DI SUSUN
OLEH :
KELOMPOK 5
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS PADA BAYI &
ANAK
Makalah ini berisikan tentang informasi yang berkaitan dengan HIV/AIDS padaanak.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha saya. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Landasan teori..... .......................................................................................................... 3
2.1.1 Definisi ....................................................................................................................... 3
2.1.2 Etiologi ....................................................................................................................... 4
2.1.3 Patofisiologi ............................................................................................................... 5
2.1.4 Patway ........................................................................................................................ 6
2.1.5 Manifestasi klinis ....................................................................................................... 7
2.1.6 Diagnosis HIV/AIDS ................................................................................................. 8
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik............................................................................................. 8
2.1.8 Penatalaksanaan............................................................................................................9
2.1.9 Pencegahan..................................................................................................................10
DaftarPustaka................................................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006:3), pola penularan HIV pada
pasangan seksual berubah pada saat ditemukan kasus seorang ibu yang sedang hamil diketahui
telah terinfeksi HIV. Bayi yang dilahirkan ternyata juga positif terinfeksi HIV. Ini menjadi awal
dari penambahan pola penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayiyang dikandungnya. Halserupa
digambarkan dari hasil survey pada tahun 2000 dikalangan ibu hamil di Provinsi Riau dan Papua
yang memperoleh angka kejadian infeksi HIV 0,35% dan 0,25%. Sedangkan hasil tes suka rela
pada ibu hamil diDKI Jakarta ditemukan infeksi HIV sebesar 2,86%. Berbagai data tersebut
membuktikan bahwa epidemi AIDS telah masuk kedalam keluarga yang selama ini dianggap
tidak mungkn tertular infeksi. Pada tahun 2015, diperkirakan akan terjadi penularan pada 38.500
anak yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV. Sampai tahun 2006, diprediksi 4.360 anak
terkena HIV dan separuh diantaranya meninggal dunia. Saat ini diperkirakan 2320 anak yang
terinfeksi HIV. Anak yang didiagnosis HIV juga
akan menyebabkan terjadinya trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua
harus menghadapi masalah berat dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang,dan sebagainya
dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak (Nurs dan Kurniawan, 2013:161).Hal tersebut
menyebabkan beban negara bertambah dikarenakan orang yangterinfeksi HIV telah masuk
kedalam tahap AIDS, yang ditularkan akibat hubungan Heteroseksual sebesar 36,23%.
Permasalahan bukan hanya sekedar pada pemberian terapi anti retroviral (ART), tetapi juga
harus memperhatikan permasalahn pencegahan penularan walaupun sudah mendapat ART
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006:7). Berdasarkan uraian masalah di atas maka,
perlu dikakukan pembahasan tentang penularan HIV/AIDS pada Anak, sehingga hal ini dapat
menjadi upaya promotif dan preventif.
Sebanyak 2,1 juta anak yang berusia kurang dari 18 tahun hidup dengan infeksi HIV dan
sekitar 1.200 anak terinfeksi HIV setiap hari diseluruh dunia (UNAIDS,2009). Anak mendapat
HIV baik secara vertikal maupun horisontal. Penularan vertikal merupakan penularan perinatal
(dalam rahim atau selama kelahiran) atau melalui ASI. Penularan horisontal merupakan
penularan melalui jarum suntik yang tidak steril (seperti pada penggunaan obat intravena atau
pembuatan tato) atau melalui hubungan seksual. Dengan skrining nasional produk darah,
penularan HIV melalui transfusi produk darah menjadi jarang terjadi (Fahrer & Romano,2010).
Infeksi HIV pada anak dapat diklasifikasikan lebih lanjut bergantung pada keparahan supresi
imun. Klasifikasi ini dapat bertindak sebagai pedoman rencana asuhan keperawatan.
