(Keperawatan HIV/AIDS)
Tentang
“Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS”
Oleh:
Dosen Pembimbing:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat
menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Keperawatan HIV/AIDS tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS .Selain itu
tujuan dari penyusunan Makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang Asuhan
Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada ibuk Defia Roza selaku dosen Keperawatan
HIV/AIDS kami yang telah membimbing kami agar dapat menyelesaikan makalah
ini.Akhirnya kami menyadari bahwa Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan
Makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih
dan semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………........................……………………………………………..2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ………………...........................……………………………………....4
B. Rumusan masalah……………..............................……………………….…………...5
C. Tujuan ………………..............................…………………………………………….5
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep HIV AIDS …………………………………………………………………....6
1. Pengertian ………………………………………………………………………….....6
2. Etiologi …………………………...…………………………………………………..6
3. Patofisiologi ………………………………………………………………………….8
4. Manifestasi Klinis …………………………………..………………………………10
5. Konsep Anatomi Dan Fisiologis ……………………………………………………11
B. Asuhan Keperawatan ………………………………………………………………...13
1. Pengkajian …………………………………………………………………………...13
2. Diagnosa …………………………………………………….…………………….…15
3. Perencanaan ………………………………………………………..……….…….….15
4. Implementasi ………………………………………………………………………...17
5. Evaluasi ………………………………………………………………………….…..17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………....…….……….18
B. Saran…………………………………………………………………………………18
DAFTAR PUSTAKA…………………...…………………………………………………..19
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh
sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain (Kemenkes, 2015).
Meskipun telah ada kemajuan dalam pengobatannya, namun infeksi HIV dan AIDS masih
merupan masalah kesehatan yang penting di dunia ini (Smeltzer dan Bare, 2015).
Penyakit AIDS diartikan sebagai sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau
kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar dan sebagai bentuk paling
hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun dan tanpa gejala yang
nyata, hingga keadaan imunosupresi yang berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat
membawa kematian (Padila,2012).
Penyakit HIV AIDS merupakan penyakit infeksi yang dapat ditularkan ke orang lain
melalaui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui proses hubungan seksual, tranfusi darah,
penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi secara bergantian, dan penularan dari ibu ke
anak dalam kandungan melalui plasenta dan kegiatan menyusui (Dinkes Kota Padang, 2015)
Penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, dan daerah tempat tinggal penderitanya (Tangadi,1996 & Budiharto,1997
dalam Desima,2013). Laporan dari Joint United Nations Programme on HIV and AIDS atau
UNAIDS pada tahun 2015 terdapat 2,1 juta infeksi HIV baru diseluruh dunia, yang banyak
tersebar di wilayah afrika dan asia. Data ini menambah total penderita HIV menjadi 36.7 juta
dan penderita AIDS sebanyak 1,1 juta orang (UNAIDS, 2016).
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian HIV AIDS ?
2. Apa Saja Etiologi HIV AIDS ?
3. Bagaimana Patofisiologi HIV AIDS ?
4. Apa Saja Manifestasi Klinis HIV AIDS ?
5. Apa Saja Konsep Anatomi Dan Fisiologis HIV AIDS ?
6. Apa Saja Asuhan Keperawatan HIV AIDS ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian HIV AIDS
2. Untuk Mengetahui Etiologi HIV AIDS
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi HIV AIDS
4. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis HIV AIDS
5. Untuk Mengetahui Konsep Anatomi Dan Fisiologis HIV AIDS
6. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan HIV AIDS
5
BAB II
PEMBAHASAN
HIV adalah virus penyebab Acquired Immuno Deficiensi Syndrom (AIDS). Virus ini
memiliki kemampuan untuk mentransfer informasi genetic, mereka dari RNA ke DNA
dengan menggunakan enzim yang disebut Reverse Transcriptase, yang merupakan kebalikan
dari proses transkripsi dari RNA & DNA dan transflasi dari RNA ke protein pada umumnya
(Murma, et.al,1999).
