Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak usia sekolah disebut sebagai masa akhir anak-anak sejak usia 6 tahun. Anak
merupakan individu tersendiri yang bertumbuh dan berkembang secara unik dan tidak dapat
diulang setelah usianya bertambah. Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21
tahun dan belum pernah kawin (menikah) (UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak).
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu
tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku,
dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat
rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang
timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002).
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia
maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai
tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk
pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (1518) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10
tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah
bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap
menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak
lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir
tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka
menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu
mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Usia sekolah dan remaja merupakan masa untuk membentuk pribadi menjadi manusia
dewasa. Banyak permasalahan yang dialami pada kedua masa itu. Perawat dalam hal ini
memiliki peran penting guna mewujudkan kesehatan yang luhur. Dari paparan tersebut, maka
dibuatlah makalah ini.
Selain itu, makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I
mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Sekolah dan Remaja.

B. Ruang Lingkup
a. Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Sekolah
b. Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Remaja

C. Tujuan
Adapaun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Anak I tentang Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Sekolah dan Remaja.
D. Sistematika Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup
C. Tujuan
D. Sistematika Penulisan
E. Metode Penulisan
Bab II Pembahasan
A. Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Sekolah
B. Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Remaja
Bab III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka

E. Metode Penulisan
a. Literatur
b. Content Analisys (Browsing Internet)
c. Pemikiran Kami Sendiri

BAB II
PEMBAHASAN
A. Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Sekolah
1. Teori dan Konsep Anak
Anak merupakan individu tersendiri yang bertumbuh dan berkembang secara unik dan
tidak dapat diulang setelah usianya bertambah. Anak adalah seseorang yang belum mencapai
usia 21 tahun dan belum pernah kawin (menikah) (UU No. 4 tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak).Menurut Hurlock (1980) saat ini yang disebut anak bukan lagi yang
berumur 21 tahun tetapi berumur 18 tahun, dan masa dewasa dini dimulai umur 18 tahun.
Kelompok-kelompok usia anak terdiri dari 3 kelompok yaitu :
a. Usia prasekolah : 2 - 5 tahun
b. Usia sekolah
: 6 - 12 tahun
c. Usia remaja
: 13 - 18 tahun
Anak usia sekolah disebut sebagai masa akhir anak-anak sejak usia 6 tahun dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Label yang digunakan oleh orang tua
1) Usia yang menyulitkan karena anak tidak mau lagi menuruti perintah dan lebih
dipengaruhi oleh teman sebaya dari pada orang tua ataupun anggota keluarga lainnya.
2) Usia tidak rapi karena anak cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh dalam
penampilan.

3) Usia bertengkar karena banyak terjadi pertengkaran antar keluarga dan membuat suasana
rumah yang tidak menyenangkan bagi semua anggota keluarga.
b. Label yang digunakan pendidik/guru
1) Usia sekolah dasar : anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap
penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan mempelajari
perbagai ketrampilan penting tertentu baik kurikuler maupu ekstrakurikuler.
2) Periode kritis dalam berprestasi : anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses,
tidak sukses, atau sangat sukses yang cenderung menetap sampai dewasa.
c. Label yang digunakan oleh ahli psikologi
1) Usia berkelompok : perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh temanteman sebaya sebagai anggota kelompok.
2) Usia penyesuaian diri : anak ingin menyesuaikan dengan standar yang disetujui oleh
kelompok dalam penampilan, berbicara dan berperilaku.
3) Usia kreatif :suatu masa yang akan menentukan apakah anak akan menjadi konformis
(pencipta karya baru) atau tidak.
4) Usia bermain : suatu masa yang mempunyai keinginan bermain yang sangat besar karena
adanya minat dan kegiatan untuk bermain.
2. Perkembangan Akhir Masa Kanak-Kanak
Tugas perkembangan akhir masa kanak-kanak menurut Havigrust :
a. Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan umum.
b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh.
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.
e. Mengembangkan ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung.
f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.
g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tingkatan nilai.
h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga.
i. Mencapai kebebasan pribadi.

3.
a.
1)

Perkembangan Usia Sekolah (Tugas Mandiri) dan Masalah Anak Usia Sekolah
Bahaya Fisik
Penyakit
Penyakit palsu/khayal untuk menghindari tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Penyakit yang sering dialami adalah yang berhubungan dengan kebersihan diri.

2) Kegemukan
Bahaya kegemukan yang dapat terjadi :
Anak kesulitan mengikuti kegiatan bermain sehingga kehilangan kesempatan untuk
keberhasilan sosial.
Teman-temannya sering mengganggu dan mengejek sehingga anak menjadi rendah diri.
3) Kecelakaan
Meskipun tidak meninggalkan bekas fisik, kecelakaan sering dianggap sebagai
kegagalan dan anak lebih bersikap hati-hati akan bahayanya bagi psikologisnya sehingga
anak merasa takut dan hal ini dapat berkembang menjadi rasa malu yang akan mempengaruhi
hubungan sosial.
4) Kecanggungan
Anak mulai membandingkan kemampuannya dengan teman sebaya bila muncul
perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar untuk rendah diri.
5) Kesederhanaan
Hal ini sering dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa memandangnya sebagai
perilaku kurang menarik sehingga anak menafsirkannya sebagai penolakan yang dapat
mempengaruhi konsep diri anak.
b. Bahaya Psikologis
1) Bahaya dalam berbicara
Ada 4 (empat) bahaya dalam berbicara yang umum terdapat pada anak-anak usia sekolah
yaitu :
kosakata yang kurang dari rata-rata menghambat tugas-tugas di sekolah dan menghambat
komunikasi dengan orang lain
kesalahan dalam berbicara, cacat dalam berbicara (gagap) akan membuat anak jadi sadar
diri sehingga anak hanya berbicara bila perlu saja
anak yang kesulitan berbicara dalam bahasa yang digunakan dilingkungan sekolah akan
terhalang dalam usaha untuk berkomunikasi dan mudah merasa bahwa ia berbeda
pembicaraan yang bersifat egosentris, mengkritik dan merendahkan orang lain, membual
akan ditentang oleh temannya
2) Bahaya emosi

