaulan sekitar, remaja
tersebut bisa mengalami gangguan kejiwaan. Yang dimaksud
gangguan kejiwaan bukan berarti gila, tapi ia akan merasa
terkucilkan dalam hal sosialisai, merasa sangat sedih, atau
malah akan membenci orang-orang sekitarnya.
Dampak kenakalan remaja yang terjadi, tak
sedikit keluarga yang harus menanggung malu. Hal ini tentu
sangat merugikan, dan biasanya anak remaja yang sudah
terjebak kenakalan remaja tidak akan menyadari tentang beban
keluarganya.
Masa depan yang suram dan tidak menentu bisa menunggu
para remaja yang melakukan kenakalan. Bayangkan bila ada

26
seorang remaja yang kemudian terpengaruh pergaulan bebas,
hampir bisa dipastikan dia tidak akan memiliki masa depan
cerah. Hidupnya akan hancur perlahan dan tidak sempat
memperbaikinya.
Kriminalitas bisa menjadi salah satu dampak kenakalan.
remaja yang terjebak hal-hal negatif bukan tidak mungkin akan
memiliki keberanian untuk melakukan tindak kriminal.
Mencuri demi uang atau merampok untuk mendapatkan barang
berharga.
2.4 Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat untuk Remaja
Remaja sehat adalah remaja yang berperilaku sehat (tidak
merokok, berperilaku seksual menyimpang), terhindar dari risiko Triad
KRR (NAPZA, seksualitas, dan HIV/AIDS), menunda usia pernikahan,
mempunyai perencanaan kehidupan berkeluarga untuk mewujudkan
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera serta menjadi contoh, model, idola dan
sumber informasi bagi teman sebayanya (BKKBN, 2012).
Indikatornya adalah remaja mampu berpikir, bersikap bertindak
sesuai norma dan nilai. Mampu menyiapkan dan merencanakan secara
matang kehidupan berkeluarga, serta mampu melangsungkan jenjang-
jenjang pendidikan secara terencana, berkarir dalam pekerjaan secara
terencana, dan menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus
Kesehatan Reproduksi (BKKBN, 2012).
2.4.1 KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja)
Program kesehatan reproduksi remaja merupakan salah satu
program pokok pembangunan nasional yang tercantum dalam
RPJM 2004-2009.Salah satu sasaran strategis yang ingin dicapai
adalah berkaitan erat dengan program kesehatan reproduksi remaja
yang ditingkatkan melalui PIK-KRR (pusat informasi dan
konseling kesehatan reproduksi remaja).
Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja (PIK-KRR) oleh BKKBN dibagi menjadi dua yaitu: Pusat

27
Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) dan Pusat
Informasi dan Konseling Mahasiswa (PIK Mahasiswa).
Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi adalah sebagai
berikut:
1. Konseling dan informasi keluarga berencana
2. Pelayanan kehamilan dan persalinan termasuk pelayanan aborsi
yang aman serta pelayanan bayi baru lahir dan neonatal
3. Pengobatan infeksi saluran reproduksi dan penyakit menular
seksual
4. Konseling dan pelayanan kesehatan remaja
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar
memiliki informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap
dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses
reproduksi. Pengetahuan dasar yang perlu diberikan antara lain:
1. Pengenalan system, proses, dan fungsi alat reproduksi
2. Perlunya pendewasaan usia menikah dan merencanakan
kehamilan
3. PMS dan HIV/AIDS seta dampak pada system reproduksi
4. Bahaya NAPZA pada kesehatan terutama kesehatan reproduksi
5. Pengaruh social media terhadap perilaku seksual
6. Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
7. Kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat
kepercayaan diri
8. Hak hak reproduksi
(Effendi, 2009)
2.4.2 PKRR (Program Kesehatan Peduli Remaja)
Pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau
oleh remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan
terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan
kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien
dalam memenuhi kebutuhan tersebut.Singkatnya, PKPR adalah
pelayanan kesehatan kepada remaja yang mengakses semua