Bayi umumnya terinfeksi melalui ibunya, sedangkan remaja umumnya mengalami infeksi
HIV melalui aktifitas seksual atau penggunaan obat intravena (Fahrer dan Rohmano,2010). Di
Amerika Serikat, penularan perinatal infeksi HIV menurun secara dramtis akibat perbaikan
deteksi dan terapi maternal, dan juga terapi bayi baru lahir. Data yang diperoleh 34 negara
bagian mengindikasikan bahwa insiden saat ini adalah 612 per 1000.000 bayi (Centers for
Disease Control and Prevention/CDC 2010). HAMPIR 2.000 kasus baru infeksi HIV dilaporkan
pada tahun 2008 diantara remaja usia 13 hingga 19 tahun. Saat ini tidak ada pengobatan untuk
infeksi HIV, meskipun kelangsungan hidup membaik sejak datangnya,hyghly active
antiretroviral therapy (HAART).selain untuk meningkatkan kelangsungan hidup, terjadi
peningkatan pertumbuhan, perkembangan saraf, dan fungsi imun dengan penggunaan HAART
1.2 TUJUAN
PEMBAHASAN
2.1.1 Defenisi
HIV yaitu virus yang menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih
yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia.
Gejalagejala timbul tergantung dari infeksi oportunistik yang menyertainya. Infeksi
oportunistik terjadi oleh karena menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) yang disebabkan
rusaknya sistem imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut (Menurut Depkes RI (2003)
Menurut Judarwanto (2008) infeksi HIV adalah penyakit yang diakibatkan oleh
infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS adalah penyakit yang
menunjukkan adanya sindrom defisiensi imun selular sebagai akibat infeksi HIV. Suati
kondisi klinis yang disebabkan oleh infeksi virus HIV yang dapat menyebabkan acquired
immune deficiency syndrome (AIDA) (Barhers, 2008).
2.1.2 Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada
tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan
manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang
termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
2.1.3 Patofisiologi
HIV mempengaruhi fungsi imun melalui perubahan/gangguan terutama dalam fungsi sel
T, terapy HIV juga mengenai sel B, sel sel natural killer, dan fungsi monosit/makrofag.
HIVmenginfekasi sel CD4 (T-Helper). Virus mereplikasi dirinya melalui sel CD4 dan
menyebabkan disfungsional sel. Defisiensi imun terjadi akibat, penurunan jumlah sel CD4 yang
berfungsi dan normal. Awalnya, karena hitung sel CD4 menurun, jumlah T-Suppresor (CD8)
meningkat, tapi seiring dengan perkembangan penyakit, hitung CD8 juga menurun. Fungsi sel T-
Helper menurun meskipun pada bayi dan anak asimtomatis yang tidak mengalami penurunan
yang signifikan dalam hitung sel CD4. Sel T kehilangan respon yntuk mengingat antigen, dan
kehilangan ini berkaitan dengan peningkatan resiko infeksi bakteri serius (Farland,2011)
Defek sel B juga terjadi pada anak yang terinfeksi HIV,yang berkontribusi terhadap
tingginya angka infeksi bakteri serius. Sel B menunjukan gangguan respon terhadap mitogen dan
antigen. Sel B juga menunjukan produksi antibodi yang yang defektif sebagai respon terhadap
pajanan antigen atau vaksinasi. Bayi juga mengalami kekurangan sekelompok sel B memori
untuk mengingat antigen (hanya karena kurangnya pajangan). Sel natural killer juga terpengaruh
oleh infeksi HIV, karena mereka bergantung pada sitokin yang disekresi oleh sel CD4 untuk
perkembangan secara fungsional. Sel killer fungsional berperan dalam melawan virus dan
penting untuk imunitas pada bayi baru lahir sel T mulai dikembangkan. Penurunan fungsi sel
natural killer kemudian berkontribusi terhadap peningkatan keparahan infeksi virus pada bayi
atau anak yang terinfeksi HIV. Mekipun virus tidak menghancurkan monosit dan magrofag,
fungsi mereka terpengaruh magrofag pada anak yang terinfekasi HIV menunjukan penurunan
kemotaksis dan kemampuan monosit menunjukan kemampuan monosit menunjukan antigen
tergolong defektif.