Anak akan dianggap tidak matang bila menunjukan pola-pola emosi yang kurang
menyenangkan seperti marah yang berlebihan, cemburu masih sangat kuat sehingga kurang
disenangi orang lain.
3) Bahaya bermain
Anak yang kurang memiliki dukungan sosial akan merasa kekurangan kesempatan
untuk mempelajari permainandan olah raga untuk menjadi anggota kelompok, anak dilarang
berkhayal, dilarang melakukan kegiatan kreatif dan bermain akan menjadi anak penurut yang
kaku.
4) Bahaya dalam konsep diri
Anak yang mempunyai konsep diri yang ideal biasanya merasa tidak puas terhadap diri
sendiri dan tidak puas terhadap perlakuan orang lainbila konsep sosialnya didasarkan pada
pelbagai stereotip, anak cenderung berprasangka dan bersikap diskriminatif dalam
memperlakukan orang lain. Karena konsepnya berbobot emosi dan cenderung menetap serta
terus menerus akan memberikan pengaruh buruk pada penyesuaian sosial anak.
5) Bahaya moral
Bahaya umum diakitkan dengan perkembangan sikap moral dan perilaku anak-anak :
a) perkembangan kode moral berdasarkan konsep teman-teman atau berdasarkan konsepkonsep media massa tentang benar dan salah yang tidak sesuai dengan kode orang dewasa
b) tidak berhasil mengembangkan suara hati sebagai pengawas perilaku
c) disiplin yang tidak konsisten membuat anak tidak yakin akan apa yang sebaiknya
dilakukan
d) hukuman fisik merupakan contoh agresivitas anak
e) menganggap dukungan teman terhadap perilaku yang salah begitu memuaskan sehingga
menjadi perilaku kebiasaan
f) tidak sabar terhadap perilaku orang lain yang salah
6) Bahaya yang menyangkut minat
Bahaya yang dihubungkan dengan minat masa kanak-kanak :
tidak berminat terhadap hal-hal yang dianggap penting oleh teman-teman sebaya
mengembangkan sikap yang kurang baik terhadap minat yang dapat bernilai bagi dirinya,
misal kesehatan dan sekolah
c. Bahaya hubungan keluarga
Kondisi-kondisi yang menyebabkan merosotnya hubungan keluarga:

1. Sikap terhadap peran orang tua, orang tua yang kurang menyukai peran orang tua dan
merasa bahwa waktu, usaha dan uang dihabiskan oleh anak cenderung mempunyai hubungan
yang buruk dengan anak-anaknya.
2. Harapan orang tua, kritikan orang tua pada saat anak gagal dalam melaksanakan tugas
sekolah dan harapan-harapan orang tua maka orang tua sering mengkritik, memarahi dan
bahkan menghukum anak.
3. Metode pelatihan anak, disiplin yang otoriter pada keluarga besar dan disiplin lunak pada
keluarga kecil yang keduanya menimbulkan pertentangan dirumah dan meyebabkan
kebencian pada anak. Disiplin yang demokratis biasanya menghasilkan hubungan keluarga
yang baik.
4. Status sosial ekonomi, bila anak merasa benda dan rumah miliknya lebih buruk dari
temannya maka anak sering menyalahkan orang tua dan orang tua cenderung membenci hal
itu.
5. Pekerjaan orang tua, pandangan mengenai pekerjaan ayah mempengaruhi persaan anak
dan bila ibu seorang karyawan sikap terhadap ibu diwarnai oleh pandangan teman-temannya
mengenai wanita karier dan oleh banyaknya beban yang harus dilakukan di rumah.
6. Perubahan sikap kepada orang tua, bila orang tua tidak sesuai dengan harapan idealnya
anak, anak cenderung bersikap kritis dan membandingkan orang tuanya dengan orang tua
teman-temannya.
7. Pertentangan antar saudara, anak-anak yang merasa orang tuanya pilih kasih terhadap
saudara-saudaranya maka anak akan menentang orang tua dan saudara yang dianggap
kesayangan orang tua.
8. Perubahan sikap terhadap sanak keluarga, anak-anak tidak menyukai sikap sanak keluarga
yang terlalu memerintah atau terlalu tua dan orang tua akan memarahi anak serta sanak
keluarga membenci sikap sianak.
9. Orang tua tiri, anak yang membenci orang tua tiri karena teringat orang tua kandung yang
tidak serumah akan memperlihatkan sikap kritis, negativitas dan perilaku yang sulit.
4.
1)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Sekolah


Pengkajian
Pengkajian yang berhubungan dengan keluarga (sesuai dengan materi askep keluarga)
Pengkajian yang berhubungan dengan anak usia sekolah
Identitas anak
Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat kesehatan bayi sampai saat ini
Kebiasaan saat ini (pola perilaku dan kegiatan sehari-hari)
Pertumbuhan dan prekembangannya saat ini (termasuk kemampuan yang telah dicapai)
Pemeriksaan fisik

i. Lengkapi dengan pengkajian focus


2) Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul terdapat dua sifat, yaitu:
1. Berhubungan dengan anak, dengan tujuan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal sesuai usia anak.
2. Berhubungan dengan keluarga, dengan etiologi berpedoman pada lima tugas keluarga
yang bertujuan agar keluarga memahami dan memfasilitasi perkembangan anak.

1.

