KEPERAWATAN JIWA
Disusun oleh:
Kelompok 2/Kelas 4D
Anggota:
Dosen Fasilitator:
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .......................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 1
1.3 Tujuan ...................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. .3
2.1 Definisi Halusinasi .................................................................. 3
2.2 Etiologi Halusinasi .................................................................. 3
2.3 Tanda dan Gejala Halusinasi .................................................. 5
2.4 Proses Terjadinya Halusinasi .................................................. 6
2.5 Klasifikasi Halusinasi .............................................................. 7
2.6 Manifestasi Klinis Halusinasi................................................... 9
2.7 Mekanisme Koping Halusinasi................................................. 9
2.8 Penatalaksanaan Halusinasi ..................................................... 9
2.9 Asuhan Keperawatan Halusinasi ........................................... 12
BAB 3: TINJAUAN KASUS ................................................................. 16
3.1 Kasus ..................................................................................... 15
3.2 Asuhan Keperawatan ............................................................. 15
BAB 4: PEMBAHASAN ........................................................................ 23
BAB 5: PENUTUP .................................................................................. 24
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 24
5.2 Saran ...................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 25
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
7. Apa mekanisme koping pada halusinasi?
8. Bagaimana penatalaksaan halusinasi?
9. Apa asuhan keperawatan pada halusinasi?
10. Bagaimana contoh tinjauan kasus pada pasien halusinasi?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui halusinasi
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui idefinisi dari halusinasi
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari halusinasi
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala pada halusinasi
d. Agar mahasiswa dapat mengetahui proses terjadinya halusinasi
e. Agar mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi dari halusinasi
f. Agar mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari
halusinasi
g. Agar mahasiswa dapat mengetahui mekanisme koping pada
halusinasi
h. Agar mahasiswa dapat mengetahui penatalaksaan halusinasi
i. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada
halusinasi
j. Agar mahasiswa dapat mengetahui contoh tinjauan kasus pada
pasien halusinasi?
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam hayat.
d. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizoferia cenderung mengalami skizoferia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respond individu dalam
menanggapi stres.
d. Perilaku
Respond klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan yang tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku
menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan
serta tidak dapat membedakan nyata atau tidak.
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat timbulkan beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obat, demam hingga
delirium, intoksikasi alkhohol dan kesulitan untuk tidur dalam
waktu lama.
4
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan halusinasi itu terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa
individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunkan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan implus yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang meninbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang
akan mengontrol semua perilaku klien
4) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interkasi sosial dalam fase
awal dan comforting, klien mengganggap hidup bersosialisasi
dialam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang didaptkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan kontrol oleh individu, sehingga jika perintah
halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan suatu
proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal
yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri
sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan
halusinasi tidak berlangsung.
2.3 Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Hartono (2012) gangguan persepsi sensori: halusinasi
merupakan kondisi yang berbahaya bila klien meyakini bahwa apa yang
5
didengarnya adalah nyata dan klien tidak mampu mengontrol halusinasinya.
Kondisi berbahaya tidak saja bagi klien tetapi juga terhadap orang lain dan
lingkungan sekitar. Agar dapat mengatasi masalah tersebut, maka hal
pertama yang perlu diketahui perawat adalah tanda dan gejala yang
menunjukkan klien mengalami halusinasi. Tanda dan gejala klien yang
mengalami halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Mengatakan mendengar suara
3. Merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan yang mistis
5. Tidak dapat memutuskan konsentrasi
6. Pembicaraan kacau terkadang tidak masuk akal
7. Sikap curiga dan bermusuhan
8. Menarik diri, menghindar dari orang lain
9. Sulit membuat keputusan
10. Ketakutan
11. Mudah tersinggung
12. Menyalakan diri sendiri/orang lain
13. Tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri
14. Muka merah kadang pucat
15. Ekspresi wajah tegang
16. Tekanan darah meningkat
17. Nadi cepat
18. Banyak keringat
2.4 Proses Terjadinya Halusinasi
Proses terjadi halusinasi menurut Prabowo (2014) terdiri dari 4 fase
dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
1. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansiestas,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba focus pada pikiran
yang menyenangkan untuk meredakan ansiestas. Disini pasien
6
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diamdanasyiksendiri.
2. Fase II
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Pasien
mulai lepas kendali dan mencoba mengambil jarak dirinya dengan
sumber dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda system
saraf otonom akibat ansiestas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(TD, RR, dan Nadi), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita.