Tanpa fungsi sel T,sel B, sel Natural killer, monosit dan magrofag yang tepat sistem
imun bayi dan anak tidak dapa melawan infeksi yang seharusnya dapat dilakukan. Infeksi
berulang oleh organisme umum terjadi lebih sering pada anak yang terinfeksi HIV, serupa
dengan pada orang dewasa yang mengalami infeksi HIV.
HIV secara cepat menyerang sistem saraf pusat pada bayi dan anak serta bertanggung
jawab terhadap terjadinya ensefalopati HIV, akibat ensefalopaati dapat terjadi mikrosefali
dapata, defisit motorik, atau penurunan atau kehilangan penanda perkembangan yang dicapai
sebelumnya pada anak yang mengalami ensepalopati HIV Progresif, gejala neurologik dapat
terjadi sebelum supresi imun.
2.1.4 Patway
Gangguan sensori
Cairan berkurang
Cairan berkurang
Nutrisi inadekuat
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala
mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1. Gejala mayor
- Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bula
- Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
- Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
- Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
- Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor
- Batuk menetap lebih dari 1 bulan
- Dermatitis generalisata
- Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
- Kandidias orofaringeal
- Herpes simpleks kronis progresif
- Limfadenopati generalisata
- Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
- Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang
lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi
seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita
HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran
kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan
menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS. Gejala Minor
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan
mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas
infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis,
limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat
badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy,
mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini
muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis
dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba
daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang
akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV
akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan
bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara
langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA
virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien
dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS.
2.1.6 Diagnosis HIV/AIDS pada Anak
Bayi tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama periode neonatal.
Penyakit penan da AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah pneumonia yang
disebabkan pneumocystis cranii, gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV
adalah gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau hepatosplenomegali
(pembesaran pada hepar dan lien). Karena antibodi ibu bisa dideteksi pada bayi sampai berumur
18 bulan. Maka tes ELISA dan western blot akan postif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV
karena tes ini berdasarkan ada atau tidaknya antibodi pada HIV. Tes paling spesifik untuk
mengidentifikasi adalah PCR untuk DNA HIV. Kultur HIV yang positif juga mennjukkan pasien
terinfeksi HIV. Untuk pemeriksaan PCR, bayi harus dilakukan pengambilan sampel darah untuk
dilakukan tes PCR pada dua waktu yang berlainan. DNA PCR pertama diambil saat berusia 1
bulankarena tes ini kurang sensitif selama 1 bulan setelah lahir. CDC merekomendasikan
pemeriksaan DNA PCR setidaknya diulang pada saat bayi berusia 4 bulan. Jika tes ini negatif,
maka bayi tidak terinfeksi HIV sehingga tes PCR perlu diulang setelah bayi disapih. Pada usia 18
bulan, pemeriksaan ELISA bisa dilakukan pada bayi bila tidak tersedia sarana pemeriksaan yang
lain. Anaak-anak berusia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan menggunakan kombinasi
antara gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Anak denagn HIV sering mengalami infeksi
bakteri, gagal tumbuh atau wasting, limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang,
sariawan pada mulut dan faring. Anak usia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan ELISA
dan tes konfirmasi lain seperti pada dewasa. Terdapat dua klasifikasi yang bisa digunakan untuk
mendiagnosis bayi dan anak dengan HIV yaitu menurut CDC dan WHO(Nurs dan Kurniawan,
2013:163)
3. Komplikasi primer :
MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder
Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
nfeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV
Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)
2.1.8 Penatalaksanaan
Penularan HIV dari dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui 4 cara, mulai saat hamil,
saat melahirkan dan setelah lahir yaitu: penggunaan antiretroviral selama kehamilan,
penggunaan antiretroviral saat persalinan dan bayi yang baru dilahirkan, penggunaan
antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah virus yang ada di
dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Persalinan
sebaiknya dipilih dengan metode sectio caecaria karena terbukti mengurangi resiko
bedah caesar juga memiliki risiko penularan HIV dari ibu kebayi sampai 80%. Bila
bedah caesar selektif disertai penggunaan terapi antiretroviral, maka risiko dapat
ditirinkan sampai 87%. Walaupun demikian bedah caesar juga mempunyai risiko
luka, bahkan bisa terjadi kematian saat operasi oleh karena itu persalinan pervaginam
dan sectio caecaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor
lain. Namun jika melahirkan dengan pervaginam maka beberapa tindakan harus
Kurniawan, 2013:165).