Masalah yang dapat digunakan untuk perumusan diagnosa keperawatan yaitu :


Masalah aktual/risiko
Gangguan pemenuhan nutrisi: lebih atau kurang dari kebutuhan tubuh
Menarik diri dari lingkungan social
Ketidakberdayaan mengerjakan tugas sekolah
Mudah dan sering marah
Menurunnya atau berkurangnya minat terhadap tugas sekolah yang dibebankan
Berontak/menentang terhadap peraturan keluarga
Keengganan melakukan kewajiban agama
Ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal
Gangguan komunikasi verbal
Gangguan pemenuhan kebersihan diri (akibat banyak waktu yang digunakan untuk

bermain)
Nyeri (akut/kronis)
Trauma atai cedera pada sistem integumen dan gerak

2.

Potensial atau sejahtera


Meningkatnya kemandirian anak
Peningkatan daya tahan tubuh
Hubungan dalam keluarga yang harmonis
Terpenuhinya kebutuhan anak sesuai tugas perkembangannya
Pemeliharaan kesehatan yang optimal

3) Rencana Asuhan Keperawatan


1. Aktual
Perubahan hubungan keluarga yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat
anak yang sakit.
Tujuan : Hubungan keluarga meningkat menjadi harmonis dengan dukungan yang adekuat.

Intervensi :
Diskusikan tentang tugas keluarga
Diskusikan bahaya jika hubungan keluarga tidak harmonis saat anggota keluarga sakit
Kaji sumber dukungan keluarga yang ada disekitar keluarga
Ajarkan anggota keluarga memberikan dukungan terhadap upaya pertolongan yang telah
dilakukan
Ajarkan cara merawat anak dirumah
Rujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai kemampuan keluarga
2. Risiko/risiko tinggi
Risiko tinggi hubungan keluarga tidak harmonis berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga mengenal masalah yang terjadi pada anaknya.
Tujuan : ketidakharmonisan keluarga menurun.
Intervensi :
Diskusikan faktor penyebab ketidak harmonisan keluarga
Diskusikan tentang tugas perkembangan keluarga
Diskusikan tentang tugas perkembangan anak yang harus dijalani
Diskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada anak
Diskusikan tentang alternatif mengurangi atau menyelesaikan masalah
Ajarkan cara mengurangi atau menyelesaikan masalah
Beri pujian bila keluarga dapat mengenali penyebab atau mampu membaut alternative
3. Potensial atau sejahtera
Meningkatnya hubungan yang harmonis antar anggota keluarga.
Tujuan : dipertahankanya hubungan yang harmonis.
Intervensi :
Anjurkan untuk mempertahankan pola komunikasi terbuka pada keluarga
Diskusikan cara-cara penyelesaian masalah dan beri pujian atas kemampuannya
Bantu keluarga mengenali kebutuhan anggota keluarga (anak usia sekolah)
Diskusikan cara memenuhi kebutuhan anggota keluarga tanpa menimbulkan masalah
4) Evaluasi
Evaluasi didasarakan pada tujuan yang hendalk dicapai mengacu pada kriteria hasil
yang telah ditetapkan. Perawat selalu memberi kesempatan pada keluarga untuk menilai
keberhasilannya kemudian arahkan sesuai dengan tugas perkembangan keluarga dibidang
kesehatan.

B. Asuhan Keperawatan pada Anak Usia Remaja


1. Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu
tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku,
dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat
rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang
timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002).
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia
maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai
tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk
pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (1518) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10
tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah
bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap
menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak
lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir
tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka
menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu
mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun
seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai
pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi
oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan
dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan
perubahan pada dimensi-dimensi tersebut.
2. Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi
pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia
mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba
memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi

aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins ataugonadotrophic hormones)


yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu:
1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH)
2) Luteinizing Hormone (LH).
Pada
anak
perempuan,
kedua
hormone
tersebut
merangsang
pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormone kewanitaan. Pada anak
lelaki, Luteinizing
Hormone yang
juga
dinamakan Interstitial-Cell
Stimulating
Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone.
Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem
biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa
sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara
mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan
fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka
akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia
remaja.
3. Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan
operasi formal (period of formal operations).
Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja
berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak
alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir
secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi
seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan
memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri.
Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk
ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan
kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan
lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat
banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap
perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap

perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan
masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini
bisa saja diakibatkan system pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan
metode belajarmengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan
cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang
cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki
keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya.
Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya
saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk
menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
4. Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai
fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri
mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian
tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan
mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi
menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka
selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada
dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih
banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama
ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya
kenyataan lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat
bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain.
Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa
dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang
karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka
percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu
mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan kenyataan yang baru. Perubahan
inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau
otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak
diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik.
Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan
korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi
tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai

dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak
menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai
yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika
orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika
lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.

Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternative jawaban
dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan
memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh
dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak
dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan
mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi
berbahaya jika lingkungan baru memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan
dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai
menajam.
5. Dimensi Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati)
bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi
dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit
untuk berubah dari mood senang luar biasa ke sedih luar biasa, sementara orang dewasa
memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood(swing) yang drastis pada
para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau
kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat,
hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri,
pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri
mereka (self-awareness).
Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa
orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau
mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri
mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri
mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan
dan ketenaran. Remaja putrid akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya
orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan
membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan hebat. Pada usia
16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering

dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain
tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun
dipikirkannya.
Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi
tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk
menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali
mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering
dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat
jangka pendek atau jangka panjang.
Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka,
akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu
bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat
dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jatidiri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh
dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan.
Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana
menghadapi masalah itu sebagai seseorang yang baru; berbagai nasihat dan berbagai cara
akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh
para idolanya untuk menyelesaikan masalah seperti itu.
Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja. Dari beberapa
dimensi perubahan yang terjadi pada remaja seperti yang telah dijelaskan diatas maka
terdapat kemungkinan kemungkinan perilaku yang bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya
adalah perilaku yang mengundang resiko dan berdampak negative pada remaja. Perilaku yang
mengundang resiko pada masa remaja misalnya seperti penggunaan alcohol, tembakau dan
zat lainnya; aktivitas social yang berganti-ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya
seperti balapan, selancar udara, dan layang gantung (Kaplan dan Sadock, 1997).
Alasan perilaku yang mengundang resiko adalah bermacam-macam dan berhubungan
dengan dinamika fobia balik ( conterphobic dynamic), rasa takut dianggap tidak cakap, perlu
untuk menegaskan identitas maskulin dan dinamika kelompok seperti tekanan teman sebaya.
6. Remaja Dan Rokok
Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing.
Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain

pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun orang orang
disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak
negatif bagi tubuh penghisapnya.
Beberapa motivasi yang melatarbelakangi seseorang merokok adalah untuk mendapat
pengakuan (anticipatory beliefs), untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs), dan
menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma ( permissive beliefs/ fasilitative)
(Joewana, 2004). Hal ini sejalan dengan kegiatan merokok yang dilakukan oleh remaja yang
biasanya dilakukan didepan orang lain, terutama dilakukan di depan kelompoknya karena
mereka sangat tertarik kepada kelompok sebayanyaatau dengan kata lain terikat dengan
kelompoknya.
Penyebab Remaja Merokok
1) Pengaruh Orangtua
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari
rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anakanaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok
dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer &
Corado dalam Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294).
2) Pengaruh teman.
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar
kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta
tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh temantemannya atau bahkan temanteman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut
yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat
87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula
dengan remaja non perokok (Al Bachri, 1991).
3) Faktor Kepribadian.
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa
sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang
bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial.
Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi
pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Atkinson,1999).
4) Pengaruh Iklan.
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok
adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti

perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO, tahun
IX,1991).
7. Penyimpangan Seks Pada Remaja
Kita telah ketahui bahwa kebebasan bergaul remaja sangatlah diperlukan agar mereka
tidak "kuper" dan "jomblo" yang biasanya jadi anak mama. "Banyak teman maka banyak
pengetahuan". Namun tidak semua teman kita sejalan dengan apa yang kita inginkan.
Mungkin mereka suka hura-hura, suka dengan yang berbau pornografi, dan tentu saja ada
yang bersikap terpuji. benar agar kita tidak terjerumus ke pergaulan bebas yang menyesatkan.
Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang
di dalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat
berpengaruh terhadap pembentukan diri remaja itu sendiri. Masa remaja dapat dicirikan
dengan banyaknya rasa ingin tahu pada diri seseorang dalam berbagai hal, tidak terkecuali
bidang seks.
Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, organ reproduksipun mengalami
perkembangan dan pada akhirnya akan mengalami kematangan. Kematangan organ
reproduksi dan perkembangan psikologis remaja yang mulai menyukai lawan jenisnya serta
arus media informasi baik elektronik maupun non elektronik akan sangat berpengaruh
terhadap perilaku seksual individu remaja tersebut.
Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal
kematangan organ reproduksi pada remaja adalah masalah kehamilan yang terjadi pada
remaja diluar pernikahan. Apalagi apabila Kehamilan tersebut terjadi pada usia sekolah.
Siswi yang mengalami kehamilan biasanya mendapatkan respon dari dua pihak. Pertama
yaitu dari pihak sekolah, biasanya jika terjadi kehamilan pada siswi, maka yang sampai saat
ini terjadi adalah sekolah meresponya dengan sangat buruk dan berujung dengan
dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah. Kedua yaitu dari lingkungan di mana siswi
tersebut tinggal, lingkungan akan cenderung mencemooh dan mengucilkan siswi tersebut.
Hal tersebut terjadi jika karena masih kuatnya nilai norma kehidupan masyarakat kita.
Kehamilan remaja adalah isu yang saat ini mendapat perhatian pemerintah. Karena
masalah kehamilan remaja tidak hanya membebani remaja sebagai individu dan bayi mereka
namun juga mempengaruhi secara luas pada seluruh strata di masyarakat dan juga
membebani sumber-sumber kesejahteraan. Namun, alasan-alasannya tidak sepenuhnya
dimengerti. Beberapa sebab kehamilan termasuk rendahnya pengetahuan tentang keluarga
berencana, perbedaan budaya yang menempatkan harga diri remaja di lingkungannya,
perasaan remaja akan ketidakamanan atau impulsifisitas, ketergantungan kebutuhan, dan