HIV merupakan salah satu penyakit menular seksual yang berbahaya di dunia (Silalahi,
Lampus, dan Akili, 2013). Seseorang yang terinfeksi HIV dapat diibaratkan sebagai gunung
es (Lestary, Sugiharti dan Susyanty, 2016) yang dimana HIV memang tidak tampak tetapi
penyebarannya mengakibatkan banyaknya kasus HIV baik di Indonesia maupun di dunia.
AIDS adalah Suatu kumpulan kondisi tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi
oleh HIV ( Virginia Macedolan, 2008 ) AIDS Kependekan dari A: Acquired: Didapat, Bukan
penyakit keturunan I:Immune:Sistem kekebalan tubuh D:Deficiency: Kekurangan Syndrome,
Jadi AIDS adalah berarti kumpulan gejala akibat kekurangan dan kelemahan system tubuh
yang dibentuk setelah kita lahir ( Depkes,2007 ).
2. Etiologi
6
yang baku ini, HIV mengandung beberapa gen lain (diberi nama dengan tiga huruf, misalnya
tat, rev, vif, nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintetis serta perakitan partikel virus yang
infeksius. (Robbins dkk, 2011)
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam cara
penularan, yaitu :
Hubungan sesual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan
bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina,
dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau muluh sehingga HIV
yang tedapa dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah (PELEKSI,1995 dalam
Nursalam,2007 ). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina,
dubur dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan
seksual
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan
CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0.01% sampai 7%. Bila
ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi
sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan
mencapai 50% (PELKESI,1995 dalam Nursalam, 2007). Penularan juga terjadi selama
proses persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran
mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan.(Lili V, 2004 dalam
Nursalam, 2007). Semakin lam proses melahirkan, semakin besar resiko penularan. Oleh
karena itu, lama persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectio caesaria (HIS dan
STB,2000 dalam Nursalam, 2007). Transmisi lain terjadi selam periode post partum
melaui ASI. Resiko bayi tertular melalui ASI dai Ibu yang positif sekitar 10%
Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan
menyebar ke seluruh tubuh.
7
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lain yang
menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinveksi HIV, dan langsung
digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV,dan langsung digunakan untuk
orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa menular HIV
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat tato,
memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin
dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.
Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan oleh para
pengguna narkoba (Injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain
jarun suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga menggunakan tempat
penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi untuk
menularkan HIV.
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, hidup serumah
dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan sosial yang lain
3. Patofisiologi
Menurut Robbins, Dkk (2011) Perjalanan infeksi HIV paling baik dipahami dengan
menggunakan kaidah saling memengaruhi antara HIV dan sistem imun. Ada tiga tahap yang
dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi antara virus dan penjamu. (1) fase akut pada
tahap awal; (2) fase kronis pada tahap menengah; dan (3) fase krisis, pada tahap akhir.
8
Fase akut menggambarkan respon awal seseorang dewasa yang imunokompeten terhadap
infeksi HIV. Secara klinis, hal yang secara khas merupakan penyakit yang sembuh sendiri
yang terjadi pada 50% hingga 70% dari orang deawasa selama 3-6 minggu setelah infeksi;
fase ini ditandai dengan gejala nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, mialgia, demam, ruam,
dan kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan produksi virus dalam
jumlah yang besar, viremia dan persemaian yang luas pada jaringan limfoid perifer, yang
secara khas disertai dengan berkurangnya sel T CD4+. Namum segera setelah hal itu terjadi,
akan muncul respon imun yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan melalui serokonversi
(biasanya dalam rentang waktu 3 hingga 17 minggu etelah pejanan) dan muali munculnya sel
T sitoksik CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia mereda, sel T CD4+ kembali
mendekati jumlah normal. Namun, berkurangnya virus dalam plasma bukan merupakan
penanda berakhirnya replikasi virus, yang akan terus berlanjut di dalam makrofag dan sel T
CD 4+ jaringan.
Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukkan tahap penahanan relatif virus. Pada fase
ini, sebagian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut hingga beberapa
tahun. Pada pasien tidak menunjukkan gejala ataupun menderita limfadenopati persisten, dan
banyak penderita yang mengalami infeksi oportunistik “ringan” seperti ariawan (Candida)
atau harpes zoster selama fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut.
Pergantian virus yang meluas akan disertai dengan kehilangan sel CD4+ yang berlanjut.