28
golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan
efisien.
Karakteristik PKPR merujuk WHO (2003) yang
menyebutkan agar Adolescent Friendly Health Services (AFHS)
dapat terakses kepada semua golongan remaja, layak, dapat
diterima, komprehensif, efektif dan efisien, memerlukan:
1. Kebijakan yang peduli remaja.
2. Prosedur pelayanan yang peduli remaja.
3. Petugas khusus yang peduli remaja.
4. Petugas pendukung yang peduli remaja
5. Fasilitas kesehatan yang peduli remaja.
6. Partisipasi/keterlibatan remaja.
7. Keterlibatan masyarakat.
8. Berbasis masyarakat, menjangkau ke luar gedung, serta
mengupayakan pelayanan sebaya
9. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif.
2.4.3 CERIA (Cerita Remaja Indonesia)
CERIA (Cerita Remaja Indonesia) merupakan program BKKBN
dalam rangka menyampaikan pendidikan seksual pada remaja.
2.4.4 Posyandu Remaja
Posyandu Remaja adalah pos kesehatan remaja yang
merupakan salah satu wujud upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat yang diperuntukkan bagi remaja. Kegiatan posyandu
remaja terdiri dari pelayanan kesehatan dasar seperti penimbangan
dan pengukuran tekanan darah kemudian dilanjutkan dengan
penyuluhan tentang masalah Kespro Remaja dan Permasalahan
yang dialami remaja pada umumnya seperti NAPZA,
seksualitas,HIV/AIDS dll. Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi
remaja mengingat begitu kompleknya masalah yang dihadapi
remaja dewasa ini.akan tetapi keberlangsungn Posyandu remaja ini
masih memerlukan banyak dukungan dari berbagai pihak terutama

29
Dinas Kesehatan sebagai instansi kesehatan tertinggi ditingkat
kabupaten.
1. Tujuan Posyandu Remaja, antara lain:
a. Memberikan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi
remaja.
b. Memberikan pengetahuan pentingnya pendidikan kesehatan
reproduksi dan NAPZA bagi remaja.
c. Menciptakan wadah generasi muda di masing-masing desa
sebagai wadah pembinaan dan memahami pentingnya gaya
hidup sehat.
2. Kegiatan posyandu remaja terdiri dari:
a. Pelayanan kesehatan dasar seperti penimbangan dan
pengukuran tekanan darah.
b. Penyuluhan tentang masalah Kespro Remaja dan
permasalahan yang dialami remaja pada umumnya seperti
NAPZA, seksualitas, HIV/AIDS, dan lain-lain.
3. Manfaat Posyandu Remaja
Manfaat dari adanya program ini adalah menstimulasi remaja
dalam menghadapi masa puber dengan segala permasalahnnya,
mulai dari kegiatan bersosialisasi sampai adanya kesadaran
untuk menanamkan rasa tanggung jawab dan mengerjakan apa
yang menjadi kewajibannya.
4. Kegiatan Posyandu Remaja:
a. Pendaftaran
b. Pengukuran TB, BB, LILA, HB, Tensi
c. Pencatatan hasil pengukuran
d. Konseling
e. Pelayanan kesehatan (Imunisasi, Pemberian tablet tambah
darah, kapsul Iodium, dll.) dan merujuk ke sarana
kesehatan yang lebih lengkap jika diperlukan/ sesuai
kebutuhan.

30
2.4.5 Program GENRE (GENerasi beREncana)
Dalam rangka merespon berbagai situasi yang ada seperti
halnya telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, BKKBN
merasa perlu untuk membentuk dan mengelola suatu program yang
dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan penyiapan diri
remaja menyongsong kehidupan berkeluarga yang lebih baik,
menyiapkan pribadi yang matang dalam membangun keluarga
yang harmonis, dan memantapkan perencanaan dalam menata
kehidupan untuk keharmonisan keluarga. Hal ini sekaligus juga
merupakan implementasi Undang- Undang nomor 52 tahun 2009,
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga, pasal 48 ayat 1 (b) yang mengatakan bahwa
“Peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi,
pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan
berkeluarga”, maka BKKBN sebagai salah satu institusi
pemerintah harus menwujudkan tercapainya peningkatan kualitas
remaja melalui Program Generasi Berencana (Program GenRe).
GenRe adalah suatu program yang dikembangkan dalam
rangka penyiapan dan perencanaan kehidupan berkeluarga bagi
remaja. Salah satu yang menjadi focus utama dalam program ini
adalah promosi pendewasaan usia perkawinan dengan tujuan
meningkatnya median usia kawin pertama khususnya bagi
perempuan.
Materi yang merupakan isi dari program ini adalah
Penanaman Nilai-Nilai Moral Melalui 8 Fungsi Keluarga,
Pendewasaan Usia Perkawinan, Seksualitas, NAPZA, HIV dan
AIDS, Keterampilan Hidup, Ketahanan Keluarga Berwawasan
Gender, Komunikasi Efektif Orangtua terhadap Remaja, Peran
Orangtua Dalam Pembinaan Tumbuh Kembang Remaja,
Kebersihan dan kesehatan diri remaja, Pemenuhan Gizi Remaja.
(BKKBN 2012).

