Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

(Keperawatan HIV/AIDS)

Tentang
“Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS”

Oleh:

ATHIFA MESI PUTRI


203310688

Dosen Pembimbing:

Ns. Defia Roza, S.Kep, M.Biomed

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES PADANG
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat
menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Keperawatan HIV/AIDS tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS .Selain itu
tujuan dari penyusunan Makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang Asuhan
Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada ibuk Defia Roza selaku dosen Keperawatan
HIV/AIDS kami yang telah membimbing kami agar dapat menyelesaikan makalah
ini.Akhirnya kami menyadari bahwa Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan
Makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih
dan semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.

Padang,21 Januari 2022

Athifa Mesi Putri

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………........................……………………………………………..2

DAFTAR ISI ……………………...........................…………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ………………...........................……………………………………....4
B. Rumusan masalah……………..............................……………………….…………...5
C. Tujuan ………………..............................…………………………………………….5

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep HIV AIDS …………………………………………………………………....6
1. Pengertian ………………………………………………………………………….....6
2. Etiologi …………………………...…………………………………………………..6
3. Patofisiologi ………………………………………………………………………….8
4. Manifestasi Klinis …………………………………..………………………………10
5. Konsep Anatomi Dan Fisiologis ……………………………………………………11
B. Asuhan Keperawatan ………………………………………………………………...13
1. Pengkajian …………………………………………………………………………...13
2. Diagnosa …………………………………………………….…………………….…15
3. Perencanaan ………………………………………………………..……….…….….15
4. Implementasi ………………………………………………………………………...17
5. Evaluasi ………………………………………………………………………….…..17
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………....…….……….18
B. Saran…………………………………………………………………………………18
DAFTAR PUSTAKA…………………...…………………………………………………..19

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency


Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia yang menjadi wabah
internasional sejak pertama kehadirannya (Arriza, Dewi, Dkk, 2011). Penyakit ini merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus (HIV)
yang menyerang sistem kekebalan tubuh (Kemenkes, 2015).

Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh
sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain (Kemenkes, 2015).
Meskipun telah ada kemajuan dalam pengobatannya, namun infeksi HIV dan AIDS masih
merupan masalah kesehatan yang penting di dunia ini (Smeltzer dan Bare, 2015).

Penyakit AIDS diartikan sebagai sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau
kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar dan sebagai bentuk paling
hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun dan tanpa gejala yang
nyata, hingga keadaan imunosupresi yang berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat
membawa kematian (Padila,2012).

Penyakit HIV AIDS merupakan penyakit infeksi yang dapat ditularkan ke orang lain
melalaui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui proses hubungan seksual, tranfusi darah,
penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi secara bergantian, dan penularan dari ibu ke
anak dalam kandungan melalui plasenta dan kegiatan menyusui (Dinkes Kota Padang, 2015)

Penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, dan daerah tempat tinggal penderitanya (Tangadi,1996 & Budiharto,1997
dalam Desima,2013). Laporan dari Joint United Nations Programme on HIV and AIDS atau
UNAIDS pada tahun 2015 terdapat 2,1 juta infeksi HIV baru diseluruh dunia, yang banyak
tersebar di wilayah afrika dan asia. Data ini menambah total penderita HIV menjadi 36.7 juta
dan penderita AIDS sebanyak 1,1 juta orang (UNAIDS, 2016).

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian HIV AIDS ?
2. Apa Saja Etiologi HIV AIDS ?
3. Bagaimana Patofisiologi HIV AIDS ?
4. Apa Saja Manifestasi Klinis HIV AIDS ?
5. Apa Saja Konsep Anatomi Dan Fisiologis HIV AIDS ?
6. Apa Saja Asuhan Keperawatan HIV AIDS ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian HIV AIDS
2. Untuk Mengetahui Etiologi HIV AIDS
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi HIV AIDS
4. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis HIV AIDS
5. Untuk Mengetahui Konsep Anatomi Dan Fisiologis HIV AIDS
6. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan HIV AIDS

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep HIV AIDS


1. Pengertian

HIV adalah virus penyebab Acquired Immuno Deficiensi Syndrom (AIDS). Virus ini
memiliki kemampuan untuk mentransfer informasi genetic, mereka dari RNA ke DNA
dengan menggunakan enzim yang disebut Reverse Transcriptase, yang merupakan kebalikan
dari proses transkripsi dari RNA & DNA dan transflasi dari RNA ke protein pada umumnya
(Murma, et.al,1999).