Namun, karena kemampuan regenerasi sistem imun besar, sel CD4+ akan tergantikan dalam
jumlah yang besar. Oleh karena itu penurunan sel CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal
yang sederhana. Setelah melewati periode yang panjang dan beragam, pertahanan penjamu
mulai berkurang, jumlah sel CD4+ mulai menurun, dan jumlah sel CD4+ hidup yang
terinfeksi oleh HIV semakin meningkat. Limfadenopati persisten yang disertai dengan
kemunculan gejala konstitusional yang bermakna (demam, ruam, mudah lelah)
mencerminkan onset adanya dekompensasi sistem imun, peningkatan replikasi virus, dan
onset fase “krisis”.
Tahap terakhir, fase krisis, ditandai dengan kehancuran ppertahanan penjamu yang sangat
merugikan peningkatan viremia yang nyata, serta penyakit klinis. Para pasien khasnya akan
mengalami demam lebih dari 1 bulan, mudah lelah, penurunan berat badan, dan diare. Jumlah
sel CD4+ menurun dibawah 500 sel/μL. Setelah adanya interval yang berubah-ubah, para
pasien mengalami infeksi oportunistik yang serius, neoplasma sekunder, dan atau manifestasi
neurologis (disebut dengan kondisi yang menentukan AIDS), dan pasien yang bersangkutan
9
dikatakan telah menderita AIDS yang sesungguhnya. Bahkan jika kondisi lazim yang
menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yang digunakan saat ini menentukan bahwa
seseorang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+ kurang atau sama dengan 200/μL
sebagai pengidap AIDS.
4. Manifestasi Klinis
Pada suatu WHO Workshop yang diadakan di Bangui, Republik Afrika Tengah, 22–24
Oktober 1985 telah disusun suatu defmisi klinik AIDS untuk digunakan oleh negara-negara
yang tidak mempunyai fasilitas diagnostik laboratorium. Ketentuan tersebut adalah sebagai
berikut :
a. AIDS dicurigai pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu
gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang diketahui seperti
kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.
Gejala mayor :
Gejala minor :
b. AIDS dicurigai pada anak ( bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua
gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang diketahui seperti
kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.
Gejala mayor :
10
Demam lebih dari 1 bulan
Gejala minor :
Limfadenopati umum
Candidiasis oro-faring
Infeksi umum yang berulang (otitis, faringitis, dsb).
Batuk persisten
Dermatitis umum
Infeksi HIV maternal
Kriteria tersebut di atas khusus disusun untuk negara-negara Afrika yang mempunyai
prevalensi AIDS tinggi dan mungkn tidak sesuai untuk digunakan di Indonesia. Untuk
keperluan surveilans AIDS di Indonesia sebagai pedoman digunakan defmisi WHO/CDC
yang telah direvisi dalam tahun 1987. Sesuai dengan hasil Inter-country Consultation
Meeting WHO di New Delhi, 30-31 Desember 1985, dianggap perlu bahwa kasus-kasus
pertama yang akan dilaporkan sebagai AIDS kepada WHO mendapat konfrrmasi dengan tes
ELISA dan Western Blot.
Imunologi Sistem :
Sistem imun
Sistem pertahanan internal tubuh yang berperan dalam mengenali dan menghancurkan bahan
yang bukan “normal self” (bahan asing atau abnormal cells)
Kemampuan tubuh manusia untuk melawan organisme atau toksin yang berbahaya
11
Sel-sel yang berperan dalam respon Imun :
a. Sel B
Sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons antigen tertentu. Sel B
merupakan nama bursa fabrisius, yaitu jaringan limfoid yang ditemukan pada ayam. Jaringan
sejenis yang ada pada mamalia yaitu sumsum tulang, jaringan limfe usus, dan limpa.
Sel B matur bermigrasi ke organ-organ limfe perifer seperti limpa, nodus limfe, bercak Peyer
pada saluran pencernaan, dan amandel. Sel B matur membawa molekul immunoglobulin
permukaan yang terikat dengan membran selnya. Saat diaktifasi oleh antigen tertentu dan
dengan bantuan limfosit T, sel B akan derdiferensiasi melalui dua cara, yaitu :
Sel plasma adalah: Sel ini mampu menyintesis dan mensekresi antibodi untuk
menghancurkan antigen tertentu.