31
2.5 Peran Perawat Komunitas dalam Kesehatan Remaja
Peran perawat kesehatan komunitas, yaitu sebagai pendidik dan
penyuluh kesehatan serta pelaksana konseling keperawatan kepada
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat merupakan bagian dari
ruang lingkup promosi kesehatan. Berdasarkan peran tersebut, perawat
kesehatan masyarakat diharapkan dapat mendukung individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat dalam mencapai tujuan perubahan perilaku
untuk hidup bersih dan sehat yang merupakan visi dari promosi kesehatan.
Sebagai pendidik atau penyuluh kesehatan, fungsi yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji kebutuhan klien untuk menentukan kegiatan yang akan
dilakukan dalam penyuluhan atau pendidikan kesehatan. Dari hasil
perngkajian diharapkan dapat diketahui tingkat pengetahuan klien,
informasi apa yang diperlukan klien, dan apa yang ingin diketahui dari
klien.
2. Meningkatkan dan memelihara kesehatan klien melalui penyuluhan
atau pendidikan kesehatan.
3. Melaksanakan penyuluhan atau pendidikan kesehatan untuk pemulihan
kesehatan klien antara lain tentang pengobatan, hygiene, perawatan,
serta gejala dan tanda-tanda bahaya.
4. Menyusun program penyuluhan atau pendidikan kesehatan baik untuk
topik sehat ataupun sakit seperti nutrisi, latihan, penyakit, dan
pengelola penyakit.
5. Mengajarkan kepada klien informasi tentang tahapan perkembangan.
6. Membantu klien untuk memilih sumber informasi kesehatan dari buku-
buku, koran, TV, teman, dan lainnya.
Sebagai pelaksana konseling keperawatan, perawat melaksanakan
fungsi antara lain sebagai berikut:
1. Memberikan informasi, mendengarkan secara objektif, memberikan
dukungan, memberikan asuhan, dan menjaga kepercayaan yang
diberikan klien.

32
2. Membantu klien untuk mengidentifikasi masalah serta faktor-faktor
yang mempengaruhi.
3. Memberikan petunjuk kepada klien untuk mencari pendekatan
pemecahan masalah dan memilih cara pemecahan masalah yang tepat.
4. Membantu klien menentukan pemecahan masalah yang dapat
dilakukan.
Metode penyuluhan atau pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan
pada remaja adalah pembelajaran kooperatif, problem-based learning,
diskusi, demontrasi, dan role play.
2.6 Konsep Community as Partner
Perawat komunitas perlu membangun dukungan, kolaborasi, dan
koalisi sebagai suatu mekanisme peningkatan peran serta aktif masyarakat
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi implementasi
upaya kesehatan masyarakat. Anderson dan McFarlene (2000) dalam hal
ini mengembangkan model keperawatan komunitas yang memandang
masyarakat sebagai mitra (community as partner). Focus dalam model
tersebut menggambarkan dua prinsip pendekatan utama keperawatan
komunitas, yaitu lingkaran pengkajian masyarakat pada puncak model
yang menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku utama
pembangunan kesehatan, dan proses keperawatan.
Asumsi dasar mekanisme kolaborasi perawat spesialis komunitas
dengan masyarakat tersebut adalah hubungan kemitraan yang dibangun
memiliki dua manfaat sekaligus yaitu meningkatnya partisipasi aktif
masyarakat dan keberhasilan program kesehatan masyarakat (Kreuter,
Lezin, & Young, 2000). Mengikutsertakan masyarakat dan partisipasi aktif
mereka dalam pembangunan kesehatan dapat meningkatkan dukungan dan
penerimaan terhadap kolaborasi profesi kesehatan dengan masyarakat
(Schlaff, 1991; Sienkiewicz, 2004). Dukungan dan penerimaan tersebut
dapat diwujudkan dengan meningkatnya sumber daya masyarakat yang
dapat dimanfaatkan, meningkatnya kredibilitas program kesehatan, serta
keberlanjutan koalisi perawat spesialis komunitas-masyarakat (Bracht,
1990).