3. Fase III
Pasien berhenti mengehentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Disini pasien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
memenuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang
lain.
4. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti
perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarikdiri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek
dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangat
membahayakan.
2.5 Klasifikasi Halusinasi
Menurut Candra (2017) klasifikasi halusinasi dibagi menjadi:
1. Halusinasi Penglihatan (Halusinasi optik)
Sesuatu yang dilihat seolah olah berbentuk orang, binatang,
barang atau benda. Sesuatu yang dilihat seolah-olah tidak berbentuk
seperti sinar kilatan atau pola cahaya dan yang dilihat seolah-olah
berwarna atau tidak berwarna.
7
2. Halusinasi Auditif (Halusinasi Akustik)
Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara manusia, hewan,
suara barang, suara mesin, musik, dan suara kejadian alami.
3. Halusinasi Alfatorik (Halusinasi Penciuman)
Yaitu Halusinasi yang seolah-olah mencium suatu bau tertentu.
4. Halusinasi Gustatorik (Halusinasi Pengecap)
Halusinasi yang seolah-olah mengecap suatu zat atau rasa
tentang suatu yang dimakan.
5. Halusinasi Taktil (Halusinasi Peraba)
Yaitu halusinasi yang seolah-olah merasa diraba-raba,
disentuh, dicolek-colek, ditiup, dirambati ulat, dan disinari.
6. Halusinasi Kinestik (Halusinasi Gerak)
Halusinasi yang seolah-olah merasa bedannya bergerak
disebuah ruang tertentu dan merasa anggota badannya bergerak
dengan sendirinya.
7. Halusinasi viseral
Halusinasi alat tubuh bagian dalam yang seolah-olah ada
perasaan tertentu yang timbul di tubuh bagaian dalam (mis: lambung
seperti ditusuk-tusuk jarum)
8. Halusinasi hipnagogik
Persepsi sensorik bekerja yang salah yang terdapat pada orang
norma, terjadi sebelum tidur.
9. Halusinasi hionopompik
Persepsi sensorik bekerja yang salah, pada orang normal,
terjadi tepat sebelum bangun tidur.
10. Halusinasi histerik
Halusinasi yang timbul pada neurosis histeruik karena konflik
emosional.
8
2.6 Manifestasi Klinis
Menurut Prabowo (2014) perilaku pasien yang berkaitan dengan
halusinasi yaitu:
1. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri.
2. Menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, dan
respon verbal lambat.
3. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain.
4. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang
tidaknyata.
5. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
6. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
7. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya) dan takut.
8. Sulit berhubungan dengan orang lain.
9. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.
10. Tidak mampu mengikuti perintah
11. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panic, agitasi dan kataton.
2.7 Mekanisme Koping Halusinasi
Menurut Prabowo (2014) mekanisme koping adalah segala usaha yang
diarahkan untuk menanggulangi stress. Usaha ini dapat berorientasi pada
tugas dan meliputi usaha pemecahan masalah langsung. Macam-macam
mekasisme koping, yaitu:
1. Regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk menganalisiskan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik Diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal.
2.8 Penatalaksanaan Halusinasi
Menurut Prabowo (2014) pengobatan harus secepat mungkin
diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan
9
perawatan di RSJ pasien dinyatkan boleh pulang sehingga keluarga
mempunyai peranan yang sangat penting di dalam hal merawat pasien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas
minum.
1. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif sangat bermanfaat pada penderita
skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun. Penyakit neuroleptika dengan dosis afektif tinggi
bermanfaat pada penderita psikomotorik yang meningkat.
10
diberikan pada skizo frenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis kejang listrik 4-5 joule/detik.
3. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psiko terapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan
pasien kembali kemasyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik
untuk mendorong pasien bergaul dengan orang lain, perawat dan
dokter. Maksudnya agar pasien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
meniadakan permainan atau latihan bersama seperti therapy
modalitas yang terdiri dari terapi aktivitas yaitu terdiri dari:
a. Terapi musik
Focus: mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi, yaitu
menikmati dengan relaksasi music yang disukai pasien.
b. Terapi seni
c. Focus: untuk mengekspresikan perasaan melalui beberapa
pekerjaan seni.
d. Terapi menari
Focus pada ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh.
e. Terapi relaksasi
Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok
Rasional: untuk koping/perilaku maladaptif / deskriptif
meningkatkan partisipasi dan kesenganan pasien dalam
kehidupan.
f. Terapi social
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain.
g. Terapi kelompok
1) Terapi group (kelompok terapeutik)
2) Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity
therapy)
3) Tak stimulus perspsi: halusinasi
Sesi 1: mengenal halusinasi
11
Sesi 2: meneganal halusinasi dengan menghardik
Sesi 3: mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan
Sesi 4: mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5: mengontrol halusinasi dengan patuh minum
obat
4) Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam
keluarga (home like atmosphenre).