HIV merupakan salah satu penyakit menular seksual yang berbahaya di dunia (Silalahi,
Lampus, dan Akili, 2013). Seseorang yang terinfeksi HIV dapat diibaratkan sebagai gunung
es (Lestary, Sugiharti dan Susyanty, 2016) yang dimana HIV memang tidak tampak tetapi
penyebarannya mengakibatkan banyaknya kasus HIV baik di Indonesia maupun di dunia.

AIDS adalah Suatu kumpulan kondisi tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi
oleh HIV ( Virginia Macedolan, 2008 ) AIDS Kependekan dari A: Acquired: Didapat, Bukan
penyakit keturunan I:Immune:Sistem kekebalan tubuh D:Deficiency: Kekurangan Syndrome,
Jadi AIDS adalah berarti kumpulan gejala akibat kekurangan dan kelemahan system tubuh
yang dibentuk setelah kita lahir ( Depkes,2007 ).

2. Etiologi

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human


Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termasuk dalam
keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisinsi pada kucing, virus imunodefisiensi
pada kera, visna virus pada domba, dan virus anemia infeksiosa pada kuda). Dua bentuk HIV
yang berbeda secara genetik, tetapi berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang
telah berhasil diisolasi dari penderita AIDS. Sebagian besar retrovirus, viron HIV-1
berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk kerucut yang padat elektron dan dikelilingi
oleh selubung lipid yang berasal dari membran se penjamu. Inti virus tersebut mengandung
kapsid utama protein p24, nukleokapsid protein p7 atau p9, dua sirina RNA genom, dan
ketiga enzim virus (protease, reserve trancriptase, dan integrase). Selain ketiga gen retrovirus

6
yang baku ini, HIV mengandung beberapa gen lain (diberi nama dengan tiga huruf, misalnya
tat, rev, vif, nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintetis serta perakitan partikel virus yang
infeksius. (Robbins dkk, 2011)

Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam cara
penularan, yaitu :

a. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS

Hubungan sesual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan
bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina,
dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau muluh sehingga HIV
yang tedapa dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah (PELEKSI,1995 dalam
Nursalam,2007 ). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina,
dubur dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan
seksual

b. Ibu pada bayinya

Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan
CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0.01% sampai 7%. Bila
ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi
sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan
mencapai 50% (PELKESI,1995 dalam Nursalam, 2007). Penularan juga terjadi selama
proses persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran
mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan.(Lili V, 2004 dalam
Nursalam, 2007). Semakin lam proses melahirkan, semakin besar resiko penularan. Oleh
karena itu, lama persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectio caesaria (HIS dan
STB,2000 dalam Nursalam, 2007). Transmisi lain terjadi selam periode post partum
melaui ASI. Resiko bayi tertular melalui ASI dai Ibu yang positif sekitar 10%

c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS

Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan
menyebar ke seluruh tubuh.

7
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril

Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lain yang
menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinveksi HIV, dan langsung
digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV,dan langsung digunakan untuk
orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa menular HIV

e. Alat-alat untuk menoreh kulit

Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat tato,
memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin
dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.

f. Menggunakan jarum suntik secara bergantian

Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan oleh para
pengguna narkoba (Injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain
jarun suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga menggunakan tempat
penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi untuk
menularkan HIV.

HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, hidup serumah
dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan sosial yang lain

3. Patofisiologi

Menurut Robbins, Dkk (2011) Perjalanan infeksi HIV paling baik dipahami dengan
menggunakan kaidah saling memengaruhi antara HIV dan sistem imun. Ada tiga tahap yang
dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi antara virus dan penjamu. (1) fase akut pada
tahap awal; (2) fase kronis pada tahap menengah; dan (3) fase krisis, pada tahap akhir.

8
Fase akut menggambarkan respon awal seseorang dewasa yang imunokompeten terhadap
infeksi HIV. Secara klinis, hal yang secara khas merupakan penyakit yang sembuh sendiri
yang terjadi pada 50% hingga 70% dari orang deawasa selama 3-6 minggu setelah infeksi;
fase ini ditandai dengan gejala nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, mialgia, demam, ruam,
dan kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan produksi virus dalam
jumlah yang besar, viremia dan persemaian yang luas pada jaringan limfoid perifer, yang
secara khas disertai dengan berkurangnya sel T CD4+. Namum segera setelah hal itu terjadi,
akan muncul respon imun yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan melalui serokonversi
(biasanya dalam rentang waktu 3 hingga 17 minggu etelah pejanan) dan muali munculnya sel
T sitoksik CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia mereda, sel T CD4+ kembali
mendekati jumlah normal. Namun, berkurangnya virus dalam plasma bukan merupakan
penanda berakhirnya replikasi virus, yang akan terus berlanjut di dalam makrofag dan sel T
CD 4+ jaringan.

Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukkan tahap penahanan relatif virus. Pada fase
ini, sebagian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut hingga beberapa
tahun. Pada pasien tidak menunjukkan gejala ataupun menderita limfadenopati persisten, dan
banyak penderita yang mengalami infeksi oportunistik “ringan” seperti ariawan (Candida)
atau harpes zoster selama fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut.
Pergantian virus yang meluas akan disertai dengan kehilangan sel CD4+ yang berlanjut.
Namun, karena kemampuan regenerasi sistem imun besar, sel CD4+ akan tergantikan dalam
jumlah yang besar. Oleh karena itu penurunan sel CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal
yang sederhana. Setelah melewati periode yang panjang dan beragam, pertahanan penjamu
mulai berkurang, jumlah sel CD4+ mulai menurun, dan jumlah sel CD4+ hidup yang
terinfeksi oleh HIV semakin meningkat. Limfadenopati persisten yang disertai dengan
kemunculan gejala konstitusional yang bermakna (demam, ruam, mudah lelah)
mencerminkan onset adanya dekompensasi sistem imun, peningkatan replikasi virus, dan
onset fase “krisis”.

Tahap terakhir, fase krisis, ditandai dengan kehancuran ppertahanan penjamu yang sangat
merugikan peningkatan viremia yang nyata, serta penyakit klinis. Para pasien khasnya akan
mengalami demam lebih dari 1 bulan, mudah lelah, penurunan berat badan, dan diare. Jumlah
sel CD4+ menurun dibawah 500 sel/μL. Setelah adanya interval yang berubah-ubah, para
pasien mengalami infeksi oportunistik yang serius, neoplasma sekunder, dan atau manifestasi
neurologis (disebut dengan kondisi yang menentukan AIDS), dan pasien yang bersangkutan

9
dikatakan telah menderita AIDS yang sesungguhnya. Bahkan jika kondisi lazim yang
menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yang digunakan saat ini menentukan bahwa
seseorang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+ kurang atau sama dengan 200/μL
sebagai pengidap AIDS.

4. Manifestasi Klinis

Pada suatu WHO Workshop yang diadakan di Bangui, Republik Afrika Tengah, 22–24
Oktober 1985 telah disusun suatu defmisi klinik AIDS untuk digunakan oleh negara-negara
yang tidak mempunyai fasilitas diagnostik laboratorium. Ketentuan tersebut adalah sebagai
berikut :

a. AIDS dicurigai pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu
gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang diketahui seperti
kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.

Gejala mayor :

 Penurunan berat badan lebih dari 10%


 Diare kronik lebih dari 1 bulan
 Demam lebih dari 1 bulan (kontinu atau intermiten).

Gejala minor :

 Batuk lebih dari 1 bulan


 Dermatitis pruritik umum
 Herpes zoster rekurens
 Candidiasis oro-faring
 Limfadenopati umum
 Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif

b. AIDS dicurigai pada anak ( bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua
gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang diketahui seperti
kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.

Gejala mayor :

 Penurunan berat badan atau pertumbuhan lambat yang abnormal


 Diare kronik lebih dari 1 bulan

10
 Demam lebih dari 1 bulan

Gejala minor :

 Limfadenopati umum
 Candidiasis oro-faring
 Infeksi umum yang berulang (otitis, faringitis, dsb).
 Batuk persisten
 Dermatitis umum
 Infeksi HIV maternal

Kriteria tersebut di atas khusus disusun untuk negara-negara Afrika yang mempunyai
prevalensi AIDS tinggi dan mungkn tidak sesuai untuk digunakan di Indonesia. Untuk
keperluan surveilans AIDS di Indonesia sebagai pedoman digunakan defmisi WHO/CDC
yang telah direvisi dalam tahun 1987. Sesuai dengan hasil Inter-country Consultation
Meeting WHO di New Delhi, 30-31 Desember 1985, dianggap perlu bahwa kasus-kasus
pertama yang akan dilaporkan sebagai AIDS kepada WHO mendapat konfrrmasi dengan tes
ELISA dan Western Blot.