Sel memori B adalah Sel memori menetap dalam jaringan limfoid dan siap merespons
antigen perangsang yang muncul dalam pajanan selanjutnya dengan respons imun
sekunder yang lebih cepat dan lebih besar.
b. Sel T
Sel T juga menunjukan spesifisitas antigen dan akan berploriferasi jika ada antigen, tetapi sel
ini tidak memproduksi antibodi. Sel T mengenali dan berinteraksi dengan antigen melalui
reseptor sel T, yaitu protein permukaan sel yang terikat membran dan analog dengan
antibodi. Sel T memproduksi zat aktif secara imulogis yang disebut limfokin. Sub type
limfosit T berfungsi untuk membantu limfosit B merespons antigen, membunuh sel-sel asing
tertentu, dan mengatur respons imun. Respons sel T adalah :Sel T, seperti sel B berasal dari
sel batang prekusor dalam sumsum tulang. Pada periode akhir perkembangan janin atau
segera setelah lahir, sel prekusor bermigrasi menuju kelenjar timus, tempatnya berproliferasi,
berdiferensiasi dan mendapatkan kemampuan untuk mengenali diri.
Setelah mengalami diferensiasi dan maturasi, sel T bermigrasi menuju organ limfoid seperti
limpa atau nodus limfe. Sel ini dikhususkan untuk melawan sel yang mengandung organisme
intraselular.
c. Sel T efektor :
Sel T sitotoksik (sel T pembunuh)
Mengenali dan menghancurkan sel yang memperlihatkan antigen asing pada permukaannya.
12
Sel T pembantu
Tidak berperan langsung dalam pembunuhan sel. Setelah aktivasi oleh makrofag antigen, sel
T pembantu diperlukan untuk sistesis antibodi normal, untuk pngenalan benda asing sel T
pembantu melepas interleukin-2 yang menginduksi proliferasi sel T sitotoksik, menolong sel
T lain untuk merespons antigen dan sel T pembantu dpt memproduksi zat (limfokin) yang
penting dalam reaksi alergi (hipersensitivitas).
d. Sel T supresor
Setelah diaktifasi sel T pembantu akan menekan respon sel B dan sel T.
e. Makrofag
B. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, alamat, penanggung jawab,
tanggal pengkajian, dan diagnose medis.
Mudah lelah, tidak nafsu makan, demam, diare, infermitten, nyeri panggul, rasa terbakar
saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi jamur di mulut, pusing, sakit
kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman penglihatan, kesemutan pada extremitas,
batuk produkti / non.
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan diare,demam
berkepanjangan,dan batuk berkepanjangan.
Riwayat kesehatan dahulu
13
Riwayat menjalani tranfusi darah, penyakit herper simplek, diare yang hilang timbul,
penurunan daya tahan tubuh, kerusakan immunitas hormonal (antibody), riwayat
kerusakan respon imun seluler (Limfosit T), batuk yang berdahak yang sudah lama
tidak sembuh.
Riwayat Keluarga
Human Immuno Deficiency Virus dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan
penderita HIV positif, kontak langsung dengan darah penderita melalui ASI.
d. Pemeriksaan Fisik
Aktifitas Istirahat
Mudah lemah, toleransi terhadap aktifitas berkurang, progresi, kelelahan / malaise,
perubahan pola tidur.
Gejala subyektif
Demam kronik, demam atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang kali,
lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
Psikososial
Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan poa hidup, ungkapkan perasaan
takut, cemas, meringis.
Status Mental
Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilanginterest pada
lingkungan sekiar, gangguan proses piker, hilang memori, gangguan atensi dan
konsentrasi, halusinasi dan delusi.
Neurologis
Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak seimbangan, kaku kuduk, kejang,
paraf legia.
Muskuloskletal
Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
Kardiovaskuler
Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
Pernafasan
Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang – parah), batuk produktif/non produktif,
bendungan atau sesak pada dada.
14
2) Kemungkinan Diagonosa Yang Muncul
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan
b. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
c. Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan
d. Perubahan eliminasi BAB
e. Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi
f. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunan respon imun ,
kerusakan kulit.