2.9 Asuhan Keperawatan Pada Halusinasi
Menurut Keliat (2009) pengkajian pada halusinasi sebagai berikut:
1. Pengkajian
Halusinasi adalah salah satu gelaja gangguan jiwa pada
individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi:
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan
perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada. Pada proses pengkajian, data penting yang
perlu anda dapatkan adalah sebagai berikut:
a. Jenis dan isi halusinasi
Halusinasi menurut data objektif dan subjektifnya. Data
objektif dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku
pasien, sedangkan data subjektif dapat dikaji dengan
melakukan wawancara dengan pasien, melalui data ini,
perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.
b. Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi
munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan
halusiansi terjadi? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi
terjadi apakah terus-menerus atau hanya sesekali? Situasi
terjadinya, apakah jika sedang sendiri, atau setelah terjadi
kejadian sesuatu? Hal ini dilakukan untuk menentukan
intervensi untuk pada waktu terjadinya halusinasi dan untuk
12
menghindari situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya.
Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi,
tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi dapat
direncanakan.
c. Respons halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika
halusinasi itu muncul, perawat dapat menanyakkan kepada
pasien tentang perasaan atau tindakan pasien saat halusinasi
terjadi. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga
atau orang terdekat dengan pasien atau dengan
mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi muncul.
13
2. Diagnosa dan Intervensi
14
rendah kronik) kriteria hasil: kesehatan satu per satu
Faktor resiko: Domain 3: kesehatan psikososial atau konseling jika
1. Gangguan psikiatrik Kelas M: kesejahteraan psikologis memungkinkan
2. Terpapar peristiwa Kesadaran diri (1215) 3. Evaluasi pemahaman
traumatik 1. Mengenali nilai-nilai pribadi dari pasien dengan meminta
skala 2 (jarang menunjukkan) ke pasien mengulangi
skala 4 (sering menunjukkan) kembali menggunkan
2. Mempertahankan kesadaran kata-kata sendiri atau
berpikir dari skala 2 (jarang memperagakan
menunjukkan) ke skala 4 (sering keterampilan
menunjukkan)
3. Menerima perasaan sendiri dari
skala 2 (jarang menunjukkan) ke
skala 4 (sering menunjukkan)
15
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
Ny.D berusia 26 tahun, dirawat di ruang flamboyan rumah sakit
jiwa menur. Klien sering ngomel-ngemel sendiri, tidak bisa tidur, gelisah,
klien mengatakan mendengar suara bisikan “his..his..his” setiap malam
hari sebanyak 7-8 kali, pasien merasa ketakutan dan menutup telinga serta
merusak isi kamarnya. Dan Ny.D dibawa ke rumah sakit jiwa, setelah
dilakukan observasi TD: 120/80 mmHg. N: 94 x/menit, S: 36,4 oC, RR: 20
x/menit, BB: 59 kg, TB: 158 cm dan tidak ada keluhan.
3.2 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Ny.D
Usia : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
b. Alasan Masuk
Klien merasa ketakutan karena mendengar suara
bisikan “his..his..his” setiap malam hari sebanyak 7-8 kali,
pasien merasa ketakutan dan menutup telinga serta merusak
isi kamarnya.
2. Diagnosa
a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b. Respon pasca trauma
c. Harga diri rendah
3. Konsep Diri
a. Gambaran diri: Klien mengatakan suka deangan semua anggota
tubuhnya, penampilan rapi dan bersih, tidak bau, dan klien
mampu merawat dirinya sendiri
b. Identitas: Klien mengatakan sudah menikah dan mempunyai 4
orang anak dan klien anak kedua dari 4 saudara
16
c. Peran: Klien berperan sebagai ibu rumah tangga
d. Ideal diri: Klien ingin cepat sembuh agar dapat berkumpul
seperti biasanya dengan keluarga
e. Harga diri: Klien merasa penuh dosa kepada orang lain dan ingin
meminta maaf atas apa yang sudah klien perbuat kepada orang
lain.
4. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti: Klien mengatakan orang yang berarti adalah
ibunya, karena ibunyalah yang mengajarkan arti kehidupan.
b. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: klien tidak ada
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
5. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: Klien yakin kalau Allah SWT itu ada
b. Kegiatan ibadah : klien selalu menjalankan ibadahnya
6. Status Mental
a. Penampilan: Penampilan klien bersih, sesuai keadaan dan
rapi.
b. Pembicaraan: Lancar dan selalu menjawab jika ditanya
c. Aktivitas motorik: Gelisah karena klien ingin cepat sembuh
d. Alam perasaan: Khawatir karena suara-suara tidak jelas dan
tidak ada wujudnya itu selalu mengganggu klien
e. Afek: Labil disaat ada suara bisikan klien berbicara sendiri,
senyum-senyum sendiri, dan kadang gelisah
f. Ineraksi selama wawancara: Kooperatif dan mau menjawab
pertanyaan-pertanyaan
g. Persepsi
Pendengaran, isi: Berupa suara bisikan “his..his..his”
Frekuensi: 7-8 kali
Waktu: Di malam hari
Respond: klien ketakutan dan menutup telinga serta merusak
isi kamarnya
h. Proses pikir: Klien menjawab saat ditanya dengan perawat
17
i. Isi pikir: Klien tidak mengalami waham
j. Tingkat Kesadaran: Klien dapat mengetahui waktu dan
tempat dimana klien sekarang
k. Memori: Tidak ada gangguan daya ingat
7. Mekanisme Koping
Adaptif: klien dapat berbicara dengan orang lain dan mau untuk
berolahraga.
8. Analisis Data
18
9. Intervensi
1. Gangguan Persepsi Sensori: Setelah dilakukan intervensi keperawatan Bina hubungan saling percaya dengan Akan membantu
Halusinasi pendengaran selama 1 x 24 jam diharapkan klien dapat cara: mempermudah kerjasama
mengenali, mengontrol, memutuskan 1. Sapa klien dengan sopan, ramah, baik, agar klien lebih kooperatif
halusinasinya dan klien dapat berinteraksi secara verbal maupun non verbal
dengan perawat 2. Perkenalkan diri deangan sopan
3. Tanyakan nama klien dan nama
panggilan klien yang disukai
4. Bersikap jujur dan menepati janji
5. Jelaskan tujuan dilakukan kontak atau
pertemuan dengan klien.
6. Perbaiki kebutuhan.
19
10. Implementasi
25 januari 09.00 1. Melatih klien cara mengontrol kegiatan (yang biasa dilakukan)
2017
09.30 1. Membimbing klien memasukkan jadwal kegiatan harian
20
10.20 WIB 1. Mengevaluasi masalah dan latihan sebelumnya
10.45 WIB 1. Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan teratur minum obat
11.00 WIB 1. Membimbing klien memasukkan jadwal kegiatan
11. Evaluasi
No Dx Tanggal Evaluasi
1 23 januari 2017 S: klien mengatakan mendengar suara bisikan “his..his..his” setiap malam
hari sebanyak 7-8 kali, pasien merasa ketakutan dan menutup telinga serta
merusak isi kamarnya.
O: klien ngomel-ngomel sendiri, gelisah, klien kadang diem sendiri, klien
tampak ngelamun, klien susah tidur
TTV: TD: 120/80 mmHg
N: 92 x/menit
S: 36,2oC
RR: 20 x/menit
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
24 januari 2019 S: klien mengatakan sudah kadang-kadang mendengar suara bisikan
“his..his..his” setiap malam hari
O: klien kooperatif, klien sudah jarang melamun, klien berbaur dengan
21
temannya
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
25 januari 2019 Klien mengatakan suara bisikan itu sudah jarang muncul
O: klien kooperatif, klien sudah jarang melamun, klien mengikuti senam
setiap hari
Klien mau berbaur dengan temannya
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
22
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
23
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Halusinogen adalah zat alami dan sintetik yang disebut
dengan berbagai istilah seperti psikedelik atau psikotomimetik
karena, selain induksi halusinassi, halusinogen juga menyebabkan
hilangnya kontak dengan realitas atau suatu pengalaman kesadaran
yang meluas dan meningkat.
5.2 Saran
Kami berharap agar penulis selanjutnya menggunakan
literature yang lebih up to date dan menjadi bertambah sehingga
buku bertambah banyak dan lebih up to date. Dan sumber ilmu
dapat menjadi lebih banyak dan terbaru yang dapat dijadikan acuan
dalam pembelajaran dari tahun ke tahun.
24
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.
Yudi Hartono (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
25