keinginan yang sangat untuk mendapatkan kebebasan. Selain masalah kehamilan pada remaja
masalah yang juga sangat menggelisahkan berbagai kalangan dan juga banyak terjadi pada
masa remaja adalah banyaknya remaja yang mengidap HIV/AIDS.
Data dan Fakta HIV/AIDS
Dilihat dari jumlah pengidap dan peningkatan jumlahnya dari waktu ke waktu, maka
dewasa ini HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome) sudah dapat dianggap sebagai ancaman hidup bagi masyarakat Indonesia.
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan sampai Juni 2003 jumlah pengidap HIV/AIDS
atau ODHA (Orang Yang Hidup Dengan HIV/AIDS) di Indonesia adalah 3.647 orang terdiri
dari pengidap HIV 2.559 dan penderita AIDS 1.088 orang. Dari jumlah tersebut, kelompok
usia 15 - 19 berjumlah 151 orang (4,14%); 19-24 berjumlah 930 orang (25,50%). Ini
berarti bahwa jumlah terbanyak penderita HIV/AIDS adalah remaja dan orang muda. Dari
data tersebut, dilaporkan yang sudah meninggal karena AIDS secara umum adalah 394 orang
(Subdit PMS & AIDS, Ditjen PPM & PL, Depkes R.I.).
Diperkirakan setiap hari ada 8.219 orang di dunia yang meninggal karena
AIDS, sedangkan di kawasan Asia Pacific mencapai angka1.192orang. Data dan fakta
tersebut belum mencerminkan keadaan yang sebenarnya, melainkan hanya merupakan
"puncak gunung es", artinya, yang kelihatan atau dilaporkan hanya sedikit, sementara yang
tidak kelihatan atau tidak dilaporkan jumlahnya berkali-kali lipat. Para ahli memperkirakan
bahwa jumlah sebenarnya bisa 100 kali lipat.
Remaja dan HIV/AIDS
Penularan virus HIV ternyata menyebar sangat cepat di kalangan remaja dan kaum
muda. Penularan HIV di Indonesia terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak
aman, yaitu sebanyak 2.112(58%) kasus. Dari beberapa penelitian terungkap bahwa semakin
lama semakin banyak remaja di bawah usia 18 tahun yang sudah melakukan hubungan seks.
Cara penularan lainnya adalah melalui jarum suntik (pemakaian jarum suntik secara
bergantian pada pemakai narkoba, yaitu sebesar 815 (22,3%) kasus dan melalui transfusi
darah 4 (0,10%) kasus). FKUl-RSCM melaporkan bahwa lebih dari 75% kasus infeksi HIV
di kalangan remaja terjadi di kalangan pengguna narkotika. Jumlah ini merupakan kenaikan
menyolok dibanding beberapa tahun yang lalu.
Beberapa penyebab rentannya remaja terhadap HIV/AIDS adalah:
1. Kurangnya informasi yang benar mengenai perilaku seks yang aman dan
upaya pencegahan yang bisa dilakukan oleh remaja dan kaum muda. Kurangnya informasi ini
disebabkan adanya nilai-nilai agama, budaya, moralitas dan lainlain, sehingga remaja

seringkali tidak memperoleh informasi maupun pelayanan kesehatan reproduksi yang


sesungguhnya dapat membantu remaja terlindung dari berbagai resiko, termasuk penularan
HIV/AIDS.
2. Perubahan fisik dan emosional pada remaja yang mempengaruhi dorongan seksual.
Kondisi ini mendorong remaja untuk mencari tahu dan mencoba-coba sesuatu yang baru,
termasuk melakukan hubungan seks dan penggunaan narkoba.
3. Adanya informasi yang menyuguhkan kenikmatan hidup yang diperoleh melalui seks,
alkohol, narkoba, dan sebagainya yang disampaikan melalui berbagai media cetak atau
elektronik.
4. Adanya tekanan dari teman sebaya untuk melakukan hubungan seks, misalnya untuk
membuktikan bahwa mereka adalah jantan.
5. Resiko HIV/AIDS sukar dimengerti oleh remaja, karena HIV/AIDS mempunyai periode
inkubasi yang panjang, gejala awalnya tidak segera terlihat.
6. Informasi mengenai penularan dan pencegahan HIV/AIDS rupanya juga belum cukup
menyebar di kalangan remaja. Banyak remaja masih mempunyai pandangan yang salah
mengenai HIV/AIDS.
7. Remaja pada umumnya kurang mempunyai akses ke tempat pelayanan kesehatan
reproduksi dibanding orang dewasa. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya remaja yang
terkena HIV/AIDS tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi, kemudian menyebar ke remaja
lain, sehingga sulit dikontrol.
Apa sih HIV dan AIDS?
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Merupakan virus
penyebab AIDS yang melemahka sistem kekebalan tubuh. AIDS adalah singkatan dari
Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan kumpulan dari beberapa gejala
akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV sehingga orang yang
telah terinfeksi HIV mudah diserang berbagai penyakit yang bisa mengancam hidupnya.
Perjalanan Infeksi HIV
HIV menular melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian, jarum suntik bekas
pakai, jarum suntik yang tidak steril, melakukan hubungan seks berganti-ganti pasangan, atau
proses penularan dari ibu ke bayi melalui proses : hamil, melahirkan, dan menyusui. Setelah
masuk dan menginfeksi manusia selama 2 minggu sampai 6 bulan ( 3 bulan pada 95% kasus)
merupakan masa antara masuknya HIV ke dalam tubuh sampai terbentuknya antibody
(penangkal penyakit) terhadap HIV atau disebut juga HIV Positif. Pada fase ini HIV
sudah dapat ditularkan kepada orang lain walaupun hasil tes masih negatif. Fase ini disebut
fase jendela. Setelah melalaui fase jendela. Selama 3 10 tahun setelah terinfeksi HIV,
Seseorang yang telah mengidap HIV Positif tidak akan menampakkan gejala, tampak sehat,
dan dapat beraktifitas seperti biasa. Baru setelah 1- 2 tahun kemudian mulai timbul infeksi

opportunistik ( penyakit lain yang muncul karena sistem kekebalan tubuh menurun). Obat
ARV ( Anti RetroViral ) yang diminum pada fase ini dapat menekan pertumbuhan HIV. Akan
tetapi obat ini tidak dapat menghilangkan HIV dari dalam tubuh.
HIV tidak menular melalui
a. Gigitan nyamuk atau serangga lain
b. Keringat, Sentuhan, Pelukan, ataupun Ciuman
c. Berenang bersama
d. Terpapar batuk atau bersin
e. Berbagi makanan atau menggunakan alat makan bersama
f. Memakai toilet bergantian
Mengetahui status HIV
Status HIV hanya dapat diketahui melalui Konseling dan Testing HIV Sukarela