BAB III
3.1 PENGKAJIAN
Prenatal Care
Pemeriksaan kehamilan
Keluhan selama hamil
Riwayat terkena sinar tidak ada
Kenaikan berat badan selama hamil
Imunisasi
Natal
Tempat melahirkan
Lama dan jenis persalinan
Penolong persalinan
komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit perdarahan
daerah vagina).
Post Natal
Kondisi Bayi : BB lahir.. kg, PB.. cm
Kondisi anak saat lahir: baik/tidak
Penyakit yang pernah dialami … setelah imunisasi
Kecelakaan yang pernah dialami: ada/tidak ada
Imunisasi
Alergi
Perkembangan anak dibanding saudara-saudara
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang mengidap HIV : missal, ibu.
6. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi apa saja yang pernah diberikan, waktu pemberian dan reaksi setelah
pemberian. Missal; imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis.
7. Riwayat Tumbuh Kembang
1. Tinggi Badan : PB lahir .. cm, PB masuk RS :.. Cm
2. Perkembangan tiap tahap ( berapa bulan
Berguling, duduk, merangkak, berdiri, berjalan, senyum kepada orang lain, bicara
pertama kali, berpakaian tanpa bantuan
8. Riwayat Nutrisi
Pemberian ASI
1. Pertama kali di susui : berapa jam setelah lahir
2. Cara Pemberian : Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
3. Lama Pemberin : berapa menit
4. Diberikan sampai usia berapa
Pemberian Susu Formula :missal; SGM
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
9. Riwayat Psiko Sosial
Anak tinggal di mana, keadaan Lingkungan, fasilitas rumah
Hubungan antar anggota kelurga baik
Pengasuh anak adalah orang tua, pengasuh,dll
10. Riwayat spiritual
Kegiatan ibadah, tempat ibadah.
11. Reaksi Hospitalisasi
Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
12. Kaji sebelum sakit dirumah dan selama dirawat dirumah sakit tentang: nutrisi, cairan,
eliminasi, istirahat/tidur, personal hygiene, aktivitas/mobilisasi, rekreasi.
13. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: composmetis, stupor, semi koma, koma.
Ekspresi wajah, penampilan ( berpakaian)
Tanda-tanda vital meliputi: suhu, nadi, pernapasan. Tekanan darah
Antropometri meliputi: panjang badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar abdomen
Head To Toe
1. Kulit : Pucat dan turgor kulit agak buruk
2. Kepal dan leher : Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak
ada peradangan
3. Kuku : Jari tabuh
4. Mata / penglihatan :Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
5. Hidung :Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada polip, dan
fxungsi penciuman normal
6. Telinga :Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada
perdarahan
7. Mulut dan gigi: Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi
Peradangan dan perdarahan pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir dan mukosa
mulut klien nampak kering dan bibir pecah-pecah.
8. Leher: Terjadi peradangan pada eksofagus.
9. Dada : dada masih terlihat normal
10. Abdomen : Turgor jelek ,tidak ada massa, peristaltik usus meningkat dan perut
mules dan mual.
11. Perineum dan genitalia : Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
12. Extremitas atas/ bawah : Extremitas atas dan extremitas bawah tonus otot lemah
akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit.
Sistem Pernafasan
- Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada
- Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di sub
mandibula.