15
Kriteria hasil: mempengaruhi nyeri, seperti suhu
pasien dapat mengontrol ruangan, pencahayaan dan
nyerinya kebisingan.
skala nyeri berkurang dari 3. ajarkan tentang tehnik
skala 6 menjadi skala 3 nonfarmakologi.
penyebab nyeri
3. Intoleransi aktivitas b.d Tujuan: 1. Monitoring vital sign
penurunan kekuatan Joint Movement : Active sebelum/sesudah latihan dan lihat
otot Mobility level respon pasien saat latihan
16
sisi dan berikan ntuan jika
diperlukan
4) Implementasi
5) Evaluasi
BAB III
17
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit HIV AIDS juga memunculkan berbagai masalah psikologis seperti ketakutan,
keputusasaan yang disertai dengan prasangka buruk dan diskriminasi dari orang lain, yang
kemudian dapat menimbulkan tekanan psikologis.Nutrisi yang sehat dan seimbang
diperlukan pasien HIV AIDS untuk memperthankan kekuatan tubuh, mengganti kehilangan
vitamin dan mineral, meningkatkan fungsi sistem imun dan kemampuan tubuh untuk
memerangi penyakit dan juga meningkatkan respon terhadap pengobatan. Namun pasien HIV
dan AIDS seringkali tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup karena
beberapa sebab diantaranya adanya lesi oral, mual, muntah kelelahan dan depresi membuat
ODHA menurun nafsu makannya. Orang yang terinfeksi HIV atau mengidap AIDS biasa
disebut dengan ODHA. Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) beresiko mengalami Infeksi
Oportunistik atau IO. Infeksi Oportunistik adalah infeksi yang terjadi karena menurunnya
kekebalan tubuh seseorang akibat virus HIV. Infeksi ini umumnya menyerang ODHA dengan
HIV stadium lanjut. Infeksi Oportunistik yang dialami ODHA dengan HIV stadium lanjut
menyebabkan gangguan berbagai aspek kebutuhan dasar, diantaranya gangguan kebutuhan
oksigenisasi, nutrisi, cairan, kenyamanan, koping, integritas kulit dan sosial spritual.
B. Saran
Mungkin idalam ipenulisan imakalah iini imasih ijauh idari ikesempurnaan, iuntuk iitu
isaya imengharapkan, ikritik idan isaran iyang isifatnya imembangun idemi ikesempurnaan
imakalah iini. iAgar idalam ipenulisan imakalah ikedepannya ibisa ilebih ibaik.
DAFTAR PUSTAKA
18
(Iswandi, 2017)Aminah, D. (2020). Studi Literatur : Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Hiv/Aids Dengan Masalah Keperawatan Defisiensi Pengetahuan Tentang Infeksi
Oportunistik. Universitas Muhammadiyag Ponorogo, 7–48.
http://eprints.umpo.ac.id/6122/
Iswandi, F. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan HIV AIDS Di IRNA non
Bedah Penyakit dalam RSUP DR. M. Djamal Padang. Pustaka.Poltekkes-Pdg.Ac.Id, 15–
192.
Kurniawati. (2018). Studi Kasus Penderita HIV / AIDS yang dirawat dengan
PenyulitTuberculosis Paru. Jurnal EDUNursing, 2(2), 15–27.
Manafe, A. M., Fouk, M. F. W. A., & Ratu, M. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA
Nn. G.B DAN Tn.M.B.A YANG MENGALAMI HIV/AIDS DENGAN MASALAH
PERUBAHAN MEMBRAN MUKOSA ORAL DI RUANG MELATI DAN
FLAMBOYAN RSUD Mgr. GABRIEL MANEK, SVD ATAMBUA. Jurnal Sahabat
Keperawatan, 2(02), 18–32. https://doi.org/10.32938/jsk.v2i02.630
Nursalam, D. K., & Dian, N. (2012). Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV. In
Jakarta: Salemba Medika.
https://rsbhayangkarabanjarmasin.co.id/wp/wp-content/uploads/2020/02/BUKU-AIDS-
2007.pdf
Wulandari, N., & Setyorini, E. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Odha ( Orang Dengan
Hiv / Aids ).
19