33
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Data Inti
a. Sejarah
Sejarah yang dimaksud adalah sejarah dari wilayah yang ditempati
oleh para remaja yang banyak melakukan penyimpangan. Misalnya
wilayah tersebut merupakan wilayah yang dari dulu merupakan area
yang sudah dijadikan sebagai kampung para PSK. Para masyarakat
tinggal di wilayah tersebut sudah lama dan memang pekerjaan sebagai
PSK sudah dilakukan oleh nenek moyangnya. Contoh berikutnya
adalah wilayah tersebut memang dikenal sebagai kampung “adu jago”
dimana perjudian yang dilakukan diikuti dari berbagai warga kampung
lainnya.
b. Demografi
Data perbandingan antara jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan. Termasuk juga piramida penduduk berdasarkan usia
tersebut. Apakah di wilayah tersebut banyak ditemukan masyarakat
pada kelompok remaja atau tidak?
c. Kelompok Etnis
Suku atau etnis yang dijumpai pada wilayah tersebut apa saja.
Misalkan banyak ditemui suku yang terkenal dengan sifat kerasnya
dan lebih menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah
d. Nilai dan Keyakinan
Mengkaji tentang nilai dan keyakinan yang masyarakat anut. Jamaah
di tempat peribadahan wilayah tersebut paling banyak dari kelompok
lansia dan dewasa akhir dan sangat sedikit remaja yang beribadah di
tempat peribadahan
e. Kebiasaan
Kebiasaan remaja di suatu wilayah kurang baik, kebanyakan remaja
nongkrong tanpa ada aktivitas positif, kemudian beberapa remaja laki-

34
laki terlihat merokok dan minum-minuman sambil main kartu remi,
kebanyakan remaja mabuk saat ada hajatan di daerah tersebut.
2. Subsistem
a. Lingkungan Fisik
Keadaan lingkungan atau geografis, batas wilayah, peta wilayah, iklim
dan kondisi perumahan. Lingkungan fisik yang ada disekitar
kehidupan remaja, (adanya banyak gang yang digunakan remaja
sebagai tempat pertemuan dengan teman sebanyanya, banyaknya
pohon rindang sebagai tempat favorit remaja untuk berinteraksi antara
satu dengan yang lain dll). Belum terdapatnya lokasi untuk wadah
perkumpulan remaja seperti karang taruna.
b. Batas Wilayah
Batas wilayah yang dijadikan sebagai tempat pengkajian atau
pengumpulan data terkait masalah remaja
c. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Identifikasi tentang unit pelayanan kesehatan yang ada di daerah
tersebut, tenaga kesehatannya termasuk jumlah tenaga kesehatan,
pelayanan home care, identifikasi pula tempat pelayanan sosialnya,
lembaga pelayanan sosial, serta kondisi kesehatan jiwa komunitas
khususnya remaja di wilyah tersebut.
d. Ekonomi
Sebagian besar remaja masih bergantung dengan orang tua mereka
dalam pemenuhan kebutuhan, sebagiannya lagi remaja tidak ada
kegiatan atau penganguran, dan ada sebagian kecil yang bekerja
serabutan di pagi hari.
e. Keamanan dan Transportasi
Sarana bepergian yang ada untuk warga setempat khususnya yang
digunakan oleh remaja, pelayanan perlindungannya (pos polisi, pos
jaga, pos satpam). Kualitas udara di daerah tersebut, jenis kejahatan
yang sering dalami oleh masyarakat khususnya remaja dan respon
masyarakat setempat (masyarakat sudah merasa aman atau belum).
Biasanya wilayah yang banyak ditemukan kasus pada remaja tidak

35
memiliki sarana keamanan desa (pos kamling) ataupun sudah ada tapi
belum maksimal untuk pengaplikasiaannya.
f. Pemerintahan dan Politik
Remaja banyak yang tidak mengikuti dan tidak berperan serta dalam
kelompok organisasi di komunitas mereka. Ataupun di wilayah
tersebut tidak ada wadah perkumpulan seperti karang taruna ataupun
remaja masjid
g. Komunikasi
Jenis komunikasi yang digunakan remaja dan media komunikasi yang
tersedia dan digunakan oleh remaja di daerah tersebut
h. Pendidikan
Sebagian besar remaja tidak meneruskan ke SMA. Sebagian besar hal
ini dikarenakan masalah ekonomi dan kepercayaan warga akan tidak
perlunya pendidikan yang tinggi untuk dapat bekerja. Banyak dari
warga yang berpendapat bahwa anak dengan memperoleh gelar sarjana
banyak yang pengangguran.
i. Tempat rekreasi
Tidak terdapat tempat rekreasi sehingga hiburan bagi remaja di
wilayah tersebut yaitu nongkrong pada waktu malam hari di gazebo
dan apabila terdapat pasar malam, akan secara bergerombongan
nongkrong di tempat pasar malam tersebut.
j. Pemeriksaan Fisik Remaja
Banyak remaja yang terserang kasus batuk ataupun asma karena
banyaknya remaja yang merokok. Banyaknya remaja yang mempunyai
penyakit menular seksual karena hubungan seksual yang tidak aman.