5. Konsep Anatomi Dan Fisiologi

Imunologi Sistem :

 Sistem imun

Sistem pertahanan internal tubuh yang berperan dalam mengenali dan menghancurkan bahan
yang bukan “normal self” (bahan asing atau abnormal cells)

 Imunitas atu respon imun

Kemampuan tubuh manusia untuk melawan organisme atau toksin yang berbahaya

Ada 2 macam RI, yaitu :

 RI Spesifik : deskriminasi self dan non self, memori, spesifisitas.


 RI non Spesifik : efektif untuk semua mikroorganisme

11
Sel-sel yang berperan dalam respon Imun :

a. Sel B

Sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons antigen tertentu. Sel B
merupakan nama bursa fabrisius, yaitu jaringan limfoid yang ditemukan pada ayam. Jaringan
sejenis yang ada pada mamalia yaitu sumsum tulang, jaringan limfe usus, dan limpa.

Sel B matur bermigrasi ke organ-organ limfe perifer seperti limpa, nodus limfe, bercak Peyer
pada saluran pencernaan, dan amandel. Sel B matur membawa molekul immunoglobulin
permukaan yang terikat dengan membran selnya. Saat diaktifasi oleh antigen tertentu dan
dengan bantuan limfosit T, sel B akan derdiferensiasi melalui dua cara, yaitu :

 Sel plasma adalah: Sel ini mampu menyintesis dan mensekresi antibodi untuk
menghancurkan antigen tertentu.
 Sel memori B adalah Sel memori menetap dalam jaringan limfoid dan siap merespons
antigen perangsang yang muncul dalam pajanan selanjutnya dengan respons imun
sekunder yang lebih cepat dan lebih besar.
b. Sel T

Sel T juga menunjukan spesifisitas antigen dan akan berploriferasi jika ada antigen, tetapi sel
ini tidak memproduksi antibodi. Sel T mengenali dan berinteraksi dengan antigen melalui
reseptor sel T, yaitu protein permukaan sel yang terikat membran dan analog dengan
antibodi. Sel T memproduksi zat aktif secara imulogis yang disebut limfokin. Sub type
limfosit T berfungsi untuk membantu limfosit B merespons antigen, membunuh sel-sel asing
tertentu, dan mengatur respons imun. Respons sel T adalah :Sel T, seperti sel B berasal dari
sel batang prekusor dalam sumsum tulang. Pada periode akhir perkembangan janin atau
segera setelah lahir, sel prekusor bermigrasi menuju kelenjar timus, tempatnya berproliferasi,
berdiferensiasi dan mendapatkan kemampuan untuk mengenali diri.

Setelah mengalami diferensiasi dan maturasi, sel T bermigrasi menuju organ limfoid seperti
limpa atau nodus limfe. Sel ini dikhususkan untuk melawan sel yang mengandung organisme
intraselular.

c. Sel T efektor :
 Sel T sitotoksik (sel T pembunuh)

Mengenali dan menghancurkan sel yang memperlihatkan antigen asing pada permukaannya.

12
 Sel T pembantu

Tidak berperan langsung dalam pembunuhan sel. Setelah aktivasi oleh makrofag antigen, sel
T pembantu diperlukan untuk sistesis antibodi normal, untuk pngenalan benda asing sel T
pembantu melepas interleukin-2 yang menginduksi proliferasi sel T sitotoksik, menolong sel
T lain untuk merespons antigen dan sel T pembantu dpt memproduksi zat (limfokin) yang
penting dalam reaksi alergi (hipersensitivitas).

d. Sel T supresor

Setelah diaktifasi sel T pembantu akan menekan respon sel B dan sel T.

e. Makrofag

Makrofag memproses antigen terfagositosis melalui denaturasi atau mencerna sebagian


antigen untuk menghasilkan fragmen yang mengandung determinan antigenic. Makrofag
akan meletakkan fragmen antigen pada permukaan selnya sehingga terpapar untuk limfosit T
tertentu.

B. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Identitas Klien

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, alamat, penanggung jawab,
tanggal pengkajian, dan diagnose medis.

b. Keluhan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit

Mudah lelah, tidak nafsu makan, demam, diare, infermitten, nyeri panggul, rasa terbakar
saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi jamur di mulut, pusing, sakit
kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman penglihatan, kesemutan pada extremitas,
batuk produkti / non.

c. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan diare,demam
berkepanjangan,dan batuk berkepanjangan.
 Riwayat kesehatan dahulu

13
Riwayat menjalani tranfusi darah, penyakit herper simplek, diare yang hilang timbul,
penurunan daya tahan tubuh, kerusakan immunitas hormonal (antibody), riwayat
kerusakan respon imun seluler (Limfosit T), batuk yang berdahak yang sudah lama
tidak sembuh.
 Riwayat Keluarga
Human Immuno Deficiency Virus dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan
penderita HIV positif, kontak langsung dengan darah penderita melalui ASI.
d. Pemeriksaan Fisik
 Aktifitas Istirahat
Mudah lemah, toleransi terhadap aktifitas berkurang, progresi, kelelahan / malaise,
perubahan pola tidur.
 Gejala subyektif
Demam kronik, demam atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang kali,
lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
 Psikososial
Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan poa hidup, ungkapkan perasaan
takut, cemas, meringis.
 Status Mental
Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilanginterest pada
lingkungan sekiar, gangguan proses piker, hilang memori, gangguan atensi dan
konsentrasi, halusinasi dan delusi.
 Neurologis
Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak seimbangan, kaku kuduk, kejang,
paraf legia.
 Muskuloskletal
Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
 Kardiovaskuler
Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
 Pernafasan
Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang – parah), batuk produktif/non produktif,
bendungan atau sesak pada dada.

14
2) Kemungkinan Diagonosa Yang Muncul
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan
b. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
c. Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan
d. Perubahan eliminasi BAB
e. Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi
f. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunan respon imun ,
kerusakan kulit.

3) Intervensi (Rencana Keperawatan)

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. ketidakseimbangan Tujuan: 1. Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari  Nutritional Status : 2. Monitor adanya penurunan berat
kebutuhan tubuh b.d  Nutritional Status : food and badan
penurunan nafsu makan Fluid Intake 3. Monitor adanya mual, muntah dan
 Nutritional Status: nutrient diare

Intake Weight control 4. kolaborasi dengan dokter untuk

Kriteria hasil: pemasangan NGT

 Adanya peningkatan berat 5. Monitor jumlah nutrisi dan

badan sesuai dengan tujuan kandungan kalori

 Berat badan ideal sesuai 6. Monitor kadar albumin, Hb dan


Ht
dengan tinggi badan
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
 Tidak adanya tanda-tanda
menentukan jumlah kalori dan
malnutrisi
nutrisi yang dibutuhkan pasien
 Menunjukan peningkatan
8. Berikan substansi gula
fungsi menelan
9. Berikan makanan yang sudah
 Mampu mengidentifikasi
dikonsultasikan dengan ahli gizi.
kebutuhan nutrisi
2. Nyeri akut b.d agen Tujuan: 1. lakukan pengkajian nyeri secara
injuri fisik  Pain Level, komprehensif termasuk lokasi,
 Pain control karakteristik, durasi, frekuensi,

 Comfort leve kualitas dan faktor presipitasi.


2. control lingkungan yang dapat

15
Kriteria hasil: mempengaruhi nyeri, seperti suhu
 pasien dapat mengontrol ruangan, pencahayaan dan
nyerinya kebisingan.
 skala nyeri berkurang dari 3. ajarkan tentang tehnik
skala 6 menjadi skala 3 nonfarmakologi.

 Klien mengatakan nyeri 4. berikan analgetik untuk

sudah berkurang mengurangi nyeri.

 Dapat mengenali faktor 5. ajarkan teknik relaksasi

penyebab nyeri
3. Intoleransi aktivitas b.d Tujuan: 1. Monitoring vital sign
penurunan kekuatan  Joint Movement : Active sebelum/sesudah latihan dan lihat
otot  Mobility level respon pasien saat latihan

 Self care : ADLs 2. Konsultasikan dengan terapi fisik

 Transfer performance tentang rencana ambulasi sesuai

Kriteria hasil: dengan kebutuhan


3. Bantu klien untuk menggunakan
 Klien meningkat dalam
tongkat saat berjalan dan cegah
aktivitas fisik
terhadap cedera
 Mengerti tujuan dan
4. Ajarkan pasien atau tenaga
peningkatan mobilitas
kesehatan lain tentang teknik
 Memverbalisasikan
ambulasi
perasaan dalam
5. Kaji kemampuan pasien dalam
meningkatkan kekuatan dan
mobilisasi
kemampuan berpindah
6. Latih pasien dalam pemenuhan
 Memperagakan penggunaan
kebutuhan
alat Bantu untuk mobilisasi
7. ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
8. Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan
9. ADLs pasien.Berikan alat bantu
jika klien memerlukan.
10. Ajarkan pasien gaimana merubah

16
sisi dan berikan ntuan jika
diperlukan

4) Implementasi

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana


keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada
tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif
terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian
bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap
intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan
lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana
perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.