- Dada :
o Bentuk dada : Normal
o Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal : 1 : 1
o Gerakan dada : simetris, tidak terdapat retraksi
o Suara nafas : ronki
o Suara nafas tambahan : ronki
o Tidak ada clubbling finger
Sistem kardiovaskuler :
- Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler ,
tekanan vena jugularis : tidak meninggi
- Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran
- Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
- Capillary refilling time > 2 detik
Sistem pencernaan:
- Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
- Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya
virus yang menyerang usus
- Gaster : nafsu makan menurun, mules, mual muntah, minum normal,
- Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
Sistem indra
1. Mata : agak cekung
2. Hidung : Penciuman kurang baik,
3. Telinga:
o Keadaan daun telinga : kanal auditorius kurang bersih akibat benyebaran
penyakit
o Fungsi pendengaran kesan baik
Sistem Saraf
1. Fungsi serebral:
o Status mental : Orientasi masih tergantung orang tua
o Bicara : -
o Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak
mengikuti perintah) = 6, verbal (bicara normal) = 5
2. Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I – Nervus
XII.
3. Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh orang
tua
4. Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan terganggu)
5. Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan kesan normal
6. Refleks : bisip, trisep, patela dan babinski terkesan normal.
Sistem Muskulo Skeletal
1. Kepala : Betuk kurang baik, sedikit nyeri
2. Vertebrae: Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien
malas bergerak, aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.
3. Lutut : tidak bengkak, tidak kaku, gerakan aktif, kemampuan jalan baik
4. Tangan tidak bengkak, gerakan dan ROM aktif
Sistem integumen
1. warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2
dt,
2. suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
Sistem endokrin
1. Kelenjar tiroid tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran
2. Suhu tubuh tidak tetap, keringat normal,
3. Tidak ada riwayat diabetes
Sistem Perkemihan
1. Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi
berkurang.
2. Tidak ditemukan odema
3. Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu
Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis dan orificium uretra eksterna merah dan
gatal
Sistem Imun
1. Klien tidak ada riwayat alergi
2. Imunisasi lengkap
3. Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada
4. Riwayat transfusi darah ada/tidak ada
5.
Menurut Wong hal-hal yang perlu dikaji pada anak dengan HIV antara lain :
3.2 DIAGNOSA
Menurut Wong diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak dengan HIV antara
lain:
Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
diagnosa keperawatan pada anak yang menderita HIV antara lain :
Intervensi :
1. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi napas
adventisius,
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Bunyi napas bronkhial dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
2. Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi, serta gerakan dinding
dada )
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris terjadi
karena ketidaknyaman gerakan dinding dada dan atau cairan paru-paru
3. Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara posisi
duduk tinggi
Rasional : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih
kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami membantu silia
untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan
ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam
dan lebih kuat
4. Penghisapan sesuai indikasi
Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau penurunan
tingkat kesadaran
5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air
hangat dari pada dingin
Rasional : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan
sekret
6. Memberikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti
bronchodilator)
Rasional : alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret,
obat bronchodilator dapat membantu mengencerkan sekret sehingga mudah untuk
dikeluarkan
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat dengan kriteria hasil : tidak ada ada tanda-
tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal,
membran mukosa lembab dan pengeluaran urine yang sesuai).
Intervensi :
1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
Rasional : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi
intervensi.
2. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan
kekurangan kekurangan cairan.
3. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan.
Rasional : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari
muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah
dan menurunkan tekanan pada diafragma.
4. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan
penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.
5. Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander
sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
Rasional : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu
penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya
ketidak seimbangan
Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya organisme
infeksius dan imobilisasi
Tujuan : Anak mengalami risiko infeksi yang minimal dan anak tidak menyebarkan
penyakit pada orang lain dengan kriteria hasil:
Anak tidak kontak dengan individu terinfeksi
1. Anak dan keluarga menjalankan praktik kesehatan yang baik
2. Anak tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi
3. Orang lain tidak mendapatkan penyakit tersebut
Intervensi :
1. Gunakan teknik mencuci tangan yang cermat
Rasional : Untuk meminimalkan pemajanan pada organisme infeksius
2. Beri tahu pengunjung untuk menggunakan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional : Untuk meminimalkan pemajanan organisme infeksius
3. Tempatkan anak diruangan bersama anak yang tidak mengalami infeksi atau
diruangan probadi
Rasional : pemahaman yang baik tentang cuci tangan dapat mempengaruhi perliku
orang tua untuk cuci tangan sebelum dan sesudah memegang atau menyentuh anak
4. Batasi kontak dengan individu yang mengalami infeksi, termasuk keluarga, anak
lain, teman dan anggota staf, jelaskan bahwa anak sangat rentan terhadap infeksi
Rasional : Untuk mendorong kerja sama dan pemahaman
5. Observasi asepsis medis dengan tepat
Rasional : Untuk menurunkan risiko infeksi
6. Dorong nutrisi yang baik dan istirahat yang cukup
Rasional : Untuk meningkatkan pertahan alamiah tubuh yang masih ada
7. Jelaskan pada keluarga dan anak yang lebih besar tentang pentingnya menghubungi
profesional kesehatan bila terpajan penyakit masa kecil (misalnya. Cacar air,
gondongan)
Rasional : Penjelasan yang baik akan memungkinkan orang tua memberikan
imunisasi yang tepat pada bayinya
8. Berikan imunisasi yang tepat sesuai ketentuan
Rasional : Untuk mencegah infeksi
9. Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : Dapat untuk mencegah infeksi bakteri/ sebagai profilaksi
10. Implementasikan dan lakukan kewaspadaan universal, khususnya isolasi bahan
tubuh
Rasional : Untuk mencegah penyebaran virus
11. Instruksikan orang lain (misalnya keluarga, anggota staf) untuk menggunakan
kewaspadaan yang tepat, jelaskan adanya kesalahan konsep tentang penularan virus
Rasional : Hal ini merupakan masalah yang sering terjadi dan dapat mempengaruhi
penggunaan kewaspadaan yang tepat
12. Ajarkan metode perlindungan anak yang sakit (misalnya mencuci tangan,
emmegang area genital, perawatan setelah menggunakan berdpan atau toilet
Rasional : Untuk mencegah penyebaran infeksi
13. Usahakan untuk mencegah bayi dan semua anak kecil agar tidak menempatkan
tangan dan objek pada area terkontaminasi
Rasional : Dapat mencegah penularan virus HIV ke orang lain
14. Tempatkan pembatasan perilaku dan kontak untuk anak yang sakit yang menggigit
atau tidak mempunyai kontrol terhadap sekresi tubuh mereka
Rasional : Membatasi perilaku dan kontak dengan anak dapat menghindari
kemungkinan tergigit dan mengalami cedera
15. Kaji situasi rumah dan implementasikan tindakan perlindungan yang mungkin
dilakukan pada situasi individu
Rasional : Identifikasi kondisi dan situasi di rumah dapat membantu mengawasi
anak akan bermain di lingkungan yang aman dan terbebas dari cidera
BAB IV
PENUTUP
4.1.1 Kesimpulan
HIV/AIDS yang terjadi pada anak dapat karena penularan dari ibu saat kehamilan,
ataupun saat kelahiran selain itu, HIV pada anak juga dapat terjadi akibat
Diagnosis HIV pada anak dengan pemeriksaan darah untuk mendeteksi virus HIV
pada anak, dapat dilakukan 2 kali yaitu sebelum dan setelah umur 18 bulan.Salah
satu pencegahan penularan HIV pada anak akibat transmisi maternal yaitu dengan
sectio caesaria.
Penatalaksanaan kasus HIV pada Anak, tidak hanya pengaturan ART, namun juga
Kasus HIV pada anak, menurut Kajian dalam Islam dapat dikategorikan sebuah
4.1.2 Saran
Transmisi penularan HIV pada anak disominasi akibat penularan dari ibu ke anak,
sehingga untuk memutuskan mata rantai HIV pada anak, peranan berbagai tim
kesehatan sangat mengingat anak sebagai generasi lanjutan yang sangat diperlukan
memberikan perhatian khusus pada kasus tersebut. Salah satu upaya nyata adalah
memberikan edukasi kepada masyarakat luas, terutama ibu hamil agar malakukan
pemeriksaan deteksi HIV. Dan mengkonsumsi ART apabila positif HIV. Serta Sectio
Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year
Book, Toronto.
Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua,
EGC, Jakarta.
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice,
4th edition, Mosby Year Book, Toronto