3.2 Analisis Data

ANALISA DATA MASALAH DIAGNOSA


KESEHATAN KEPERAWATAN
Hasil Quisioner : Resiko Resiko rentannya
rentannya perilaku kesehatan
Kebiasaan remaja; merokok, minum
perilaku (00188)
beralkohol, narkoba dan perilaku seksual

36
menyimpang. kesehatan berhubungan dengan
kurangnya progam
Hasil Wawancara:
dukungan sosial dan
1. Beberapa remaja mengatakan bahwa kurangnya
mereka jarang melakukan olahraga pengetahuan remaja
2. Beberapa remaja mengatakan bahwa tentang efek bahaya
sering pacaran ditempat gelap dan merokok, alkohol
melakukan ciuman, pelukan, bahkan dan narkoba
hubungan seksual secara singkat

Hasil Observasi:

1. Tidak adanya kegiatan olahraga dan


tidak terdapat sarana olahraga di
wilayah tersebut.
2. Tidak adanya pos keamanan dan
kebijakan tentang peraturan jam
malam untuk bertamu

3.3 Diagnosa Keperawatan

Resiko rentannya perilaku kesehatan di kelurahan Gubeng Kertajaya (00188).

3.4 Perencanaan

Resiko rentannya perilaku kesehatan (00188) berhubungan dengan kurangnya


progam dukungan sosial dan kurangnya pengetahuan remaja tentang efek bahaya
merokok, alkohol dan narkoba
Domain: Promosi Kesehatan. Class: Manajemen Kesehatan

37
Dagnosis NOC NIC Commented [SH12]: Sesuaikan dengan sasaran primer,
sekunder dan tersier yaa
Domain 1 Prevensi Primer Prevensi Primer
Promosi 1. Mencari informasi terkini 1. Berikan pengetahuan
Kesehatan tetang penggunaan tentang kesehatan dan
alcohol (190318) perilaku gaya hidup sehat
Class 2 2. Mengidentifikasi factor dalam individu, keluarga
Manajement resiko dari dan masyarakat
Kesehatan penyalahgunaan alcohol 2. Memberikan informasi
(190318) factual yang diperlukan
Code 3. Mencari informasi terkini dan tepat.
00188 tentang penyakit menular 3. Membantu pasien untuk
seksual (190519) mengidentifikasi
4. Mengidentifikasi faktor masalah/situasi yang
resiko dari penyakit menyebabkan distress.
menular seksual (190520) 4. Menetapkan hubungan
5. Mengidentifikasi manfaat konseling yang
dari berhenti merokok berkelanjutan.
(160503) 5. Mengidentifikasi factor
internal atau eksternal
Prevensi Skunder yang dapat meningkatkan
1. Mengenali tanda dan atau mengurangi motivasi
gejala penyakit menular untuk perilaku sehat.
seksual (190511) 6. Tempat promosi
2. Berpartisipasi dalam kesehatan harus yang
skrining untuk penyakit menarik untuk
menular seksual (190512) menangkap perhatian
3. Berpartisipasi dalam audiens target.
skrining masalah
kesehatan (162510) Prevensi Skunder
4. Mengakui resiko pribadi 1. Identifikasi
dalam penyalahgunan penyimpangan terkait
alakohol (190301) perilaku kesehatan remaja

38
5. Mengakui kemampuan seperti penyalahgunaan
untuk mengubah tingkah narkoba, seks bebas, dan
laku (190320) perilaku kekerasan
6. Monitor pola pengunaan 2. Mendorong substitusi
alcohol pribadi (190304) kebiasaan yang tidak
diinginkan dengan yang
Prevensi Tersier diinginkan.
1. Melakukan negosiasi 3. Gunakan alat penilaian Commented [SH13]: Maksudnya bagaimana?