Testing HIV merupakan pengambilan darah dan pemeriksaan laboratorium disertai


konseling pre dan pasca testing HIV

Konseling dan Testing HIV Sukarela dilakukan dengan prinsip tanpa paksaan, rahasia,
tidak membeda-bedakan serta terjamin kualitasnya
Manfaat Konseling dan Testing HIV Sukarela :

Mendapat informasi, pelayanan, dan perawatan sesuai kebutuhan masing-masing sedini


mungkin

Dukungan untuk perubahan perilaku yang lebih sehat dan aman dari penularan HIV
Sudah adakah obat untuk HIV?
Obat ARV (Anti Retro Viral) dapat mengendalikan pertumbuhan jumlah HIV dan
meningkatkan daya tahan tubuh untuk memperpanjang usia hidup ODHA ( Orang dengan
HIV dan AIDS).
Obat ARV tidak dapat menyembuhkan Odha karena tidak bisa menghilangkan HIV
dalam tubuh Odha harus minum obat ARV secara rutin pada jam tertentu setiap hari
dan seumur hidup.
Sejak tahun 2007 terdapat 75 rumah sakit rujukan bagi Odha diseluruh Indonesia yang
menyediakan obat ARV
8. Remaja Dan Penyalahgunaan Minuman Keras dan Narkoba
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN),jumlah kasus penyalahgunaan
Narkoba di Indonesia dari tahun 1998 - 2003 adalah 20.301 orang, di mana 70% diantaranya
berusia antara 15 -19 tahun.
a. Definisi dan Macam-macam Narkoba

Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya)
adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum,
dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan
perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun
1997).
Yang termasuk jenis Narkotika adalah :
1. Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat,
morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja.
2. Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran campuran
dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.
3. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang No. 5/1997). Zat yang
termasuk psikotropika antara lain :
Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin,
Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic
Alis Diethylamide), dsb.
Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun
sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat mengganggu
sistim syaraf pusat, seperti: Alkohol.
b. Apakah Alkohol itu?
Alkohol adalah zat penekan susuan syaraf pusat meskipun dalam jumlah kecil mungkin
mempunyai efek stimulasi ringan Bahan psikoaktif yang terdapat dalam alkohol adalah etil
alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi madu, gula sari buah atau umbi umbian. Nama
yangpopuler : minuman keras (miras), kamput, tomi (topi miring), cap tikus, balo dll.
Minuman beralkohol mempunyai kadar yang berbeda-beda, misalnya bir dan sod
alkohol (1-7% alkohol), anggur (10-15% alkohol) dan minuman keras yang biasa disebut
dengan spirit (35-55% alkohol). Konsentrasi alkohol dalam darah dicapai dalam 30 90
menit setelah diminum.
Dari beberapa penelitian alkohol dapat menyebabkan :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Luka bakar

3. Kasus penganiayaan anak


4. Bunuh diri
5. Kecelakaan kerja
Di Indonesia penjualan minuman beralkohol di batasi dan yang boleh membeli adalah
mereka yang telah berumur 21 tahun. Beberapa etnik di Indonesia menggunakan minuman
beralkohol pada acara tertentu dalam jumlah yang sedikit. Mereka juga memproduksi
minuman beralkohol dengan nama yang bermacam ragam misalnya : tuak, minuman cap
tikus, ciu dll.
c. Pengaruh Terhadap Tubuh (Fisik dan Mental)
Pengaruh alkohol terhadap tubuh bervariasi, tergantung pada beberapa factor yaitu :
Jenis dan jumlah alkohol yang dikonsumsi
Usia, berat badan, dan jenis kelamin
Makanan yang ada di dalam lambung
Pengalaman seseorang minum-minuman beralkohol
Situasi dimana orang minum-minuman beralkohol
d. Pengaruh jangka pendek
Walaupun pengaruh terhadap individu berbeda-beda, terdapat hubungan antara
konsentrasi alkohol di dalam darah (Blood Alkohol Concentration BAC) dan efeknya.
Euphoria ringan dan stimulasi terhadap perilaku lebih aktif seiring dengan meningkatnya
konsentrasi alkohol di dalam darah. Sayangnya orang banyak beranggapan bahwa
penampilan mereka menjadi lebih baik dan mereka mengabaikan efek buruknya.
e. Resiko intoksikasi (mabuk)
Gejala intoksikasi alkohol yang paling umum adalah mabuk, teler sehingga dapat
menyebabkan cedera dan kematian. Penurunan kesadaran seperti koma dapat terjadi pada
keracunan alkohol yang berat demikian juga henti nafas dan kematian.
Selain kematian, efek jangka pendek alkohol dapat menyebabkan hilangny
produktifitas kerja (misalnya teler, kecelakaan akibat ngebut). Sebagai tambahan, alkohol
dapat menyebabkan perilaku kriminal. 70 % dari narapidana menggunakan alkohol sebelum
melakukan tindak kekerasan dan lebih dari 40 % kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi
oleh alkohol
f. Pengaruh Jangka Panjang
Mengkonsumsi alkohol berlebiha dalam jangka panjang dapat menyebabkan :

Kerusakan jantung
Tekanan Darah Tinggi
Stroke
Kerusakan hati
Kanker saluran pencernaan
Gangguan pencernaan lainnya (misalnya tukak lambung)
Impotensi dan berkurangnya kesuburan
Meningkatnya resiko terkena kanker payudara
Kesulitan tidur
Kerusakan otak dengan perubahan kepribadian dan suasana perasaan
Sulit dalam mengingat dan berkonsentrasi