5) Evaluasi

Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang


diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian
mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses keperawatan perawat
mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil.

BAB III

17
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit HIV AIDS juga memunculkan berbagai masalah psikologis seperti ketakutan,
keputusasaan yang disertai dengan prasangka buruk dan diskriminasi dari orang lain, yang
kemudian dapat menimbulkan tekanan psikologis.Nutrisi yang sehat dan seimbang
diperlukan pasien HIV AIDS untuk memperthankan kekuatan tubuh, mengganti kehilangan
vitamin dan mineral, meningkatkan fungsi sistem imun dan kemampuan tubuh untuk
memerangi penyakit dan juga meningkatkan respon terhadap pengobatan. Namun pasien HIV
dan AIDS seringkali tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup karena
beberapa sebab diantaranya adanya lesi oral, mual, muntah kelelahan dan depresi membuat
ODHA menurun nafsu makannya. Orang yang terinfeksi HIV atau mengidap AIDS biasa
disebut dengan ODHA. Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) beresiko mengalami Infeksi
Oportunistik atau IO. Infeksi Oportunistik adalah infeksi yang terjadi karena menurunnya
kekebalan tubuh seseorang akibat virus HIV. Infeksi ini umumnya menyerang ODHA dengan
HIV stadium lanjut. Infeksi Oportunistik yang dialami ODHA dengan HIV stadium lanjut
menyebabkan gangguan berbagai aspek kebutuhan dasar, diantaranya gangguan kebutuhan
oksigenisasi, nutrisi, cairan, kenyamanan, koping, integritas kulit dan sosial spritual.

B. Saran

Mungkin idalam ipenulisan imakalah iini imasih ijauh idari ikesempurnaan, iuntuk iitu
isaya imengharapkan, ikritik idan isaran iyang isifatnya imembangun idemi ikesempurnaan
imakalah iini. iAgar idalam ipenulisan imakalah ikedepannya ibisa ilebih ibaik.

DAFTAR PUSTAKA

18
(Iswandi, 2017)Aminah, D. (2020). Studi Literatur : Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Hiv/Aids Dengan Masalah Keperawatan Defisiensi Pengetahuan Tentang Infeksi
Oportunistik. Universitas Muhammadiyag Ponorogo, 7–48.
http://eprints.umpo.ac.id/6122/

ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PASIEN_HIV IKe. (n.d.).

Iswandi, F. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan HIV AIDS Di IRNA non
Bedah Penyakit dalam RSUP DR. M. Djamal Padang. Pustaka.Poltekkes-Pdg.Ac.Id, 15–
192.

Kurniawati. (2018). Studi Kasus Penderita HIV / AIDS yang dirawat dengan
PenyulitTuberculosis Paru. Jurnal EDUNursing, 2(2), 15–27.

Manafe, A. M., Fouk, M. F. W. A., & Ratu, M. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA
Nn. G.B DAN Tn.M.B.A YANG MENGALAMI HIV/AIDS DENGAN MASALAH
PERUBAHAN MEMBRAN MUKOSA ORAL DI RUANG MELATI DAN
FLAMBOYAN RSUD Mgr. GABRIEL MANEK, SVD ATAMBUA. Jurnal Sahabat
Keperawatan, 2(02), 18–32. https://doi.org/10.32938/jsk.v2i02.630

Nursalam, D. K., & Dian, N. (2012). Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV. In
Jakarta: Salemba Medika.
https://rsbhayangkarabanjarmasin.co.id/wp/wp-content/uploads/2020/02/BUKU-AIDS-
2007.pdf

Pramesti, A. A. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Tn. K Pasien HIV/AIDS Dengan


Emfisema di Ruang Airlangga RSUD Kanjuruhan. Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952., 7–45.

Wulandari, N., & Setyorini, E. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Odha ( Orang Dengan
Hiv / Aids ).

(Nursalam & Dian, 2012)(ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PASIEN_HIV IKe, n.d.)


(Wulandari & Setyorini, 2016)(Aminah, 2020)

(Pramesti, 2021)(Manafe et al., 2020)(Kurniawati, 2018)

19

Anda mungkin juga menyukai