praktik seksual yang (missal : kertas dan pensil


aman dengan pasangan tindakan) untuk
(190523) membantu meningkatkan
2. Menggunakan SDM kesadaran diri pasien dan
untuk mengurangi resiko pengetahuan sesuai
penyakit menular seksual situasi.
(190528) 4. Gunakan diskusi
3. Mengembangkan strategi kelompok dan role play
yang efektif untuk untuk mempengaruhi
menghilangkan keyakinan, Commented [SH14]: Bentuk riilnya bagaimana?

penggunaan tembakau sikap,pandagan kesehatan


(162505) pada remaja.
4. Berkomitmen untuk 5. Hindari penggunaan
melakukan strategi teknik menakut-nakuti
penghapusan tembakau sebagai strategi untuk
(162525) memotivasi orang agar
5. Berpartisipasi dalam merubah prilaku
konseling (162529) kesehatan atau gaya
6. Monitor Lingkungan hidup.
untuk factor pendorong 6. Libatkan individu,
penyalahgunaan alcohol keluarga dan kelompok
(190303) dalam perencanaan dan
rencana implementasi
untuk gaya hidup atau

39
modifikasi perilaku
kesehatan.

Prevensi Tersier
1. Persuasi kebijakan yang
menjamin kesehatan Commented [SH15]: Bagaimana caranya?

remaja
2. Memanfaatkan dukungan
social dan dukungan
keluarga untuk
meningakatkan efektifitas Commented [SH16]: Contohnya?

perilaku dari gaya hidup


atau perilaku modifikasi
kesehatan.

40
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Remaja merupakan masa peralihans dari masa kanak-kanan ke dewasa
dimana masa tersebut terjadi pada usia 10 tahun sampai 19 tahun. Terjadi
banyak sekali perubahan pada masa ini, baik perubahan fisik maupun Commented [SH17]: Sesuaikan dengan isi tujuan

psikologis. Perubahan-perubahan inilah yang menjadikan remaja rentan untuk


mengalami berbagai macam konflik kehidupan, baik yang berasal dari
individu sendiri maupun lingkungan seperti keluarga dan teman kelompok.
Pengaruh dari lingkungan, mempunyai andil besar dalam kehidupan remaja.
Remaja yang tidak mempunyai coping dan dukungan yang kuat, rentan
terjerumus dalam pergaulan yang tidak sehat, seperti penggunaan narkoba,
kebut-kebutan, dan melakukan hubungan seks pra-nikah. Sehingga untuk
membentukan generasi penerus bangsa, diperlukan konsep remaja sehat yang
harus diterapkan kalangan remaja Indonesia.

4.2 Saran
Sebagai seorang perawat, perlu diperhatikan perubahan-perubahan
remaja yang terjadi di masyarakat sehingga masalah-masalah yang marak Commented [SH18]: Tidak perlu saran

terjadi pada kelompok usia remaja dapat diatasi dini dengan menggunakan
tindakan promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.

41
DAFTAR PUSTAKA

Badan Narkotika Nasiona (BNN). (2012). Data Tindak Pidana Narkoba Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2007-2011. http://103.3.70.3/portal/index.php/k
onten/detail/deputipemberantasan/data-kasusnarkoba/10247/data-tindak-
pidananarkoba-provinsi-jawa-tengahtahun-2007-2011 . Diakses 5 Oktober
2016
BKKBN. 2006. Informasi Kesahatan Reproduksi Remaja. Medan.
http://hqweb01.bkkbn.go.id
Bracht, N. (Ed.). 1990. Health promotion at the community level. Newbury Park,
CA: Sag
Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi,
Informasi,
Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi Untuk Petugas Kesehatan di Tingkat
Pelayanan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori
dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Glasier dan Gebbie. 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi.
Jakarta: EGC
Modul pelatihan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja, calon konselor
sebaya. Direktorat
Remaja dan Perlindungan Hak-Hak reproduksi, Jakarta 2008
Remaja Muslim Oke, Hj. Zakiah Daradjat, yayasan citra pendidikan Indonesia
(CPI)
Sarwono, Sarlito wirawan. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:
Sagung Seto
Sukma, Vegy Melati.2012. Kesehatan Reproduksi dan Kekerasan pada Remaja.
https://melativegy94.wordpress.com/2012/07/01/kesehatan-reproduksi-dan-
kekerasan-remaja/ . diakses tanggal 3 Oktober 2016
Zulkifli L.2003. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

42

Anda mungkin juga menyukai