Sebagai tambahan terhadap masalah kesehatan, alkohol juga berdampak terhadap


hubungan sesama, finansial, pekerjaan, dan juga menimbulkan masalah hokum
g. Toleransi dan Ketergantungan
Pengguna alkohol yang terus menerus dapat mengalami toleransi dan ketergantungan.
Toleransi adalah peningkatan penggunaan alkohol dari jumlah yang kecil menjadi lebih besar
untuk mendapatkan pengaruh yang sama. Sedangkan ketergantungan adalah keadaan dimana
alkohol menjadi bagian yang penting dalam kehidupannya, banyak waktu yang terbuang
karena memikirkan (cara mendapatkan, mengkonsumsi dan bagaimana cara berhenti).
Pengguna alkohol akan mengalami kesulitan bagaimana cara menghentikan atau
mengendalikan jumlah alkohol yang dikonsumsi.
h. Gejala Putus Alkohol
Seseorang yang mengalami ketergantungan secara fisik terhadap alkohol akan
mengalami gejala putus alkohol apabila menghentikan atau mengurangi penggunaannya.
Gejala biasanya terjadi mulai 6 24 jam setelah minum yang terakhir. Gejala ini dapat
berlangsung selama 5 hari, diantaranya adalah :
Gemetar
Mual
Cemas
Depresi
Berkeringat yang banyak
Nyeri kepala
Sulit tidur (berlangsung beberapa minggu)

Gejala putus alkohol sangat berbahaya. Orang yang minum lebih dari 8 standar minum
perhari dianjurkan untuk berkonsultasi ke dokter (sebelum memutuskan untuk berhenti
minum) untuk mendapatkan terapi medis guna mencegah komplikasi

i. Sedangkan berdasarkan efeknya, narkoba bisa dibedakan menjadi tiga:


1. Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional
tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tak
sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa mengakibatkan kematian. Jenis narkoba depresan
antara lain opioda, dan berbagai turunannya seperti morphin dan heroin. Contoh yang
popular sekarang adalah Putaw.
2. Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Jenis
stimulan: Kafein, Kokain, Amphetamin. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah Shabushabu dan Ekstasi.
3. Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau mengakibatkan
halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan
psilocybin dari jamur-jamuran. Selain itu ada jugayang diramu di laboratorium seperti LSD.
Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau ganja.
j. Penyalahgunaan Narkoba
Kebanyakan zat dalam narkoba sebenarnya digunakan untuk pengobatan dan
penelitian. Tetapi karena berbagai alasan mulai dari keinginan untuk dicoba-coba, ikut
trend/gaya, lambing status social, ingin melupakan persoalan dll. maka narkoba kemudian
disalahgunakan. Penggunaan terus menerus dan berlanjut akan menyebabkan ketergantungan
atau dependensi yang disebut juga dengan kecanduan. Tingkatan penyalahgunaan biasanya
sebagai berikut:
1) coba-coba;
2) senang-senang;
3) menggunakan pada saat atau keadaan tertentu;
4) penyalahgunaan;
5) ketergantungan.

k. Dampak Penyalahgunaan Narkoba


Bila narkoba digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah
ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan mengakibatkan
gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP)
dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal.
Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung pada jenis narkoba
yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak
kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial seseorang.
Dampak Fisik:
1. Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan
kesadaran, kerusakan syaraf tepi.
2. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot
jantung, gangguan peredaran darah.
3. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim.
4. Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran
bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.
5. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat,
pengecilan hati dan sulit tidur.
6. Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti:
penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan
fungsi seksual.
7. Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan
periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).
8. Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara
bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga
saat ini belum ada obatnya.
9. Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi
narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan
kematian.

1.
2.
3.
4.
5.

Dampak Psikis:
Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah
Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal
Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan
Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri

Dampak Sosiai:
1. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan
2. Merepotkan dan menjadi beban keluarga
3. Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram
Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan
mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak
mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat
untuk mengkonsumsi (bahasa gaulnya sugest). Gejata fisik dan psikologis ini juga berkaitan
dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah,
manipulatif, dll.
l. Bahaya Narkoba Bagi Remaja
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa
dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk
perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa anak-anak dan
remaja rusak karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah masa depannya.

Pada masa remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya
hidup, serta bersenang-senang besar sekali. Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar
saja, tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba.
Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok
usia remaja.
Masalah menjadi lebih gawat lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular
dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba
melalui jarum suntik secara bergantian. Bangsa ini akan kehilangan remaja yang sangat
banyak akibat penyalahgunaan narkoba dan merebaknya HIV/AIDS. Kehilangan remaja
sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa.
10. Menangani Masalah yang Terjadi pada Remaja
Selain ketiga masalah psikososial yang sering terjadi pada remaja seperti yang
disebutkan dan dibahas diatas terdapat pula masalah masalah lain pada remaja seperti
tawuran, kenakalan remaja, kecemasan, menarik diri, kesulitan belajar, depresi dll.
Semua masalah tersebut perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat
remaja merupakan calon penerus generasi bangsa. Ditangan remaja lah masa depan bangsa

ini digantungkan. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah
semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain :
Peran Orangtua :
1. Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
2. Membekali anak dengan dasar moral dan agama
3. Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua anak
4. Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
5. Menjai tokoh panutan bagi anak baik dalam perilaku maupun dalam hal menjaga
lingkungan yang sehat
6. Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak
7. Hindarkan anak dari NAPZA
Peran Guru :
1. Bersahabat dengan siswa
2. Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman
3. Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler
4. Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga
5. Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP
6. Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas
7. Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain
8. Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempat
9. Mewaspadai adanya provokator
10.
Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah
11.
Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat
dalah hal fisik, mental, spiritual dan social
12.
Meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA
Peran Pemerintah dan masyarakat :
1. Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti
2. Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga
dan bermain
3. Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas
4. Memberikan keteladanan
5. Menanggulangi NAPZA, dengan menerapkan peraturan dan hukumnya secara tegas
6. Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan
Peran Media :
1. Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)
2. Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)

3. Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas biaya khusus
untuk remaja
Bunuh diri
Depresi, penyalahgunaan obat-obatan atau alkohol dan agresi bisa menjadi tanda-tanda
remaja ingin melakukan bunuh diri. Remaja seperti ini dapat menjadi tidak tertarik pada
kegiatan biasanya, menarik diri dari keluarga dan teman-teman, tidur atau makan lebih atau
kurang dari biasanya, mengeluh tentang sakit dan nyeri, kehilangan minat di sekolah dan
biasanya banyak berbicara tentang bunuh diri lebih sering dari biasanya.
Depresi
Mood jelek dan kemarahan bisa menimpa remaja mana pun. Bila terjadi dalam waktu
panjang, perilaku atau perubahan suasana hati tersebut bisa menyebabkan remaja mengalami
depresi.
Jika tidak diobati, depresi dapat menyebabkan masalah di sekolah dan rumah,
penyalahgunaan obat, alkohol atau kecanduan internet, gangguan makan, kecelakaan diri,
kekerasan atau perilaku berbahaya, bahkan yang lebih buruk bunuh diri.
Gejala bisa berupa kesedihan luar biasa, putus asa, rasa bersalah, gelisah, merasa tidak
berharga, sulit berkonsentrasi, menarik diri dari lingkungan, kehilangan minat dalam
aktivitas, jarang menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman, makan atau tidur
terlalu banyak atau terlalu sedikit, banyak menangis, atau bahkan melarikan diri dari rumah.
Gangguan makan
Remaja perempuan biasanya terobsesi memiliki tubuh yang sempurna hingga akhirnya
berbagai cara dilakukan bahkan hingga akhirnya menyebabkan gangguan makan seperti
anorexia nervosa, bulimia nervosa atau binge eating disorder.
Remaja yang anoreksia akan makan sangat sedikit, karena khawatir menjadi gemuk dan
mengalami masalah kesehatan jangka panjang seperti penurunan berat badan yang parah,
penghentian siklus menstruasi, pertumbuhan terhambat, kulit sangat kering dan rambut
rontok. Remaja dengan gangguan makan mungkin merasa kesepian, malu, cemas dan depresi,
serta memiliki citra diri yang sangat rendah.
11. Asuhan Keperawatan pada Klien Usia Remaja
a. Pengkajian
1) Pengkajian yang berhubungan dengan Keluarga
Identitas
Riwayat & tahap perkmbangan keluarga
Lingkungan
Struktur keluarga

Fungsi keluarga
Penyebab masalah keluarga dan koping yang dilakukan keluarga
2)

Pengkajian yang berhubungan dengan anak


Status kesehatan sekarang dan masa lalu
Pola persepsi pemeliharaan kesehatan
Pola aktivitas dan latihan
Pola nutrisi
Pola eliminasi
Pola istirahat
Pola kognitif persepsual
Pola toleransi stress/koping
Pola seksualitas dan reproduksi
Pola peran dan hubungan
Pola nilai dan kenyakinan
Penampilan umum
Perilaku selama wawancara
Pola komunikasi & Pola asuh orang tua
Kemampuan interaksi
Stresor jangka pendek & jangka panjang

b. Masalah keperawatan yang mungkin muncul ;


1) Koping individu tidak efektif
2) Perilaku destruktif
3) Depresi
4) Nutrisi kurang/lebih
5) Resiko terjadi cedera
6) Resiko terjadi penyimpangan seksual
7) Kurang perawatan diri
8) Distress spiritual
9) Resiko penyalahgunaan obat
10) Potensial peningkatan kebugaran fisik
11) Potensial peningkatan aktualitasi diri.
12) Konflik keluarga
13) Gangguan citra tubuh
c. Intervensi Keperawatan

Resiko Tinggi Konflik keluarga (hubungan keluarga tidak harmonis berhubungan dengan
ketidakmampuan mengenal masalah yang terjadi pada remaja.
Perencanaan.
1) Diskusikan faktor penyebab
2) Diskusikan tugas perkembangan keluarga
3) Diskusikan tugas perkembangan anak yang harus di jalani
4) Diskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada remaja
5) Diskusikan tentang alternatif mengurangi atau menyelesaikan masalah
6) Ajarkan cara mengurangi atau menyelesaikan masalah
7) Berikan pujian bila keluarga dapat mengenali penyebab atau mampu membuat alternatif

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak usia sekolah disebut sebagai masa akhir anak-anak sejak usia 6 tahun. Anak
merupakan individu tersendiri yang bertumbuh dan berkembang secara unik dan tidak dapat
diulang setelah usianya bertambah. Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21
tahun dan belum pernah kawin (menikah) (UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak).
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu
tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku,
dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat
rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang
timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002).
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia
maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai
tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk
pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (1518) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10
tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah
bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap
menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak

lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir
tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka
menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu
mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.

B. Saran
Usia sekolah dan remaja merupakan suatu masa yang penting untuk bersikap mandiri dan
dewasa. Perlu peran perawat yang baik di sini, agar pertumbuhan remaja menjadi lebih sehat,
cerdas, dan memiliki masa depan yang cemerlang.

DAFTAR PUSTAKA
http://ikhwanramadansiregar.blogspot.com/2011/06/masalah-yang-sering-terjadi-padapara.html
http://ayam65.wordpress.com/2008/06/16/askep-remaja-2/
http://luviony.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-pada-remaja-dengan.html
http://yuudi.blogspot.com/2011/05/asuhan-keperawatan-keluarga-dengan-anak.html
http://komunitasradit.blogspot.com/2009/11/asuhan-keperawatan-pada-kelompokkhusus.html
Green, S. D, Thomas, J. D. (2008). Interdisciplinary collaboration and the electronic
medical record, Journal Pediatric Nursing,
melalui http://proquest.umi.com/pqdweb

vol.

34

pp.

225-228,

diperoleh

Anda mungkin juga menyukai